Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wira Winardi
"Latar Belakang: Kanker paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker di seluruh dunia. Mutasi aktif pada epidermal growth factor receptor (EGFR) terdeteksi pada hampir setengah dari kasus adenokarsinoma paru pada populasi Asia. Pengobatan dengan osimertinib, suatu penghambat tirosin kinase EGFR generasi ketiga telah menunjukkan keunggulan dibandingkan EGFR TKI generasi pertama dan kedua. Namun, resistensi primer dan sekunder mengurangi efektivitas osimertinib.
Metode: Untuk mengungkap mekanisme yang terlibat dalam resistensi osimertinib pada adenokarsinoma dengan mutasi EGFR, kami mengembangkan sel yang resisten terhadap osimertinib dari lini sel kanker paru jenis adenokarsinoma dengan mutasi EGFR, yaitu PC9. Mekanisme resistensi diselidiki melalui sekuensing RNA (RNA-seq). Profil ekspresi gen PC9 yang resisten terhadap osimertinib dengan sel induk yang sensitif terhadap osimertinib kemudian dibandingkan.
Hasil: Analisis RNA-seq menunjukkan bahwa jalur pensinyalan tumor necrosis factor alpha (TNF-α) / nuclear factor κB (NF-κB) mendominasi pada sel PC9 yang resisten terhadap osimertinib (PC9 RO). Interleukin-1 alpha (IL-1α) adalah gen yang paling bermakna mengalami peningkatan ekspresi. Penekanan IL-1 α memulihkan sensitivitas terhadap osimertinib pada pada model sel resistan osimertinib.
Kesimpulan: Penelitian ini mengungkapkan bahwa aktivasi jalur TNF-α/NF-κB merupakan mekanisme alternatif yang bertanggung jawab atas resistansi osimertinib pada PC9 RO dari adenokarsinoma dengan mutasi EGFR. Penekanan IL-1α dapat menjadi strategi yang menjanjikan untuk mengatasi resistansi obat terhadap osimertinib pada adenokarsinoma dengan mutasi EGFR.

Background:Lung cancer is the leading cause of cancer-related deaths worldwide. Activating mutations in the epidermal growth factor receptor (EGFR) are detected in nearly half of adenocarcinoma cases in the Asian population. Treatment with osimertinib, a third-generation EGFR tyrosine kinase inhibitor (TKI), has demonstrated superiority over first- and second-generation inhibitors. However, primary and acquired resistance reduce the efficacy of osimertinib.
Methods: To uncover the mechanisms involved in osimertinib resistance in EGFR- mutant adenocarcinoma, we developed osimertinib-resistant cells from EGFR-mutant adenocarcinoma lung cancer cell lines ( PC9 RO). The resistance mechanism was investigated using RNA sequencing (RNA-seq). The gene expression profiles of osimertinib-resistant PC9 RO cells were then compared with those of osimertinib- sensitive parental cells.
Results: RNA-seq analysis revealed that the tumor necrosis factor alpha (TNF-α) / nuclear factor κB (NF-κB) signaling pathway predominated in the osimertinib-resistant cells. Interleukin-1 alpha (IL-1α) was the most significantly upregulated gene. Inhibition of IL-1α restored sensitivity to osimertinib in the osimertinib-resistant cell model.
Conclusion:This study reveals that activation of the TNF-α /NF-κB pathway is an alternative mechanism responsible for osimertinib resistance in PC9 RO from EGFR- mutant adenocarcinoma. Inhibition of IL-1α may represent a promising strategy to overcome drug resistance to osimertinib in EGFR-mutant adenocarcinoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hapsari Retno Dewanti
"Latar Belakang: Kanker paru menjadi penyebab kematian utama akibat keganasan pada laki-laki sebesar 31% dan perempuan sebesar 27%. Pada pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi pada exon 20 T790M memberikan respons yang buruk terhadap terapi EGFR-TKI generasi pertama maupun generasi kedua.
Tujuan: Mengetahui profil serta angka tahan hidup 1 tahun pasien kanker paru jenis Adenokarsinoma dengan mutasi exon 20 T790M primer.
Metode: Penelitian menggunakan desain kohort terhadap pasien-pasien adenokarsinoma paru stadium IV dengan mutasi exon 20 T790M primer dari bulan September 2015 sampai Desember 2017 di RSUP Persahabatan. Variabel yang diteliti adalah karakteristik klinis dan angka kesintasanberdasarkan kurva Kaplan Meier. Hasil analisis dinyatakan berbeda bermakna apabila nilai p<0,05.
