Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Fadel
"This paper explores the intersections of Islamic law, collective obligations, and the pursuit of global justice in the context of capitalism-induced instability. The author argues that the contemporary global order is marked by a state of “abnormality” due to capitalism’s dynamic nature of “creative destruction,” rendering traditional Islamic jurisprudence (fiqh) inadequate for addressing modern challenges. Instead, the concept of collective obligations (furūḍ kifāya) in Islamic law offers a promising framework for managing these crises. This paper examines the potential for Islamic legal principles to confront global issues such as inequality and poverty, emphasizing the necessity of reflexive, adaptive jurisprudence grounded in democratic governance and public good. By reimagining Islamic law to focus on collective welfare and institutional reform, Muslim-majority states could play a pivotal role in fostering a more just global order. The paper concludes by stressing the urgent need for political will and collaborative action, informed by Islamic values, to address the systemic inequalities perpetuated by the capitalist global order."
Depok: UIII Press, 2024
297 ISR 3:2 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
346.02 HUK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cracknell, D.G.
London: Old Bailey Press, 2002
346.02 CRA o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Devitri Anita Harun
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hak dan kewajiban yang terdapat di dalam Perjanjian Kerjasama Joint Operating Body (JOB) beserta status hukumnya. Perjanjian JOB merupakan perjanjian turunan dari Kontrak Bagi Hasil yang diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis-normatif. Perjanjian yang dijadikan studi kasus di dalam penelitian ini pada dasarnya telah memenuhi prinsip kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam hukum perikatan, walaupun terdapat ketimpangan dalam pembagian hak dan kewajiban di dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya, Perjanjian JOB mewajibkan para pihaknya untuk membuat sebuah badan operasi bersama/Joint Operating Body untuk menjalankan kegiatan operasi. Namun, status hukum dari badan tersebut belum jelas karena tidak diatur di dalam perjanjian. Oleh karenanya diperlukan pengaturan khusus terhadap status hukum dari JOB tersebut, agar dapat memudahkan para pihak apabila terjadi perselisihan di antara pihak atau terhadap pihak ketiga ke depannya.

This thesis examines the division between rights and obligations amongst the parties in a Joint Operating Body agreement with its legal status. Joint Operating Body agreement is a derivative of a Production Sharing Contract, which is regulated under Law No. 22/2001. This research is conducted with a normative legal method. In general, the agreement has reflected the freedom of contract principle that is the basis of the contract law, but there is an imbalance between rights and obligations on this agreement. Moreover, the agreement stated that both parties must form a Joint Operating Body that will carry out all operational activities. However, the legal status of said body is still not defined, as it is not governed by the agreement. Therefore, there needs to be a specific clause in the agreement that regulates the formation of Joint Operating Body and its legal status, in order to avoid disputes between the parties involved or with any third parties in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jean Viola Eudithya
"Skripsi ini membahas mengenai ketentuan kewajiban divestasi saham bagi perusahaan asing di bidang pertambangan mineral menurut UU No. 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya serta sinkronisasinya dengan hasil renegosiasi kontrak karya PT. Freeport Indonesia. Setelah melewati proses renegosiasi, pada akhirnya tercapai kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Freeport Indonesia yang menentukan bahwa kewajiban divestasi saham PT. Freeport Indonesia adalah sebesar 30%.
Dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil renegosiasi kontrak karya PT. Freeport tidak sinkron dengan peraturan yang berlaku pada saat itu yaitu PP No. 24 Tahun 2012, yang mengatur perusahaan asing di bidang pertambangan mineral untuk mendivestasikan sahamnya paling sedikit sebesar 51%. Setelah PP No. 24 Tahun 2012 diubah dengan PP No. 77 Tahun 2014, maka ketentuan kewajiban divestasi saham hasil renegosiasi kontrak karya PT. Freeport Indonesia dengan peraturan perundang-undangan telah sinkron.

