Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 103504 Document(s) match with the query
cover
Mega Mardita
"Penelitian ini mengkaji pentingnya kedaulatan data Indonesia dalam konteks pengelolaan data satelit penginderaan jauh, dengan fokus pada studi terhadap aktor-aktor kebijakannya. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji kondisi kedaulatan data dan acaman-ancaman jika tidak berdaulat secara data. Di era digital dan globalisasi, data memiliki nilai strategis dalam perencanaan pembangunan, pengelolaan sumber daya alam, pertahanan dan keamanan nasional, serta geopolitik. Ketergantungan Indonesia terhadap data satelit yang bersumber dari luar negeri menimbulkan kekhawatiran mengenai terbatasnya kendali negara atas data spasial yang berkaitan erat dengan wilayah kedaulatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Soft Systems Methodology (SSM) untuk membuat permodelan yang dapat memberikan solusi pada level kebijakan maupun teknis terkait aktor yang terlibat dalam kebijakan kedaulatan data terkait satelit penginderaan jauh. Penggunaan metode soft system dilakukan karena untuk mencari permasalahan yang belum diketahui strukturnya. Permasalahan dalam kedaulatan data berbasis satelit penginderaan jauh ini merupakan situasi yang problematik, sehingga perlu dipetakan di mana permasalahannya, termasuk aktor-aktornya. Penelitian ini mengadopsi perspektif kedaulatan siber sebagaimana dikemukakan oleh Yeli (2017), yang membagi kedaulatan data ke dalam tiga tingkatan: infrastruktur, aplikasi, dan inti (core). Temuan penelitian menunjukkan bahwa pada level infrastruktur, Indonesia masih belum berdaulat karena keterbatasan dalam kepemilikan satelit dan ketergantungan tinggi pada data dari luar negeri. Di sisi lain, pada level aplikasi, Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam hal pemanfaatan dan pengolahan data oleh lembaga seperti BRIN (penyedia dan pengolah data), BIG (informasi geospasial), serta instansi pengguna seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan pemerintah daerah. Pada level core, Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur pengelolaan data satelit, seperti Inpres Nomor 6 Tahun 2012, UU Nomor 21 Tahun 2013, dan PP Nomor 11 Tahun 2018, yang dikoordinasikan melalui peran Bappenas dan Kementerian Keuangan sebagai perencana nasional. Selain aktor negara, temuan ini juga membahas peran aktor nonnegara dalam kedaulatan data penginderaan jauh. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kedaulatan data harus dimaknai sebagai kemampuan negara dalam mengelola siklus data dan memiliki kendali dalam strategis pemanfaatannya. Penelitian ini menegaskan bahwa kedaulatan data tidak dapat dimaknai secara parsial sebagai kepemilikan infrastruktur semata, tetapi harus dilihat secara menyeluruh dari aspek kelembagaan, pemanfaatan, dan kemampuan negara dalam memanfaatkan data untuk kepentingan strategik nasional.