Hasil: Didapatkan 27 subjek penelitian dengan rerata usia 58,5 tahun dan berjenis kelamin laki-laki (70,6%). Keluhan utama berupa sesak napas (73,5%) dan nyeri dada (55,9%). Mutasi genetik tunggal pada Exon 20 T790M (64,7%), sedangkan mutasi Exon 20 T790M dengan Exon 21 L858R (11,8%) dan mutasi Exon 20 T790M dengan 21 L861Q (8,8%). Organ target metastasis adalah efusi pleura (73,5%), tulang (26,5%) dan otak (20,6%). Angka kesintasan 360 dan 990 hari sebesar 35% dan 20% dengan median kesintasan sebesar 213 hari.
Kesimpulan: Mutasi exon 20 T790M pada adenokarsinoma paru memegang peranan penting terhadap kesintasan dan prediktor responsterhadap terapi yang diberikan.

Background: Lung cancer causes mortality in men (31%) and in women (27%). Lung adenocarcinoma patients with exon 20 T790Mepidermal growth factor receptor(EGFR) mutation showed poor response to the first generation and second generation of EGFR tyrosine kinase inhibitor (TKI) therapy.
Purpose: This study aims to reveal the characteristics and one year survival rate of lung adenocarcinoma patients with primary exon 20 T790M EGFR mutations treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia.
Methods: The cohort study involved patients with primary exon 20 T790M EGFR mutation between September 2015 to December 2017 in Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia. The survival rate was observed from Kaplan Meier estimator curve and was statistically analyzed.
Results: There were 27 subjects with mean age of 58.5 years and were predominated male (70.6%). The most common chief complaints were shortness of breath (73.5%) and chest pain (55.9%). The EGFR mutations detected were exon 20 T790M (64.7%), exon 20 T790M with exon 21 L858R (11.8%) and exon 20 T790M with exon 21 L861Q (8.8%). Metastatic target organs were pleural effusions (73.5%), bone (26.5%) and brain (20.6%). Survival rate of 360 and 990 days was 35% and 20% respectively with median survival rate was 213 days.
Conclusion: Exon 20 T790M EGFR mutation in lung adenocarcinoma was revealed to be an important factor in survival and in predicting response to EGFR TKI chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marscha Iradyta Ais
"Latar Belakang: Jumlah kasus KPKBSK diperkirakan 85% dari seluruh kasus kanker paru dan 40% diantaranya adalah jenis adenokarsinoma. Sebanyak 10%-30% pasien adenokarsinoma mengalami mutasi EGFR dan mendapatkan terapi EGFR-TKI. Mayoritas pasien KPKBSK memiliki respons dan toleransi baik terhadap terapi EGFR- TKI tetapi sebagian kecil pasien mengalami penyakit paru interstisial akibat EGFR- TKI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gambaran penyakit paru interstisial pada pasien KPKBSK dengan terapi EGFR-TKI di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendeketan kohort retrospektif yang dilakukan bulan Januari 2021 hingga Juni 2022. Subjek penelitian adalah pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi EGFR-TKI. Subjek penelitian dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data melalu data sekunder berupa rekam medis dan hasil CT scan toraks pasien yang kontrol di poliklinik onkologi RSUP Persahabatan.
Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 73 subjek penelitian, pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR yang mendapatkan terapi EGFR-TKI di RSUP Persahabatan. Sebanyak 12 dari 73 subjek penelitian mengalami gambaran ILD yang dievaluasi berdasarkan CT scan toraks RECIST I dan II dengan karakteristik jenis kelamin laki-laki (22,2%), kelompok usia 40-59 tahun (19,4%), perokok (24,1%), indeks brinkman berat (42,9%) dan mendapatkan terapi afatinib (26,1%). Proporsi gambaran ILD pada pasien KBPKBSK dengan terapi EGFR-TKI adalah opasitas retikular (58,3%), parenchymal band (33,3%), ground-glass opacities (25%), traction bronchiectasis (25%) dan crazy paving pattern (8,3%). Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, jenis EGFR-TKI, riwayat merokok, indeks brinkman, riwayat penyakit paru dan tampilan status terhadap gambaran ILD.
