Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222548 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rechanda Haidir Madan
"Penelitian ini di latarbelakangi penjualan hasil produksi yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan impor pangan yang longgar setelah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menghapus larangan impor meskipun pasokan domestik mencukupi. Implementasi perlindungan para petani yang lemah, kelemahan kelembagaan seperti koperasi, dan distribusi yang tidak efisien turut memperburuk kondisi. Akibatnya, daya saing dan kesejahteraan petani menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dalam perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani di Jawa Barat, adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani di Jawa Barat, dan upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terhadap tumpang tindihnya kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan teori Pembagian Kewenanganan, Teori Peraturan Perundang-Undangan, dan pendekatan dalam pembagian kewenangan berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya, penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang merevisi dan menghapus ketentuan penting dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 terkait pelarangan impor pangan saat pasokan domestik mencukupi, serta sanksi bagi pelanggaran. (2) Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota dalam sektor pertanian sering terhambat oleh ketidakjelasan regulasi, terutama terkait kebijakan impor pangan yang berdampak negatif pada kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Jawa Barat perlu menerapkan pendekatan terpadu melalui peraturan daerah yang mendukung hak petani, edukasi sosial dan hukum, serta akses teknologi dan pembiayaan. Semua langkah ini harus dilaksanakan secara adil dan transparan melalui kolaborasi antara pemerintah, petani, lembaga hukum, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan

This research is motivated by the imbalance between production costs and the selling prices of agricultural products. This issue stems from lenient food import policies following the revision of Law Number 19 of 2013 into Law Number 6 of 2023, which abolished the prohibition on imports even when domestic supplies are sufficient. Weak implementation of farmer protection, institutional shortcomings such as cooperatives, and inefficient distribution systems further exacerbate the situation. Consequently, the competitiveness and welfare of farmers have declined. The purpose of this study is to analyze the division of authority between the central government and the provincial government in protecting and empowering farmers in West Java, identify overlaps in authority between the two levels of government in implementing policies for farmer protection and empowerment, and examine the efforts undertaken by the central and provincial governments to resolve these overlaps in West Java. This research applies the theories of Division of Authority and Legislation, along with approaches to authority division based on statutory regulations. It employs a normative juridical research method using both primary and secondary data sources. The results of the study conclude that: (1) the enactment of Law Number 6 of 2023 revised and abolished crucial provisions in Law Number 19 of 2013, such as the prohibition of food imports when domestic supplies are adequate and the sanctions for violations; (2) the division of authority among the central, provincial, and local governments in the agricultural sector is often hindered by regulatory ambiguities, particularly regarding food import policies that adversely affect farmers' welfare. The West Java Provincial Government needs to implement an integrated approach through regional regulations that uphold farmers' rights, legal and social education, and access to technology and agricultural financing. These measures must be executed fairly and transparently through collaboration among governments, farmers, legal institutions, and the private sector to create a sustainable agricultural ecosystem"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rechanda Haidir Madan
"Penelitian ini di latarbelakangi penjualan hasil produksi yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan impor pangan yang longgar setelah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menghapus larangan impor meskipun pasokan domestik mencukupi. Implementasi perlindungan para petani yang lemah, kelemahan kelembagaan seperti koperasi, dan distribusi yang tidak efisien turut memperburuk kondisi. Akibatnya, daya saing dan kesejahteraan petani menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dalam perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani di Jawa Barat, adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani di Jawa Barat, dan upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terhadap tumpang tindihnya kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan teori Pembagian Kewenanganan, Teori Peraturan Perundang-Undangan, dan pendekatan dalam pembagian kewenangan berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya, penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang merevisi dan menghapus ketentuan penting dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 terkait pelarangan impor pangan saat pasokan domestik mencukupi, serta sanksi bagi pelanggaran. (2) Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota dalam sektor pertanian sering terhambat oleh ketidakjelasan regulasi, terutama terkait kebijakan impor pangan yang berdampak negatif pada kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Jawa Barat perlu menerapkan pendekatan terpadu melalui peraturan daerah yang mendukung hak petani, edukasi sosial dan hukum, serta akses teknologi dan pembiayaan. Semua langkah ini harus dilaksanakan secara adil dan transparan melalui kolaborasi antara pemerintah, petani, lembaga hukum, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan

