Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Alsyifaa Dharmawan
"Kanker Kolorektal atau Colorectal Cancer (CRC) merupakan keganasan kanker dengan kejadian tertinggi ketiga serta menempati urutan kedua untuk angka kematian pada kanker di dunia. CRC memiliki kaitan yang erat dengan faktor lingkungan serta genetik. Penangan pada CRC dapat dilakukan dengan pemberian obat anti-kanker, radioterapi, serta pengangkatan jaringan. Pemberian obat anti-kanker merupakan langkah terapi yang umum digunakan pada kasus CRC dimana bersifat minimally invasive serta dapat menekan proliferasi sel kanker. Adapun pemberian obat anti-kanker seperti Oxaliplatin dan 5-Fluorouracil seringkali dapat menimbulkan resistensi pada sebagian pasien CRC. Pemberian bahan alam pada pengobatan anti-kanker seperti Jahe Merah (Zingiber officinale roscoe) diketahui dapat mengatasi masalah resistensi tersebut karena kandungan senyawa yang ada didalamnya seperti 6-shogaol dan 6-gingerol. Pada studi ini, dilakukan analisis secara in silico dan in vitro untuk melihat pengaruh senyawa pada Jahe Merah terhadap CRC. Menggunakan lini sel Caco-2, beberapa metode dilakukan dalam studi ini diantaranya analisis Differentialy Expressed Genes (DEGs), Protein Protein Interaction (PPI), Analisis Pengayaan, Molecular Docking, Molecular Dynamics Simulation, kultur lini sel, MTT Assay, serta validasi qRT-PCR untuk menentukan adanya pengaruh senyawa Jahe Merah pada Kanker Kolorektal. Dari hasil eksplorasi secara in silico dan in vitro diketahui bahwa terdapat gen-gen yang diekspresikan bersama pada 6-Shogaol dengan Oxaliplatin dan 5-Fluorouracil masing-masing 9 dan 81 gen yang beririsan, dimana pada analisis selanjutnya diketahui bahwa gen BAX serta TP53I3 merupakan gen yang teregulasi pada treatment Ekstrak Jahe dan obat Anti-kanker. Hasil analisis validasi qRT-PCR menunjukkan gen BAX dapat menjadi gen target karena ekspresinya ter up regulasi terhadap pemberian treatment ekstrak jahe pada sel Caco-2.