This thesis examines the provisions regarding share divestment obligation for foreign mineral mining company according to Law No. 4 of 2009 and its implementing regulations, and the synchronisation with the result of contract of work renegotiation of PT. Freeport Indonesia. After going through the process of renegotiation, the Government of Republic of Indonesia and PT. Freeport Indonesia eventually reached an understanding that PT. Freeport Indonesia is obliged to divest 30% of its share.
By using normative juridical research, this study shows that the result of contract of work renegotiation of PT. Freeport Indonesia is not in sync with the applicabe regulation i.e. Government Regulation No. 24 of 2012 which requires foreign mineral mining company to divest at least 51% of its share. After Government Regulation No. 24 of 2012 is amended by Governement Regulation No. 77 of 2014, the provisions regarding share divestment obligation between the result of contract of work renegotiation of PT. Freeport Indonesia and Law No. 4 of 2009 and its implementing regulations has synchronised.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Cathleen
"Hak dan Kewajiban Suami Istri merupakan bagian dari Hukum Keluarga yang mengatur apa-apa saja yang menjadi baik hak maupun kewajiban masing-masing suami atau istri dalam sebuah perkawinan menurut Hukum Perdata. Secara khusus, pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami istri diatur dalam UU Perkawinan di Indonesia dan Code Civil di Prancis. Perbedaan-perbedaan yang ada antara hak dan kewajiban perdata suami dan istri di Indonesia dan Prancis memunculkan pertanyaan mengenai tingkat kesetaraan antara hak dan kewajiban suami istri di tiap-tiap negara dan implementasinya. Dalam skripsi ini, penulis menemukan bahwa meskipun dalam pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami istri di Indonesia dan Prancis terdapat beberapa kesamaan dari segi substansi, namun tedapat juga perbedaan-perbedaan fundamental yang terletak pada pembedaan hak dan kewajiban pasangan dalam perkawinan berdasarkan jenis kelamin di Indonesia. Pengaturan di Indonesia secara prinsip menempatkan suami pada posisi yang lebih tinggi dalam keluarga dengan titel “kepala keluarga” melalui Pasal 31 ayat (3) UU Perkawinan. Kewajiban perdata suami dan istri dalam perkawinan juga masih sarat dengan bias stereotip gender, dengan menyematkan kewajiban yang “maskulin” yakni melindungi dan mencari nafkah kepada suami dan kewajiban yang “feminin” yakni mengurus rumah tangga kepada istri berdasarkan Pasal 34 UU Perkawinan. Sementara itu, hak dan kewajiban perdata suami dan istri dalam perkawinan di Prancis sudah mencapai kesetaraan yang sempurna di mata hukum dengan ketiadaannya pembedaan antara hak dan kewajiban perdata suami dan istri berdasarkan jenis kelamin. Kewajiban untuk saling membantu dalam bentuk devoir d’assistance, kewajiban untuk berkontribusi terhadap biaya rumah tangga (charge de marriage), dan Kewajiban suami dan isteri untuk memberi makan, merawat dan membesarkan anak-anak mereka (l’obligation des père et mère de nourrir, entretenir et élever leurs enfants) sama sekali seimbang antara kedua pasangan tanpa memperhatikan jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum mengenai hak dan suami istri di Prancis lebih setara ketika dibandingkan dengan hak dan kewajiban suami istri di Indonesia.

The Rights and Obligations of Husband and Wife is a section of Family Law that regulates what are the rights and obligations of each husband or wife in a marriage according to Civil Law. In particular, the regulation of the rights and obligations of husband and wife is regulated in the Marriage Law in Indonesia and the Code Civil in France. The existing differences between the civil rights and obligations of husband and wife in Indonesia and France lead to questions regarding the level of equality between the rights and obligations of husband and wife in each country. In this thesis, the author finds that although there are some substantive similarities in the regulation of the rights and obligations of husband and wife in Indonesia and France, there are also fundamental differences that lie in the distinction of the rights and obligations of spouses in marriage based on gender in Indonesia. The Indonesian regulation in principle places the husband in a higher position in the family with the title "head of the family" through Article 31 paragraph (3) of the Marriage Law. The civil obligations of husbands and wives in marriage are also still laden with gender stereotyping bias, by assigning the "masculine" obligation of protecting and earning a living to the husband and the "feminine" obligation of taking care of the household to the wife based on Article 34 of the Marriage Law. Meanwhile, the civil rights and obligations of husband and wife in marriage in France have achieved perfect equality in the eyes of the law with no distinction between the rights and civil obligations of husband and wife based on gender. The civil rights and obligations of husbands and wives in French marriage law have achieved perfect equality in the eyes of the law with no distinction between the rights and obligations of husbands and wives based on gender. The obligation to help each other in the form of devoir d'assistance, the obligation to contribute towards household expenses (charge de marriage), and the obligation of husband and wife to feed, care for and raise their children (l'obligation des père et mère de nourrir, entretenir et élever leurs enfants) are completely equal between the two spouses without regard to gender. This shows that the legal arrangements regarding the rights and obligations of husband and wife in France are more equal when compared to the rights and obligations of husband and wife in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Febee Sri Widyanti Wahono
"Seiring dengan perkembangan hukum di Indonesia, pembagian dasar gugatan dalam bentuk gugatan wanprestasi dan gugatan PMH tidak cukup memadai untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hukum di masyarakat. Dalam hal tidak terdapat hubungan kontraktual antara para pihak dan tidak terdapat pula unsur kesalahan dari salah satu pihak, maka gugatan atas dasar wanprestasi maupun PMH tidak dapat diajukan. Dalam upaya menanggulangi permasalahan tersebut, dikenal doktrin unjust enrichment. Menurut doktrin tersebut, dalam hal seseorang diperkaya secara tanpa dasar sehingga merugikan pihak lain, maka pihak yang diperkaya berkewajiban untuk mengembalikan apa yang ia terima. Namun dokrtin ini tidak begitu dikenal dalam lalu lintas hukum Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis membandingkan doktrin unjust enrichment yang berlaku di Indonesia dengan doktrin unjust enrichment di Jerman yang jauh lebih lengkap untuk dapat mengisi kekosongan hukum tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan hukum. Doktrin ini sebetulnya dapat ditemukan dalam Pasal 1354-1364 Burgerlijk Wetboek, sumber hukum perdata di Indonesia. Namun seiring dengan diterjemahkannya Burgerlijk Wetboek ke Bahasa Indonesia, maksud dari para perumus tersebut dilupakan. Dalam hal pasal-pasal tersebut dikenal sebagai unjust enrichment pun, pengaturan di dalamnya masih tergolong sempit dan tidak komprehensif. Hukum Jerman mengatur mengenai unjust enrichment secara menyeluruh dalam §§ 812-822 Bürgerliches Gesetzbuch. Rumusan §§ 812-822 mengakomodasi dan membuka peluang restitusi bagi berbagai jenis kasus. Terlebih lagi, pembagian dasar gugatan pada jenis hak menghasilkan hukum unjust enrichment yang dinamis dan saling mempengaruhi hukum perjanjian dan PMH. 