This research is motivated by the imbalance between production costs and the selling prices of agricultural products. This issue stems from lenient food import policies following the revision of Law Number 19 of 2013 into Law Number 6 of 2023, which abolished the prohibition on imports even when domestic supplies are sufficient. Weak implementation of farmer protection, institutional shortcomings such as cooperatives, and inefficient distribution systems further exacerbate the situation. Consequently, the competitiveness and welfare of farmers have declined. The purpose of this study is to analyze the division of authority between the central government and the provincial government in protecting and empowering farmers in West Java, identify overlaps in authority between the two levels of government in implementing policies for farmer protection and empowerment, and examine the efforts undertaken by the central and provincial governments to resolve these overlaps in West Java. This research applies the theories of Division of Authority and Legislation, along with approaches to authority division based on statutory regulations. It employs a normative juridical research method using both primary and secondary data sources. The results of the study conclude that: (1) the enactment of Law Number 6 of 2023 revised and abolished crucial provisions in Law Number 19 of 2013, such as the prohibition of food imports when domestic supplies are adequate and the sanctions for violations; (2) the division of authority among the central, provincial, and local governments in the agricultural sector is often hindered by regulatory ambiguities, particularly regarding food import policies that adversely affect farmers' welfare. The West Java Provincial Government needs to implement an integrated approach through regional regulations that uphold farmers' rights, legal and social education, and access to technology and agricultural financing. These measures must be executed fairly and transparently through collaboration among governments, farmers, legal institutions, and the private sector to create a sustainable agricultural ecosystem"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Wening
"Sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian SDGT merupakan elemen peting untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu maka negara-negara sepakat untuk membuat perjanjian mengenai pengelolaan SDGT, yaitu International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA merupakan pengaturan utama bagi pengelolaan SDGT. Salah satu hal penting yang diatur terdapat dalam pasal 9 mengenai Hak Petani. Ada 4 poin terkait dengan hak petani, yaitu perlindungan pengetahuan tradisional terkait dengan SDGT, hak petani di dalam pembagian keuntungan yang adil terhadap pengelolaan SDGT, hak petani untuk ikut berpatisipasi di dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional yang terkait dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan hak petani untuk menyimpan, menggunakan, menukar dan menjual bibit.
Dalam banyak kasus seperti dalam kasus Beras Basmati, Jagung Kediri, Talas Hawai rsquo;i dan Industrialisasi Gandum di India, petani sangat dirugikan berkaitan dengan haknya untuk menggunakan kembali bibit karena terkendala dengan paten dan sertifikasi. Indonesia sudah seharusnya Indonesia mengiplementasikan hak petani di dalam hukum nasional karena telah melakukan ratifikasi ITPGFRA. Skripsi ini menganalisis mengenai kesenjangan yang terjadi antara pengaturan internasional dan pengaturan nasional Indonesia mengenai hak petani terkait dengan SDGT dan melihat apa yang dapat dilakukan untuk melindungi Hak petani. Analisis akan dilakukan dengan studi kepustakaan, membandingkan Instrumen Internasional dengan peraturan nasional terkait SDGT, serta wawancara. Hasil dari penelitian adalah bahwa Indonesia belum mengakomodir Hak Petani terkait SDGT.

Plant genetic resources for food and agriculture PGRFA is an important element for the fulfillment of human food needs. Therefore, many countries have agreed to endorse and enforce the agreement about PGRFAs management. The agreement is International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA is the main regulation for PGRFA, with one particular specified regulation is set forth in article 9 about Farmers'Rights. There are 4 points related to Farmers Right protecting relevant traditional knowledge, making provision for farmers to participate in benefits sharing derived from their use, ensuring the right of farmers to participate in national decision making processes related to the conservation and use of plant genetic resources, and rights of farmers to save, use, exchange and sell farm saved seeds and propagating materials.
In many cases such as the cases of Basmati Rice, Kediri corn, Hawai'ian Taro, and industrialization of wheat in India, all of which were very disadvantageous for many farmers because of patents. Indonesia has ratified ITPGRFA, and therefore Indonesia should have already been implementing the Farmers Right in national law. This thesis discusses the gap of international's instrument and Indonesia national law related to Farmers Right for PGRFA, and suggests what can be done to protect Farmers Right, and written through literature studies, comparative study approach between international instrument and national law, and interviews. The result of the research, that Indonesia has not accommodated Farmers Right related to PGRFA.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafi
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh dan pengeluaran kesehatan pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal terhadap harapan hidup masyarakat di daerah kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan PDRB per kapita sebagai variabel kontrol. Penelitian ini menggunakan sampel 204 kabupaten/kota di Indonesia. Titik 1996 dan 1999 digunakan sebagai representasi sebelum menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan periode 2005 dan 2006 digunakan sebagai representasi setelahnya implementasi kebijakan desentralisasi fiskal. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan metode Random Effect Model (MER). Hasil regresi menunjukkan pengeluaran itu kesehatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harapan hidup masyarakat di wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Dampak kebijakan desentralisasi fiskal telah efek positif dan signifikan terhadap harapan hidup orang-orang di daerah tersebut kabupaten/kota di Indonesia. Pemerintah kabupaten/kota di Indonesia dapat memaksimalkan potensi masing-masing daerah seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga peningkatan sumber pendapatan diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran kesehatan. Dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap usia harapan hidup dapat terjadi digunakan sebagai referensi oleh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia untuk mengevaluasi sistem desentralisasi fiskal yang telah diterapkan.

