Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
M. Rizki A.
"Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang menjadi salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Di Indonesia, angka mortalitas ulkus diabetik mencapai 17-30%, dengan laju amputasi sekitar 15-30%. Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan oksigenasi endotel dan merangsang produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan faktor pertumbuhan paling spesifik dan poten untuk proses angiogenesis sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TOHB berpengaruh terhadap peningkatan kadar VEGF pasien ulkus diabetik.
Metode: Dilakukan penelitian uji ktinis eksperimental dari bulan Februari 2006 sampai April 2006 terhadap 12 pasien ulkus diabetik yang mendapat TOHB 3 X 30 menit per hari selama 5 hari (kelompok TOHB) dan 10 pasien ulkus diabetik yang tidak mendapat TOHB (kelompok non-TOHB, kelompok kontrol). Kadar VEGF pada kedua kelompok diukur pada hari pertama dan hari kelima.
Hasil: Pada kelompok TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1241,325 + 237,6533 pg/ml dan setelah 5 hari nilat rerata menjadi 1244,458 + 264,5641 pg/ml, (p = 0,583). Sedangkan pada kelompok non-TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1262,350 + 227,9603 pg/ml kemudian pada hari ke-5 nilai rerata menjadi 1112,460 + 220,3795 pg/ml, (p = 0,093). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai rerata kadar VEGF antara kelompok TOHB dan kelompok nonTOHB pada hari pertama (p= 1) maupun hari kelima (p = 0,872).
Kesimpulan: Terapi oksigen hiperbarik selama 5 hari tidak meningkatkan kadar VEGF pada pasien ulkus diabetik.

Background: Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus which one of the main health problem. In Indonesia the mortality rate of diabetic ulcer is about 17-30%, while the amputation rate is about 15-30%. Hyperbaric oxygen therapy (TOHB) increase endothelial oxygenation and stimulates vascular endothelial growth factor (VEGF) as the most specific and potent growth factor for angiogenesis and increases wound heating process.
Aim of the study: The aim of the study is to know if TOHB can increase the level of VEGF in diabetic ulcer patients.
Methods: Clinical experimental study was conducted from February 2006 until April 2006 of 12 diabetic ulcer patients who received TOHB 30 minutes, 3 times a day for 5 days (TOHB group) and 10 diabetic ulcer patients as a control group who did not receive TOHB (non-TOHB group). The VEGF level in both groups was measured on days 1 and 5.
Results: In TOHB group the mean level of VEGF on day 1 was 1241.325 + 237.6533 pg/ml and became 1244.458 + 264.5641 pg/ml (p = 0.583) on day 5, while in non-TOHB group the mean level of VEGF on day | was 1262.350 + 227.9603 pg/ml and became 1112.460 + 220.3795 pg/ml (p = 0.093) on day 5. There were no significant differentiation of VEGF level between TOHB group and non-TOHB, group both on day 1 (p = 1) and day 5 (p = 0.872).
Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy for 5 days did not increase the VEGF level of diabetic ulcer patients.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang. Tindakan pembedahan radikal pada pasien dengan kanker seringkali menyebabkan komplikasi limfedema. Limfedema dapat diatasi dengan operasi transfer jaringan atau rekonstruksi limfatik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pembentukan pembuluh limfe baru dengan penambahan flap jaringan pasca diseksi kelenjar limfe, dilihat dari peningkatan ekspresi VEGF-C, infiltrasi makrofag, dan pembentukan fibrosis.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada 20 ekor tikus Sprague Clawley jantan berumur 8-12 minggu, yang dibagi rata kedalam tiap kelompok perlakuan, di Animal House Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Januari-Maret 2018. Tiap tikus akan menjalani diseksi, kemudian diacak untuk menerima flap jaringan maupun hanya diseksi inguinal, dan dievaluasi setelah 2 bulan. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada akhir penelitian untuk menilai pembentukan fibrosis dan dilanjutkan pemeriksaan immunohistokimia. Analisis data dilakukan dengan program SPSS 20.0.Hasil. Sebanyak 8 tikus 88.9 yang menerima flap jaringan menunjukkan hasil positif pada tes methylene blue dibandingkan 2 tikus 22.2 pada kelompok kontrol p < 0.05 . Pada 18 tikus tersebut, pewarnaan HE juga menunjukkan adanya pembentukan jaringan ikat pembuluh yang lebih lebar pada tikus yang diberi perlakuan, meski tidak signifikan secara statistik. Pemeriksaan immunohistokimia juga menunjukkan ekspresi VEGF-C yang lebih jelas dengan dominasi warna coklat pada tikus perlakuan p < 0.05 . Ekspresi protein CD68 juga lebih jelas pada tikus perlakuan meski perbedaannya tidak signifikan.Kesimpulan. Penambahan flap jaringan dapat membantu memperbaiki aliran limfa yang dibuktikan dengan peningkatan aliran limfe dan ekspresi VEGF-C.