Kesimpulan: Gambaran ILD pada pasien KPKBSK dengan terapi EGFR-TKI meliputi opasitas retikular, parenchymal band, ground-glass opacities, traction bronchiectasis dan crazy paving pattern. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap gambaran ILD.

Background: The number of cases of NSCLC is estimated around 85% of all lung cancer cases and 40% among them are adenocarcinoma. Approximately 10%-30% of adenocarcinoma patients have EGFR mutations and receive EGFR-TKI therapy. The majority of NSCLC patients have a good response and tolerance to EGFR-TKI therapy, but a small group of patients experience EGFR-TKI induced interstitial lung disease. This study aims to determine the proportion of features of interstitial lung disease ini NSCLC patients treated with EGFR-TKI at Persahabatan Hospital.
Methods: This study was an analytic observational with a retrospective cohort approach that was conducted from January 2021 until June 2022. The subject were NSCLC patients who received EGFR-TKI treatment. The inclusion and exclusion criteria were used to determine which subjects will be included in the study. Data collection through secondary data from medical record and chest CT scan results of patients controlled at oncology polyclinic at Persahabatan Hospital.
Result : In this study, there were 73 subjects of NSCLC with EGFR mutations and received EGFR-TKI therapy at Persahabatan Hospital. There were 12 out of 73 subjects had ILD features which were evaluated based on RECIST I and II chest CT scan with predominant of male (22.2%), age group 40-59 years old (19.4%), smokers (24.1%), severe Brinkman index (42.9%) and received afatinib (26.1%). The proportion of ILD features in NSCLC patients with EGFR-TKI therapy are reticular opacities (58.3%), parenchymal bands (33.3%), ground-glass opacities (25%), traction bronchiectasis (25%) and crazy paving pattern (8.3%). The results of bivariate and multivariate analyzes showed that there was no differences between factors such as sex, age, type of GEFR-TKI, smoking history, Brinkman index, history of lung disease and performance status with features of ILD.
Conclusion: Features of ILD in NSCLC patients with EGFR-TKI therapy include reticular opacities, parenchymal bands, ground-glass opacities, traction bronchiectasis and crazy paving pattern. There is no statistically significa
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Rahmanuri Pudjihapsari
"Merokok merupakan salah satu mekanisme koping yang dilakukan mahasiswa untuk mengurangi stresor. Walaupun mahasiswa sebagai individu dengan pendidikan tinggi yang dapat diasumsikan memiliki pengetahuan baik terkait penyakit akibat merokok seperti kanker paru dan PPOK, masih ditemukan mahasiswa yang menjadi perokok aktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker paru dan PPOK dengan sikap terhadap rokok pada mahasiswa perokok aktif. Penelitian ini merupakan studi deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 129 mahasiswa perokok aktif tingkat sarjana di Universitas Indonesia. Pengetahuan kanker paru diukur menggunakan instrumen Lung Cancer Awareness Measure (Lung CAM), pengetahuan PPOK diukur menggunakan Bristol COPD Knowledge Questionnaire (BCKQ), dan instrumen Global Youth Tobacco Survey (GYTS) digunakan untuk mengukur sikap terhadap rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40,3% responden berpengetahuan baik tentang kanker paru. 49,6% responden berpengetahuan baik tentang PPOK, dan 42,6% responden memiliki sikap negatif terhadap rokok. Tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kanker paru dengan sikap terhadap rokok (p=0,093; α=0,05). Begitu juga antara tingkat pengetahuan tentang PPOK dengan sikap terhadap rokok (p=0,222; α=0,05). Penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat faktor lain selain pengetahuan yang dapat memengaruhi sikap terhadap rokok.