Colorectal cancer (CRC) is the third most frequent malignancy and the second leading cause of cancer death worldwide. CRC is tightly associated with environmental and genetic factors. CRC treatment options include anti-cancer medicines, radiation, and tissue excision. The administration of anti-cancer medications is a typical therapeutic procedure utilized in CRC cases since it is minimally invasive and can reduce cancer cell proliferation. Anti-cancer medications such as oxaliplatin and 5-fluorouracil can frequently produce resistance in some CRC patients. The usage of natural components in anti-cancer therapy, such as Red Ginger (Zingiber officinale roscoe), has been shown to overcome resistance due to the compounds found in it, such as 6-shogaol and 6-gingerol. In this work, both in silico and in vitro analyses were performed to determine the effect of Red Ginger components on CRC. This study used the Caco-2 cell line and a variety of methods to determine the effect of Red Ginger compounds on Colorectal Cancer, including Differentially Expressed Genes (DEGs) analysis, Protein Protein Interaction (PPI), Enrichment Analysis, Molecular Docking, Molecular Dynamics Simulation, cell line culture, MTT Assay, and qRT-PCR validation. According to the results of in silico and in vitro exploration, there are genes that are co-expressed in 6-Shogaol with Oxaliplatin and 5-Fluorouracil, 9 and 81 overlapping genes, respectively, and further analysis reveals that the BAX and TP53I3 genes are regulated in Ginger Extract and anti-cancer drug treatment. The qRT-PCR validation results demonstrate that the BAX gene can be used as a target gene since ginger extract therapy increases its expression in Caco-2 cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ausubel, Kenny
Rochester: Healing arts Press, 2000
616.994 06 AUS w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian "Isolasi Metabolit Sekunder dan Uji Aktivitas Senyawa Antikanker dari Ekstrak Buah Merah" (Pandanus conoideus Lamk). Pandanus conoideus Lamk termasuk ke dalam famili Pandanaceae. Tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Hasil kromatografi vakum cair dari fraksi Ae, Ai, Bcb, Bcb2, Bcb3 dan minyak dilakukan uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), menunjukkan bahwa dari keenam fraksi tersebut mempunyai toksisitas yang tinggi, hal ini ditunjukkan dengan nilai LC50 d" 1000 ppm, dan fraksi yang paling toksik ditunjukkan oleh fraksi Ai LC50 2,35 x 10 -9 ppm. Berdasarkan hasil GC-MS bahwa pada fraksi Ae mendapat 10 senyawa, sub fraksi Cca mendapat 10 senyawa dan minyaknya mendapat 7 senyawa. Dari fraksi EtOAc diperoleh Sub Fraksi CCea dan Cca, kedua sub fraksi dilakukan analisis spektrum Uv-Vis dan IR serta uji identifikasi metabolit sekunder mengidentifikasikan bahwa kedua sub fraksi tersebut mengandung senyawa golongan flavonoid. "
KWK 17:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ritfa Sari
"Marasi (Curculigo latifolia) merupakan salah satu tanaman dari famili Hypoxidaceae yang terdapat di Indonesia, Semenanjung Malaya hingga Indo-China. Tanaman ini secara tradisional digunakan untuk mengobati kanker, diabetes melitus, demam, infeksi mata, infeksi bakteri. Curculigo latifolia mengandung senyawa curculigine, norlignane, terpenoid, flavonoid, tannin, glikosida fenol dan turunannya yang bersifat antioksidan dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk standardisasi dan mengkaji aktivitas antimikroba dari ekstrak terpilih tanaman Curculigo latifolia terhadap bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi, uji zona hambat, uji KHM dan KBM, serta standardisasi ekstrak terpilih. Bagian tanaman yang digunakan antara lain daun, batang dan akar. Masing-masing bagian tanaman diekstraksi secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% v/v memberikan rendemen tertinggi di semua bagian tanaman, dengan nilai berkisar antara 9,3% hingga 12,64%. Uji zona hambat dari semua ekstrak yang dihasilkan, dilakukan dengan metode difusi cakram. Uji KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi. Berdasarkan hasil uji antibakteri, ekstrak etil asetat dari bagian batang menunjukkan aktivitas antibakteri paling signifikan terhadap S. aureus dan S. epidermidis, sedangkan ekstrak n-heksana dari bagian akar memberikan hasil terbaik terhadap S. epidermidis. Ekstrak terpilih ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat dari daun karena memiliki aktivitas antibakteri pada ketiga bakteri serta menjadi ekstrak dengan aktivitas tertinggi terhadap P. acne. Zona hambat ekstrak terpilih terhadap P. acne sebesar 11±1.4mm, nilai KHM sebesar 2.5%, dan KBM sebesar 5%. Analisis kualitatif menggunakan LC-HRMS menunjukkan terdapat 462 senyawa terdeteksi di dalam ekstrak terpilih Curculigo latifolia, termasuk senyawa kimia ursolic acid. Hasil standardisasi mutu menunjukkan bahwa ekstrak terpilih memenuhi standar keamanan dan kualitas, dengan kadar air kurang dari 10%, kadar abu total yang rendah, dan tidak terdeteksi adanya cemaran logam berat maupun mikroba.

