Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Honi Hari Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat meaningful work yang dirasakan oleh pegawai Generasi Z di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan (Setjen Kemenkeu). Meaningful work dipahami sebagai persepsi individu terhadap makna, nilai, dan kontribusi dari pekerjaannya. Analisis dilakukan berdasarkan empat dimensi utama: faktor individu, pekerjaan, organisasi, dan sosial, mengacu pada pendekatan Lysova dkk. (2019). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode mixed method, yaitu survei terhadap 83 pegawai Generasi Z dan wawancara mendalam yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 73,49% responden merasakan meaningful work dalam kategori tinggi, 26,51% dalam kategori sedang, dan tidak terdapat responden dalam kategori rendah. Dari keempat dimensi yang dianalisis, faktor individu dan faktor sosial memperoleh persentase tertinggi dalam kategori tinggi (masing-masing 68,67%), diikuti oleh faktor organisasi (65,06%) dan faktor pekerjaan (62,65%). Temuan ini mencerminkan bahwa pengalaman meaningful work tidak berdiri sendiri, melainkan terbentuk dari interaksi yang relatif seimbang antara faktor personal, struktural, dan sosial. Namun demikian, dimensi pekerjaan dan organisasi menunjukkan kecenderungan nilai yang sedikit lebih rendah dibanding dimensi lainnya, yang mengindikasikan adanya tantangan dalam desain tugas, ruang pengembangan diri, gaya kepemimpinan, serta kejelasan arah karir. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan penguatan kepemimpinan transformatif, penerapan sistem merit yang adil, komunikasi visi organisasi yang konsisten, serta pengembangan karier yang adaptif dan berbasis potensi individu sebagai strategi untuk menjaga dan meningkatkan meaningful work pada kalangan pegawai Generasi Z yang bekerja di organisasi sektor publik.

This study aims to analyze the level of meaningful work experienced by Generation Z employees within the Secretariat General of the Ministry of Finance (Setjen Kemenkeu). Meaningful work is understood as an individual’s perception of the meaning, value, and contribution of their job. The analysis is based on four main dimensions: individual, job, organizational, and societal factors, referring to the framework proposed by Lysova et al. (2019). This research employs a quantitative approach using a mixed method, which includes a survey of 83 Generation Z employees and in-depth interviews analyzed descriptively. The results show that 73.49% of respondents experience meaningful work at a high level, 26.51% at a moderate level, and none at a low level. Among the four dimensions, individual and societal factors scored the highest in the high category (each at 68.67%), followed by organizational factors (65.06%) and job factors (62.65%). These findings indicate that the experience of meaningful work does not occur in isolation but is shaped by a relatively balanced interaction of personal, structural, and social factors. However, job and organizational dimensions show slightly lower values compared to the others, indicating challenges in task design, development opportunities, leadership style, and career clarity. Therefore, this study recommends strengthening transformational leadership, implementing a fair merit system, ensuring consistent communication of organizational vision, and promoting adaptive and potential-based career development as strategies to sustain and enhance meaningful work among Generation Z employees working in public sector organizations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayatul Husna
"Kecenderungan generasi Z, yang merupakan kelompok terbaru dalam angkatan kerja, untuk meninggalkan pekerjaan mereka menjadi signifikan baik secara global maupun di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dampak kepuasan gaji, pemberdayaan psikologis, dan kontrak psikologis relasional terhadap niat berpindah, dengan keterlibatan kerja sebagai mediator. Dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif yang mengadopsi pendekatan lintas-seksional, data diperoleh dari 220 karyawan generasi Z. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung dari pemberdayaan psikologis terhadap niat berpindah, sementara kontrak psikologis relasional dan kepuasan gaji tidak memiliki pengaruh langsung. Selain itu, keterlibatan kerja diidentifikasi sebagai faktor mediasi dalam hubungan antara pemberdayaan psikologis, kontrak psikologis relasional, kepuasan gaji, dan niat berpindah.

