Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Blansius Ma
"Akta Jual Beli seharusnya dibuat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan murni karena kehendak kedua belah pihak. Apabila terdapat keraguan dalam prosesnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah sebaiknya tidak melanjutkan pembuatan akta tersebut. Pada putusan Mahkamah Agung Nomor 3507 K/Pdt/2023, diketahui bahwa proses pembuatan Akta Jual Beli dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang ada dan atas dasar kesepakatan satu pihak. Hal ini dapat ditunjukkan dari pembuatan akta yang dilakukan tidak dihadapan pejabat, akta yang tidak dibacakan dan dijelaskan, serta adanya penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomis terhadap Penggugat. Permasalahan yang diteliti dalam tesis ini adalah mengenai keabsahan dari Akta Jual Beli yang dibuat dengan penyalahgunaan keadaan dan pertanggungjawaban dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menerbitkan akta tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian doktrinal yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka. Seluruh data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan tulisan yang eksplanatoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Akta Jual Beli yang dibuat dengan penyalahgunaan keadaan tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian, sehingga berakibat dapat dibatalkannya perjanjian tersebut. Penggugat yang dirugikan meminta pembatalan kepada pengadilan dan dikabulkan. Peralihan hak atas tanah yang dilakukan Tergugat juga menjadi tidak sah karena pembatalan Akta Jual Beli ini. Pejabat Pembuat Akta Tanah tetap bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya, walaupun terdapat penyalahgunaan keadaan yang dilakukan oleh satu pihak. Pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepadanya adalah tanggung jawab secara administratif.

The Deed of Sale and Purchase should be made in accordance with the provisions of the applicable laws and purely because of the will of both parties. If there is any doubt in the process, the Land Deed Making Officer should not proceed with the making of the deed. In the Supreme Court Decision Number 3507 K/Pdt/2023, it is known that the process of making the Deed of Sale and Purchase was carried out not in accordance with existing procedures and based on agreement of only one party. These can be shown from the making of deed that were carried out not in front of the officer, deeds that were not read and explained, and abuse of circumstances due to economic superiority over the Plaintiff. The problem explained in this thesis are about the validity of the Deed of Sale and Purchase made by abusing the circumstance and the accountability of the Land Deed Making Officer who issued the deed. The research method used in this thesis is a doctrinal research method conducted by researching literature materials. All data obtained were analyzed qualitatively to produce an explanatory writing. The results of the study show that the Deed of Sale and Purchase made by abusing circumstance does not meet the subjective requirements of the agreement, resulting in the cancellation of the agreement. The Plaintiff then asked the court for annulment, and it was granted. The transfer of land rights carried out by the Defendant also became invalid due to the cancellation of the Sale and Purchase Deed. The Land Deed Making Officer remains responsible for the deed he makes, even if there is an abuse of circumstance committed by one party. The responsibility that can be asked of him is administrative responsibility."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovita
"PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, ada PPAT yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. PPAT dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya, terutama apabila akta tersebut cacat hukum karena kelalaiannya. Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang tanda tangan salah satu pihaknya terbukti tidak sah dan implikasi hukum terhadap PPAT yang terbukti bersalah dalam membuat Akta Jual Beli tersebut. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data sekunder dan penelitiannya melalui studi kepustakaan. Dalam kasus ini, PPAT ditetapkan sebagai terdakwa karena terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum berupa pemalsuan tanda tangan dalam Akta Jual Beli. Hasil penelitian tesis ini adalah Akta Jual Beli tersebut tetap memiliki kekuatan sebagaimana Akta pada umumnya, sampai ada pihak yang mengajukan pembatalan Akta Jual Belinya. Dalam putusan, PPAT sebagai pemberi kerja bertanggung jawab atas karyawan yang terbukti bersalah melakukan pemalsuan tanda tangan salah satu pihak dalam Akta Jual Beli, sehingga yang bersangkutan dikenakan Pasal 264 Ayat (2) jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan dijatuhkan sanksi pidana penjara selama 18 (delapan belas) bulan. Oleh karenanya, penulis menyarankan kepada pihak yang dirugikan untuk mengajukan pembatalan balik nama Sertipikat ke PTUN dan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri untuk membatalkan Akta Jual Beli serta menuntut ganti kerugian.