Marasi (Curculigo latifolia) is one of the plants from the family Hypoxidaceae, found in Indonesia, the Malay Peninsula, and Indo-China. Traditionally, this plant is used to treat cancer, diabetes mellitus, fever, eye infections, and bacterial infections. Curculigo latifolia contains compounds such as curculigine, norlignane, terpenoids, flavonoids, tannins, phenolic glycosides, and their derivatives, which have antioxidant and antimicrobial properties. This study aims to standardize and evaluate the antimicrobial activity of the most active extract of Curculigo latifolia against Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, and Staphylococcus epidermidis. The research involved extraction, inhibition zone testing, minimum inhibitory concentration (MIC), minimum bactericidal concentration (MBC), and standardization of the most active extract. The plant parts used include leaves, stems, and roots. Each part of the plant was subjected to multilevel maceration extraction using solvents n-heksanae, ethyl acetate, and 70% ethanol. Extraction with 70% ethanol (v/v) provided the highest yield across all plant parts, with values ranging from 9.3% to 12.64%. The inhibition zone test for all extracts was performed using the disk diffusion method. MIC and MBC tests were conducted using the dilution method. Based on the antibacterial tests, the ethyl acetate extract of the stem showed the most significant antibacterial activity against S. aureus and S. epidermidis, while the n-heksanae extract of the root showed the best results against S. epidermidis. The most active extract was identified as the ethyl acetate extract of the leaves, as it exhibited antibacterial activity against all three bacteria and showed the highest activity against P. acnes. The inhibition zone of the most active extract against P. acnes was 11±1.4mm, with an MIC value of 2.5%, and an MBC value of 5%. Qualitative analysis using LC-HRMS detected 462 compounds in the most active extract of Curculigo latifolia, including the chemical compound ursolic acid. The quality standardization results indicated that the most active extract met safety and quality standards, with a moisture content of less than 10%, low total ash content, and no detectable contamination from heavy metals or microbes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Muqaddam
"Latar belakang: Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi terbanyak keempat pada wanita di dunia, sehingga tatalaksana yang tepat dengan efek samping minimal sangat dibutuhkan. Salah satu tatalaksana yang sedang dikembangkan adalah terapi menggunakan herbal jahe (Zingiber officinale) yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan sitotoksik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan dan sitotoksik ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe.
Metode: Ekstrak jahe yang diujikan adalah ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe. Aktivitas antioksidan ekstrak jahe ditentukan menggunakan metode DPPH [2,2-di(4-tert-octylphenyl)-1-picrylhydrazyl], sedangkan aktivitas sitotoksiknya terhadap sel kanker serviks HeLa ditentukan dengan metode MTT (3-(4,5-dimetilthiazol-2-yl)-2,5 difenil tetrazolium bromida) assay.
Hasil: Ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap DPPH yang tergolong aktif. Minyak esensial jahe dengan nilai IC50 sebesar 51,33 µg/mL, memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada ekstrak air rebusan jahe dengan nilai IC50 sebesar 91,79 µg/mL. Aktivitas sitotoksik ekstrak air rebusan jahe (IC50=7,33 µg/mL) dan minyak esensial jahe (IC50=7,17 µg/mL) terhadap sel kanker serviks HeLa tergolong aktif dan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe memiliki potensi unutk dikembangkan lebih lanjut sebagai antioksidan dan agen antikanker untuk terapi pengobatan kanker serviks.

Introduction: Cervical cancer is cancer with the fourth most prevalence in women in the world, therefore the proper management with minimal side effects is needed. One of the treatments being developed is therapy using ginger (Zingiber officinale) which is known previously to have antioxidant and cytotoxic activity. This study aims to compare the antioxidant and cytotoxic activity of ginger boiled-water extract and ginger essential oil.
Method: The ginger extracts tested were ginger boiled-water extract and ginger essential oil. The antioxidant activity of ginger extracts was measured by the DPPH [2,2-di(4-tert-octylphenyl)-1-picrylhydrazyl] method, whereas cytotoxic activities of the extracts against HeLa cervical cancer cells were evaluated by the MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2- yl)-2,5 diphenyl tetrazolium bromide) assay.
Result: Ginger boiled-water extract and ginger essential oil showed an active antioxidant activity against DPPH free radical. Ginger essential oil with an IC50 value of 51.33 g/mL, has a greater better antioxidant activity than ginger boiled-water extract with an IC50 value of 91.79 g/mL. Ginger boiled-water extract (IC50=7.33 g/mL) and ginger essential oil (IC50=7.17 g/mL) were classified to have an active cytotoxic activity against HeLa cervical cancer cells, and both of extracts did not show a statistically significant difference.
Conclusion: Ginger boiled-water extract and ginger essential oil both have are potential to be developed for as cervical cancer therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brenda Cristie Edina
"