Smoking is one of the coping mechanisms that students use to reduce stressors. Even though students as individuals with higher education can be assumed to have a good knowledge regarding smoking-related diseases such as lung cancer and COPD, there are still students who are active smokers. The purpose of this study was to identify the relationship between the level of knowledge about lung cancer and COPD with attitudes towards smoking among active smoking students. This research is a descriptive correlation study with a cross-sectional approach. The sample of this study was 129 undergraduate students of active smokers at the University of Indonesia. Lung cancer knowledge was measured using the Lung Cancer Awareness Measure (Lung CAM) instrument, COPD knowledge was measured using the Bristol COPD Knowledge Questionnaire (BCKQ), and the Global Youth Tobacco Survey (GYTS) instrument was used to measure attitudes towards smoking. The results showed that 40.3% of respondents had good knowledge about lung cancer. 49.6% of respondents have good knowledge about COPD, and 42.6% of respondents have negative attitudes towards smoking. There was no significant relationship between the level of knowledge about lung cancer and attitudes towards smoking (p = 0.093; α = 0.05). Likewise, the level of knowledge about COPD with attitudes towards smoking (p = 0.222; α = 0.05). Further research is suggested to look at other factors besides the knowledge that can influence attitudes towards smoking.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nasriawati
"Aerosol karbon hitam menimbulkan risiko potensial bagi kesehatan manusia. Karbon hitam telah dilaporkan menjadi penyebab penting bagi beberapa penyakit kardiovaskular dan pernapasan manusia. International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa klasifikasi karbon hitam adalah 2b, yaitu berpotensi menyebabkan kanker. Ini menandakan bahwa efek karsinogenik karbon hitam untuk manusia masih kontroversial. Laporan kasus berikut ini memaparkan kasus kanker paru-paru akibat pajanan karbon hitam dan meninjau literatur laporan kasus okupasi untuk mendapatkan jawaban tentang efek pajanan karbon hitam dan meningkatnya risiko kanker paru-paru di antara pekerja yang terpajan karbon hitam. Pencarian literatur dilakukan untuk menjawab pertanyaan klinis melalui database elektronik: PubMed dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan adalah 'karbon hitam' DAN 'kanker paru-paru' DAN 'pekerja'. Kriteria inklusi dari strategi pencarian ini adalah pekerja yang terpapar karbon hitam, studi meta analisis, kasus control,prosfektif kohort. Kriteria pengecualian dari artikel ini adalah artikel yang tidak dapat diakses, RCTs yang telah digunakan dalam systemic review. Artikel yang dipilih kemudian dianalisa kritis menggunakan kriteria yang relevan oleh Oxford Center for Evidence-based Medicine. Penelitian ini mengulas literatur oleh Rota Matteo, et all 2014; Bukti epidemiologis tentang karbon hidro poliaromatik (PAH) tinggi terpapar, studi kohort perspektif oleh Delli LD, et all 2015 dan studi kasus kontrol oleh Marie EPt, dkk 1996. Ketiga penelitian menunjukkan bahwa potensi karsinogenik hitam karbon sama dengan pernyataan monograf IARC bahwa studi epidemiologi karbon hitam memberikan bukti karsinogenisitas yang kurang memadai (Kelompok 2B).

Carbon black aerosol has potential risks on human health. Carbon black has been reported to be an important cause for several human cardiovascular and respiratory diseases. International Agency for Research on Cancer (IARC) stated that carbon black classification is 2b, that is carcinogenic. This report explains a case of lung cancer due to carbon black exposure and reviews the literature of occupational cases to get the answers about the effects of carbon black exposure and the increasing risk of lung cancer among carbon black exposed workers. The literature search was performed to answer the clinical question via electronic databases: PubMed and Google Scholar. The keywords used were ‘carbon black’ AND ‘lung cancer’ AND ‘workers’. The inclusion criteria of this searching strategy were the workers which exposed to carbon black, meta analysis, randomizes controlled trial, systematic reviews, cohort. The exclusion criteria of this article were inaccessible articles, RCTs that have been used in recent systematic review. The selected articles were then critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-based Medicine. This study reviews the literature by Rota Matteo, et all 2014; The epidemiological evidence on the polyaromatic hydro carbon (PAH) high exposed, perspective cohort study by Delli LD, et all 2015 and the control case study by Marie EPt, et al 1996. The three researches showed that carbon black carcinogenic potential is the same with the IARC monograph statement that the epidemiological studies of carbon black provide inadequate evidence of carcinogenicity (Group of 2B)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, M. Yusuf Hanafiah
"Saat ini kasus kanker paru meningkat jumlahnya dan menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia juga di Indonesia. Data yang dikemukakan World Health Organization (WHO) menunjukkan kanker pare adalah penyebab utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki-laki tetapi juga pada perempuan. Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat ke-3 atau ke-4 di antara tumor ganas yang paling sering ditemukan di beberapa rumah sakit. Jumlah penderita kanker paru di RS Persahabatan 239 kasus pada tahun 1996, 311 kasus tahun 1997 dan 251 kasus di tahun 1998. Lebih dari 90% penderita kanker paru datang berobat pada keadaan penyakit yang sudah lanjut, hanya 6% penderita masih dapat dibedah.