The propensity for Generation Z, the youngest cohort in the workforce, to resign from their positions is significant both globally and within Indonesia. This research endeavors to elucidate the impact of pay satisfaction, psychological empowerment, and relational psychological contract on turnover intention, with work engagement acting as a mediator. Employing a quantitative research design with a cross-sectional approach, data were gathered from 220 Generation Z employees. Partial least squares structural equation modeling (PLS-SEM) was utilized for data analysis. Results reveal a direct effect of psychological empowerment on turnover intention, whereas relational psychological contract and pay satisfaction exhibit no direct influence. Furthermore, work engagement is identified as a mediating factor in the relationship between psychological empowerment, relational psychological contract, pay satisfaction, and turnover intention."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Prayoga
"Saat ini, mayoritas penduduk Indonesia menurut data Sensus Penduduk 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan generasi Z. Kelompok generasi yang dimulai dari mereka yang lahir di tahun 1996 hingga 2012 ini telah mulai memasuki lingkungan dunia kerja. Ini membuat mereka saat ini berada pada fase transisi antara sekolah dengan bekerja. BPS, sebagai instansi pemerintah juga memiliki banyak sumber daya manusia dari generasi Z. Apalagi setiap tahunnya kebutuhan tenaga statistisi di BPS dipenuhi oleh lulusan baru dari Politeknik Statistika STIS, sebuah sekolah kedinasan yang berada di bawah afiliasi BPS. Pada masa transisi ini yang kadang membuat munculnya celah (gap) komunikasi yang dapat menjadi hambatan dalam sebuah organisasi. Gap ini memungkinkan munculnya ketidakharmonisan antara pegawai baru generasi Z ini dengan pegawai lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dengan metode penelitian studi kasus melalui wawancara mendalam kepada generasi Z di BPS yang dilengkapi wawancara pelengkap, kajian terhadap data dari internal BPS dan majalah internal BPS, serta penelitian terdahulu yang memiliki kaitan. Penelitian ini mengidentifikasi adanya tahapan transisi yang dilakukan oleh generasi Z di BPS dalam menyesuaikan dirinya di lingkungan kerja. Dimulai dari sejak berkuliah di Politeknik Statistika STIS, dilanjutkan dengan ketika melakukan program internship di BPS pusat, dan ketika sudah ditempatkan di BPS penempatan masing-masing. Dari temuan penelitian terdapat beberapa faktor spesifik yang menonjol bagi generasi Z sebagai kelompok co-cultural dalam memilih praktik komunikasi. Seperti pengalaman mereka berinteraksi dengan kelompok lainnya serta konteks situasional, meliputi budaya setempat, situasi, dan waktu. Faktor yang menjadi temuan baru penelitian adalah bagaimana pimpinan di lingkungan kerja menerapkan kebijakan, serta karakteristik institusi pemerintah yang hanya ditemui di Indonesia, dalam penelitian ini karakteristik sekolah kedinasan Politeknik Statistika STIS dan BPS. Beberapa faktor ini membuat para generasi Z dapat memiliki pendekatan komunikasi dan hasil yang diinginkan seperti apa yang diinginkan dalam interaksinya di lingkungan kerja. Dalam temuan penelitian juga mengindikasikan belum disediakannya wadah resmi bagi kelompok co-cultural untuk berkesempatan melakukan komunikasi lintas generasi ketika kuliah, serta belum adanya laporan dan evaluasi menyeluruh dari pelaksanaan program internship sebagai program penunjang masa transisi generasi Z di dunia kerja.

Currently, the majority of Indonesia's population according to the 2020 Population Census data from the Badan Pusat Statistik (BPS) are generation Z. This generation group, starting from those born in 1996 to 2012, has begun to enter the world of work. This makes them currently in a transitional phase between school and work. BPS, as a government agency, also has a lot of human resources from generation Z. Moreover, every year the needs for statisticians at BPS are met by new graduates from the Politeknik Statistika STIS, an official school under BPS affiliation. This transitional period sometimes creates communication gaps that can become obstacles in an organization. This gap allows the emergence of disharmony between these new generation Z employees and other employees. This research uses a post-positivism approach with a case study research method through in-depth interviews with generation Z at BPS accompanied by complementary interviews, a review of data from internal BPS and internal BPS magazines, as well as previous research. This study identified the existence of transitional stages carried out by generation Z at BPS in adjusting to the work environment. Starting from studying at the Politeknik Statistika STIS, followed by doing an internship program at BPS Headquarter, and when they were placed at their respective placement BPS. From the research findings, there are several specific salient factors for Generation Z as a co-cultural group in choosing communication practices. Such as their experiences interacting with other groups as well as situational contexts, including local culture, situation, and time. Factors that become new research findings are how leaders in the work environment implement policies, as well as the characteristics of government institutions that are only found in Indonesia, in this study the characteristics of the official school of the Politeknik Statistika STIS and BPS. Several of these factors make generation Z able to have a communication approach and the preferred outcome as desired in their interactions in the work environment. The research findings also indicate that there has not been an official forum for co-cultural groups to have the opportunity to communicate across generations while in college, and there has been no comprehensive report and evaluation of the implementation of the internship program as a program to support the transition period for Generation Z in the world of work."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luqman Fauzan
"Fenomena perang talenta menjadi isu universal bagi perusahaan-perusahaan akibat kebutuhan kompetensi dan keahlian sumber daya manusia yang terus berkembang, sehingga perusahaan saling berkompetisi mendapatkan talenta terbaik yang dibutuhkan. Isu ini semakin kompleks dengan mulai masuknya angkatan kerja Generasi Z (kelahiran 1995-2010), dengan karakteristik ekspektasi dan pandangan karier yang berbeda dari generasi sebelumnya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan talenta, perusahaan perlu menentukan strategi yang efektif untuk mampu menarik talenta eksternal dan mempertahankan talenta internal melalui perumusan dan penerapan strategi employee value proposition yang sesuai dengan ekspektasi dari karyawan Generasi Z. Tesis ini akan mengeksplorasi bagaimana strategi employee value proposition menjadi hal yang krusial bagi perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhan talenta Generasi Z di masa depan. Peneliti menggunakan pendekatan studi kualitatif dengan studi kasus tunggal di PTMI.

