Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ishak G. M Lahunduitan
"Sejak ditemukmmya obat-obatan antibiotika, telah terbukti bahwa antibiotika efektif mengendalikan infeksi bakterial. Namun dengan penggunaan yang irasional tampak pula kerugiannya yang tidak sedikit antara lain; resistensi kuman, penyebaran kuman non patogen menjadi patogen, reaksi anafilaktik dan masalah biaya yang tinggi. Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotika mula-mula ditanggulangi dengan penemuan ohat-obatan golongan baru dan juga dengan mengupayakan modifikasi kimiawi terhadap obat-obat yang sudah ada. Sayangnya tidak ada yang dapat mengimbangi kemampuan bakteri patogen untuk membentuk resistensi.

Since the discovery of antibiotic drugs, it has been proven that antibiotics are effective in controlling bacterial infections. But with the use of irational It also appears that the disadvantages are not small, including; germ resistance, the spread of non-pathogenic germs into pathogens. anaphylactic reactions and cost problems tall. The problem of bacterial resistance to antibiotics was first overcome by the discovery of new classes of drugs and also by seeking modifications chemicals against existing drugs. Unfortunately, nothing can compensate for the ability of pathogenic bacteria to form resistance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Fathni
"Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari - Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali.
Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis.

Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts.
The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January - December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics.
The results showed that most of prophylaxis antibiotics were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryman Utama Suryadinata
"Penggunaan antibiotik yang salah atau irasional dapat menyebabkan terjadinya kasus Antibiotic Resistance (ABR). Salah satu proses dalam mengendalikan ABR yaitu dengan melakukan evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens. Rumah Sakit X saat ini berupaya untuk terus memenuhi standar pelayanan kesehatan yaitu tentang penggunaan antibiotik yang rasional. Metode untuk mengevaluasi rasionalitas yang digunakan adalah dengan metode Gyssens. Kemudian, beberapa hasil yang menarik akan diverifikasi dengan tim pada saat diskusi dilakukan. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 307 kali penggunaan antibiotik. Terdapat 7,5% penggunaan antibiotik yang sesuai dengan pedoman dan penggunaan antibiotik terbanyak pada golongan Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone) dan Beta Lactam (Ampisilin Sulbaktam).
Penyebab terjadinya ketidaksesuaian dan dalam penggunaan antibiotik adalah belum adanya standar pedoman penggunaan antibiotik pada seluruh kelompok diagnosa penyakit, beberapa antibiotik tidak tersedia di rumah sakit, beberapa kebijakan dan program belum berjalan maksimal. Dampak tersebut dapat menyebabkan potensi terjadinya resistensi, penurunan efektivitas obat bahkan dapat meningkatkan biaya pengobatan. Beberapa solusi harus segera dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan cost saving dan hal ini dapat berpengaruh terhadap pembelian obat di rumah sakit termasuk pada mengurangi potensi risiko lainnya yang dapat muncul. Hal tersebut memiliki tujuan akhir yang sama yaitu kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.

Irational antibiotics usage could drive into Antibiotics Resistance (ABR) which could be control by doing the evaluation of antbiotic usage. Nowdays, Hospital X is very concern to improve their quality of services by pushing rational usage of antibiotics. This reasearch will evaluate the rationality of antibioic useage with Gyssens algorithm, and cntinue by some discussion with the team for verification the interesting results. The total sample is 307 cases of antibiotic used. There are 7,5% rational cases of antibiotics usage which Cephalosporin 3 generation (Ceftriaxone) and Beta Lactam (Ampicillin Sulbactam) were the most frequent delivered.