Prognosis buruk penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan penderita yang jarang datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam tahap awal. Hasil penelitian pada penderita kanker pare pascabedah menunjukkan bahwa rerata angka tahan hidup 5 tahun stage 1 jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan penderita kanker pare stadium lanjut. Masa tengah hidup penderita kanker part stage lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker pare adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana serta memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksanaan penyakit ini sangat tergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker part pada stage dini akan sangat membantu penderita dan penemuan diagnosis dalam waktu lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik.
Diagnosis pasti penyakit kanker ditentukan oleh basil pemeriksaan patologi anatomi. Dasar pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan mikroskopik terhadap perubahan sel atau jaringan organ akibat penyakit. Terdapat dua jenis pemeriksaan patologi anatomi yaitu pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan memeriksa jaringan tubuh, sedangkan pemeriksaan sitologi memeriksa kelompok sel penyusun jaringan tersebut. Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti (baku emas). Pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker, bahkan sebelum timbul manifestasi klinis penyakit kanker.
Diagnostik kanker paru memang tidak mudah khususnya pada lesi dini. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan noninvasif yang dapat mendeteksi kanker pare tetapi nilai ketajamannya rendah. Pengambilan bahan pemeriksaan sel/jaringan pare banyak dilakukan dengan cara invasif seperti biopsi pare tembus dada (transthoracic biopsy/TTB), bronkoskopi atau torakoskopi. Teknik ini jauh lebih noninvasif dibandingkan biopsi pare terbuka dengan cara pembedahan yang sudah banyak ditinggalkan. Di RS Persahabatan jumlah penderita kanker paru yang dapat dibedah masih dibawah 10%, angka ini masih sangat kecil dibandingkan negara lain yang dapat mencapai angka sekitar 30%. Data yang belum dipublikasi dari bagian bedah toraks RS Persahabatan dari tahun 2000-2004 mencatat 33 kasus kanker paru yang dibedah, rata-rata hanya sekitar 6-7 pasien pertahun, itupun bukan untuk tujuan diagnostik tetapi untuk penatalaksanaan. Hal ini menjadikan pemeriksaan sitologi masih akan tetap menjadi alat utama untuk diagnostik kanker paru.
Berbagai teknik pemeriksaan sitologi dan histopatologi memberikan akurasi basil yang berbeda-beda dan umumnya tidak membandingkan akurasi berbagai teknik pemeriksaan sitologi tersebut dengan baku emas pemeriksaan histopatologi. Perbandingan akurasi basil berbagai teknik pemeriksaan tersebut akan berguna untuk menentukan pilihan pemeriksaan yang paling efektif dan efisien."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlia Majidiah
"Latar belakang: Trombosis vena dalam merupakan komplikasi tersering yang dijumpai pada keganasan. Insidens trombosis vena dalam pada kanker paru sangatlah tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum. Saat ini belum ada pedoman alur diagnosis yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam pada kanker paru. Selain itu, penelitian serupa juga belum pernah dilakukan di Indonesia sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi penelitian pendahuluan yang menitikberatkan pada trombosis vena dalam pada kanker paru.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai proporsi trombosis vena dalam menggunakan kriteria klinis yaitu skor Wells’ pada pasien kanker paru yang dirawat di RS Persahabatan.
Metode: Desan penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Kami melakukan pemeriksaan pada pasien kanker paru yang dirawat sejak September 2012 hingga Februari 2013. Kami menyingkirkan pasien kanker paru dengan penyakit infeksi serta pasien kanker paru dengan sediaan histopatologi yang belum tegak. Pemeriksaan fungsi hemostasis seperti PT, APTT dan D-dimer tetap dilakukan bersama dengan penggunaan kriteria klnis skor Wells’. Diagnosis trombosis vena dalam ditentukan apabila skor Wells berat.
Hasil: Subjek dalam penelitian ini terbanyak adalah laki-laki (69,2%) dengan kelompok usia terbanyak yaitu kelompok usia 51-60 tahun (33,3%). Jenis histopatologi yang terbamyak ditemukan adalah jenis adenokarsinoma (57,7%). Hampir sebagian besar pasien yaitu 64 pasien (82,1%) memiliki D-dimer >500 dan hanya 14 pasien (17,9%) dengan D-dimer normal. Penelitian ini mengungkapkan proporsi trombosis vena dalam menggunakan skor Wells adalah 23,1%.%. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, riwayat merokok, jenis tumor, stadium tumor, status penampilan, serta fungsi hemostasis tidak berpengaruh terhadap trombosis vena dalam namun nilai D-dimer >500 berpengaruh terhadap trombosis vena dalam.