Health expenditure influence of fiscal decentralization policies on community life expectancy in district/city areas in Indonesia by using per capita GRDP as a variable control. This study uses a sample of 204 districts/cities in Indonesia. Points 1996 and 1999 were used as representations before implementing fiscal decentralization policies and the periods 2005 and 2006 were used as representations afterwards the implementation of fiscal decentralization policies. This study uses panel data regression using the Random Effect Model (MER) method. Regression results indicate that health spending does not have a significant effect on peoples life expectancy in the district/city in Indonesia. The impact of fiscal decentralization policies has positive and significant effects on the life expectancy of people in the area regencies/cities in Indonesia. District/city governments in Indonesia can maximize the potential of each region such as Regional Original Revenue (PAD) so that an increase in revenue sources is expected to increase health expenditure. The impact of fiscal decentralization policies on life expectancy can occur used as a reference by district/city governments in Indonesia to evaluate the fiscal decentralization system that has been implemented."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ma’rifati Umi Hani
"Dataran tinggi Ciwidey merupakan Kawasan Agropolitan yang terdapat perbedaan wilayah di antara kedua karakteristik kampung. Perbedaan tersebut dapat memengaruhi kondisi aset penghidupan rumah tangga petani. Rumah tangga petani yang terlibat dalam mata pencaharian tentunya memiliki keberagaman aset penghidupan dan tekanan yang mengancam mata pencahariannya. Adanya tekanan tersebut mengharuskan rumah tangga petani padi sawah malakukan strategi penghidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kepemilikan aset dan pilihan strategi penghidupan rumah tangga petani padi sawah, dengan menganalisis kondisi aset dan strategi penghidupan berdasarkan karakteristik rumah tangga pada karakteristik kampung yang berbeda. Penelitian ini dilakukan terhadap 162 responden untuk mengetahui kepemilikan aset dan strategi penghidupan rumah tangga. Analisis kepemilikan aset menggunakan pentagon aset pada Sustainable Livelihood Approach (SLA). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi kepemilikan aset berbeda di kampung terbuka dan kampung tertutup. Jumlah tenaga kerja dalam rumah tangga berperan dalam pengelolaan aset tersebut untuk kemudian berstrategi. Hal ini menjadikan tipologi rumah tangga ini akan mempengaruhi bagaimana besaran kondisi asetnya. Pilihan strategi yang lebih lengkap akan menguatkan pemahaman bahwa aset sosial dan manusia signifikan pada keragaman strategi penghidupan rumah tangganya.

Abstrak Berbahasa Inggris:
The highlands of Ciwidey are an agropolitan area that has different areas between the two characteristics of the village. The Differences in the characteristics of the village can affect the condition of the livelihood assets of the farmers household. Farmers household involved in livelihoods certainly have a variety of livelihood assets and have pressures that threaten their livelihoods. The existence of these pressures requires a lowland rice farmers household to carry out livelihood strategies. This study aims to determine the condition of asset ownership and the choice of livelihood strategies for lowland rice farmers households, by analyzing asset conditions and livelihood strategies based on household characteristics in different areas of the village characteristics. This study was conducted on 162 respondents to determine livelihood assets and household livelihood strategies. Livelihood assets analysis uses the asset pentagon in the Sustainable Livelihood Approach (SLA). The results of this study indicate that the condition of livelihood assets is different in open villages and closed villages. The number of workers in the household plays a role in managing these assets for later strategies. This makes the household typology will affect how much the condition of livelihood assets. A more complete choice of strategies will strengthen the understanding that social and human assets are important in the diversity of household livelihood strategies.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocelyn Aprilia
"Diawali dengan perkembangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terhadap varietas tanaman, kontribusi petani dalam pelestarian dan pengembangan varietas tanaman mulai diakui oleh komunitas internasional. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hak petani dalam melakukan kegiatan pengembangan varietas tanaman. Diskusi-diskusi mulai dilakukan di forum-forum FAO sejak tahun 1986 hingga tahun 2001, ketika diadopsinya the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture, yang salah satu pasalnya mengatur mengenai aspek-aspek hak petani yang perlu dilindungi. Namun, selain dari sifat perlindungan hak petani yang berbeda dengan hak pemulia tanaman, pelaksanaan dari hak tersebut sepenuhnya bergantung kepada pemerintah nasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk meneliti penerapan perlindungan hak petani, khususnya di Indonesia, India, dan Brazil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia dan Brazil belum memiliki peraturan nasional yang memadai untuk melindungi hak petani, padahal kedua negara tersebut telah membentuk peraturan yang komprehensif untuk perlindungan hak pemulia tanaman. Sedangkan India memiliki peraturan yang lebih komprehensif, dengan penggabungan peraturan perlindungan hak petani dan pemulia tanaman. Walaupun pelaksanaan tidak sepenuhnya bergantung kepada peraturan, namun peraturan yang komprehensif dalam melindungi hak petani dapat meningkatkan efektivitas implementasinya. Hal ini tergambar dari perbedaan penyelesaian kasus antara perusahaan-perusahaan besar dengan petani di India dan di Brazil.

