Ditemukan 89797 dokumen yang sesuai dengan query
Amanda Salsabila Fauziyah
"Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan seringkali mengalami kendala dalam melakukan penyesuaian anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dan jangka waktu yang ditentukan. Penyesuaian anggaran dasar harus dilakukan untuk mempertahankan statusnya sebagai badan hukum. Dalam praktik ditemukan yayasan yang tidak dapat melakukan penyesuaian sehingga harus melakukan pembaharuan anggaran dasar dengan cara membuat akta pendirian baru. Akan tetapi, dalam kasus YARUSIB akta pendirian dibuat secara melawan hukum yang menyebabkan akta tersebut dibatalkan oleh pengadilan sebagaimana ternyata dalam Putusan Nomor 386/PDT/2020/PT SMG. Penelitian ini menganalisis akibat hukum dari pembatalan suatu akta pendirian yayasan yang dibuat secara melawan hukum dan melihat pertanggungjawaban notaris atas pembatalan akta pendirian yayasan yang dibuat secara melawan hukum. Untuk meneliti permasalahan tersebut dilakukan dengan penelitian doktrinal menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier melalui teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu akta pendirian yayasan yang dibuat secara melawan hukum dianggap tidak sah dan menyebabkan status yayasan sebagai badan hukum tidak sah. Akibatnya, yayasan harus bertanggung jawab memberikan ganti kerugian bagi pihak yang merasa dirugikan. Yayasan juga harus melakukan pembubaran sebagai akibat tidak sahnya akta pendirian dengan melakukan likuidasi terhadap harta kekayaannya. Notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta partij berupa akta pendirian yayasan hanya mengkonstantirkan kehendak dari para pihak sehingga notaris seharusnya hanya bertanggung jawab terhadap kebenaran formil saja dan tidak bertanggung jawab terhadap kebenaran materiil. Dalam kasus ini notaris juga seharusnya tidak dijadikan sebagai tergugat, melainkan menjadi turut tergugat karena tidak terlibat dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para penghadap.
Foundations established before the enactment of the Foundation Law often experience obstacles in adjusting the articles of association by the provisions and the specified period. The adjustment of the articles of association must be done to maintain its status as a legal entity. In practice, foundations are found that cannot make adjustments so they must renew the articles of association by making a new deed of establishment. However, in the case of YARUSIB, the deed of establishment was made unlawfully which caused the deed to be cancelled by the court as evident in Decision Number 386/PDT/2020/PT SMG. This research analyzes the legal consequences of the cancellation of an unlawfully made foundation deed of establishment and looks at the notary's liability for the cancellation of an unlawfully made foundation deed of establishment. To examine these issues, doctrinal research is conducted using primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials through literature study data collection techniques. The results show that a deed of establishment of a foundation made unlawfully is considered invalid and causes the foundation's status as a legal entity to be invalid. As a result, the foundation must be responsible for providing compensation for parties who feel harmed. The foundation must also conduct dissolution as a result of the invalidity of the deed of establishment by liquidating its assets. he notary as a public official who makes a party deed in the form of a foundation establishment deed only constants the will of the parties so the notary should only be responsible for the formal truth and is not responsible for the material truth. In this case, the notary should also not be made as a defendant, but as a co-defendant because he is not involved in the unlawful act committed by the plaintiffs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Fitri Utami
"Notaris merupakan pejabat yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk membuat akta autentik. Tidak hanya membuat akta autentik, notaris juga diberi kewenangan untuk mendaftarkan akta yang dibuatnya kepada instansi pemerintahan yang telah ditunjuk. Namun, ada kalanya di dalam proses pembuatan akta maupun proses pendaftaran dari akta tersebut kepada instansi pemerintahan terjadi kesalahan. Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum pembatalan Akta Perubahan Yayasan setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Pencabutan karena ditemukan adanya cacat prosedur. Kelalaian tersebut selain memiliki dampak terhadap keabsahan akta tersebut, juga tentu menimbulkan akibat hukum. Dalam penelitian ini, masalah yang kemudian dibahas adalah terkait dengan akibat hukum bagi Akta Perubahan Yayasan yang telah disahkan sebelumnya dan prosedur pembatalan Surat Penerimaan Perubahan Data Yayasan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan. Metode penelitian yang digunakan bentuk penelitian yuridis normatif dan dengan tipe penelitian eksplanatoris, dapat ditarik hasil analisis yaitu dikeluarkannya Surat Keputusan Pencabutan karena terdapat cacat prosedur dan cacat substansi. Surat Keputusan Pencabutan terhadap Surat Penerimaan Data Yayasan tidak serta merta membatalkan akta yang dibuat oleh notaris karena cacat prosedur dan cacat substansi hanya ditujukan pada proses pembuatan Surat Penerimaan Perubahan Data Yayasan yang terdapat cacat di dalamnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka disarankan agar notaris dapat lebih cermat dan lebih teliti dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Saran lain yang dapat diberikan terkait dengan kewenangan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk mengeluarkan surat penerimaan, kedepannya dapat lebih cermat lagi terkait proses penerimaan perubahan data yayasan tersebut dapat dipastikan jika memang di dalam prosedur pelaksanaannya terdapat prosedur yang belum sempurna sebaiknya jangan dikeluarkan surat penerimaan sampai prosedur terlaksana dan terpenuhi dengan baik.
