Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kramer, Hans Martin
"Although Japan since the 1920s witnessed unemployment, no system of unemployment insurance existed in Japan until after the end of World War II. Historians of welfare and labor have taken this to mean that the prewar Japanese government deviated from international standards of welfare policy, an argument that ties into notions of Japan as a liberal welfare state in the literature on varieties of capitalism and welfare-state regimes. The present paper confronts this type of argument from two angles. First, the type of unemployment that Japanese society faced in the 1920s was substantially different from that the advanced industrialized countries in Europe, North America, and Oceania had to deal with, as can be shown by analyses of the structure of the work force. Second, the main problem actually posed by unemployment in Japan, i.e. the situation of day laborers, was addressed, albeit not by the central state, but by municipal governments who installed local relief associations. If one acknowledges the potential of historical studies to contribute to social science typologies, the results of the present paper show that the claim that Japan is a liberal welfare state regime is difficult to sustain."
Oxford: Institute of Social Science, University of Tokyo, 2013
SSJJ 16:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ehrenkrantz, Ezra.
New York : McGraw-Hill, 1989
720.285 EHR a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Andika Setiawaty
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis mengenai hubungan pemerintah dan pebisnis dalam merespon masalah pengangguran di Jepang. Hal ini penting mengingat negara Jepang dalam dua dekade ini menunjukkan tingkat pengangguran yang rendah dibandingkan negara lain. Kondisi ini tentu tidak dapat dicapai jika hanya diusahakan oleh satu pihak saja, yaitu pemerintah. Pemerintah mendapat bantuan dari pihak lain, seperti pebisnis yang menjadi tempat tujuan bagi para pencari kerja. Penelitian ini berargumen bahwa faktor kekuasaan antara pemerintah dan pebisnis mempengaruhi cara penanganan dalam menghadapi pengangguran. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur/kajian pustaka. Metode penelitian yaitu deskriptif, digunakan untuk analisis data yang telah diperoleh. Pengolahan data dilakukan dengan perspektif power relations dan teori power cube oleh John Gaventa yang menjadi landasan dalam menganalisis. Menurut Gaventa untuk analisis kekuasaan memiliki ruang partisipasi dan bentuk kekuasaan. Ruang partisipasi terdiri dari ruang tertutup, ruang diundang, dan ruang diklaim atau dibuat. Bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan terlihat, kekuasaan tak terlihat, dan kekuasaan tersembunyi. Peneliti menemukan bahwa labor reform dan pemberdayaan sumber daya manusia oleh pemerintah merupakan upaya economic survival Jepang, dari stagnansi ekonomi yang telah dilalui Jepang sejak 1990-an. Berdasarkan hasil penelitian, diambil kesimpulan penurunan angka pengangguran yang lebih besar pada masa pemerintahan PM Abe dibandingkan dengan masa pemerintahan PM sebelumnya dipengaruhi oleh ruang partisipasi dan bentuk kekuasaan yang digunakan pemerintah. PM Abe tidak hanya menggunakan ruang tertutup tapi juga ruang di undang, melalui pemberdayaan SDM bersama pebisnis dan memberikan ruang kerja yang besar untuk pekerja non reguler dan wanita. Sedangkan bentuk kekuasaan, PM Abe menggunakan kekuasaan terlihat, yaitu kekuasaannya sebagai PM Jepang dan kekuasaan tak terlihat, yaitu merubah pandangan masyarakat mengenai peran wanita dan pria di Jepang secara perlahan. Keberhasilan strategi PM Abe dalam mengurangi pengangguran, karena kebijakan yang dibuat PM Abe memberikan keuntungan bagi kepentingan masing-masing pihak. Baik dari pihak pemerintah, pebisnis, dan masyarakat tidak ada yang dirugikan.