ABSTRACT
Background. Radical surgeries for patients with cancer often cause lymphedema complications. Lymphedema may be solved with tissue transfer or lymphatic reconstruction surgery. This research aims to prove new formations of lymphatic vessels by the addition of tissue flap post dissection of lymphatic vessels, marked by increased expression of VEGF-C, macrophage infiltration, and fibrosis formation.Methods. This is an experimental study on 20 male Sprague Clawley mice aged 8-12 weeks, divided evenly for each experiment group, at Animal House Skill Lab Faculty of Medicine Universitas Indonesia from January-March 2018. Each mouse underwent dissection, randomized for flap addition or only inguinal dissection, and evaluated after 2 months. Histopathologic assessment was conducted at the end of study period to evaluate fibrosis formation and followed by immunohistochemistry analysis. Data analysis was conducted with statistical program SPSS 20.0Results. 8 mice 88.9 , which received tissue flap showed positive results on methylene blue test compared to 2 mice 22.2 from control group p < 0.05 . From the 18 mice, HE staining also showed wider formation of lymphatic connective tissue on flap-receiver mice, although it was not statistically significant. Immunohistochemistry analysis also showed clearer VEGF-C formation showed by brown coloration in flap-receiver mice p < 0.05 . Expression of CD68 protein was also clearer in flap-receiver mice although the difference was not significant.Conclusion. Addition of tissue flap may help improve lymphatic circulation proven by increased lymphatic circulation and VEGF-C expression.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juniarti
"Pendahuluan: Proses penyembuhan luka merupakan proses biologi yang kompleks dan dinamis yang melibatkan peran seluler, molekuler dan humoral yang terdiri atas fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi. Proses penyembuhan luka yang lambat akan menyebabkan luka kronis sehingga berbagai penelitian dikembangkan untuk mempercepat proses penyembuhan. Tingginya biaya ekonomi dan sosial bagi pemerintah dan pasien terkait dengan perawatan luka adalah motivasi penting untuk pencarian alternatif terapi baru baik sebagai obat alternatif maupun sebagai komplementer. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan percepatan proses penyembuhan luka berbahan dasar alami, yaitu ekstrak daun Jatropha multifida L. yang dinilai dengan pemeriksaan secara histologi dan imunohistokimia.
Metode: Penelitian dilakukan pada 54 ekor tikus putih jantan galur Spraque dawley yang dibuat luka sayat pada enam kelompok masing-masing 3 ekor per periode dekapitasi. Tikus diperlakukan dengan ekstrak metanol 1%, ekstrak etil asetat 1% dan ekstrak n-heksan 1% daun J. multifida L. dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (senyawa steroid), pelarut (alkohol 70%) dan negatif (tanpa perlakuan). Pemeriksaan histologi dilakukan untuk mempelajari parameter penyembuhan luka yaitu jumlah leukosit PMN, fibroblas, pembuluh darah baru, re-epitelialisasi dan kerapatan serabut kolagen. Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Fibroblast Growth Factor (FGF) dan Epidermal Growth Factor (EGF) dinilai dengan analisis imunohistokimia. Uji sensitifitas dilakukan untuk menilai keamanan pemakaian ekstrak daun J. multifida L. terhadap kulit hewan coba.
