Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Laut sebagai masa depan bangsa merupakan visi pemerintahan Jokowi-JK. Lahirnya kesadaran baru ini diimplementasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya Menteri Susi Pudjiastuti, melalui program tiga pilar: kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Pilar tersebut dipilih berdasarkan pemahaman utuh dan menyeluruh pada aspek makro, mikro, sumber daya, dan anggaran yang ada.
Dalam waktu singkat—tiga tahun terakhir ini—KKP langsung menata seluruh sektor kelautan dan perikanan. Hasilnya, bisa dilihat dan dirasakan, antara lain: birokrasi yang semakin mudah, menurunnya penangkapan ikan ilegal, membaiknya stok ikan nasional, naiknya ekspor komoditas laut, serta meningkatnya nilai tukar nelayan."
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2018
354.57 IND l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S26380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"An upwelling isa an oceanographic phenomenon that involves wind-driven motion of dense, cooler and usually nutrient - rich water towards the ocean surface, replacing the warmer, usually nutrient - depleted surface water...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010
639.2 IND i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sulaiman Mamar
"ABSTRAk
Pembangunan masyarakat desa sudah lama menjadi bahan perbincangan para perencana pembangunan dan obyek penelitian para ilmuan, terutama di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Obyek pembahasannya biasa difokuskan pada bidang-bidang tertentu seperti: masalah kependudukan dan lingkungan hidup, masalah kesehatan, masalah pendidikan, masalah pertanian, masalah perikanan dan lain-lain yang pada dasarnya mencari jalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Masalah perikanan yang tersebut terakhir termasuk salah satu diantaranya yang mendapat prioritas dan telah digalakkan pembangunannya oleh pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun belakangan ini sesuai dengan arah pembangunan melalui Pelita demi Pelita. Pada Pelita kelima (GBHN 1988: 67-68) antara lain disebutkan :
?? Perhatian khusus perlu diberikan kepada usaha perlindungan dan pengembangan perikanan rakyat dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan serta memajukan desa-desa pantai. Dalam usaha pengembangan tersebut perlu ditingkatkan peranan koperasi serta keikutsertaan usaha swasta".
Berdasarkan arah dan tujuan pembangunan perikanan rakyat dan desa-desa pantai tersebut, maka pemerintah melalui para ilmuan dan perencana pembangunan telah menggalakkan aktivitas pembangunan perikanan dengan cara mengintroduksi teknologi perikanan berupa perahu motor tempel beserta alat penangkap ikan yang canggih. Menurut hasil survey sosial ekonomi perikanan laut (Dirjen Perikanan, 1978: 10), pembangunan perikanan laut melalui introduksi perahu motor tempel telah dilakukan sejak tahun 1955 sampai tahun 1980-an. Akan tetapi hasilnya belum banyak memperlihatkan peningkatan pendapatan dan taraf hidup para nelayan didesa-desa pantai Indonesia. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan sebagai faktor penyebabnya, antara lain:
1. Masalah kemiskinan yang sampai kini masih mendominasi sebagian besar rumah tangga nelayan. Pada tahun 1982/1983 tercatat sekitar 60% rumah tangga nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan (lihat Buletin Nelayan, 1982: 1).
Karena para nelayan tergolong miskin, maka mereka tidak memiliki modal, kurang memiliki skill dan jaringan sosial yang memungkinkan mereka memiliki serta mengoperasikan peralatan modern. Dengan demikian, para nelayan tetap mempergunakan peralatan dan cara-cara tradisional dalam menangkap ikan. Menurut Soegiarto (dalam Pieris, 1998: 47), sampai sekarang ini 95% produksi ikan di Indonesia berasal dari rakyat dengan cara penangkapan tradisional.
2. Masalah mekanisasi yang bukan sekedar memperkenalkan teknologi, tetapi membawa dampak sosial budaya dan lingkungan yang tidak kecil. Misalnya terjadi ketegangan dan kerawanan sosial dikalangan para nelayan, menurunnya jumlah rumah tangga nelayan, dan terjadinya pengurusan sumber hayati ikan pada wilayah-wilayah perairan terentu (Lubin dalam Buletin Nelayan, 1982: 4), yang tidak diikuti dengan meningkatkannya kesejateraan mereka. Akibatnya dapat diperkirakan semakin meningkatnya kesenjangan antara pemilik modal dan nelayan kecil. Hal itu tercermin dalam kasus-kasus ketegangan yang teriadi dikalangan para nelayan.