A notary is an official who is authorized by law to make an authentic deed. Not only making an authentic deed, a notary is also given the authority to register the deed he has made to a government agency that has been appointed. However, there are times when an error occurs in the process of making the deed and the registration process of the deed to a government agency. This study discusses the legal consequences of canceling the Deed of Change of Foundation after the issuance of the Decree on Revocation due to procedural defects. This negligence not only has an impact on the validity of the product, but also has legal consequences. In this study, the issues to be discussed are related to the legal consequences for the previously approved Foundation Amendment Deed and the procedure for canceling the Foundation Data Change Acceptance Letter with the issuance of a Decree. By using research methods in the form of normative juridical research and with explanatory analytical research types, the results of the analysis can be drawn, namely the issuance of a Decision Letter of Revocation because there are procedural defects and substance defects. The Decree on the Revocation of the Foundation Data Acceptance Letter does not necessarily cancel the deed made by the notary due to procedural defects and substance defects, only aimed at the process of making the Foundation Data Change Acceptance Letter which contains defects in it. Based on the results of the analysis, it is suggested that notaries can be more careful and more thorough in carrying out their duties and authorities. Another suggestion that can be given is related to the authority of the Directorate General of General Legal Administration to issue acceptance letters, in the future it can be more careful regarding the process of accepting changes to the foundation data. and well fulfilled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadira Sual
"Dalam skripsi ini dibahas mengenai analisis yuridis sengketa Nomor 118K/Pdt.Sus-Pailit/2015 Jo. 01/Pdt.Sus/Actio Pauliana/2014/PN.Niaga.MKS serta perlindungan pihak ketiga yang beritikad baik dalam putusan actio pauliana. Permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan hukum formil actio pauliana terkait tolak ukur perhitungan jangka waktu satu tahun sebelum putusan pailit dinyatakan dalam hal perbuatan yang dibatalkan dan penerapan hukum materil yang membahas pembuktian syarat-syarat actio pauliana oleh kurator beserta pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini. Selain itu, dalam hal terjadinya actio pauliana seringkali terdapat kepentingan pihak ketiga yang telah beriktikad baik dimana haruslah dilindungi sehingga dibahas pula mengenai perlindungan yang didapat bagi pihak ketiga yang telah beriktikad baik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.
Penulis memperoleh kesimpulan bahwa dalam putusan majelis hakim pada tingkat pengadilan niaga dan kasasi akan lebih tepat jika lebih mempertimbangkan dan menguraikan mengenai terpenuhinya keseluruhan syarat actio pauliana dan masing-masing transaksi yang dilakukan oleh Debitor dengan para pihak terkait. Perlindungan yang didapat bagi pihak ketiga yang beriktikad baik berupa dapat mendapat kedudukan sebagai kreditor konkuren.
In this thesis discussed about juridical analysis case number 118K Pdt.Sus Pailit 2015 Jo. 01 Pdt.Sus Actio.Pauliana 2014 PN.Niaga.MKS as well protection for third parties with good faith in actio pauliana decision. The problem to be studied is the application of formal law on actio pauliana related to the benchmark of the one year period before the bankrupt decision is declared in the case of the aborted action ,and also the application of material law which analyze curator proving the fullfillments of actio pauliana requirements along with the judges 39 considerations in deciding the case. Besides that, in the occurrence of actio pauliana there are often third parties with good faith that must be protected so that it is also discussed about what protection is gained for third party with good faith. The research method used in this research is juridical normative with descriptive research typology. The author concludes that in the judges 39 ruling at the commercial court and cassation court level it would be more precise to consider and elaborate more on each of the transactions conducted by the debtor and related parties. Protection that is gained by third party with good faith is to be concurrent creditor. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Taruna Ikhwanuddin
"Tesis ini membahas tentang putusan actio pauliana dalam suatu perkara kepailitan. Putusan actio pauliana tersebut dilakukan atas perbuatan direksi yang menyebabkan berkurangnya harta perseroan dan boedel pailit yang mana merugikan para kreditor. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisa terhadap penetapan dan putusan pengadilan.