Hasil: Semua parameter yang diukur menunjukkan bahwa ekstrak metanol 1% daun J. multifida L. dapat mempercepat proses penyembuhan luka dengan hasil yang lebih baik dan lebih cepat dibanding semua kelompok kontrol. Terdapat korelasi yang sangat kuat dan bermakna antara angiogenesis dan fibroblas dengan ekspresi VEGF, fibroblas dengan ekspresi FGF dan re-epitelialisasi dengan ekspresi EGF. Uji sensitifitas menunjukkan bahwa ekstrak daun J. multifida L. tidak menimbulkan edema dan eritema.
Kesimpulan: Ekstrak metanol daun J. multifida L., dapat mempercepat proses penyembuhan luka dengan mempersingkat fase inflamasi dan fibroproliferasi dengan adanya senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya sehingga dapat menstimulasi ekspresi VEGF, FGF dan EGF dserta tidak bersifat iritatif.

Introduction: Wound healing is a complex biological process involving the dynamic role of cellular, molecular and humoral pathways in the phases of inflammation, proliferation and maturation. Various studies have been conducted to accelerate the wound healing process, because slow healing can lead to complications. The high economic and social costs for governments and patients related to wound care is an important motivation for the search of new therapeutic intervention including complementary and alternative medicine. This study aims to accelerate the process of wound healing with natural compounds, namely Jatropha multifida L. leaf extracts assessed by histological and immunohistochemical examination.
Methods: The study was conducted with 54 male white rats, Spraque Dawley strain injured by equally sized skin cuts and divided into six groups of 3 animals each. Rats were treated with methanol, ethyl acetate or n-hexane extracts of J. multifida L. leaves (3 treatment groups) and compared with steroid-treated positive controls, organic solvent (methanol 70%) and negative (no treatment) control groups. Histology examined wound healing parameters, e.g., polymorphonuclear leukocyte and fibroblast numbers, re-vascularisation, re- epithelialisation and density of collagen fibers. Expression of vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblast growth factor (FGF) and epidermal growth factor (EGF) was determined by immunohistochemistry. Sensitivity tests were conducted to assess the safety of the application of J. multifida L. leaf extracts towards the animal skin.
Results: All measured parameters showed that the methanol extract of J. multifida L. leaves accelerates the wound healing process with better results compared to all other groups. There were strong correlations of VEGF expression with angiogenesis and fibroblast numbers, between FGF expression and fibroblast numbers and between EGF expression and re-epithelialisation.
Conclusion: The methanol extract of J. multifida L. leaves can accelerate the wound healing process by shortening the inflammatory phase and reducing fibroblast proliferation through stimulation of VEGF, FGF and EGF expression."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Irawan
"Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh mutu modal manusia terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi, regional growth disparities, dan perkembangan ukuran provinsi-provinsi di Indonesia periode tahun 1994-2004. Dengan menggunakan metode fixed effect dan data panel provinsi-provinsi di Indonesia periode 1994-2007, penulis menemukan bahwa kontribusi mutu modal manusia relatif masih kecil dibandingkan dengan kontribusi modal dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Lebih jauh, fenomena regional growth disparities terjadi di Indonesia ditandai dengan perbedaan pertumbuhan tingkat output, pertumbuhan tingkat output per tenaga kerja, pertumbuhan output per kapita, dan pertumbuhan mutu modal manusia. Selain itu, ada 5 (lima) faktor penting determinasi mutu modal manusia berdasarkan model Barro dan Lee (1996). Faktor lamanya masyarakat mengeyam pendidikan, tingkat kemakmuran masyarakat, keterbukaan ekonomi daerah, dan besarnya pengeluaran pemerintah daerah di sektor pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat mutu modal manusia, sedangkan faktor pemerataan pendapatan (gini coefficient) berpengaruh negatif terhadap mutu modal manusia, artinya semakin tinggi tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat maka akan semakin rendah tingkat mutu modal manusia. Terakhir, mutu modal manusia juga mempengaruhi secara positif tingkat perkembangan ukuran provinsi (city size) di Indonesia.