Ketegangan dan kerawanan sosial yang telah terjadi sebagai konsenkuensi penerapan teknologi yang tidak dimaksudkan (Unitended concenquences) antara lain seperti kerusuhan dan pembakaran rumah serta perahu motor di Muncar Bayuwangi (lihat Emerson, 1977), Kasus kemacetan kredit perahu motor dan dikenakannya PHK buruh nelayan di Jawa Tengah (Buletin Nelayan, 1983: 9), Kasus bentrokan antara nelayan tradisonal dan nelayan pukat teri di Sumatra Utara (Wudianto dalam Buletin Nelayan, 1983: 21), dan masih banyak kasus lain yang tidak sempat dikemukan dalam bagian ini.
Sementara itu, menurunnya sumberdaya ikan di wilayah perairan tertentu terutama disebabkan oleh adanya pemusatan pengoperasian alat penangkap ikan yang canggih yang dilakukan oleh dilakukan oleh investor asing. Misalnya, di perairan Selat Malaka, selat Sulawesi, pantai utara Jawa, perairan Riau dan lain telah terjadi overfishing (Lubis dalam Buletin Nelayan, 1984, Mubyarto, 1988). Bahkan di perairan Jepara pada tahun 1973 sampai dengan 1977, setiap, nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan sebesar 58% (Plubyarto, 1984: 1B). Peta tingkat pemanfaatan ikan di?.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Gianova
"Penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) adalah fenomena global yang secara terus-menerus menimbulkan ancaman besar terhadap keberlanjutan sumber daya perikanan, dan itu terjadi tidak hanya di dalam yurisdiksi nasional tetapi juga di laut lepas. Skala penangkapan ikan IUU di laut lepas semakin kuat, mengingat fakta bahwa laut lepas adalah daerah yang sangat luas yang tidak tertutup, dengan pengawasan, pemantauan, dan penegakan yang lemah. Situasi ini memfasilitasi praktik penangkapan ikan ilegal untuk terus terjadi tanpa intervensi. RFMO sebagai organisasi regional yang menangani isu-isu mengenai konservasi dan pengelolaan perikanan laut lepas menjadi salah satu platform terkuat dalam menegakkan langkah-langkah untuk mencegah, menghalangi, dan menghilangkan IUU fishing. Namun, konservasi dan pengelolaan RFMO harus diikuti oleh kemauan dan komitmen serius dari anggota dan non-anggota untuk mematuhi dan menerapkan langkah-langkah yang diadopsi oleh RFMO tertentu. Jika instrumen dan langkah-langkah hukum internasional yang diadopsi oleh RFMO dilaksanakan secara konsisten dan efektif, masalah IUU memancing di laut lepas dapat diselesaikan.