Latar Belakang: Tanaman temu kunci (Kaempferia pandurata) telah diteliti memiliki efek antikanker dan berpotensi sebagai terapi target kanker payudara dengan ekspresi reseptor estrogen positif.

Tujuan: Penelitian ini menguji kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak n-heksana temu kunci dan menguji efek ekstrak tersebut dan sediaan nanopartikelnya terhadap pertumbuhan sel kanker payudara ER (reseptor estrogen) positif MCF-7. 

Metode: Rimpang temu kunci diekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana, kemudian diuji fitokimia dan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui kandungan fitokimia dalam ekstrak tersebut. Selanjutnya, dilakukan sintesis nanopartikel dari ekstrak n-heksana temu kunci. Kemudian, dilakukan uji MTT dari ekstrak n-heksana temu kunci dan nanopartikelnya terhadap sel MCF-7 untuk mengetahui laju inhibisi dan nilai IC50 sebagai tolak ukur efek antikanker kedua sampel.

Hasil:. Rimpang temu kunci berhasil diekstraksi dalam pelarut n-heksana. Berdasarkan hasil uji fitokimia, ekstran n-heksana temu kunci mengandung senyawa organik flavonoid, triterpenoid, dan tanin. Uji kromatografi lapis tipis dengan eluen non-polar (n-heksana : etil asetat = 5 : 1) menunjukkan delapan noda dengan nilai Rf masing – masing  0,12; 0,18; 0,23; 0,29; 0,41; 0,55; 0,62; 0,80. Dari hasil uji MTT, nilai IC50 dari ekstrak n-heksana temu kunci dan nanopartikelnya secara berturut – turut adalah 94,387 ± 11,667 μg/mL dan 31,298 ± 0,242 μg/mL.

Diskusi: Kandungan fitokimia dalam ekstrak n-heksana (flavonoid, triterpenoid, tanin) memiliki efek antikanker pada sel kanker payudara. Ekstrak n-heksana temu kunci dan sediaan nanopartikelnya memiliki efek antikanker yang cukup aktif terhadap sel kanker payudara ER positif MCF-7. Pembuatan sediaan nanopartikel meningkatkan transpor ekstrak n-heksana temu kunci ke dalam sel MCF-7.

Kesimpulan: Ekstrak n-heksana temu kunci dan nanopartikelnya memiliki potensi sebagai agen antikanker terhadap kanker payudara ER positif MCF-7.

 


 

Background: Finger root (Kaempferia pandurata) is a medicinal herb which has shown anticancer activity as potential targeted-therapy towards estrogen receptor positive breast cancer.

 Objective: This research was conducted to analyze the phytochemical contents of n-hexane extract of Kaempferia pandurata and its nanoparticle to the growth of estrogen positive breast cancer MCF-7 cells.

Methods: Kaempferia pandurata rhizome was extracted in n-hexane, and its phytochemical contents was analyzed by simple phytochemical test and thin layer chromatography. Nanoparticle was then synthesized from n-hexane extract of Kaempferia pandurata. Finally, the n-hexane extract of Kaempferia pandurata and its nanoparticle were then tested using MTT Assay to MCF-7 cells in order to determine their inhibition rate and IC50.