Started with the development of Intellectual Property Rights on plant varieties, the contribution of farmers in preserving plant varieties began to be recognized by the international community. Therefore, it was deemed necessary to protect farmers’ rights in developing plant varieties. Discussions began to take place from 1986 to 2001, when the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture was adopted, one of which regulates the aspects of farmers’ rights that need to be protected. However, apart from the different nature of farmers’ and plant breeders’ rights, the implementation of these rights is entirely dependent on the national government. The author uses a juridical-normative research method with literature studies to examine the implementation of farmers’ rights, particularly in Indonesia, India, and Brazil. This research concludes that even though Indonesia and Brazil have established comprehensive regulations on plant breeders’ rights, both countries have not created adequate regulations to protect farmers’ rights. India, on the other hand, has more adequate regulation to protect both farmers’ and breeders’ rights. Although the implementation of a certain regulation does not entirely dependent on the regulation, comprehensive regulations to protect farmers’ rights can increase the effectiveness of the implementation. This is illustrated by the different outcomes of cases between large companies and farmers in India and Brazil. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gani Abdullah
Jakarta: Intermasa, 1991
347.01 ABD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Roselina Effendi
"Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis dualisme kewenangan di Kota Batam yang melahirkan konflik kewenangan antara Badan pengusahaan Batam dan Pemerinta Kota Batam. Latar belakang dari dualisme kewenangan ini disebabkan oleh tumpang tindihnya regulasi yang mengatur Kota Batam dan tidak berjalannya reformasi hukum yang mengatur hubungan pusat dan daerah pasca reformasi. Tumpang tindih kewenangan di daerah pasca desentralisasi di Indonesia merupakan gejala umum yang memicu terjadinya konflik kepentingan di daerah.
Dalam mendeskripsikan dan menganalisis dualisme kewenangan di Kota Batam digunakan teori konflik, desentralisasi dan pendekatan berbasis negara dalam ekonomi politik serta hubungan pusat dan daerah. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dijabarkan berdasarkan metode penelitian kualitatif. Sehingga untuk mengumpulkan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan stakeholder dari Badan Pengusahaan Batam, Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Provinsi Riau, DPRD, Kamar Dagang Indonesia Kota Batam dan Provinsi Riau. Disamping itu, dilakukan observasi langsung pada dua institusi serta didukung dengan data-data literatur berupa buku, peraturan perundang-undangan, jurnal dan website resmi BP Batam dan Pemko Batam.
Untuk mencapai objektifitas penelitian, digunakan teknik triangulasi dengan mengklarifikasi pada Pemerintah Pusat, Akademisi, LSM, Pengusaha dan Masyarakat. Data yang dikumpulkan direduksi dan disajikan, maka diperoleh kesimpulan bahwa dualisme kewenangan antara Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam merupakan akibat dari ketidaktegasan regulasi yang mengatur hubungan antar instansi di daerah serta hubungan pusat dan daerah. Besarnya kepentingan ekonomi politik pusat di Kota Batam. Sehingga, desentralisasi sebagai amanat UUD 1945 tidak dapat berjalan dengan baik di Kota Batam.
Untuk dapat mengatasi persoalan di Kota Batam, diperlukan ketegasan sikap politik pusat untuk mengakhiri konflik antar dua institusi ini dan melalui penelitian ini disarankan agar pemerintah pusat memberikan desentralisasi asimetris sebagai reorganisasi stuktur untuk mewujudkan Kota Industri Batam. Dengan demikian penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah pusat dalam mengambil keputusan politik, dan menjadi referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya, terutama dalam penelitian terkait desentralisasi dan konflik kepentingan antara pusat dan daerah.