Current phenomenon of war for talent has been a universal issues for most companies due to human resources demand with more complex competencias and skills, leads to competition between companies to get the best talents. This issue become more complicated as Generation Z (born 1995-2010) began to enter current workforce, with different characteristics on expectation and career perspective compared to former generations. In order to fulfill talent demand, company needs to develop an effective strategy to attract external talent and retain internal talent by formulating and implementing employee value proposition strategy which suitable with expectations from Generation Z. This research explore how employee value proposition strategy will be vital for company to fulfill talent demand of Generation Z in the future. This research was conducted using qualitative methods with a case study in PTMI."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlina Hardhati Prameswari
"Salah satu kecenderungan generasi Z yang mulai memasuki dunia kerja adalah job-hopping, yaitu berpindah perusahaan dalam waktu singkat, yang dapat dijelaskan oleh rendahnya komitmen organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dengan modal psikologis dan kreasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketiga variabel tersebut serta mengeksplorasi peran kreasi kerja sebagai mediator dalam hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Z di Indonesia. Studi kuantitatif ini melibatkan 159 karyawan generasi Z di Indonesia dengan pengalaman minimal satu tahun. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan alat ukur Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara ketiga variabel dan kreasi kerja memediasi sebagian hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi. Penelitian ini dapat menjadi dasar organisasi untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan dengan mengadakan pelatihan serta intervensi.

One of the tendencies of Generation Z entering the workforce is job-hopping, or switching companies in a short period of time, that can be explained by low organisational commitment. Previous studies have found positive relationship between organisational commitment, psychological capital, and job crafting. This study aims to examine the relationship between these three variables and explore the role of job crafting as a mediator in the relationship between psychological capital and organisational commitment among Generation Z employees in Indonesia. This quantitative study involved 159 generation Z employees in Indonesia. This study used correlational method with the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), and Job Crafting Scale (JCS). Results showed a positive correlation between the three variables and job crafting partially mediated the relationship between psychological capital and organisational commitment. The research is expected to be a reference for employees to improve organisational commitment by conducting training and interventions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Athaya Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh subjective well-being, job crafting, employee resilience, dan employee agility terhadap innovative performance pekerja generasi Z di perusahaan startup, serta menguji peran mediasi subjective well-being dan job crafting. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengumpulan data primer melalui desain cross-sectional dan teknik purposive sampling yang melibatkan 260 responden pekerja generasi Z di perusahaan startup wilayah Jabodetabek. Analisis data dilakukan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan aplikasi Lisrel 8.8 dan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa job crafting memiliki peran mediasi penuh dan komplementer pada hubungan antara employee resilience dan employee agility terhadap innovative performance dan subjective well-being. Selain itu, ditemukan bahwa job crafting berpengaruh langsung secara signifikan terhadap innovative performance, namun tidak melalui subjective well-being sebagai mediator. Sebaliknya, subjective well-being tidak memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap innovative performance. Temuan ini memberikan implikasi praktis bagi perusahaan untuk mengembangkan potensi inovasi melalui pendekatan berbasis sumber daya manusia, serta kontribusi teoretis dengan menunjukkan bahwa subjective well-being tidak selalu berperan sebagai mediator dalam konteks inovasi kerja.