This research comes to analyze the influence of human capital toward economic growth of Indonesian province, regional growth disparities, and the development of provinces size in Indonesia in 1994-2007. By using the fixed effect method and panel data of Indonesian province in Indonesia in 1994-2007, writer found that human capital contributes to economic growth of Indonesian provinces, but it is relatively small contribution compared to stock of capital and labor force as the other component of economic growth. Moreover, there is a regional growth disparities phenomenon in Indonesia due to the different level of output growth, output per worker growth, output per capita growth, and human capital growth. Besides those findings, there are five important factors to determine the human capital level based on Barro and Lee (1996). The first four factors, those are initial human capital, GDP per capita, the degree of economic openness, and government expenditure on education, influence positively the level of human capital. The last factor, on the other hand, gini coefficient influences negatively the level of human capital, which means that the equality of income distribution will increase the level of human capital. Last but not least, writer found that human capital also influences positively the development of provinces size in Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S6705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S19353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tangguh Pratysto
"Studi ini menginvestigasi tentang pengaruh proksi keterbukaan perdagangan yaitu perdagangan per PDB dan FDI inflow & outflow per PDB terhadap pertumbuhan pendapatan riil per kapita. Studi ini menggunakan data tahun 2005-2012 di ASEAN plus six (Australia, China, India, Japan, Korea, dan New Zealand). Metode yang digunakan adalah GLS efek tetap. Hasilnya ditemukan bahwa proksi keterbukaan perdagangan yaitu perdagangan per PDB dan FDI inflow & outflow per PDB secara positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan pendapatan riil per kapita.

This study investigates the impact of trade openness; trade per GDP and FDI inflow & outflow per GDP proxy to the growth of real income per capita. This study used data from 2005-2012 for 16 ASEAN members plus six countries (Australia, China, India, Japan, Korea, and New Zealand). The method used in this study is fixed effect GLS. The result shows that trade openness proxy; trade per GDP and FDI inflow & outflow per GDP positively and significantly affecting growth of real income per capita."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judith I. Elisabeth
"Berkurangnya penerimaan negara dari sektor ekspor migas mendorong pemerintah untuk mengembangkan sektor ekspor non migas sebagai alternatif sumber pemasukan negara. Dengan mengasumsikan bahwa perekonomian terdiri dari tiga sektor yaitu sektor ekspor pertanian, sektor ekspor manufaktur dan sektor non ekspor, skripsi ini membahas kontribusi dari masing-masing sektor ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dan eksternalitas yang ditimbulkan terhadap sektor non ekspor. Pembahasan juga mencakup perbandingan produktivitas input di masing-masing sektor ekspor dengan sektor non ekspor. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan studi kepustakaan dan analisa data tahunan yang mencakup periode 1964 - 1990. Regresi dilakukan terhadap model Feder yang telah dikembangkan, dengan menggunakan tehnik Ordinary Least Square. Variabel yang dianggap terikat adalah pertumbuhan ekonomi, sementara variabel bebas adalah proporsi investasi dalam pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan tenaga kerja, proporsi sektor ekspor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan sektor ekspor pertanian, proporsi sektor ekspor manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan sektor ekspor manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan produktivitas yang nyata antara sektor ekspor pertanian dan manufaktur dengan sektor non ekspor. Demikian juga dengan eksternalitas positif yang hanya dihasilkan oleh sektor ekspor manufaktur. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa meskipun sektor ekspor memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pada kenyataannya faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah akumulasi modal. Secara keseluruhan kinerja ekspor memberikan hasil yang cukup memuaskan, namun apabila diteliti secara sektoral akan terlihat ketimpangan kinerja. Oleh karena itu dibutuhkan keterlibatan pemerintah dengan intensitas yang berbeda sehingga sektor-sektor tertentu dapat mengejar ketinggalannya. Pada dasarnya sektor ekspor harus memiliki keterkaitan yang luas dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Dengan demikian diharapkan produk ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S19152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narendra Ichiputra Hariyanto
"Latar Belakang: Breast Cancer Stem Cells (BCSC) merupakan populasi sel
kanker payudara yang mempunyai sifat sel punca. BCSC menjaga stabilitas tumor
dengan menginisiasi pembentukan populasi sel kanker baru serta memberikan
kekebalan terhadap terapi. BCSC dapat berinteraksi dengan lingkungan mikro
tumor yang melepaskan berbagai sitokin dan growth factor, termasuk TGF-β1.