Hasil penelitian menyarankan agar dibuat aturan yang lebih jelas mengenai pembuktian perbuatan hukum yang merugikan kreditor yang dilakukan di dalam dan diluar jangka waktu satu tahun sebelum dinyatakan pailit; agar dibuat aturan mengenai perlindungan terhadap Istri atau Suami dari debitor yang beritikad baik dalam hal harta kekayaannya.
This thesis contains analysis of court decisions about Voidable transfer (actio pauliana) in a bankuptcy case. The court decisions about Voidable transfer are made on the board of directors acts that using the company?s property which are harm the bankruptcy estate and the creditors. This analysis is a legal normative analysis, which carried-out by descriptive analysis method to literature materials and analysis to decisions or verdicts of Court of Law. Considering the result of this analysis, The researcher suggests that it is required clearer laws to regulate regarding legal burden of proof of legal acts which are carried-out within and outside the period of one year before it declared bankruptcy which are harm the creditors; it is required laws to regulate regarding good will of wife or husband of debtor to protect her/his property rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29758
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Kexia Goutama
"Akta Jual Beli hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) dapat dibatalkan melalui upaya hukum Actio Pauliana yang diajukan oleh kurator. Upaya hukum ini didasarkan pada ketentuan Pasal 41-42 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”). Pembatalan semacam itu tentu saja menimbulkan kerugian, baik bagi para pihak yang melaksanakan perbuatan hukum maupun bagi PPAT itu sendiri. Fokus dari kajian ini adalah pada pembatalan Akta Jual Beli hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT dengan mengangkat simulasi kasus PT Metro Batavia yang berkedudukan di Kota Administrasi Jakarta Pusat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Oleh karena itu masalah yang dikaji adalah berkenaan dengan pembatalan Akta Jual Beli hak atas tanah melalui upaya hukum Actio Pauliana dan upaya yang semestinya dilakukan oleh PPAT guna menghindari potensi pembatalan Akta Jual Beli sebagai akibat Actio Pauliana. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap beberapa narasumber yang memiliki kompetensi terkait kepailitan dan pembuatan akta autentik. Adapun data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, berdasarkan kasus yang disimulasikan, Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT, dapat dibatalkan dengan cara mengajukan gugatan pembatalan suatu perbuatan hukum ke pengadilan negeri untuk dibatalkannya suatu perbuatan hukum oleh kreditur dan/atau kurator selaku pihak ketiga karena mengandung kecacatan hukum yang berkenaan dengan subjek pemilik hak atas tanah yang seharusnya merupakan orang yang benar-benar melaksanakan pembayaran penuh atas objek tanah dan bangunan, namun dalam kenyataanya subjek yang namanya tercantum dalam sertipikat bukanlah orang yang memenuhi pembayaran; Kedua, upaya yang semestinya dilakukan oleh PPAT dalam praktik pembuatan akta guna meminimalisir risiko kerugian bagi para pihak adalah dengan melakukan pengecekan kebenaran formil secara cermat dan hati-hati agar akta autentik yang dibuatnya tidak dibatalkan melalui upaya hukum Actio Pauliana.