Results:. The extraction of Kaempferia pandurata rhizome in n-hexane extract was conducted successfully. Through simple phytochemical testing, n-hexane extract of Kaempferia pandurata contained flavonoids, triterpenoids, and tannins. Thin layer chromatography using non-polar eluent (n-hexane : ethyl acetate = 5 :1) showed eight spots with Rf values of 0,12; 0,18; 0,23; 0,29; 0,41; 0,55; 0,62; 0,80. MTT assay resulted in IC50 value of 94.387 ± 11.667 μg/mL and 31,298 ± 0,242 μg/mL for n-hexane extract of Kaempferia pandurata and its nanoparticle respectively.

Discussion: The phytochemical contents of n-hexane extract of Kaempferia pandurata (flavonoid, triterpenoid, tannin) was shown to have anticancer activities on breast cancer cells n-hexane extract of Kaempferia pandurata and its nanoparticle has moderately active anticancer activities towards estrogen positive breast cancer MCF-7 cells. Nanoparticle enhances n-hexane extract of Kaempferia pandurata’s entry to cancer cells.

Conclusion: N-hexane extract of Kaempferia pandurata and its nanoparticle can be a potenial anticancer agent towards estrogen positive breast cancer.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Safira Rossana
"Aktivitas antropogenik merupakan salah satu penyebab akumulasi logam berat tembaga (Cu) pada tanah. Kadar tembaga berlebih dapat menyebabkan toksisitas pada tanaman, salah satunya adalah tanaman jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku obat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian logam berat tembaga pada pertumbuhan dan mengetahui profil senyawa metabolomik rimpang jahe merah di bawah paparan tembaga (CuCl2) dengan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm. Penelitian yang bersifat eksperimental ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan 4 perlakuan berbeda dengan 6 sampel pengulangan pada setiap perlakuan. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah laju pertumbuhan, kadar air rimpang, gejala toksisitas yang dialami tanaman, dan profil metabolomik yang dianalisis menggunakan HPLC dan dilakukan pengolahan data dengan Principal Component Analysis dan Hierarchical Component Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan dan gejala toksisitas pemberian logam tembaga mulai terlihat pada konsentrasi 100 ppm dan 150 ppm. Tanaman jahe merah mampu mentolerir hingga konsentrasi 50 ppm Cu dilihat dari pertumbuhan tanaman yang normal dan belum munculnya gejala toksisitas. Hasil pengolahan PCA dan HCA menunjukkan bahwa konsentrasi Cu 150 ppm memiliki profil metabolomik yang sangat berbeda dibanding perlakuan konsentrasi lainnya.