Illegal, unreported and unregulated fishing (IUU) is a global phenomenon that continually poses a major threat to the sustainability of fisheries resources, and it occurs not only in national jurisdictions but also in the high seas. The scale of IUU fishing in the high seas is getting stronger, given the fact that the high seas is a vast area that is not covered, with weak supervision, monitoring and enforcement. This situation facilitates illegal fishing practices to continue to occur without intervention. RFMO as a regional organization that handles issues concerning the conservation and management of open sea fisheries is one of the strongest platforms in enforcing measures to prevent, hinder, and eliminate IUU fishing. However, conservation and management of RFMO must be followed by a serious willingness and commitment from members and non-members to comply with and implement the steps adopted by certain RFMO. If the instruments and international legal measures adopted by RFMO are implemented consistently and effectively, the problem of IUU fishing in the high seas can be resolved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis atribut penentu keberhasilan program kapal bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Metode analisis data yang digunakan adalah RAPFISH dengan menggunakan multidimesnional scalling (MDS) pada dimensi sosial, kelembagaan, dan ekonomi. Hasil analisis MDS mengindikasi nilai stress pada semua dimensi mendekati nol, yang artinya ketepatan pengukuran konfigurasi atribut keberhasilan program dalam suatu titik adalah cukup tepat. Pada dimensi kelembagaan, prioritas untuk meningkatkan keberhasilan program Kapal bantuan adalah penguatan pada atribut kelembagaan keuangan mikro, lembaga sosial, lembaga penyuluh, penguatan kelompok pengawas dan kelompok nelayan. Pada dimensi sosial titik berat implikasi kebijakan pada atribut peningkatan partisipasi masyarakat dalam program Kapal bantuan, peningkatan kerjasama dalam usaha perikanan tangkap, peningkatan jumlah desa yang memperoleh bantuan kapal, dan penguatan keterlibatan masyarakat adat dalam program Kapal bantuan. Pada dimensi ekonomi, atribut yang tersensitif yang mempengaruhi keberhasilan program Kapal bantuan adalah alternatif usaha selain usaha perikanan tangkap, keuntungan usaha dari perikanan tangkap, subsidi terhadap perikanan tangkap, tenaga kerja dalam hal ini nelayan atau ABK yang menjalankan kapal bantuan, ketersediaan SDM. Diharapkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap memperhatikan budaya one day fishing pada masyarakat pesisir, kebiasaan masyarakat terhadap (alat tangkap dan ukuran kapal), transfer knowledge, dan faktor kualitatif lainnya, tidak hanya memperhatikan faktor kuantitatif seperti potensi perikanan pada setiap daerah, jumlah nelayan, jumlah produsi, jumlah kapal, jumlah KUB (Kelompok Usaha Bersama), dan keberadaan pelabuhan perikanan."
JPKSY 14:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perspektif, dinamika dan aspirasi nelayan terhadap usaha kesejahteraan sosial di Kota Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang dianalisis secara deskriptif, sumber data primer berasal dari informan nelayan yang tergabung dalam rumah kerang, data sekunder berasal dari literatur berupa hasil penelitian terdahulu dan buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Penentuan lokasi ditentukan secara purposive dengan alasan bahwa di Tanjungbalai merupakan salah satu pelabuhan yang strategis, sedang teknik pengumpulan data melalui wawancara dan opservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan di Kota Tanjungbalai bergantung pada sumberdaya laut yaitu ikan dan kerang, melalui sistem koperasi yang disebut rumah kerang diharapkan memberikan kesejahteraan bagi nelayan. Perspektif nelayan terhadap usaha kesejahteraan sosial masih mendasarkan pada kekuatan religi. Rekomendasi bagi pemerintah diharapkan mengatur regulasi zona penangkapan ikan, penggunaan alat tangkap yang menghargai ekosistem, pemberantasan pungutan liar dan rentenir terhadap nelayan kecil. Bagi nelayan kecil agar mendapatkan bimbingan, kesadaran hukum dan menjaga ekosistem laut serta upaya pemberdayaan nelayan melalui fasilitas pemberdayaan, diversifikasi pekerjaan adan budidaya ikan dalam keramba."