ABSTRACT
This study analyzes about government and business relations for responding the problem of unemployment in Japan. This is important because Japan in the past two decades shows a low unemployment rate compared to other countries. The result is not realizable if only cultivated by one party, such as government. The government gets help from others, such as business who become the destination for job seekers. This research argues that factor of power relations between government and business influences the way of handling unemployment. This research is a qualitative research, with data collection technique through literature study or literature review. Research methods is descriptive, used for data analysis that has been obtained. Furthermore, power relations perspective and power cube by John Gaventa became the foundation for analysis. According to Gaventa for power analysis has space of participation and form of power. The space for participation consists of closed spaces, invited space, and claimed or created space. The form of power, consists of visible power, invisible power, and hidden power. Researchers found that labor reform and empowerment of human resources by the government is Japan 39 s economic survival effort, from the economic stagnation that Japan has passed since the 1990s. Based on the results, it concluded that decrease in the greater unemployment rate during the regime of Abe compared to the previous Prime Minister administration was influenced by the space of participation and the form of power used by the government. PM Abe not only uses the closed space but also the invited space, through empowering human resources with business and providing large work space for non regular workers and women. As for the form of power, Prime Minister Abe used his visible power, power as the prime minister of Japan and invisible power, that slowly change society 39 s view about the role of women and men in Japan. The success of Prime Minister Abe 39 s strategy in reducing unemployment, because the policies made by PM Abe provide benefits for each party 39 s interests. Both from the government, businessmen, and society no one got harmed."
2018
T50150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kartika Cendrasari
"Seperti umumnya negara-negara berkembang, Indonesia ditandai dengan kelebihan tenaga kerja atau labor surplus economy. Hal ini berarti bahwa jumlah angkatan kerja yang ada lebih banyak dari kesempatan kerja yang tersedia, oleh karena itu maka sebagian angkatan kerja terpaksa tidak dapat memperoleh pekerjaan (penganggur) atau sebagian sudah bekerja tetapi belum berdaya guna secara optimal (setengah penganggur). Namun demikian angka pengangguran di Indonesia relatif kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara maju yang memberlakukan sistim tunjangan sosial. Di Indonesia, tidak adanya tunjangan dari pemerintah menyebabkan angkatan kerja yang menganggur apabila tidak mendapat dukungan finansial dari keluarganya atau diri sendirinya, sangat kecil kemungkinan mereka untuk berdiam diri tanpa menghasilkan sesuatu. Akibatnya mereka bersedia bekerja apapun walaupun dengan penghasilan yang sedikit, sehingga angka pengangguran terbuka di Indonesia relatif kecil.
Bagi masyarakat Indonesia, pendidikan merupakan sesuatu yang mahal, hanya keluarga yang relatif kaya yang mampu menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga umumnya tenaga kerja terdidik datang dari keluarga berada. Apabila suatu keluarga mampu menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tinggi, biasanya keluarga tersebut akan mampu membiayai anakanya menganggur dalam proses mecari kerja. Maka tidak mengherankan apabila kelompok tenaga kerja terdidik yang mampu menjadi full timer dalam mencari pekerjaan. Sebaliknya pencari kerja tak terdidik biasanya datang dari keluarga kurang mampu dimana tidak mampu membiayai masa menganggur lebih lama, sehingga mereka terpaksa harus menerima bekerja apa saja. Dalam studi ini dengan menggunakan data Sakerti tahun 1993 diperoleh hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin tanpa variabel kontrol ternyata proporsi pengangguran perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Janis kelamin mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Perempuan mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dan bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal, proporsi penganggur perempuan lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan, demikian pula dengan laki-laki.
Dilihat dari kelompok umur tanpa menggunakan variabel kontrol, ternyata proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan kelompok umur yang lain. Mereka yang berusia 35 tahun keatas mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan yang berusia muda. Setelah dikontrol dengan variabel tempat tinggal, ditemukan bahwa baik di perkotaan maupun pedesaan proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan yang berusia lebih muda.
Ditinjau dari segi pendidikan, tanpa menggunakan variabel kontrol, mereka yang berpendidikan SD/Tidak Sekolah mempunyai resiko menganggur lebih besar dibandingkan yang berpendidikan di atasnya. Dengan menggunakan variabel kontrol tempat tinggal, terlihat di perkotaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan tinggi (Diploma/universitas) lebih tinggi daripada yang berpendidikan dibawahnya, sedangkan di pedesaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan SLTA lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lainnya. Bila dilihat dari segi status perkawinan tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, ternyata mereka yang kawin resiko menganggurnya lebih tinggi dibandingkan yang belum kawin. Namun bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara proporsi penganggur yang berstatus kawin dengan yang berstatus kawin.