This research describes and analyze a dualism of authority in Batam that provoke a conflict of authority between BIFZA (Batam Indonesia Free Zone Authority) and Batam city government. This dualism of authority caused by overlap regulation that organize Batam city and legal reform, which control centralization & decentralization in Soeharto era, is not working. This conflict of authority in decentralization area in Indonesia is a general symptoms that trigger conflict of interest in a district.
Describing and analyzing dualism of authority in Batam city is using theory of conflict, decentralization, and state-based approach in politic economy and the relation between the capital & district. This research is a study case using qualitative research method. Thereby in collecting the data need to do a deep interview with a stakeholder from BIFZA, Batam city government, Riau Province government, DPRD, Chamber of Commerce in Batam & Riau Province. Direct observation to these two institutions which is supported by literature such as books, legislation, journal & official website of BIFZA & Batam city government.
To obtain the objectives of this research, researcher use triangulation techniques that clarifying information from capital government, academics, NGO, enterpreneur, and society. The collected data is reducted and presented. The conclusion is, dualism authority between BIFZA & Batam city government happens from indecision regulation; that control the relation between institutions in a district, the relation between capital and district, and how much politic economy central interest in Batam city. Thereby, decentralization as a mandate from UUD 1945 (State constitution of 1945) cannot work properly in Batam city.
To overcome the conflict in Batam city, politic assertiveness from the capital is needed. From this research conclude a reccomendation that capital government give asymmetry decentralization as structur reorganization to gain Batam industry city. Thereby, this research can be a reference for the next research, especially in research about decentralization and conflict of interest between capital government and district.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, R. Kemala
"Skripsi ini membahas mengenai pola pengusahaan panas bumi berdasarkan peraturan perundangan sebelum tahun 2003, UU No. 27 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2014. Analisis dalam skripsi ini berfokus pada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pemanfaatan tidak langsung panas bumi menurut kedua undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi urusan di bidang panas bumi menjadi salah satu penghambat optimalisasi pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi listrik. Oleh sebab itu, pengaturan bahwa pengelolaan panas bumi kembali dilakukan oleh pemerintah pusat berdasarkan UU No. 21 Tahun 2014 adalah suatu langkah yang tepat.

This thesis discussing about geothermal resources management under the regulation before 2003, under the Law Number 27 of 2003 and the Law Number 21 of 2014. The focus of the analysis is the division of authority between the central government and local governments related to the utilization of geothermal in indirect use. The result of this analyisis shows that the decentralization of geothermal resources management to the local goverments has become one of the obstacles of its optimalization. Therefore, it will be better if the central government hold the authorithy of geothermal management, as already regulated by the Law Number 21 of 2014."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam P.W.A. Wibowo
"Pengawasan terhadap sediaan farmasi adalah bagian dari tugas pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Dalam konsideransnya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip, terkait dengan sediaan farmasi skema pengaturannya dalam level Undang-Undang, telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Wewenang melakukan pengawasan sediaan farmasi di Indonesia meliputi pembentukan/penetapan regulasi, perijinan, pemeriksaan oleh petugas pengawas terhadap kegiatan membuat, mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan, monitoring dan evaluasi produk, dan tindakan administratif terhadap pelanggaran hukum serta penyidikan tindak pidana. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang ketentuannya disharmoni dengan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur pengawasan sediaan farmasi tersebut, menimbulkan permasalahan yang menghambat efektivitas pelaksanaan pengawasan sediaan farmasi.

The drugs (pharmaceutical preparation) regulation is part of the duty of the government to improve public health is very important for the development of human resources in Indonesia, increased resilience and competitiveness of the nation, as well as national development. In it's preamble, Act No. 36 of 2009 on Health states that health is a human right and one of the elements of well-being that must be realized in accordance with the ideals of the nation of Indonesia as referred to in Pancasila and the Constitution of 1945. In principle, related to pharmaceutical regulation in the scheme of Legislation, has stated in Law No. 36 Year 2009 on Health, Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 5 of 1997 on Psycotropics. That based on the Act, the authority to conduct regulation of drugs (pharmaceutical preparations) in Indonesia include the creation / establishment of regulations, licensing, inspection by the supervisory officers on activity, holding, storing, processing, promoting, and distributing, monitoring and evaluation of products, administrative action against violations of the law, and crime investigation. However, the validity of Act No. 32 of 2004 on Regional Government which decentralize functions between central government and local governance, and Government Regulation Number 38 of 2007 on Decentralization of Government Affair between the Government, Provincial Government, and District Government, disharmony with the provisions of legislation that specifically regulates the pharmaceutical control, raises issues that hinder the effectiveness of pharmaceutical regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>