Anthropogenic activity is one of the causes of copper accumulation in soil. Excess copper levels can cause toxicity to plants, one of which is red ginger (Zingiber officinale var. Rubrum) which is widely used by the community as a raw material for medicine. This research was conducted to study the effect of the administration of heavy metal copper on growth and to determine the red ginger profile of metabolites rhizomes under exposure of 0 ppm (control), 50 ppm, 100 ppm, and 150 ppm CuCl2. This experimental research was carried out using a completely randomized design (CRD), using 4 different treatments with 6 samples of repetition in each treatment. The growth parameters measured in this study were growth rate, rhizome water content, symptoms of toxicity experienced by plants, and metabolite profiles which were analysed using HPLC and processed with Principal Component Analysis (PCA) and Hierarchical Component Analysis (HCA). The results showed that the growth rate and toxicity symptoms caused by copper began to be seen at concentrations of 100 ppm and 150 ppm. Red ginger plant can be tolerate 50 ppm concentration of Cu seen from normal plant growth and no sign of toxicity. The results by the clustering pattern of PCA and HCA showed that concentration of 150 ppm Cu had a very different metabolite profiles compared to other concentrations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ayu Ramadanti
"Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan global. Modalitas terapi yang digunakan untuk pasien kanker payudara diataranya agen kemoterapi doksorubisin (DOX). DOX digunakan untuk pengobatan kanker dengan mekanisme interkalasi DNA dan penghambatan topoisomerase II, serta penggunaannya mengalami resistensi. Bahan alam berpotensi digunakan untuk terapi kombinasi mengatasi resistensi doksorubisin. Bahan alam yang digunakan diantaranya dari jahe merah yang mengandung 6-shogaol. Senyawa 6-Shogaol sebagai agen kemoterapi yang meregulasi ekspresi gen yang berhubungan dengan proses proliferasi sel. Pada penelitian ini dilakukan analisis ekspresi gen pada basis data Gene Expression Omnibus (GEO) terkait pengobatan doksorubisin (GSE124597) dan pemberian 6-shogaol (GSE36973) dengan tujuan mengetahui perbandingan pola ekspresi gen yang dipengaruhi keduanya terhadap sel kanker payudara MCF7. Dilakukan juga anotasi fungsi gen yang diekspresikan menggunakan Gen Ontologi (GO) dan KEGG, jejaring farmakologi menggunakan basis data STITCH, serta simulasi penambatan molekuler untuk mengetahui mekanisme kerja antikanker. Sifat antikanker doksorubisin, 6-shogaol, dan ekstrak jahe merah kemudian  dikonfirmasi secara invitro meggunakan metode MTT. Hasil analisis Diffrential Expression Genes (DEG) menghasilkan 227 DEG yang sama (DEG bersama) akibat pemberian doksorubisin dan 6-shogaol. Hasil anotasi fungsi gen dengan GO menunjukkan dari 227 DEG terkait dengan proliferasi sel melalui jalur TP53.Demikian juga terkait hasil analisis jejaring farmakologi menunjukkan doksorubisin dan 6-shogaol terhubung dengan protein TP53. Hasil analisis interaksi protein-protein (PPi) menunjukkan jalur persinyalan TP53 terhubung dengan protein CDKN1A, GADD45A, DDIT3 dan CXCL12. Penambatan molekuler senyawa doksorubisin dan 6-shogaol pada protein TP53 menghasilkan energi ikatan berturut-turut -7.97 kcal/mol dan -6.05 kcal/mol. Nilai IC50 senyawa doksorubisin, 6-shogaol, dan ekstrak jahe pada sel MCF-7 berturut-turut adalah: 15.45 µg/ml, 61.24 µg/ml dan 144.99 µg/ml. Hal ini menunjukkan 6-shogaol dapat digunakan sebagai kandidat komplementer antikanker pada sel MCF-7.