Those irational antibiotic usage caused by there was no antibiotics used guideline for therapy especially for antibiotics therapy, some kind of antibiotics are not available in hospital and some internal regulations and programs were not working properly which could drive to antibiotics resistance, inefficient of the treatment and also increase the treatment cost. The hospital should do some improvement to prevent the resistance, which could give some benefits such as increase cost saving of the treatment, decrease the purchasing level and minimum risk of potential incident. All of those things just to reach the best quality with the controlled cost of healthy services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Shirleyana Putri
"Gangren kaki diabetik ialah salah satu bentuk komplikasi yang dialami oleh banyak pasien penderita diabetes melitus. Pemberian terapi antibiotik sudah menjadi hal yang umum untuk mengatasi infeksi gangren kaki diabetik. Terapi antibiotik yang rasional sangat diperlukan bagi penderita infeksi gangren kaki diabetik kerena diharapkan dapat mengurangi terjadinya resistensi bakteri dan mencegah dilakukannya tindakan amputasi, mengurangi biaya dan waktu lama perawatan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien penderita gangren kaki diabetik yang di RSAL Dr. Mintohardjo pada tahun 2012, melalui penilaian ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis ketepatan pasien, dan tidak adanya interaksi obat. Peneliti melakukan pengambilan data melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode Januari–Desember 2012 dengan desain cross-sectional. Dengan menggunakan teknik total sampling, didapatkan 18 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian.
Pada hasil penyajian data secara deskriptif, penilaian ketepatan berdasarkan pemberian antibiotik pada pasien terdapat tepat dosis sebesar 27,78%, tepat indikasi 38,89%, tidak adanya interaksi obat 72,22%, tepat pasien 8,33%, dan tepat obat 13,89%. Pada penilaian terhadap jumlah pasien gangren kaki diabetik, terdapat 16,67% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, 16,67% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi, 55,56% pasien tidak mengalami interaksi obat, 11,11% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien, dan 0% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak ada pasien gangren kaki diabetik yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara rasional.

Diabetic foot gangrene is one of complications happened in many patients with diabetes mellitus. Antibiotic therapy has become a common thing to overcome diabetic foot infection. Rational antibiotic therapy is necessary for patients with diabetic foot gangrene infection because it is expected to reduce the occurrence of bacterial resistance, prevent the amputation, reduce cost, and patient's length of stay time.
The purpose of this study was to obtain an overview rational usage of antibiotics in patients with diabetic foot gangrene in Naval Hospital Dr. Mintohardjo during 2012, through the appropriate indication, appropriate drug, appropiate dose, appropiate patient, no drugs interaction. Researcher collected secondary data from medical record during January-December 2012 and used cross-sectional design. By total sampling technique, there were 18 samples were obtained in accordance with inclusion criteria of study.
Appropriate assessment based on number of antibiotics given, showed 27,78% appropriate dose, 38,89% appropriate indication, 72,22% no drugs interaction, 8,33% appropriate patient, and 13,80% appropriate drug. Based on the number diabetic foot gangrene patients, there were 16,67% patients received appropriate dose, 16,67% received appropriate indication of antibiotics, 55,56% patients had no drugs interaction 11,11% patients received appropriate antibiotics as their own condition, and 0% patients received appropriate drug. Based on the result of, it was concluded that, there were no diabetic foot gangrene patients who received rational antibiotic treatment.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Najwa Rokhmah
"Kejadian infeksi luka operasi menjadi salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering banyak terjadi di beberapa negara. Belum maksimalnya penggunaan antibiotik profilaksis ditandai dengan penggunaannya yang tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan secara nasional maupun internasional mengakibatkan meningkatnya resiko kejadian infeksi luka operasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik profilaksis bedah terhadap kejadian infeksi luka operasi yang dievaluasi selama 23 hari di RS Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel secara total sampling dan retrospektif dengan menggunakan data sekunder (rekam medis). Sampel penelitian sebanyak 577 rekam medis pasien sejak Januari 2013-Desember 2013.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 6 kejadian infeksi luka operasi (1,04%) dengan penggunaan antibiotik profilaksis tidak sesuai dengan Kepmenkes no 2046 tahun 2011. Tidak terdapat hubungan antara jenis dan waktu penggunaan antibiotik terhadap kejadian infeksi luka operasi serta tidak terdapat hubungan antara faktor resiko dengan kejadian infeksi luka operasi.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kejadian infeksi luka operasi di RS Dr H Marzoeki Mahdi cukup rendah dibandingkan penelitian lain yang pernah dilakukan dan tidak terdapat pengaruh signifikan antibiotik profilaksis serta faktor resiko terhadap kejadian infeksi luka operasi.

Surgical site infection is one of nosocomial infection that frequently happened in some countries. Unappropriate used of prophylactic antibiotic signed by the used of antibiotic not accordance with local or international guidelines and it caused surgical site infection increase.