This study examines the importance of Indonesian data sovereignty in the context of remote sensing satellite data management, with a focus on the study of its policy actors. This research also aims to examine the condition of data sovereignty in Indonesia and the threats if it does not have data sovereignty. In the digital and globalization era, data has strategic value in development planning, natural resource management, national security, and geopolitics. Indonesia's dependence on satellite data from abroad raises concerns about the limited state control over spatial data related to sovereignty. This study uses the Soft Systems Methodology (SSM) approach to create a model that can provide solutions at the policy and technical levels related to actors involved in data sovereignty policies related to satellite remote sensing. The use of the soft system method is carried out to find problems that are not yet structured. The problem in data sovereignty based on remote sensing satellites is a problematic situation, so it is necessary to map where the problem is, including the actors. This study adopts the perspective of cyber sovereignty as proposed by Yeli (2017), which divides data sovereignty into three levels: infrastructure, application, and core. The research findings show that at the infrastructure level, Indonesia is still not sovereign due to limitations in satellite ownership and high dependence on data from abroad. On the other hand, at the application level, Indonesia has shown significant progress in terms of data utilization and processing by institutions such as BRIN (data provider and processor), BIG (geospatial information), and user agencies such as the Ministry of Agriculture, Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, and local governments. At the core level, Indonesia already has regulations governing satellite data management, such as Presidential Instruction Number 6 of 2012, Law Number 21 of 2013, and PP Number 11 of 2018, which are coordinated through the role of Bappenas and the Ministry of Finance as national planners. In addition to state actors, these findings also discuss the role of non-state actors in remote sensing data sovereignty. This study concludes that data sovereignty must be interpreted as the state's ability to manage the data cycle and have control over its utilization strategy. This study confirms that data sovereignty cannot be interpreted partially as ownership of infrastructure alone, but must be viewed comprehensively from the institutional aspects, utilization, and the country's ability to utilize data for national strategic interests. This finding is expected to be a reference for strengthening data preservation policies in Indonesia in the future"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Indradjad
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana alam yang terjadi berulang hampir setiap tahun di Indonesia, dan mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar maupun bagi lingkungan. Penggunaan data satelit penginderaan jauh dalam menurunkan informasi fire hotspot dapat digunakan untuk melakukan pemantauan kebakaran lahan gambut (peat) dan tanah mineral (non-peat) di Indonesia. Sistem pemantauan harian sangat diperlukan untuk membantu pemangku kepentingan di lapangan dalam mengambil tindakan mitigasi bencana. Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah model filtering dan clustering untuk deteksi dini kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan data sensor Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) dari satelit Suomi NPP dan NOAA-20 menggunakan metode Euclidean distance. Model filtering dan clustering digunakan untuk menyederhanakan jumlah fire hotspot yang sangat bermanfaat bagi kepentingan di lapangan ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Model filtering dilakukan dengan cara membangun peta hotspot per tahun dengan kejadian pengulangan melebihi suatu ambang batas, dan peta tersebut akan digunakan sebagai filter dari data fire hotspot yang dihasilkan. Model clustering dilakukan dengan menggunakan menghitung jarak Euclidean antar titik fire hotspot yang dihasilkan, jika jaraknya memenuhi 1,5 kali ukuran piksel maka titik fire hotspot tersebut akan dikelompokkan menjadi satu cluster. Nilai akurasi dievaluasi berdasarkan estimasi luas kebakaran, peta burned area, dan peta lahan gambut dari setiap kejadian kebakaran yang dilaporkan petugas lapangan. Hasil pengolahan dan analisis menunjukkan bahwa akurasi efektif pada data VIIRS yaitu pada jarak 1,5 km atau empat kali ukuran pikselnya dari pusat kebakaran. Akurasi deteksi secara umum untuk cluster hotspot (cluster-HS) dan titik hotspot (titik-HS) masing-masing sebesar 52% dan 53%. Untuk wilayah yang luasnya lebih dari 14 ha, akurasinya menjadi sangat baik yaitu sampai dengan sebesar 83%. Analisis dengan pemilahan lahan gambut dan tanah mineral menunjukkan cluster-HS berkinerja lebih baik di lahan gambut dengan akurasi sebesar 62% dibandingkan di lahan tanah mineral sebesar 57%. Tanpa mengurangi ketepatan pengamatan titik api, penelitian ini menunjukkan bahwa model dapat diandalkan untuk membantu pemangku kepentingan di lapangan dalam mengambil tindakan. Oleh karena itu, model ini dapat diimplementasikan ke dalam pemantauan hotspot harian di Indonesia.