Melalui mekanisme autoinduksi, TGF-β1 dapat meningkatkan produksi TGF-β1
endogen dan pensinyalan autokrinnya. Pensinyalan autokrin TGF-β1 dapat
meningkatkan pengaruh tumor promotor TGF-β1 dalam perkembangan kanker
melalui penguatan karakter kepuncaan dan sifat tumorigenik. Penelitian ini
bertujuan untuk enganalisis efek pemberian TGF-β1 rekombinan manusia pada sel
punca kanker payudara (aldehyde dehydrogenase positive, ALDH+) terhadap
ekspresi marker kepuncaan melalui pensinyalan autokrin TGF-β1. Sebagai
pembanding digunakan kanker payudara subtipe triple negative (TNBC).
Metode: BCSCs manusia (ALDH+) dan TNBC (MDA-MB-231) dikultur dalam
Dulbecco's Modified Eagle Medium/Nutrient Mixture F12/HG (DMEM F12/HG)
dengan suplemen 0,1 ng/ml protein rekombinan TGF-β1 manusia (rhTGF-β1)
selama periode 1, 2 dan 4 jam. Medium kultur kemudian diganti dengan DMEM
F12/HG tanpa serum selama 24 jam. Tingkat ekspresi mRNA reseptor TGF-β tipe
1 (TβR1), TGF-β1, faktor transkripsi pengikat oktamer 4 (OCT4), dan anggota A1
keluarga aldehida dehidrogenase 1 (ALDH1A1) dianalisis menggunakan real time
reverse transcriptase polymerase chain reactions (RT-qPCR). Kadar protein TGF-
β1 dalam media kultur ditentukan dengan menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Sifat tumorigenik sel diuji dengan uji
mammosphere forming unit (MFU assay).
Hasil: Tingkat ekspresi mRNA dan protein TGF-β1 BCSC setelah perlakuan
tampak meningkat namun tidak pada TNBC. mRNA TβR1 BCSCs meningkat pada
periode perlakuan 1 dan 2 jam, sedangkan pada TNBC hanya pada periode 1 jam.
Penanda kepuncaan ALDH1A1 dan OCT4 tampak meningkat pada BCSC namun
tidak pada TNBC. Uji MFU menunjukkan sifat tumorigenik kedua kelompok sel
terutama pada periode perlakuan 2 jam tampak meningkat.
Kesimpulan: Perlakuan TGF-β1 dalam konsentrasi rendah dan dalam waktu
singkat memicu autoinduksi pada BCSCs yang menyebabkan peningkatan ekspresi
gen kepuncaan melalui pensinyalan autokrin. Sedangkan pada TNBC, peningkatan
ekspresi marker kepuncaan tidak terjadi. Namun demikian, sifat tumorigenik BCSC
dan TNBC tetap meningkat.