This study aims to analyze the influence of subjective well-being, job crafting, employee resilience, and employee agility on the innovative performance of Generation Z employees in startup companies, as well as examine the mediating roles of subjective well-being and job crafting. A quantitative approach was used to collect primary data through a cross-sectional design and purposive sampling involving 260 Generation Z employees in startup companies across the Jabodetabek area. Data were analyzed using Structural Equation Modeling (SEM) with the support of Lisrel 8.8 and SPSS applications. The results indicate that job crafting acts as a full and complementary mediator in the relationship between employee resilience and employee agility with both innovative performance and subjective well-being. Additionally, job crafting was found to have a significant direct effect on innovative performance, but not through subjective well-being as a mediator. Subjective well-being shows no significant direct or indirect effect on innovative performance, suggesting that psychological well-being may not necessarily drive innovation in the startup work context. These findings offer practical implications for companies to enhance innovation through HR strategies focused on crafting and agility, and provide theoretical contributions by highlighting the limited mediating role of subjective well-being in dynamic work environments."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nuzul Raihan
"Saat ini, generasi Z sudah memasuki dunia kerja dan cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika tidak diberikan lingkungan kerja yang mendukung. Jadi, penting untuk melihat gaya kepemimpinan atasan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif generasi ini, salah satu gaya kepemimpinan yang dinilai cukup efektif adalah gaya kepemimpinan transformasional. Maka dari itu, penelitian ini hendak melihat hubungan antara gaya kepemimpinan atasan yang transformasional dan kesejahteraan subjektif pada pekerja generasi Z. Dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional, penelitian ini melibatkan 101 partisipan yang berusia 20-28 tahun di wilayah Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah The PERMA-Profiler untuk mengukur kesejahteraan subjektif dan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) 5X untuk mengukur kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan atasan yang transformasional dan kesejahteraan subjektif (r = 0,525; p < 0,001; one-tailed). Temuan ini menekankan pentingnya implementasi gaya kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja generasi Z.

Currently, Generation Z has entered the workforce and tends to experience higher stress levels if not provided with a supportive work environment. Therefore, it is important to identify the appropriate leadership style to enhance the subjective well-being of this generation, one leadership style considered effective is transformational leadership. This study investigates the relationship between superiors’ transformational leadership style and subjective well-being in Generation Z workers. Using a quantitative correlational method, this research involved 101 participants aged 20-28 in the Greater Jakarta area. The measurement tools used in this study are The PERMA-Profiler to measure subjective well-being and the Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) 5X to measure transformational leadership. The results showed a significant positive relationship between superiors’ transformational leadership style and subjective well-being (r = 0.525, p < 0.001, one-tailed). These findings highlight the importance of implementing transformational leadership to enhance the well-being of Generation Z employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsa Marshanda Fatimah
"Evolusi digital pada publik sektor berubah dari penggunaan teknologi yang diperuntukan untuk digitalisasi menjadi pengembangan e-government dalam mentransformasikan internal organisasi hingga hubungan eksternal serta secara progresif mengkontekstualisasikan upaya transformasi e-government ke dalam kebijakan yang spesifik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Kemenkeu dalam menyokong e-government ialah penerapan Office Automation. Pelaksanaan Office Automation pada Kemenkeu dapat dilihat melalui implementasi Aplikasi Satu Kemenkeu yang merupakan buah dari perwujudan konsep budaya kerja Kemenkeu Satu. Satu Kemenkeu merupakan aplikasi sistem informasi yang telah terintegrasi untuk mendukung kegiatan pegawai menjadi lebih efektif. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan pengaruh Office Automation terhadap Knowledge Sharing Behaviour pada Aplikasi Satu Kemenkeu di lingkungan Kementerian Keuangan. Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data kuantitatif melalui kuesioner. Adapun responden penelitian ialah pegawai Setjen Kemenkeu sebanyak 99 pegawai. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menguji hipotesis menggunakan analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh Office Automation terhadap Knowledge Sharing Behaviour yang signifikan karena sejatinya Office Automation selaku faktor teknologi yang dapat memengaruhi Knowledge Sharing Behaviour. Namun, masih banyak faktor lain yang juga memengaruhi Knowledge Sharing Behaviour. Faktor-faktor lain yang memengaruhi termasuk di antaranya faktor individu, organisasi, dan teknologi.