Deed of Sale and Purchase of land rights made by a Land Deed Official (“PPAT”) can be canceled through an Actio Pauliana legal remedy filed by the curator. This remedy is based on the provisions of Articles 41-42 of Law Number 37 Year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (“Bankruptcy and PKPU Law”). Such a cancellation certainly causes losses, both for the parties carrying out legal acts and for the PPAT itself. The focus of this study is on the cancellation of the Deed of Sale and Purchase of land rights made by PPAT by raising the case simulation of PT Metro Batavia which is domiciled in the Central Jakarta Administrative City of the Special Capital Region of Jakarta. Therefore, the problem studied is related to the cancellation of the Deed of Sale and Purchase of land rights through Actio Pauliana legal remedies and efforts that should be made by PPAT to avoid the potential cancellation of the Deed of Sale and Purchase as a result of Actio Pauliana. This legal research is in the form of non-trinal. Primary data is collected through interviews with several resource persons who have competence related to bankruptcy and the making of authentic deeds. Secondary data is collected through literature study. The data obtained is then analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, it can be explained as follows: First, based on the simulated case, the Sale and Purchase Deed made by the PPAT can be canceled by filing a cancellation of legal action lawsuit to the district court to cancel a legal action by the creditor and / or curator as a third party because it contains a legal defect relating to the subject of the owner of the land rights which should be a person who actually makes full payment for the object of land and buildings, but in reality the subject whose name is listed on the certificate is not the person who fulfills the payment; Secondly, the efforts that should be made by PPATs in the practice of making deeds in order to minimize the risk of loss for the parties is to check the formal truth carefully and carefully so that the authentic deed made by them is not canceled through the Actio Pauliana legal remedy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dinda Permata Widya
"Jual beli Merupakan perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah, yaitu mengikat atau mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga, meskipun jual beli tersebut mengenai barang yang tidak bergerak. dalam pelaksanaan jual beli, untuk mendapatkan kepastian hukum maka diperlukan suatu akta yang dibuat di hadapan seorang pejabat pembuat akta tanah. pada pelaksanaannya seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah telah diatur oleh beberapa peraturan mengenai Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat peralihan hak atas tanah berdasarkan alas hak yang tidak sah dan mengenai tanggung jawab PPAT yang dalam pelaksanaan jabatannya menyalahgunakan wewenangnya dalam membuat suatu Akta Jual Beli. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode hukum Normatif dengan tipe penelitian Ekspalanatoris. Hasil penelitian ini yaitu akibat dari peralihan hak atas tanah berdasarkan alas hak yang tidak sah menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materil dalam jual beli. dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dalam pelaksanaan jabatannya menyalahgunakan wewenangnya dalam membuat Akta Jual Beli adalah dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat karena telah melakukan pelanggaran berat, sanksi denda karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan sanksi pidana karena terbukti telah melakukan penipuan.
The sale and purchase is a consensual agreement, meaning that it has been born as a valid agreement, which is binding or has legal force at the moment an agreement is reached between the seller buyer regarding the basic elements, namely good and prices, even though the sale and purchase is about good that are not move. in the implementation of the sale and purchase. to obtain legal certainty, a deed is required to drwan up in the presence of an official who makes a land deed. in practice. a land deed making official has been regulated by several regulations concerning the position of land deed making official. th eproblems raised in this study are regarding the consequences of the transfer of land right based on illegitimate rights and the responsibility of PPAT which in carrying out its position abuses its authority in making a sale and purchase deed. to answer these problems, the normative law method is used with explanatory reasearch type. the results of this study are the result of the transfer of land deed based on illehal rights to be null and void because they do not meet the material requirements in buying and selling, and the responsibility of the land deed maker officer who in the exercise of his position abuses his authority in making the sale and purchase deed is subjectto sanctions in the form of admnistrative sanctions in the form of dishonorable dismissal for having committed serious violantions, fines for committing acts against the law, and criminal sanctions for being proven to have committed fraud."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maria Ulfah
"Skripsi ini akan membahas mengenai upaya hukum actio paulianadalam sengketa nomor 01/Pdt.Sus/ActioPauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. dan bagaimanasuatu perbuatan yang digugat dengan actio paulianadapat dikatakan beritikad baik dan apakah terdapat pengecualian mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban jabatan dalam suatu perusahaan ditinjau dari Undang-Undang Kepailitan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris.
Kesimpulan yang diperoleh dari skripsi adalah meskipun actio paulianabelum diatur dalam suatu undang-undang khusus namun pengaturan mengenai actio pauliana terdapat dalam KUH Perdata dan Undang-Undang Kepailitan. Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang dapat membuktikan itikad baik suatu transaksi perusahaan yang digugat actio paulianadalam Perkara Kepailitan.