Kesimpulan: Proporsi trombosis vena dalam pada pasien kanker paru di RS Persahabatan hampir sama jumlahnya dengan penelitian-penelitian di negara lain yaitu sekitar 21%. Penelitian ini menunjukkan bahwa skor Wells masih mempunyai peran penting dalam menentukan trombosis vena dalam mengingat penggunaannya mudah dan praktis. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk menilai metode yang mudah dan sederhana digunakan dalam praktek sehari-hari bersama dengan skor Wells dalam menentukan trombosis vena dalam pada kanker paru.

Background: Deep vein trombosis (DVT) is the common complication found in malignancy. Its incidence in lung cancer is much higher than in general population. Since there were no current diagnosis guideline which could help identify DVT in lung cancer and there were no similar study conducted before in Indonesia, thus this study could be a pilot study for further research focusing DVT in lung cancer.
Objective: The objective of this study is to find deep vein trombosis proportion among lung cancer patients which is determined by clinical criteria such as Wells’ score in Persahabatan Hospital.
Method: The study design is using a cross-sectional method. We examined the lung cancer patients who were hospitalized within September 2012 to Februari 2013. We excluded the lung cancer patients with infection comorbidity or who had not yet had histopathological confirmation. The hemostatis work up included PT, APTT, and D-dimer were conducted along with clinical Wells’ score criteria. Deep vein trombosis among the patients is determined by severe Wells’ score.
Results: Subjects in this study were mostly male (69,2%) with predominant age group of 51-60 years old (33,3%). Predominant histopathologic sub type was adenocarcinoma (57,7%). Mostly, 64 patients (82,1%) had D-dimer >500 and only 14 patients (17,9%) with normal D-dimer. This study found that deep vein trombosis proportion is 23,1% using Wells’ score. Clinical characteristics such as sex, age, smoking history, tumor cell type, tumor staging, performance status and hemostasis function does not have correlation with DVT but score of D-dimer >500 have correlation with DVT.
Conclusion: The DVT proportion among lung cancer patients in Persahabatan Hospital is similar found in some studies in other countries which is approximately 21%. This study revealed that the simple and practical application of Wells’ score in determining DVT is still have valueable role. Further study is needed to find the best simple and easy methods along with Wells’ score in determining DVT in daily practice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasto Harsono
"ABSTRAK
Latar Belakang: Debu kayu sebagai telah lama dicurigai sebagai salah satu penyebab karsinoma pada paru. Makalah ini bertujuan memberikan bukti adanya hubungan antara pajanan debu kayu di tempat kerja dengan kanker paru pada seorang perajin furnitur.
Metode: Dilakukan pencarian artikel berbasis online pada PubMed dan Google Scholar pada Juli 2018 dengan kata kunci wood dust dan lung cancer kemudian ditelaah secara kritis menurut kriteria penelitian egaraic yang relevan dari Oxford Center for Evidence Based Medicine.
Hasil: Telaah kritis dilakukan atas 2 studi. Yang pertama kajian meta analisis tahun 2015, menyebutkan terdapat peningkatan risiko yang signifikan antara pajanan debu kayu dengan kanker paru (RR 1,21; 95% CI 1.05 - 1,39, n=33). Sebaliknya, ditemukan risiko rendah (RR 0,63; 95% CI 0,39-0,99 n = 5) pada studi yang berasal dari egara-negara Nordik yang karakter kayunya adalah kayu lunak. Meta-analisis ini memberikan bukti kuat hubungan antara pajanan debu kayu dan kanker paru, yang sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis penelitian. Alasan untuk perkiraan efek wilayah ini masih harus diklarifikasi, tetapi mungkin menunjukkan efek diferensial untuk debu kayu keras dan kayu lunak. Studi terakhir berdesain cross sectional melakukan 2 buah penelitian dan menemukan peningkatan risiko kanker paru-paru untuk pajanan kumulatif substansial terhadap debu kayu (OR 1,4; 95% CI 1,0-2,0) dan (OR 1,7; 95% CI 1,1- 2,7).