This study aim to assesed and evaluated factors that affect antibiotic prophylactic use to surgical site infection in Marzoeki Mahdi Hospital Bogor. The design of this study cross sectional with total sampling, and data collected retrospectively. Sample of this study are 577 patient from January 2013- December 2013.
The result showed surgical site infection occur in 6 patients (1,04%), the used od prophylactic antibiotic is not appropriate Kepmenkes No 2046. There is no relationship between types and duration of prophylactic antibiotic to surgical site infection cases and also there is no relation between risk factors and surgical site infection cases.
In this study we can conclude incidence of surgical site infection in Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital was low and there is no significant relation between prophylactic antibiotic used and risk factors with surgical site infection cases.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyahidah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antibiotik profilaksis bedah bertujuan untuk mencegah infeksi daerah operasi pada pasien yang dianggap mempunyai risiko tinggi. Meskipun kebijakan penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai yang dapat menyebabkan peningkatan risiko resistensi antibiotik dan peningkatan biaya perawatan di rumah sakit.Tujuan: Mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis serta efisiensi biaya penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah digestif di RSUPN-CMMetode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Data sekunder diambil dari rekam medik pasien rawat inap Departemen Bedah RSUPN-CM selama periode Januari hingga Desember 2015. Pada penelitian ini 102 pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis dievaluasi berdasarkan panduan NHS Lanaskhire untuk ketepatan dosis dan waktu pemberian pada tindakan pembedahan dan panduan antibiotik profilaksis divisi bedah digestif RSUPN-CM untuk pemilihan antibiotik berdasarkan indikasi tindakan.Hasil: Dari 102 pasien penelitian 81,4 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dengan indikasi sesuai tindakan dan 90,8 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat dosis. Berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 52 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat waktu 30 menit . Sementara itu, pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis lebih dari satu dosis yang berarti bukan lagi profilaksis sebanyak 15,7 . Tambahan biaya obat akibat pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp. 16.016.007,-.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan masih adanya penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman pada pasien bedah digestif RSUPN-CM. Pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan rumah sakit. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman yang digunakan.
hr>
b>ABSTRACT
"Background Prophylactic antibiotic is used to prevent surgical wound infections in surgery patients who are considered to have high risk of contamination. Despite established guideline, some studies reported inappropriate use of prophylactic antibiotic which potentially increase the risk of antibiotic resistance and hospitalization cost.Aim To evaluate the appropriateness and cost of prophylactic antibiotic usage in digestive surgery patients at Cipto Mangunkusumo hospital.Methods This was a retrospective study conducted on digestive surgery patients. Secondary data were collected from medical records of hospitalized patients in Surgery Department of Cipto Mangunkusumo hospital during the periode January to Desember 2015. In this study, 102 patients receiving prophylactic antibiotics were evaluated based on NHS Lanaskhire guideline for dosage and timimg in accordance with surgical types and guideline of digestive surgery division Cipto Mangunkusumo hospital for antibiotic selection.Results In 102 patients 81,3 patients received prophylactic antibiotics with appropriate indications and 91,2 patients received prophylactic antibiotics with appropriate doses. While 52 patient received prophylactic antibiotic with appropriate timing of 30 minutes. Meanwhile, patients that received prophylactic antibiotics more than once, which means not prophylactic anymore, were accounted for 15,7 . The estimated extra cost due to of inappropriate use of prophylactic antibiotics was Rp. 16.016.007, .Conclusion The results showed that inappropriate use of antimicrobial prophylaxis was still found in digestive surgery Cipto Mangunkusumo hospital and it increased drug cost. The most frequent inappropriateness was the timing of administration followed by inappropriate indication and dose. More work is needed in order to increase the adherence to the guidelines. "
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfan Awaloeddin
"Rurnah sakit sebagai mata rantai sistern kesehatan diharapkan dapat mencapai pelayanan yang bermutu, berdaya guna, serta didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperlukan oleh masing-masing penderita dalam batas kemampuan teknologi dan sarana yang tersedia di rumah sakit. Salah satunya adalah instalasi farmasi yang merupakan sarana penting dalam proses penyembuhan dan merupakan salah satu komponen biaya operasional yang besar dari seluruh biaya operasional rumah sakit.
Anggaran yang dibelanjakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros untuk obat dan alkes sebanyak 46.65 % (Rp 5.155.680.986) dari total pengeluaran rumah sakit, dari jumlah tersebut 37.88% (1.952.881.880) adalah investasi untuk obat antibiotika.
Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros pada pemakaian obat-obatan antibiotika periode Januari hingga Juni tahun 2001, dengan tujuan mengidentifikasi tingkat persediaan obat antibiotika di instalasi farmasi, merencanakan dan mengendalikan jumlah pemesanan obat yang efisien dan efektif.
Perencanaan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan suatu jumlah dan jenis persediaan perbekalan di instalasi farmasi, dalam hal ini khusus obat antibiotika. Persediaan obat-obatan antibiotika dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai indeks kritis dengan memakai analisis ABC. Pengelompokkan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan persediaan, dengan demikian dapat diketahui jenis obat mana yang perlu diperhatikan karena mempunyai investasi yang tinggi dengan nilai kritis yang tinggi pula. Indeks kritis dapat diketahui melalui pendapat dari para dokter full timer yang berada di Rumah Sakit Awal Bros yang memakai obat tersebut.
Hasil analisis indeks kritis ABC didapatkan basil bahwa kelompok A untuk 75-20-5 yang memerlukan investasi paling tinggi (66.51 % dari seluruh biaya) terdiri dari 32 item obat (9.33 %), kelompok B menelan biaya 28.99% terdiri dari 126 item obat dan kelompok C menelan biaya 4.50% dari seluruh biaya. Jenis obat antibiotika kelompok A 75-20-5 berdasarkan pemakaian, investasi dan indeks kritis berjumlah 74 item, jika dikelompokkan dengan kelompok nama generik akan dapat berkurang menjadi 60 item. Hal ini setidaknya rumah sakit Awal Bros dapat melakukan efisiensi sehingga biaya yang hares diinvestasikan akan berkurang.

Hospital is the part of health system chain which might be expected to provides quality services, efficient, and was established, operated to achieve various level of health services including promotion, prevention, curative and rehabilitation to meet patient needs in accordance to both technologies and facilities availabilities in the respective hospital.
In particularly, pharmaceutical department is one of the important facilities in patient care that consume the biggest part of operational cost. In Awal Bros hospital, drugs and consumable goods spent 46.65% of total hospital expenditure. (Rp 5.155.680.986.-). In addition the hospital spent 37.88% of their total drugs expenditure for antibiotic (1.952.881.880 rupiahs).
This study took place in Pharmaceutical Department of Awal Bros hospital during January 2001 thorough June 2001 period that aimed to identify the availability of antibiotic, and to develop the most economical procurement plan as well as to manage the availability.
By doing so it was expected the hospital could manage the availability of antibiotic in terms of amount and type. The availability of antibiotic was grouped into different categories according to level of utilization, investment as well as critical index by using ABC analysis. This approach aimed to control level of antibiotic availability, an effort to identify priority in next procurement by considering its investment level and critical index. Information on critical index was gathered from selected residence physicians that had been known as frequent users.
The ABC critical index analysis revealed that group A (75- 20-5) represented the highest investment totaling 66.51% of total expenditure, consisted of 32 item of antibiotic (9.33%); group B represent 28.99% of total expenditure (126 items) and group C represent 4.50% of total expenses. The total group A 75-20-5 with categories according to level of utilization, investment as well as critical index consisted 74 items, if grouped to generic drugs the least would decrease to 60 items. This approach which aimed to control level of antibiotic availability, can be utilized to identify priority in next procurement by considering its investment level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Yasmin Iskandar
"Latar belakang. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan bahwa insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile semakin meningkat, terutama pada pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika. Namun belum ada penelitian yang mendapatkan data kedua insidens tersebut di Indonesia, terutama di RSCM.
Tujuan. Untuk mengetahui insidens kolonisasi dan infeksi C.difficile pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM.
Metode. Dilakukan studi kohort prospektif berbasis surveilans pada 96 pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotika di RSCM pada periode penelitian. Dilakukan pemeriksaan feses dengan uji kromatografi cepat C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM pada awal dan akhir penelitian. Dilakukan follow-up selama 5-7 hari perawatan pada semua pasien. Insidens kolonisasi strain non-toksigenik adalah pasien yang memiliki hasil pemeriksaan fesesnya konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/-. Insidens kolonisasi strain toksigenik adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+. Insidens infeksi adalah pasien yang memiliki konversi GDH/Toksin -/- saat awal perawatan menjadi GDH/Toksin +/+ yang disertai satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan infeksi C.difficile.