Background: Breast Cancer Stem Cells (BCSC) is a population of breast cancer
cells that have stem cell characteristics. BCSCs maintain tumor stability by
initiating the formation of new cancer cell populations and providing resistance to
therapy. BCSCs can interact with the tumor microenvironment which releasing
various cytokines and growth factors, including TGF-β1. Through the
autoinduction mechanism, TGF-β1 can increase endogenous TGF-β1 production
and autocrine signaling. TGF-β1 autocrine signaling can increase the tumor
promoter role of TGF-β1 in cancer development by enhancing the stemness and
tumorigenic properties. This study aims to analyze the effect of Human TGF-β1
recombinant protein treatment to breast cancer stem cells (aldehyde dehydrogenase
positive, ALDH+) on the expression of stemness marker through TGF-β1 autocrine
signaling. Triple negative breast cancer (TNBC) was used as a comparison.
Methods: Human BCSCs (ALDH+) and TNBC (MDA-MB-231) were cultured in
Dulbecco's Modified Eagle Medium/Nutrient Mixture F12/HG (DMEM F12/HG)
with 0.1 ng / ml recombinant protein of human TGF-β1 supplementation (rhTGF-
β1) over 1, 2 and 4 hour periods. The culture medium was then replaced with
DMEM F12/HG serum-free for 24 hours. The expression levels of the TGF-β
receptor type 1 (TβR1), TGF-β1, octamer-binding transcription factor 4 (OCT4),
and members of the A1 family of aldehyde dehydrogenase 1 (ALDH1A1) mRNA
were analyzed using real time reverse transcriptase polymerase chain reactions
(RT-qPCR). TGF-β1 protein levels in conditioned medium were determined using
an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The tumorigenic properties of
cells were tested by the mammosphere forming unit (MFU) assay.
Results: The expression level of mRNA and TGF-β1 BCSC protein after treatment
appeared to be increased but not in TNBC. mRNA TβR1 BCSCs increased in the
treatment period of 1 and 2 hours, whereas in TNBC only in the 1 hour period. The
markers of ALDH1A1 and OCT4 expression appeared to be increased in BCSC but
not in TNBC. The MFU test showed that the tumorigenic properties of both cell
groups, especially in the 2 hour treatment period, appeared to be increasing.
Conclusion: Treatment of TGF-β1 in low concentrations and in a short time
triggered autoinduction of BCSCs and leads to the increased expression of stemness
genes marker via autocrine signaling. Whereas in TNBC, this increase in the
expression of the stemness markers did not occur. However, the tumorigenic nature
of BCSC and TNBC continues to increase.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Permatasari
"Latar belakang: Ulkus kornea dapat menyebabkan kebutaan karena sikatriks kornea. Transplantasi kornea sebagai tatalaksana sikatriks kornea berisiko tinggi mengalami kegagalan dengan adanya neovaskular pada kornea resipien. VEGF-A diduga sebagai faktor angiogenik utama dalam terbentuknya neovaskular kornea. Berdasarkan pengamatan klinis, neovaskular kornea pada pasien ulkus kornea bakteri lebih luas dibandingkan ulkus kornea jamur, namun belum pernah dibandingkan secara ilmiah. Tujuan: Studi ini membandingkan VEGF-A air mata dan neovaskularisasi kornea antara ulkus kornea bakteri dan jamur. Korelasi antara VEGF-A dengan luas neovaskular juga dihitung. Metode: Penelitian dilakukan terhadap pasien ulkus kornea bakteri dan jamur dengan sampel foto kornea dan air mata. Pengambilan sampel dilakukan pada hari pertama kedatangan dan diulang pada minggu keempat. Analisis foto kornea menggunakan peranti lunak ImageJ® untuk menilai luas neovaskular kornea dan luas defek kornea. Analisis VEGF-A air mata menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Perbedaan dianggap signifikan jika p<0,05. Hasil: Didapatkan 12 subjek