Kesimpulan: Kedua studi yang terpilih menyatakan bahwa pajanan debu kayu meningkatkan risiko terjadinya kanker paru. Perlu adanya upaya pengendalian risiko pada pajanan debu kayu di tempat kerja.

ABSTRACT
Introduction: Wood dust has long been suspected as a cause of lung cancer. This paper provides evidence of a relationship between wood dust exposure at work and lung cancer in a furniture craftsman.
Method: Related articles were searched online on PubMed and Google Scholar in July 2018 with the keywords wood dust and lung cancer. Both were examined according to relevant etiologic research criteria from the Oxford Center for Evidence Based Medicine.
Results: Critical study was carried out on 2 studies. The first meta-analysis study in 2015 mentioned a significant increase in risk between exposure to wood dust with lung cancer (RR 1,21; 95% CI 1,05 - 1,39, n=33). Conversely, a low risk was found (RR 0,63; 95% CI 0,39 -0,99 n = 5) in studies originating from the Nordic countries where the wood character is soft wood. This meta-analysis provides strong evidence of a relationship between wood dust exposure and lung cancer, which is strongly influenced by the geographic area of ​​the study. The reason for estimating the specific effects of this area remains to be clarified, but it might show a differential effect for hardwood and softwood dust. The last cross sectional design study conducted 2 studies and found an increased risk of lung cancer for substantial cumulative exposure to wood dust with cancer control (OR 1,4 95% CI 1,0-2,0) and (OR 1,7 with 95% CI 1,1-2,7).
Conclusion: Both selected studies state that exposure to wood dust increases the risk of lung cancer, for this reason, efforts are needed to control wood dust exposure in the workplace."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wicaksono
"World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa kanker paru telah menjadi satu diantara penyebab kematian utama di seluruh dunia. Prognosis kanker paru merupakan yang paling buruk diantara jenis kanker lainnya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kesintasan dan risiko kematian pada pasien Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) dan Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan sejak Januari 2021 hingga Desember 2023 dan di foloow-up hingga September 2024 menggunakan desain kohort retrospektif. Variable yang di analisis pada penelitian ini meliputi jenis histologi, usia, jenis kelamin, ras/suku, status pekerjaan, status perkawinan, Tingkat Pendidikan, derajat merokok, jenis pasien, performance status, lateralitas tumor, clinical stage dan penatalaksanaan. Dari 938 pasien kanker paru yang dianalisis, 6.29% adalah KPKSK dan sisanya 93.71% adalah KPKBSK. Dengan median overall survival (OS) pada KPKSK adalah 142 hari dan pada KPKBSK adalh 298 hari setelah terdiagnosa selama tiga tahun pengamatan. Pada final model dikatuhi bahwa usia, derajat merokok, performance statusserta tatalaksana bermakna secara statistic terhadap risiko kematian pada pasien kanker paru setelah dikontrol variable confounding (p<0.05). Terdapat interaksi antara usia ≥60 dan jenis histologi KPKBSK yang bermakna secara statistic terhadap penurunan risiko kematian sebesar 59% setelah dikontrol oleh variable confounding (aHR 0.41 95% CI 0.26 – 0.66 p=0.000) dibandingkan dengan pasien KPKSK. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk klinisi dan menjadi referensi penelitian selanjutnya.

According to the World Health Organization (WHO), lung cancer is one of the leading causes of death worldwide. The prognosis of lung cancer is the worst among other cancers. This study aims to compare survival and risk of death in patients with small cell lung cancer (SCLC) and non-small cell lung cancer (NSCLC) at Persahabatan General Hospital from January 2021 to December 2023 and follow-up until September 2024 using a retrospective cohort design. The variables analysed in this study included histology type, age, gender, race/ethnicity, employment status, marital status, education level, smoking status, patient type, performance status, tumour laterality, clinical stage and treatment. Of the 938 lung cancer patients analysed, 6.29% had SCLC and the remaining 93.71% had NSCLC. The median overall survival (OS) in SCLC is 142 days and in NSCLC is 298 days after diagnosed during three years of observation. In the final model, it was found that age, smoking level, performance status and treatment were statistically significant on the risk of death in lung cancer patients after controlling for confounding variables (p <0.05). There was an interaction between age ≥60 and histology type of NSCLC which was statistically significant on decrease the risk of death by 59% after controlling for confounding variables (aHR 0.41 95% CI 0.26 - 0.66 p = 0.000) compared to SCLC patients. The results of this study are expected to inform clinicians and provide a reference for further research."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Narendraputri
"Latar belakang: Kanker paru menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian utama akibat keganasan di Indonesia, 85% di antaranya adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Pasien kanker paru rentan terhadap infeksi oportunistik, termasuk kriptokokosis, yaitu infeksi jamur Cryptococcus. Penelitian tentang data klinis dan keberadaan Cryptococcus pada pasien KPKBSK di Indonesia masih terbatas. Salah satu metode untuk mendeteksi keberadaan Cryptococcus adalah pemeriksaan serologi Lateral Flow Assay (LFA).