Dilihat dari pengalaman kerja tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, terlihat bahwa proporsi penganggur yang belum pernah bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan yang pernah kerja. Pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Mereka yang belum pernah kerja sebelumnya mempunyai resiko untuk menganggur dibandingkan dengan yang berpengalaman kerja. Dengan mengontrol variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa di perkotaan mereka yang berpengalaman kerja mempunyai resiko menganggur lebih kecil dibandingkan dengan yang belum pernah bekerja sebelumnya, pals yang sama ditemui di pedesaan. Dari segi pendapatan keluarga tanpa atau dengan memperhatikan variabel kontrol, ditemukan bahwa pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T1196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyana Iskandarsyah
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burns, Arthur F.
Washington: American Enterprise Institute, 1967
331.13 BUR f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1992
331.13 UND
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Resty Sopiyono
"Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) usia muda di Indonesia tertinggi kedua (19,68 persen) dibandingkan sebelas negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada tahun 2018. TPT usia 15-24 tahun pada tahun 2018 hampir empat kali TPT total. Pengangguran memberikan dampak yang luas, baik bagi negara, bagi penganggur itu sendiri, dan juga bagi masyarakat. Dibandingkan dengan penganggur usia yang lebih tua, remaja sangat rentan terhadap dampak negatif pengangguran. Pengangguran yang terjadi pada orang tua dapat menyebabkan transmisi antargenerasi kepada anaknya. Pengangguran orang tua dapat mengurangi investasi orang tua pada anak-anak mereka yang mengarah pada penurunan pencapaian pendidikan dan penurunan prospek pekerjaan ketika dewasa. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh orang tua yang menganggur pada masa kanak-kanak terhadap penggangguran usia muda dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2007 dan 2014.
Hasil regresi multinomial logistik menunjukkan bahwa status pengangguran ayah di masa kanak-kanak berpengaruh secara signifikan hanya pada kuintil pendapatan 40 persen terendah. Anak yang ayahnya menganggur ketika mereka berumur 8-17 tahun lebih cenderung menjadi pengangguran di usia muda daripada keluar dari angkatan kerja. Hal ini menunjukkan adanya transmisi pengangguran antargenerasi pada rumah tangga dengan kelompok ekonomi rendah.

The youth unemployment rate in Indonesia is the second highest (19,68 percent) among the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) countries in 2018. Indonesian youth unemployment rate in 2018 is almost four times the total unemployment rate. Unemployment has broad effects, for the country, for the unemployed themselves, and also for society. Compared to older unemployed, youth are very vulnerable to the negative effects of unemployment. Unemployment that occurs in parents can cause intergenerational transmission to their children. Parental unemployment can reduce parental investment in their children which leads to a decrease in educational attainment and a decrease in employment prospects as adults. This study aims to investigate the effects of unemployed parents in childhood on youth unemployment using the 2007 and 2014 Indonesian Family Life Survey (IFLS) data.
The results of multinomial logistic regression indicate that fathers unemployment status in childhood age of youth, only significantly affects the youth unemployment status in the lowest 40 percent income group. Children whose father was unemployed in their childhood age, are more tend to be unemployed at young age instead of being out of the labor force. This shows the existence of intergenerational unemployment transmission in households with low economic group."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T54944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, Dennis
London: Exel Manges, 2002
725.82 SHA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"This volume contains the proceedings of the 11th International Conference on Structural Analysis of Historical Constructions (SAHC) that was held in Cusco, Peru in 2018. It disseminates recent advances in the areas related to the structural analysis of historical and archaeological constructions. The challenges faced in this field show that accuracy and robustness of results rely heavily on an interdisciplinary approach, where different areas of expertise from managers, practitioners, and scientists work together.
Bearing this in mind, SAHC 2018 stimulated discussion on the new knowledge developed in the different disciplines involved in analysis, conservation, retrofit, and management of existing constructions. This book is organized according to the following topics: assessment and intervention of archaeological heritage, history of construction and building technology, advances in inspection and NDT, innovations in field and laboratory testing applied to historical construction and heritage, new technologies and techniques, risk and vulnerability assessments of heritage for multiple types of hazards, repair, strengthening, and retrofit of historical structures, numerical modeling and structural analysis, structural health monitoring, durability and sustainability, management and conservation strategies for heritage structures, and interdisciplinary projects and case studies.
This volume holds particular interest for all the community interested in the challenging task of preserving existing constructions, enable great opportunities, and also uncover new challenges in the field of structural analysis of historical and archeological constructions."
Switzerland: Springer Cham, 2019
e20502410
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>