Breast cancer is still a global health problem. Therapeutic modalities used for breast cancer patients include the chemotherapeutic agent doxorubicin (DOX). DOX is used for the treatment of cancer with DNA intercalation mechanisms and topoisomerase II inhibition, and its use has experienced resistance, so a combination therapy of natural ingredients is needed. The natural ingredients used include red ginger which contains 6-shogaol. 6-Shogaol compound as a chemotherapeutic agent that regulates gene expression related to cell proliferation processes. In this study, gene expression analysis was carried out on the Gene Expression Omnibus (GEO) database related to doxorubicin treatment (GSE124597) and 6-shogaol administration (GSE36973) with the aim of knowing a comparison of gene expression patterns affected by both of them on MCF7 breast cancer cells. Functional annotations of expressed genes were also performed using Gene Ontology (GO) and KEGG, pharmacological networks using the STITCH database, as well as molecular docking simulations to determine the mechanism of anticancer action. The anticancer properties of doxorubicin, 6-shogaol, and red ginger extract were then confirmed in vitro using the MTT method. The results of the Differential Expression Genes (DEG) analysis yielded the same 227 DEGs as a result of doxorubicin and 6-shogaol administration. The results of gene function annotations with GO showed that 227 DEGs were related to cell proliferation through the TP53 pathway. Likewise, the results of pharmacological network analysis showed that doxorubicin and 6-shogaol were linked to the TP53 protein. The results of protein-protein interaction (PPi) analysis showed that the TP53 signaling pathway was connected to the CDKN1A, GADD45A, DDIT3 and CXCL12 proteins. Molecular docking of the compounds doxorubicin and 6-shogaol to the TP53 protein produces a binding energy of -7.97 kcal/mol and -6.05 kcal/mol, respectively. The IC50 values ​​of doxorubicin, 6-shogaol, and ginger extract in MCF-7 cells were: 15.45 µg/ml, 61.24 µg/ml and 144.99 µg/ml, respectively. This shows that 6-shogaol can be used as a complementary anticancer candidate in MCF-7 cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambun, Chelsea Tabitha Arthauly
"Latar Belakang: Kanker hati merupakan kanker dengan tingkat prevalensi yang tinggi baik secara global maupun nasional. Kanker hati juga menempati peringkat kelima tertinggi penyebab mortalitas di Indonesia. Tatalaksana kanker hati seperti pembedahan, transplantasi hati, ablasi termal, dan kemoterapi memiliki banyak efek samping dan memerlukan biaya yang mahal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi daun jeruk purut (Citrus hystrix DC) sebagai antioksidan dan agen sitotoksik terhadap sel kanker hati HepG2. Metode: Maserasi dan ekstraksi daun jeruk purut dilakukan menggunakan pelarut polar (etanol), semipolar (etil asetat), dan non polar (n-heksana). Uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui kandungan fitokimia ekstrak daun jeruk purut. Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun jeruk purut dilakukan dengan metode DPPH dan uji aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker hati HepG2 menggunakan metode MTT. Hasil: Ketiga jenis ekstrak mengandung flavonoid, alkaloid, dan triterpenoid, sedangkan senyawa tannin dan glikosida hanya ditemukan pada ekstrak etanol dan etil asetat. Uji KLT menunjukkan bahwa terdapat 14 komponen senyawa pada ekstrak etanol, 12 senyawa pada ekstrak etil asetat, dan 9 senyawa pada ekstrak heksana. Aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol tergolong aktif (IC50 = 68,11 µg/mL), sedangkan pada ekstrak etil asetat tergolong sedang (IC50 = 163,01 µg/mL) dan tidak aktif pada ekstrak heksana. Efek sitotoksisitas terhadap sel HepG2 pada ekstrak heksana tergolong aktif (IC50 = 19,93 µg/mL), sedangkan pada ekstrak etil asetat (IC50 = 43,54 µg/mL) dan ekstrak etanol (IC50 = 57,33 µg/mL) tergolong sedang. Kesimpulan: Ekstrak daun jeruk purut berpotensi untuk dikembangkan menjadi antioksidan alami dan terapi alternatif untuk pengobatan kanker hati.