With the development of law in Indonesia, the division of lawsuits based on breach of contract and tort claims are not sufficient in resolving the various legal problems in our society. In the event that there is no contractual relationship between the parties as well as no element of error from either party, the lawsuit based on breach of contract or tort cannot be filed. In an effort to overcome these problems, enters the doctrine of unjust enrichment. According to said doctrine, in the event that a person is enriched without basis to the detriment of another party, the enriched party is obliged to return what he received. However, this doctrine is not well-known in the practice of Indonesian law. In accordance to that, the author compares the law of unjust enrichment that applies in Indonesia with the law of unjust enrichment in Germany which is much more complete in an effort to fill said legal vacuum. This study uses a juridical-normative methodology with a comparative approach to law. In actuality, this doctrine can be found in Articles 1354-1364 of the Burgerlijk Wetboek, the source of civil law in Indonesia. But the intention to frame said articles as unjust enrichment seemed to have been lost in translation. Even if the articles came to be known as provisions of unjust enrichment, they are far too narrow and incomprehensive. German law regulates unjust enrichment effectively in §§ 812-822 Bürgerliches Gesetzbuch. §§ 812-822 accommodates restitution for varying types of cases. Moreover, the division of lawsuits based on the type of rights results in a dynamic law that could influence both the law of agreement and the law of tort, and vice versa. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Kusumawardani
"Salah satu inovasi yang dilakukan para penyedia jasa asuransi ini adalah dengan menggabungkan dua keuntungan yang akan diterima nasabah dengan hanya menggunakan aspek investasi dan proteksi dalam satu jenis produk asuransi dengan tetap mengutamakan pemberian jasa penangguhan risiko, yang dikenal dengan produk Unit Link. Perlindungan hukum itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah dan diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia. Penyesuaian antara dasar hukum yang menjadi landasan bagi masyarakat dengan kenyataan di lapangan haruslah memiliki korelasi yang kuat, agar masyarakat sebagai pemakai jasa asuransi dapat menempatkan diri dalam mempertahankan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Unit link memberikan manfaat hasil investasi dari premi yang ditempatkan pada dana investasi yang dinyatakan dalam unit, kinerja imbal hasilnya tergantung pada kinerja subdana investasi unit link yang dipilih nasabah sesuai dengan kondisi pasar saham dan pasar uang. Konsumen dilindungi oleh hukum dan memiliki hak paling tinggi dalam hal perusahaan asuransi mengalami pailit, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumen yang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam, kewenangan supervisi OJK, layanan pengaduan konsumen, program penjaminan polis dan penyelesaian sengketa di luar peradilan dan melalui BMAI.