Land Deed Official is a general officer given the authority to make authentic deeds about certain legal acts concerning land rights.Nevertheless, there is a PPAT that does not carry out its duties and obligations properly. Land Deed Official can be prosecuted to be responsible for the deed he has made, especially if the deed is defective by law due to its negligence.The problem in this thesis is the legal result of the buy and sell act, whose signature of one of its parties proved to be invalid and the legal implications of land deed officials who proved guilty in making the Buy and Sell Act. The research of this thesis uses normative juridical method of research with the type of analytical descriptive research, analysed by qualitative method using secondary data collection techniques and research through literature study. In this case, the Land Deed Official was appointed as the defendant because it proved guilty of committing an act against the law in the form of signature counterfeiting in the Buy and Sell Act. The research result of this thesis is the buy and sell act still has the strength of the deed in general, until the party that filed the cancellation of the Buy and Sell Act. In the ruling, the Land Deed Official as the employer is responsible for the employee who proved guilty of a party signature forgery in the Buy and Sell Act, so that it is subject to Article 264 Paragraph (2) jo. Article 55 Paragraph (1) of the Criminal Code, and sentenced to imprisonment for 18 (eighteen) months. Therefore, the author suggests to the injured party to submit a cancellation of the certificate to the Civil Court of Justiceand submit a civil lawsuit to the District Court to cancel the Buy and Sell Act and claim damages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enrico Herinanto Tanzil
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memegang peranan penting dalam sistem pertanahan di Indonesia. Peranan tersebut dilihat dari PPAT dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta autentik yang berhubungan dengan tanah. Pada kenyataannya masih banyak PPAT yang melakukan kelalaian dan ketidaktelitian dalam menjalankan jabatannya tersebut yang dapat mengakibatkan akta yang dibuatnya kehilangan kekuatan pembuktian sempurna. Perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai peraturan yang mengatur mengenai sanksi atas pelanggaran kewajiban bagi PPAT tersebut. Pelanggaran yang paling sering dijumpai adalah tidak membacakan dan menjelaskan isi akta kepada para pihak dan tidak ditandatangani seketika setelah pembacaan tersebut oleh para pihak, saksi-saksi, dan PPAT itu sendiri. Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 21/PID/2016/PT PTK, PPAT berinisial PP melakukan kelalaian dan ketidak telitian dalam membuat Akta Hibah atas peristiwa hukum hibah palsu yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah kepada penerima hibah yang memalsukan identitas pemberi hibah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif-analitis, maka sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan Akta Hibah tersebut adalah akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian hukum seperti akta di bawah tangan karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang seharusnya. Atas dasar tersebut, akta tersebut dapat dijadikan dasar sebagai pemeliharaan data pendaftaran tanah sehingga sertipikat dapat dibalik nama kepada penerima hibah. Secara hukum yang berlaku di Indonesia, sertipikat tersebut meruapakan suatu sertipikat yang sah dan memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak yang namanya tercantum di dalamnya sejauh tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Menurut Penulis atas kelalaian dan ketidak telitian ini, PPAT tidak dikenakan sanksi pidana tetapi dapat dikenakan sanksi administrati.

This thesis discusses the role of the Land Deed Official (PPAT) in the land system in Indonesia. The role was seen from PPAT in carrying out his position as a general official authorized to create an authentic deed relating to the land. In fact, there a still a lot of PPAT that is doing negligence and inaccuracy in carrying out their position and not infrequently that may cause harm to the other parties. The most common violation is not to read and explain the contents of the deed to the parties and is not signed immediately after the reading by the parties, the witnesses, and the PPAT itself. In the decision of High Court of Pontianak number 21/PID/2016/PT PTK, PPAT PP commit negligence and inaccuracy in making the grant Act on the occasion of false grants, resulting in the rights of land to the grantees who forged a grantee identity. By using yuridis-normative research method, then as a result of the study can be concluded that the grant Act is an authentic deed that has the power of proof of law such as an un-authorized act because of unfulfilled conditions. On that basis, the deed can be used as a basis as the maintenance of land registration data so that the sertificate can be reversed name to the grantees. According to the land system in Indonesia, that sertificate is an authorized letter and provide legal certainty for the right holder whose name stated in itas far as it cannot be proven otherwise.  For these omissions and inaccuracy, PPAT is not subject to criminal sanction but may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Mahardiyani