Introduction: Liver cancer is a cancer with a high prevalence rate both globally and nationally. Liver cancer is also ranked fourth as the highest cause of mortality in Indonesia. Liver cancer management such as surgery, liver transplantation, thermal ablation, and chemotherapy have many side effects and are expensive. This research is aimed to evaluate the kaffir lime leaves (Citrus hystrix DC) as an antioxidant and cytotoxic agent against HepG2 liver cancer cells. Method: Maceration and extract of kaffir lime leaves were carried out using polar solvents (ethanol), semipolar (ethyl acetate), and non-polar (n-hexane). Phytochemical tests and thin layer chromatography (TLC) were carried out to determine the phytochemical content of kaffir lime leaf extract. The antioxidant activity test of kaffir lime leaf extract was carried out using the DPPH method and the cytotoxic activity test against HepG2 liver cancer cells using the MTT method. Results: All three types of extracts contain flavonoids, alkaloids, and triterpenoids, while tannin and glycoside compounds were only found in the ethanol and ethyl acetate extracts. TLC test showed that there were 14 compound components in the ethanol extract, 12 compounds in the ethyl acetate extract, and 9 compounds in the hexane extract. The antioxidant activity in the ethanol extract was classified as active (IC50 = 68.11 µg/mL), while in the ethyl acetate extract was classified as moderate (IC50 = 163.01 µg/mL) and inactive in the hexane extract. The cytotoxic effect on HepG2 cells in the hexane extract was classified as active (IC50 = 19.93 µg/mL), while in the ethyl acetate extract (IC50 = 43.54 µg/mL) and ethanol extract (IC50 = 57.33 µg/mL) were classified as moderate. Conclusion: Kaffir lime leaf extract has the potential to be developed into a natural antioxidant and alternative therapy for the treatment of liver cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafael Erlangga Bagas Pratama
"Kanker payudara menempati urutan kedua penyebab kematian akibat kanker tertinggi di Indonesia. Keterbatasan tatalaksana kanker payudara yang tersedia saat ini mendorong potensi tanaman herbal sebagai pengobatan alternatif, salah satunya daun suruhan (Peperomia pellucida) yang studinya masih terbatas di Indonesia. Serbuk daun suruhan dimaserasi menggunakan tiga jenis pelarut sehingga diperoleh ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana. Uji fitokimia dan KLT dilakukan untuk mengetahui jenis dan jumlah komponen fitokimia. Aktivitas antioksidan diketahui melalui uji DPPH, sedangkan sitotoksisitas terhadap sel kanker payudara MCF-7 diketahui melalui uji MTT. Adapun korelasi antara aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas ekstrak daun suruhan ditentukan melalui uji korelasi Pearson. Komponen fitokimia yang terkandung dalam ekstrak daun suruhan mencakup alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, dan triterpenoid. Uji KLT menunjukkan bahwa ekstrak daun suruhan mengandung 20 komponen fitokimia. Ekstrak etanol dan etil asetat daun suruhan menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat kuat (IC50 = 14,45 µg/ml dan 22,12 µg/ml), sedangkan ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antioksidan yang sedang (IC50 = 102,71 μg/mL). Ketiga jenis ekstrak memiliki efek sitotoksisitas yang kuat terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan kisaran nilai IC50 = 10,68 - 62,73 µg/ml. Adapun aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas ekstrak daun suruhan menunjukkan korelasi yang sangat tinggi dan bernilai positif (r = 0,99). Ekstrak daun suruhan memiliki kandungan senyawa fitokimia, aktivitas antioksidan, dan efek sitotoksisitas terhadap sel kanker payudara MCF-7. Semakin kuat aktivitas antioksidan ekstrak daun suruhan, semakin kuat juga efek sitotoksisitasnya. Oleh karena itu, ekstrak daun suruhan berpotensi untuk dikembangkan menjadi agen terapeutik dalam tatalaksana kanker payudara.

Breast cancer is the second most common cancer to cause mortality in Indonesia. Suruhan leaf (Peperomia pellucida), whose research is still limited in Indonesia, has the potential to be used as an alternative treatment for breast cancer due to the limitations of currently existing therapies for the disease. Suruhan leaf powder was macerated in three solvents to produce ethanol, ethyl acetate, and n-hexane extract. The type and amount of phytochemical were determined using phytochemical and TLC assays. Antioxidant activity was assessed using the DPPH method, and cytotoxicity effect on MCF-7 cells was determined with the MTT method. The correlation between antioxidant activity and cytotoxicity was determined using the Pearson correlation test. The suruhan leaf extract comprises alkaloids, flavonoids, tannins, steroids, and triterpenoids. TLC assay identified 20 phytochemical components within the suruhan leaf extract. The ethanol and ethyl acetate extracts displayed very strong antioxidant properties (IC50 = 14.45 µg/ml and 22.12 µg/ml), while the n-hexane extract exhibited moderate antioxidant activity (IC50 = 102.71 µg/ml). All three extract types demonstrated strong cytotoxicity effect against MCF-7 breast cancer cells, with IC50 values ranging from 10.68 - 62.73 µg/ml. The antioxidant activity and cytotoxicity effect showed a very high correlation and had a positive value (r = 0.99). Suruhan leaf extract possesses phytochemicals, antioxidant activity, and cytotoxicity against MCF-7 breast cancer cells. The stronger the antioxidant activity of suruhan leaf extract, the stronger the cytotoxic effect. Therefore, suruhan leaf extract has the potential to be developed as a breast cancer therapeutic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>