This thesis discusses the legal action of actio pauliana on legal dispute number 01 Pdt.Sus ActioPauliana 2014 PN.Niaga.Jkt.Pst. and how an act which is sued with actio pauliana can be said to have good faith and whether there are exceptions regarding the actions performed under the obligation of office within a company in view of the Bankruptcy Act and Limited Liability Company Law. This research uses normative juridical method and the type of the research is explanatory. The conclusion of this thesis is that although actio pauliana has not been regulated in a specific law but the arrangement regarding actio pauliana is contained in the Civil Code and the Bankruptcy Act. In addition there are also several factors that can prove the good faith of company transactions that are sued with actio pauliana in Bankruptcy Case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Samuel Partogi Apriliano
"Pembatalan secara sepihak oleh penjual dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen xy berdampak bagi para pihak yaitu notaris dan pembeli tidak mendapatkan hak yang seharusunya didapatkan yaitu berupa unit apartemen xy, akibat tindakan tersebut perlu adanya penyelesaian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengertian mengenai perlindungan hukum untuk para pihak atas pembatalan perjanjian pengikatan jual beli secara sepihak, selain itu dampak bagi para pihak dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Penelitian hukum menggunakan metode yuridis normatif menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan perlindungan hukum dibagi 2 (dua) yaitu perlindungan hukum preventif dan represif, kedua pengertian bertujuan untuk melindungi para pihak guna mencegah pelanggaran dan mengembalikan keadaan semula. Prateknya penjual melakukan pembatalan secara sepihak dan merugikan pembeli. Tindakan tersebut tidak membatalkan perjanjian karena upaya penjual bertentangan dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait perjanjian pengikatan jual beli apartemen xy hanya terkait wanprestasi hanya melibatkan pembeli dan penjual, namun dalam kasus ini posisi notaris dalam perkara tersebut yang menjadi tergugat terlihat kurang tepat. Secara keseluruhan untuk para pihak perlindungan hukum baik dari dalam perjanjian dan dan putusan pengadilan negeri jakarta utara masih kurang maksimal untuk pelaksanaannya.
The unilateral cancellation of the XY Apartment Sale and Purchase Agreement has an impact on the parties, one of which is the Notary and the buyer. As a result of the problems that occur, the buyer does not get the rights that should be obtained, namely in the form of the XY Apartment unit. The problem that arises is that the impact of default is that appropriate settlement efforts are needed for the parties. This legal research was conducted to find out and analyze the legal protection of the parties for the unilateral cancellation of the binding sale and purchase agreement. This research was conducted using descriptive analysis research methods. The method used is normative juridical aiming to examine the principles, rules of legislation, court decisions, agreements and further doctrine regarding legal protection for the parties as a result of one party defaulting. The type of research used is a perspective carried out to find out and explain more deeply and analyze whether the court's decision has provided legal protection and the right settlement of default. The results of the study indicate that legal protection is divided into 2 parts, namely preventive legal protection and repressive legal protection, which both preventive and repressive legal protections aim to protect the rights and obligations of the parties in the agreement. Regarding the court decision that was decided by the judge, it was explained that the default only involved the parties and the notary only made the deed in accordance with the interests of the two parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadeak, Thira Silvianita Putri
"Tesis ini membahas mengenai praktik penyelundupan hukum yang dilakukan dengan mengikatkan hubungan hukum pinjam meminjam dengan akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana suatu akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual dapat dijadikan alat penyelundupan hukum dalam perbuatan hukum jual beli tanah serta keabsahan dari akta-akta yang mengandung unsur-unsur penyelundupan hukum tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian yang bersifat eksplanatoris. Kemudian jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, baik dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini melakukan studi dokumen sebagai alat pengumpulan datanya. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan data eksplanatori analitif. Perjanjian jual beli dan perjanjian pinjam meminjam merupakan perjanjian yang berbeda dan berdiri sendiri. Ketika terjadi peristiwa hukum pinjam meminjam, maka akta yang idealnya dibuat adalah akta pinjam meminjam. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 198/Pdt.G/2023/PN.Skt, hubungan hukum yang sebenarnya terjadi di antara para pihak adalah pinjam meminjam, namun diikat dengan akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena merupakan suatu bentuk penyelundupan hukum. Penyelundupan hukum dengan membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual untuk menutupi perjanjian pinjam meminjam dirasakan lebih menguntungkan bagi pihak para pihak. Suatu akta yang mengandung unsur-unsur penyelundupan hukum, maka akta tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu suatu sebab yang halal.