"Penulisan tesis ini membahas proses jual beli hak tanah antara ayah kandung kepada salah satu anaknya di Klaten, Jawa Tengah dan akibat hukumnya dari jual beli tersebut. Tidak adanya pedoman mengenai jual beli tanah yang dilakukan antara ayah kandung kepada salah satu anaknya, menyebabkan ada Notaris/PPAT merasa jual beli tersebut sudah sesuai aturan, tanpa memikirkan akibat hukumnya. Konflik yang timbul akibat akta jual beli tersebut biasanya baru timbul setelah orang tuanya meninggal. Selain itu dalam penulisan ini akan dibahas mengenai peranan Notaris/PPAT dalam proses jual beli tanah untuk mencegah timbulnya sengketa di kemudian hari melalui kewenangannya melakukan penyuluhan hukum atas akta. Penelitian ini menggunakan yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder, bersifat deskriptif-analitis. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjelaskan masalah yang diteliti. Proses jual beli tanah yang dilakukan antara ayah kandung kepada anaknya sebaiknya diberitahukan kepada saudara lainnya dengan Surat Pernyataan Mengetahui. Notaris/PPAT berperan memberikan kepastian hukum dengan akta otentik, sehingga dapat dipergunakan sebagai pembuktian di kemudian hari dan akta tersebut dapat dijadikan pencegahan sengketa antara para pihak dan pihak ketiga di kemudian hari. Berdasarkan uraian tersebut, disarankan proses jual beli tanah yang dilakukan antara orang tua kepada anaknya harus melihat dari syarat sahnya suatu perjanjian yaitu kausa yang halal dalam melakukan jual beli ini dan dilaksanakan dengan sepengetahuan dari saudara lainnya. Selain itu ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalankan jabatannya adalah mutlak dilakukan oleh Notaris/PPAT untuk menghindari terjadinya sengketa akibat pembuatan akta jual beli tersebut.

This thesis is to examine the process of selling buying land between father to his daughter in Klaten, Central Java, and the legal consequences of it. The lack of guidance on the sale and purchase of land made ​​between father to his daughter, leading many Notary / PPAT involved that they already follow appropriate trading rules, without understanding the legal consequences of it. Conflicts` arising from the Sales and Purchase deed is usually only arise after her parents died. Also in this thesis will discuss the role of the Notary / PPAT in the process of purchase of land to prevent future disputes through legal education authority. This thesis uses juridical-normative by using secondary data, descriptive-analytical. Analysis of the data in this thesis conducted qualitative data obtained systematically compiled and analyzed qualitatively to explain the problems examined. The process of purchasing land made between fathers to his daughter should be notified to the other children with Statement of Knowing. Notary/PPAT role providing legal certainty by authentic act, so it can be used as evidence at court and the deed can be used as deterrence dispute between the parties and third parties in the future. Based on the description, it is suggested that the process of buying and selling land made between father to his children should see the terms of a agreement that the movement in the buying and selling lawful and carried out with the knowledge of other relatives. Besides accuracy and prudence in carrying out his job is to be conducted by the Notary / PPAT to avoid disputes caused by the sale purchase deed."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Zeno Tulus Putri
"Untuk menjamin kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah dibutuhkan bukti yang sempurna dalam suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data yuridis pendaftaran tanah di Indonesia, yang prosedur pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan tata cara pembuatan akta PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah membacakan sendiri akta yang dibuatnya. Pada praktiknya, masih ditemukan permasalahan mengenai akta jual beli yang tidak dibacakan sendiri oleh PPAT, melainkan dibacakan oleh pegawai kantornya. Terdapat dua masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu akibat hukum akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT, dan keabsahan dari pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan analisis data kualitatif. Menurut sifatnya, penelitian ini adalah deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT akan membawa akibat hilangnya otentisitas dari akta. Seharusnya akta jual beli yang tidak memenuhi persyaratan formil dalam suatu pembuatan akta PPAT tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan dan dikemudian hari diketahui bahwa akta PPAT yang dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah sebenarnya telah kehilangan otentisitasnya, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan tersebut dapat dilakukan pembatalan oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

To ensure the legal certainty of the transition of land rights it requires perfect evidence in a deed made by and in the presence of PPAT. PPAT Deed is one of the main sources in the maintenance of the data on the registration of land in Indonesia, whose manufacturing procedures must be in accordance with the provisions of the procedure for the creation of PPAT deed. One of PPAT`s obligations is to read the deed itself. In practice, it is still found the problem of buying and selling act which is not read by PPAT, but read by his office officers. There are two problems raised in this thesis that is due to the legal buy and sell act which is read by the PPAT office employees, and the validity of the transitional registration of land rights based on the deed of sale which is read by the PPAT office employees. This research uses juridical-normative research methods, with qualitative data analysis. According to its nature, this research is an analytical descriptive.