Unit link is part of the innovation of the insurance product that combine the aspects of life insurance protection and investments benefit in one package, on which the risks aspect is taken into account within the product. The consumer protection in this context refer to any activities or actions given by the government in accordance to the rights and obligations based on the prevailing laws and regulations. In ideal ways, the positive laws shall have a strong correlation with the implementation. So that, the society as the policy holders could deserve their rights and obligations as stipulated under the prevailing laws and obligations. Unit link provides life insurance protection and investment gain from the insurance premium paid here in after referred as unit, where the return of investment is based on the current market performance of the stock exchange and money market. In regards with the customer protection on the products, unit link policy holders are protected by law and owns the paramount rights in the event of default of the insurance company or in the event of insolvency. The consumer protection aspects particularly on the consumer?s rights (including unit link policy holders) and the obligations of the business owner (including insurance company), policy protection programme, customer hotline for complaints and the dispute settlement through litigation and Insurance Mediation Institution Indonesia against unit link policy holders are governed under the Consumers Protection Law Number 8/1999, Financial Services Authority Law Number 21/2011 and Insurance Law Number 40/2014."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Cahyanto Santosa
"Tesis ini membahas tentang Grosse Akta Pengakuan Utang dari perspektif Hukum Surat Berharga, dengan permasalahan mengenai karakteristik Grosse Akta Pengakuan Utang dan potensi pemanfaatannya dalam dunia perniagaan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Grosse Akta Pengakuan Utang merupakan "Surat yang Berharga" yang selalu bersifat accessoir, namun ia dapat dimanfaatkan dalam dunia perniagaan, bahkan dengan lebih praktis dan berbiaya lebih ringan jika dibandingkan dengan instrumen jaminan lain seperti Hak Tanggungan dan Fidusia. Berdasarkan hasil penelitian ini, Grosse Akta Pengakuan Utang disarankan untuk selalu diinformasikan dan digunakan baik oleh profesional hukum maupun pelaku dunia perniagaan.

This thesis reviews the Original Counterpart of Acknowledgement of Indebtedness Deed in the perspective of Law of Negotiable Instrument, which its problems are about the characteristics of Original Counterpart of Acknowledgement of Indebtedness Deed and its potentials to be used in business and trading. This research is a qualitative research with statute approach. This reseach result concludes that Original Counterpart of Acknowledgement of Indebtedness Deed is a form of Non-Negotiable Instrument which always accessory/supplementary in its nature, but it can be used in business and trading, moreover it is more practical and less-costly compared to the others Indonesian collateral instrument such as mortgage (Hak Tanggungan) and pledge (Fidusia). According to the result of this research, Original Counterpart of Acknowledgement of Indebtedness Deed is advised to be informed and used by legal professionals and also business doers and traders.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Melvinancy Margareth
"ABSTRAK
Pemberian jaminan berupa tanah dengan Hak Tanggungan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang agar Hak Tanggungan yang diberikan menjadi sah dan mengikat semua pihak. Tahapan setelah pemberian Hak Tanggungan adalah pendaftaran Hak Tanggungan yang wajib dilaksanakan oleh PPAT dalam jangka waktu 7 tujuh hari kerja setelah Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT ditandatangani oleh para pihak dan para saksi. Namun pada praktiknya, banyak Hak Tanggungan yang didaftarkan melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan dibuat berdasarkan perjanjian kredit fiktif, seperti kasus perkara perdata No. 359 PK/PDT/2013. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana kekuatan hukum Hak Tanggungan yang didaftarkan melampaui tenggang waktu yang ditetapkan oleh UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam putusan Peninjauan Kembali No. 359 PK/PDT/2013 dan bagaimana akibat hukum Hak Tanggungan yang dibuat berdasarkan kredit fiktif. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, mengumpulkan data dengan studi dokumen atas data sekunder dan menganalisis dengan metode kualitatif, maka diketahui bahwa walaupun pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam UU Hak Tanggungan, proses pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan tetap dapat berjalan. Namun, sebagai perjanjian accessoir, perjanjian Hak Tanggungan selalu bergantung pada perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok. Dalam perkara ini, perjanjian kredit dibuat dengan melanggar ketentuan undang-undang sehingga batal demi hukum, yang mengakibatkan Hak Tanggungan yang diberikan juga menjadi batal.

ABSTRACT
The provision of land as collateral with mortgage must fulfill the procedures as determined by the laws and other regulations in order to legitimate and binding of the mortgage to parties. The process of loading mortgage is preceded by the stage the provision of Mortgage Deed by PPAT, followed by the registration of mortgage stage in land office which must be implemented in a period of 7 seven days after the Mortgage Deed signed by the parties and the witnesses. However, practically, there are many mortgages that registered exceeds a period of time which determined by Mortgage Act and created by a non performing loan agreement, like Civil Case Number 359 PK PDT 2013. This research discuses about how is the legal force of mortgage which registered over a period of time according to Law Number 4 Year 1996 on Mortgage Act in Civil Case Verdict Review Number 359 PK PDT 2013 and how is the legal impact of mortgage which created by non performing loan. Using normative juridical research methods, data collection techniques using secondary data and qualitative analysis methods, known that although registration of mortgage done over a period of time that determined by Mortgage Act, it still be continue to be processed by the land office. As an accessoir, the existence of mortgage is depends on credit agreement as principle agreement. In this case, credit agreement created by against the law it causes the void of the credit agreement and void of mortgage provision as well."
2017
T47910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>