This thesis discusses the practice of legal smuggling carried out by binding the legal relationship of lending and borrowing with a deed of sale and purchase binding agreement and power of attorney deed to sell. The problem to be studied in this research is about how a deed of sale and purcahse binding agreement and power of attorney deed to sell can be used as a legal smuggling tool in the legal act of buying and selling land and the validity of seed containing elements of legal smuggling. The research method used is doctrinal with explanatory research typology. Then the type of funds used in this research is secondary data, both from primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. This research conducts document studies as a data collection tool. The data analysis method used is a qualitative method that produces analytical explanatory data. The sale and purchase agreement and the lending and borrowing agreement are different agreements and stand alone. In Decision Number 198/Pdt.G./2023/PN.Skt, the actual legal relationship between the parties was borrowing, but it was bound by a deed of sale and purchase agreement and a deed of power of attorney to sell. This cannot be justified because it is a form of legal smuggling. Legal smuggling by making a deed of sale and purchase binding agreement and a deed of power of attorney to sell to cover the loan agrement is felt to be more profitable for creditor. A deed that contains elements of legal smuggling, then the deed becomes null and void because it does not meet the requirements for the validity of the agreement in Article 1320 of the Civil Code, namely a lawful cause."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nouvaliza Aisy Akmalia
"Skripsi ini membahas mengenai pembatalan klausula eksonerasi dalam gugatan perbuatan melawan hukum. Meskipun klausula eksonerasi berakibat batal demi hukum, tetapi pihak yang memuat klausula eksonerasi tersebut tentunya akan bersikeras bahwa klausula tersebut sah dan mengikat para pihak. Maka dari itu, pihak yang dirugikan harus mengajukan pembatalan melalui gugatan ke Pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun, dikarenakan pengabulan pembatalan perjanjian dan ganti kerugian bergantung pada diskresi hakim dalam memutus, maka penilaian hakim terhadap adanya klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian menjadi sangat penting. Terlebih lagi, di Indonesia tidak ada ketentuan yang mengikat hakim untuk memutus sesuai dengan penilaian hakim terdahulu terhadap perkara yang sama sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penilaian dari masing- masing hakim. Seperti dalam Putusan Nomor 385/Pdt.G/2019/PN.Sby, majelis hakim menimbang bahwa addendum-addendum yang dibuat antara Penggugat dan Tergugat telah disetujui oleh Penggugat dan Tergugat dengan memberikan tanda tangan di atas materai. Sementara itu, dalam Putusan Nomor 334 PK/Pdt/2014, meskipun Penggugat telah menyepakati perjanjian yang memuat klausula eksonerasi, hakim mengabulkan pembatalan klausula eksonerasi tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis putusan-putusan pengadilan yang relevan untuk mengetahui kecenderungan penilaian hakim di Indonesia dalam memutus pembatalan perjanjian yang memuat klausula eksonerasi. Adapun dari putusan-putusan pengadilan yang telah dianalisis, diketahui bahwa belum semua hakim paham mengenai bagaimana suatu klausula dikatakan sebagai klausula eksonerasi dan dasar batalnya klausula eksonerasi. Dari kelima putusan yang dianalisis, hanya satu pertimbangan hakim yang tepat menilai mengenai klausula eksonerasi. Selebihnya, hakim seolah-olah belum dapat membedakan antara klausula baku dengan klausula eksonerasi. Padahal, meskipun telah disepakati oleh keduanya, klausula eksonerasi tetap batal demi hukum berdasarkan Pasal 1494 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang- Undang Perlindungan Konsumen.
This thesis discusses the cancellation of the exoneration clause in a tort lawsuit. Even though the exoneration clause has the effect of being null and void, the party that contains the exoneration clause will of course insist that the clause is valid and binding on the parties. Therefore, the aggrieved party must submit an annulment through a lawsuit to the Court as stipulated in Article 1266 and Article 1267 of the Civil Code. However, because the acceptance of the cancellation of the agreement and compensation depends on the judge's discretion in deciding, the judge's assessment of the existence of an exoneration clause in an agreement becomes very important. What's more, in Indonesia there are no provisions that bind judges to decide in accordance with the previous judge's assessment of the same case so that it is possible for differences in the assessment of each judge. As in Decision Number 385/Pdt.G/2019/PN.Sby, the panel of judges considered that the addendums made between the Plaintiff and the Defendant had been approved by the Plaintiff and the Defendant by signing on stamp duty. Meanwhile, in Decision Number 334 PK/Pdt/2014, even though the Plaintiff had agreed to an agreement containing an exoneration clause, the judge granted the cancellation of the exoneration clause. By using normative juridical research methods, this paper will analyze relevant court decisions to find out the tendency of judges in Indonesia to decide on the cancellation of agreements containing exoneration clauses. As for the court decisions that have been analyzed, it is known that not all judges understand how a clause is said to be an exoneration clause and the basis for canceling an exoneration clause. Of the five decisions analyzed, only one judge's consideration was the right one to evaluate regarding the exoneration clause. In addition, the judges seemed unable to distinguish between standard clauses and exoneration clauses. In fact, even though both have agreed, the exoneration clause remains null and void based on Article 1494 of the Civil Code and Article 18 paragraph (1) letter a of the Consumer Protection Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library