ulkus kornea bakteri dan 10 subjek ulkus kornea jamur dengan rerata usia 37 tahun. Bakteri terbanyak Pseudomonas aeruginosa. dan jamur terbanyak Fusarium sp. Defek kornea setara pada awal (bakteri 25,6% (1,8-81,5) vs jamur 22,7% (3,0-45,0), p = 0,644) dan membaik pada minggu keempat (bakteri 0,04% (0-30,5) vs jamur 2,5% (0-15,1), p=0,368). Luas neovaskular kornea pada hari pertama setara (bakteri 10,3% (2,3-37,5) vs jamur 8,0% (3,7-22,8), p = 0,262) namun pada minggu keempat lebih luas pada kelompok bakteri (bakteri 21,6% (2,3-58,0) vs jamur 11,0% (5,4-22,5), p=0,033). VEGF-A air mata setara pada hari pertama (bakteri 215,6 pg/ml (58,0-1111,6) vs jamur 339,3 pg/ml (22,7-1313,0), p=0,391) dan minggu keempat (bakteri 399,7 pg/ml (181,9-1496,3) vs jamur 743,8 pg/ml (78,7-1416,5), p=0,792). Tidak didapatkan korelasi VEGF-A terhadap luas area neovaskular kornea (hari pertama r -0,28, p=0,212, minggu keempat r -0,04 p=0,855). Kesimpulan: Perbedaan luas neovaskular pada minggu keempat diduga karena faktor proangiogenik pada bakteri yang jarasnya melalui VEGF-A serta faktor antiangiogenik pada jamur yang mengalahkan pengaruh VEGF-A. Diperlukan penelitian mendasar yang mencari faktor antiangiogenik tersebut pada jamur.

Background: Corneal ulcer can cause blindness due to corneal cicatrix. Corneal transplantation as the treatment of corneal cicatrix had higher risk for rejection or failure if the recipient’s cornea possessed neovascularization. VEGF-A was thought to be the major angiogenic factor in corneal neovascularization. Based on clinical observation, corneal neovascularization in bacterial corneal ulcers had more area than in fungal corneal ulcers, however it was never proved scientifically. Objective: This study aimed to compare tear fluid VEGF-A and corneal neovascularization between bacterial and fungal corneal ulcers. The correlation between VEGF-A and neovascular area was also measured. Methods: Corneal photograph and tear fluid samples of bacterial and fungal in corneal ulcer patients were studied. Sample was taken at the first visit and at the fourth week follow up. Corneal photograph was analyzed using ImageJ® software to measure neovascular area and defect area. Tear fluid VEGF-A was examined using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Difference was considered significant if p<0,05. Results: There were 12 bacterial corneal ulcer patients and 10 fungal corneal ulcer patients with mean age 37 years old. Most common bacteria was Pseudomonas aeruginosa and most common fungi was Fusarium sp. Corneal defect area between the groups was similar at the first visit (bacterial 25,6% (1,8-81,5) vs fungal 22,7% (3,0-45,0), p = 0,644) and improved at the fourth week (bacterial 0,04% (0-30,5) vs fungal 2,5% (0-15,1), p=0,368). Neovascular area was similar among the groups at the first visit (bacterial 10,3% (2,3-37,5) vs fungal 8,0% (3,7-22,8), p = 0,262), however bacterial group showed larger area at the fourth week (bacterial 21,6% (2,3-58,0) vs fungal 11,0% (5,4-22,5), p=0,033). Tear fluid VEGF-A was similar at the first visit (bacterial 215,6 pg/ml (58,0-1111,6) vs fungal 339,3 pg/ml (22,7-1313,0), p=0,391) and the fourth week (bacterial 399,7 pg/ml (181,9-1496,3) vs fungal 743,8 pg/ml (78,7-1416,5), p=0,792). No correlation obtained between VEGF-A and corneal neovascular area (first visit r -0,28, p=0,212, fourth week r -0,04 p=0,855). Conclusion: The difference of neovascular area at the fourth week could be due to proangiogenic factor of bacteria through its effect on VEGF-A and antiangiogenic factor in fungi that may overcome VEGF-A effect. Further study is needed to confirm the antiangiogenic factor that fungi possess."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>