JPKSY 14:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suyogi Imam Fauzi
"ABSTRAK
Indonesia has a potential fishery resources around 6.4 million tons per year. Nonetheless, fishery resources that can be caught are limited in the amount of 5.2 million tons per year, because the rest of it still have to be maintained at the sea for continuous proliferation and scarcity prevention. In fact, fishery production is only collecting 4.7 million tons per year. Consequently, it remains 0.5 million tons per year, which is a good potential. This condition indicates that fishery resources have not been used optimally. Facing this challenges, government try to create regulations and policies. One of those things is blue revolution which is implemented by running Minapolitan policy, that is based on blue economy principle. The thing that has to be emphasized about this policy iscentral and local government are suggested to build synergy between each other to make the realization of this policy is successful. Actually, there is a region that has applied the Minapolitan policy, namely Cilacap Regency (Kabupaten Cilacap). Unfortunately, the fishery resources have not been used maximally as if it has become an old problem waiting for being solved. Based on the problem, this writing attempt to explain the implementation of Minapolitan policy and obstacles that may be faced during theprocess, in particular at Cilacap Regency, as a result of comprehensive research and study. The research method used is Sosio-Legal with qualitative approach and presented descriptively."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2016
340 UI-JURIS 6:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leonard
"Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau UNCLOS 1982 (United Nation Convention of the Law of the Sea), Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah perairan yang meliputi perairan pedalaman, laut territorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen (LK), dan laut lepas. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan berbatasan dengan sepuluh negara. Hal tersebut menyebabkan delimitasi batas maritim merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Permasalahan delimitasi batas maritim Republik Indonesia dengan Malaysia bersumber dari ketidakjelasan batas-batas negara dan status suatu wilayah yang saling bertumpang tindih menurut versi masing-masing. Situasi inilah yang menjadi sumber konflik khususnya dalam penegakan hukum terhadap IUU Fishing dalam wilayah Overlapping terutama mengenai klaim yurisdiksi batas-batas maritimnya. Implikasi nyata dari belum selesainya batas maritim ini jelas akan menimbulkan permasalahan penegakan hukum di daerah overlapping claim. Permasalahan yang sering timbul ketika proses negosiasi delimitasi batas maritim sedang berlangsung adalah apabila terjadi pelanggaran ketentuan hukum nasional dari kedua negara, sehingga sering menimbulkan ketidak pastian hukum terkait siapa yang memiliki kewenangan untuk menegakkan ketentuan hukum nasional di perairan perbatasan yang belum ditentukan diantara kedua negara. Ketidakpastian tersebut sering berakibat pada penangkapan nelayan kedua negara. Terkait hal tersebut UNCLOS 1982 hanya memberikan kewajiban kepada kedua negara untuk membentuk pengaturan sementara di perairan perbatasan yang belum ditentukan untuk mencegah terjadinya konflik. Tesis ini lebih lanjut akan menganalisa mengenai bagaimana hukum nasional dan internasional serta praktek negara-negara terkait penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan.. Berdasarkan praktek negara dan hukum internasional penegakan hukum berdasarkan klaim unilateral di perairan perbatasan yang belum ditentukan (overlapping claim) dapat menimbulkan konflik dan memperlambat penyelesaian delimitasi batas maritim antara kedua negara.. Penyelesaian batas maritim tersebut dilakukan secara diplomasi melalui perundingan batas sesuai dengan UNCLOS 1982. Tesis ini akan memberi gambaran, menemukan fakta dan data baru serta meneliti tentang wilayah perairan overlapping dan menjelaskan status terakhir delimitasi batas maritim Indonesia dengan Malaysia dan bagaimana implementasi penegakan hukum terhadap IUU Fishing di area itu.

In accordance with the provisions of the United Nations Convention of the Law of the Sea (UNCLOS), Indonesia as an archipelagic state has a water area containing the internal waters, territorial sea, contiguous zone, exclusive economic zone (EEZ), Continental Shelf (CS), and high seas. Indonesia as the largest archipelagic country in the world has a very long coastline and is bordered by ten countries. This makes delimitation of the maritime boundary is genuinely important for Indonesia. The process of maritime boundary delimitation Indonesia between Malaysia often source from undefined borders and overlapping claim according to each countries version. The problem that often arises when the maritime boundary delimitation negotiation process is underway is if there is a violation of the provisions of the national law of both countries, which often leads to legal uncertainty over who has the authority to enforce national law provisions in the unresolved maritime boundary between the two countries. Such uncertainty often results in interception of violations occurring in undefined border waters by the two disputing countries. In this regard, UNCLOS only provides obligations to both countries to establish provisional arrangements in undefined border waters to prevent conflicts. This thesis will further analyze the national and international regulations as well as the practice of law enforcement both countries in overlapping claim waters. The completion of the maritime border diplomacy is conducted through the boundary negotiations in accordance with UNCLOS 1982. This paper will gives overview, to discover new facts and to researches about waters area in overlapping claim and to explain the latest status of Indonesian maritime boundary delimitation with Malaysia and to what extent the implementation of law enforcement in those areas."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>