Based on the results of the research, the manufacture of sale and purchase deed read by the PPAT office will bring the consequences of loss of authenticity from the deed. It should be a sale deed that does not meet the formyl requirements in the creation of the PPAT deed could not be made basis for the change of land registration data. On the registration of land rights transition that has been done and later known that the PPAT deed as the basis for the change of land registration data has actually lost its authenticity, then the registration of the transition The rights to the land that has been done can be cancelled by the head of the National Land Agency office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Joice Ishak Soelaiman
"ABSTRAK
Masalah tanah merupakan masalah yang sangat pelik disebabkan ketidak-seimbangan antara tanah yang tersedia dengan jumlah kebutuhan akan tanah. Sering
terjadi perselisihan menyangkut masalah tanah. Sebab
itu diperlukan kepastian hukurn dan kepastian hak akan
penguasaan tanah. Hal itu dapat dicapai dengan dilakukannya pendaftaran tanah.
Masyarakat mendaftarkan haknya atas tanah untuk
mendapatkan sertifikat sebagai tanda bukti yang kuat
atas penguasaan tanah.
Untuk membantu masyarakat golongan ekonomi lemah pemerintah membentuk Proyek Operasi Nasional Agraria berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No 189 tahun 1981 yang bertugas melakukan pensertifikatan tanah secara massal dan menyelesaikan sengketa tanah.
Pensertifikatan massal ini pada dasarnya sama dengan pensertifikatan perorangan, cuma dalam pensertifikatan massal terdapat kemudahan dan keringanan.
Tahap kegiatan pensertifikatan massal terdiri :
- penyuluhan dan pendaftaran pemohon,
- pengukuran dan pemetaan,
- persiapan pembuatan sertifikat,
- penerbitan dan penyerahan sertifikat.
Pensertifikatan massal yang dilakukan di Kelurahan Duri Pula menghasilkan 193 sertifikat nada tahun 1984/1985 dan 212 sertifikat pada tahun 1985/1986 dan proses kegiatannya adalah pemberian hak baru.
Biaya yang harus dibayar pemohon sertifikat sebesar Rp 23.750,-."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Syaferli
"Penelitian ini membahas mengenai Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama kajian terhadap tanggung jawab dalam jabatannya. Ada 2 rumusan masalah dalam penilitian ini yaitu Notaris/PPAT sebagai pihak dalam perjanjian kerjasama yang berkaitan atau tidak dengan lingkup kewenangannya dan pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK atas tindakan wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Notaris/PPAT. Untuk menjawabnya digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analisis. Hasil analisa adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) dengan kliennya terdapat polemik yang dari para ahli profesi dan para praktisi. Ada yang memperbolehkan dan ada juga yang beranggapan bahwa hal tersebut melanggar Undang-Undang. Mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama yang dilakukan dan wanprestasi yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) tanggung jawabnya dapat dibidang administrasi yaitu sebagai Notaris sekaligus PPAT dan tanggung jawab dibidang perdata yang dimana dalam kasus ini Tuan Mk (Notaris/PPAT) harus membayar biaya ganti rugi kepada pihak YAKKAP I dan
membayar biaya perkara pengadilan. Sehingga dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK sudah benar. Perjanjian kerjasama tersebut tidak sepatutnya dilakukan karena Notaris/PPAT hanya berwenang membuat akta. Adanya pembatasan ini maka perjanjian kerjasama tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.

This thesis discusses Notary / PPAT as a people who breach of contract in a Cooperation Agreement Letter a Study in Responsibilities in The Position. This thesis discusses 2 problems include Notary/PPAT as a party in a cooperation agreement letter related or not within the scope of its authority and analysis of high court decision in yogya number 75/PDT/2018/PT. YYK. This research is classified as normative juridical research with analytical approach. The result of the the analysis is cooperation agreement letter made by Mr. MK (Notary/PPAT) with his client there is a polemic from
professional experts and practitioners. There are those who allow it and other think that it violates the law. Regarding the implementation of the cooperation agreement letter and breach of contract by Mr. MK (Notary/PPAT), his responsibilities can be in the field of administration, namely as a Notary and PPAT, also responsibilities in the civil field, where in this case Mr. MK (Notary/PPAT) must pay compensation to YAKKAP I and pay the court fee. In this case, the Yogyakarta High Court Decision Number 75/PDT/2018/PT. YYK is correct. The cooperation agreement letter should not be carried out because the Notary/PPAT is onlu authorized to make a deed. Because of this limitation and the terms of the agreement is not fulfilled, cooperation agreement letter can be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>