Hasil. Dari 96 subjek penelitian, 13 subjek mengalami kolonisasi non-toksigenik; 8 subjek mengalami kolonisasi toksigenik; 9 subjek mengalami infeksi. Terdapat 11 subjek yang mengalami gejala klinis, namun hasil pemeriksaan fesesnya tidak ditemukan toksin yang positif (2 subjek hanya mengalami kolinisasi non-toksigenik dan 9 subjek tidak mengalami kolonisasi atau infeksi) sehingga dianggap bukan merupakan infeksi C.difficile.
Kesimpulan. Insidens kolonisasi C.difficile adalah 22%, dimana kolonisasi strain non-toksigenik adalah 14% (IK95% 13-16) dan strain toksi.

Background. Previous studies showed that there have been a significant increasing of the incidence of C.difficile colonization and infection, particularly among hospital inpatients prescribed antibiotics. However, there is no such data available in Indonesia, mainly at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Objective. To determine the incidence of Clostridium difficile colonization and infection among hospital inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods. A surveillance-based prospective cohort study was conducted on 96 inpatients prescribed antibiotics at Cipto Mangunkusumo Hospital during the study period. All patient was followed-up for 5-7 days hospitalization. We obtained rectal swabs or stool samples on admission and day 5-7 of hospitalization and performed a rapid chromatography test C.DIFF QUIK CHEK COMPLETETM to determine colonization or infection. Incidence of non-toxigenic colonization was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/- as the second result. Incidence of toxigenic colonization was defined as as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result. Incidence of infection was defined as a conversion of baseline result GDH/toxin -/- into GDH/toxin +/+ as the second result, accompanied by one or more C.difficile infection-associated clinical symptoms.
Results. A total of 96 subjects were included in the study; 13, 8 and 9 had a non-toxigenic colonization, toxigenic colonization, and infection, respectively. 11 subjects with clinical symptoms could not be determined whether they had a C.difficile infection because of the “toxin-negative” findings from their stool examination (2 subjects had non-toxigenic colonization and 9 subjects had neither colonization nor infection).
Conclusion. The incidence of C.difficile colonization was 22%, which 14% (95% CI 13-16) was the incidence of non-toxigenic colonization and 8% (95% CI 7-10) was the incidence of toxigenic colonization. The incidence of C.difficile infection was 9% (95% CI 8-11).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi ketidak sesuaian penggunaan antibiotika dengan uji kepekaan di ruang rawat intensif rumah sakit Fatmawati Jakarta dengan suatu desain penelitian kasus kontrol, dimana kasus adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika, menggunakan antibiotika tersebut dalam terapi. Kontrol adalah pasien yang causa penyakitnya resisten terhadap suatu antibiotika tetapi penggunaan antibiotika lain yang efektif. Subjek penelitian yang diperoleh adalah 34 kasus dan 41 kontrol. Faktor yang mempengaruhi antibiotika tidak efektif adalah pekerjaan pasien (rasio odds = 0.25 dan 95% CI 0.09-0.71). Jika dibandingkan dengan pasien yang tidak bekerja, maka yang bekerja mempunyai risiko 75% lebih rendah dalam hal penggunaan antibiotika yang tidak efektif.
Several Factors Influencing Irrational Antibiotics Treatments in Intensive Care Unit at Fatmawati Hospital
Jakarta 2001 – 2002. A study was conducted in the intensive care unit at Fatmawati Hospital, Jakarta, concerning a
factor influencing the inappropriate use of antibiotics, proven by the resistance against a certain antibiotic, however this
antibiotic was used for therapy. Cases in the control group were resistant cases against an antibiotic and therefore were
given another antibiotic, against which the patients were sensitive. A total of 34 cases were selected as research
subjects, whereas 41 cases were included in the control group. The factor influencing the use of antibiotics against
which patient were resistant was “having a job of the patient” (odds ratio = 0,25 and 95 % CI 0,09 – 0,71). In
comparison the group of patients with a job with the group without a job: the group with a job had a 75 % lower risk in
using ineffective antibiotics."
Institut Sains dan Teknologi Nasional. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>