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil klinis pasien KPKBSK dan kaitannya dengan hasil pemeriksaan LFA Cryptococcus di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian dengan disain potong lintang ini dilakukan pada pasien KPKBSK yang belum dikemoterapi di RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteria inklusi. Data klinis pasien diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diambil dari rekam medis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan LFA Cryptococcus di laboratorium Parasitologi FKUI.
Hasil: Dari 77 subjek yang memenuhi kriteri inklusi, terdapat 48 (62,3%) pasien laki-laki, dengan rerata usia 59,4 tahun. Data klinis lain menunjukkan IMT 18,5-22,9 kg/m2 (53,2%), status tampilan 1 (42,9%), perokok aktif (61,0%), Indeks Brinkman ringan (42,9%), adenokarsinoma (75,3%), stadium IIIB-IV (79,2%). Riwayat komorbid yang ditemukan adalah TB (13,0%), asma/PPOK (1,3%), DM (16,9%), dan penyakit lainnya (31,2%). Proporsi hasil pemeriksaan LFA Cryptococcus positif adalah 11,7%. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara profil klinis dengan keberadaan Cryptococcus pada pasien KPKBSK.
Simpulan: Proporsi keberadaan Cryptococcus pada pasien KPKBSK yang belum dikemoterapi adalah 11,7%. Profil klinis terbanyak berupa IMT 18,5-22,9 kg/m2, status tampilan 1, perokok aktif, Indeks Brinkman ringan, jenis keganasan adenokarsinoma, dan stadium IIIB-IV. Riwayat komorbid meliputi TB, asma/PPOK, DM, dan penyakit lain. Tidak ditemukan hubungan antara profil klinis dengan keberadaan Cryptococcus pada subjek penelitian.

Background: Lung cancer is the third of leading cause of death due to malignancy in Indonesia. Eighty-five percent of them were non-small cell lung cancer (NSCLC). Lung cancer patients are prone to have the opportunistic infections, such as cryptococcosis. However, the clinical data on the exictance of Cryptococcus in NSCLC patients in Indonesia are scarce. One of the methods to detect Cryptococcus in those patients is the Lateral Flow Assay (LFA) serology test.
Aim: The study aimed to determine the association between the clinical profile of NSCLC patients with the Cryptococcal LFA test results at Persahabatan Hospital, Jakarta.
Methods: This cross-sectional study was conducted on naïve NSCLC patients at Persahabatan Hospital Jakarta, who met the inclusion criteria. The clinical data were obtained from history taking and physical examination from the medical records. Furthermore, the Cryptococcal LFA serology test was conducted at laboratory of Parasitology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
Results: Of the 77 subjects, there were 48 male patients (62.3%), and the mean age was 59.4 years old. The most common clinical profile of NSCLC patients were BMI of 18.5-22.9 kg/m2 (53.2%), performance status 1 (42.9%), active smokers (61.0%), mild Brinkman Index (42.9%), adenocarcinoma (75.3%), and cancer stage of IIIB-IV (79.2%). The comorbidities of those patients were TB (13.0%), asthma/COPD (1.3%), DM (16.9%), and other diseases (31.2%). The proportion of positive Cryptococcal LFA test results was 11.7%. There was no significant association between the clinical profiles and the presence of Cryptococcus.
Conclusion: The proportion of the Cryptococcus existance in naïve NSCLC patients was 11.7%. The most common clinical profiles were BMI of 18.5-22.9 kg/m2, performance status 1, active smokers, mild Brinkman Index, adenocarcinoma histology type, and lung cancer stage at IIIB-IV. The comorbidities of those patients were TB, asthma/COPD, DM, and other diseases. No association was found between the clinical profile of those patients and the presence of Cryptococcus.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>