The digital evolution in the public sector changes from the use of technology intended for digitization to the development of e-government in transforming internal organizations to external relations and progressively contextualizing e-government transformation efforts into specific policies (Janowski, 2015). One of the efforts that can be made by the Ministry of Finance in supporting e-government is the implementation of Office Automation. The implementation of Office Automation in the Ministry of Finance can be seen through the implementation of the Satu Kemenkeu Application, which is the outcome of the realization of the concept of the Satu Kemenkeu work culture. Satu Kemenkeu is an information system application that has been integrated to support employee activities to be more effective (Ministry of Finance, 2023). This study aims to explain the effect of Office Automation on Knowledge Sharing Behaviour on the One Kemenkeu Application within the Ministry of Finance. This research approach is quantitative with quantitative data collection techniques through questionnaires. The research respondents were employees of the General Secretariat of the Ministry of Finance as 99 employees. The data obtained were then analyzed descriptively by testing the hypothesis using simple linear regression analysis. The results showed that there was a significant influence of Office Automation on Knowledge Sharing Behaviour, because in fact Office Automation as a technological factor that can affect Knowledge Sharing Behavior. However, there are still many other factors that also affect Knowledge Sharing Behaviour. Other influencing factors include individual, organizational, and technological factors."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arista Bayu Paramarta
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi promosi di Perpustakaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana strategi di Perpustakaan Kementerian Keuangan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Pendekatan analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan model PDCA atau Plan, Do, Check, dan Act di mana peneliti ingin melihat strategi promosi di Perpustakaan Kementerian Keuangan secara runtun dan sistematis dimulai dari perencanaan hingga perencanaan kegiatan tersebut setelah selesai dilakukan, apakah harus diperbaiki atau dipertahankan sebagai acuan kedepannya.

This research aims to determine how the implementation of promotional strategies in the Library of the Ministry of Finance Republic of Indonesia. The purpose of this research is to describe how the promotional strategy in Library of the Ministry of Finance. This research is a qualitative study with using the case study method. The analytical approach in this study is use PDCA model or Plan, Do, Check, and Act where researchers wanted to see the promotion strategy in Library of the Ministry of Finance with systematic planning stage to the planning of these activities once completed, is to be evaluated or maintained as a reference for future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S64406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maitsa Taqiya Nabihati
"Laporan Global Innovation Index 2024 dari World Intellectual Property Organization menunjukkan bahwa tingkat inovasi Indonesia tergolong masih minim, yaitu berada di peringkat ke-54 dunia dan termasuk rendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Sementara itu, karyawan Generasi Z yang akan mendominasi angkatan kerja dikenal mahir teknologi dan memiliki potensi inovatif, tetapi masih memerlukan dukungan untuk mewujudkan perilaku kerja inovatif secara optimal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji peran mediasi berbagi pengetahuan dalam hubungan antara kepemimpinan inklusif dan perilaku kerja inovatif pada karyawan Generasi Z di Indonesia. Sampel diperoleh melalui teknik convenience sampling dengan menyasar karyawan kelahiran 1997–2012 yang telah bekerja minimal satu tahun dan berada di bawah supervisi atasan langsung selama minimal enam bulan. Alat ukur yang digunakan adalah Inclusive Leadership Scale, Knowledge Sharing Scale, dan Innovative Work Behavior Scale. Analisis mediasi yang dilakukan dengan PROCESS Macro dalam SPSS versi 30 terhadap data 219 partisipan menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan inklusif dan perilaku kerja inovatif dengan berbagi pengetahuan berperan sebagai mediator parsial. Dengan demikian, berbagi pengetahuan dapat memperkuat hubungan antara kepemimpinan inklusif dan perilaku inovatif. Guna meningkatkan perilaku kerja inovatif pada karyawan Generasi Z, organisasi disarankan melaksanakan program seperti sharing session dan mentoring untuk membudayakan berbagi pengetahuan serta pelatihan kepemimpinan untuk mendorong kepemimpinan inklusif.

The Global Innovation Index 2024 report by the World Intellectual Property Organization indicates that Indonesia's innovation level remains relatively low, ranking 54th globally and lagging behind other Asian countries. Meanwhile, Generation Z employees, who are poised to dominate the future workforce, are known for their technological proficiency and innovative potential, yet they still require support to optimally demonstrate innovative work behavior. Therefore, this study aims to examine the mediating role of knowledge sharing in the relationship between inclusive leadership and innovative work behavior among Generation Z employees in Indonesia. A sample was obtained through a convenience sampling technique, targeting employees born between 1997 and 2012 who had been employed for at least one year and supervised directly by a superior for a minimum of six months. The instruments used were the Inclusive Leadership Scale, Knowledge Sharing Scale, and Innovative Work Behavior Scale. Mediation analysis conducted with PROCESS Macro in SPSS version 30 on data from 219 participants revealed a positive and significant relationship between inclusive leadership and innovative work behavior, with knowledge sharing serving as a partial mediator. Thus, knowledge sharing can strengthen the relationship between inclusive leadership and innovative behavior. To enhance innovative work behavior among Generation Z employees, organizations are advised to implement programs such as sharing sessions and mentoring to cultivate a culture of knowledge sharing, alongside leadership training to foster inclusive leadership."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>