In Indonesia, forest and land fires are frequent natural catastrophes that do significant damage to the environment and economy. The use of remote sensing satellite data to derive fire hotspot information can be used to monitor peat and non-peat land fires in Indonesia. A daily monitoring system is very necessary to assist stakeholders in the field in taking disaster mitigation actions. The aim of this research is to build a filtering and clustering model for early detection of forest and land fires in Indonesia using Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) sensor data from the Suomi NPP and NOAA-20 satellites using the Euclidean distance method. The filtering and clustering model is used to simplify the number of fire hotspots which is very useful for interests in the field when forest and land fires occur. The filtering model is carried out by building a persistent hotspot map per year with repeated events exceeding a threshold, and this map will be used as a filter for the resulting fire hotspot data. The clustering model is carried out by calculating the Euclidean distance between the resulting fire hotspot points. If the distance is 1.5 times the pixel size, the fire hotspot points will be grouped into one cluster. Accuracy values ​​are evaluated based on estimates of fire area, burned area maps, and peatland maps for each fire incident reported by field officers. The results of processing and analysis show that the effective accuracy of VIIRS data is at a distance of 1.5 km or four times the pixel size from the center of the fire. The general detection accuracy for hotspot clusters (cluster-HS) and hotspot points (point-HS) is 52% and 53%, respectively. For areas larger than 14 ha, the accuracy is very good, namely up to 83%. Analysis by separating peat and non-peat land shows that the HS-cluster performs better on peat land with an accuracy of 62% compared to 57% on non-peat land. Without reducing the accuracy of hotspot observations, this research shows that the model can be relied on to assist stakeholders in the field in taking action. Therefore, this model can be implemented into daily hotspot monitoring in Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Satelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite) yang telah berhasil diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006, mempunyai 5 misi utama yaitu 1) Kartografi, 2) Pengamatan Regional, 3) Pemantauan Bencana Alam, 4) Penelitian Sumber Daya Alam, 5) Pengembangan Teknologi. Untuk dapat mencapai misi utama ALOS, satelit diperlengkapi dengan tiga buah sensor penginderaan jauh dan subsistem pendukung misi. Tiga buah sensor tersebut terdiri dari dua buah sensor optik yaitu sensor PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping) dan sensor AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2), sebuah sensor gelombang mikro atau radar yaitu PALSAR (Phased Array type L-band Syntetic Aperture Radar). Makalah ini menguraikan karakteristik teknis satelit ALOS dan ketiga buah sensor, subsistem pendukung misi, karakteristik data citra ALOS, produk data ALOS, aplikasi data ALOS, serta analisis pemanfaatan data ALOS untuk bermacam aplikasi. Metode pelaksanaan kajian adalah dengan mempelajari literatur/informasi/data yang diperoleh dari operator satelit, media internet, hasil-hasil penelitian yang berkembang dewasa ini dan melakukan analisis."
620 DIR 2:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prangin Angin, Fadhil Waficandra
"Tanaman adalah makhluk hidup yang dapat menyerap karbon pada suatu daerah melalui proses fotosintesis, sehingga keberadaannya diperlukan untuk menyerap emisi karbon. Mengestimasi nilai biomassa merupakan indikator penting karena memberikan prasyarat dasar mengenai estimasi kepadatan dan penyimpanan karbon dalam wilayah tersebut. Ketidak seimbangan antara emisi karbon dengan stok karbon akan terjadi apabila kegiatan manusia yang menghasilkan emisi karbon lebih tinggi dibandingkan dengan stok karbon pada daerah tersebut. Faktor yang memengaruhi tingkat emisi karbon pada daerah tersebut adalah tingkat kepadatan populasi, persentase wilayah urban, dan kepadatan jalan. Nilai karbon didapatkan dari model dengan perhitungan model menggunakan regresi linear. Sementara untuk mengetahui nilai biomassa diperlukan data diameter setinggi dada pada jenis jenis pohon perkotaan. Citra satelit untuk kemudian diolah menjadi data NDVI serta citra yang digunakan adalah Sentinel 2-A. Nilai Estimasi stok karbon dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan persamaan allometrik yang dapat menentukan nilai biomassa permukaan, setelah mendapatkan nilai biomassa permukaan dilakukan persamaan regresi terhadap nilai NDVI. Perhitungan antara nilai emisi karbon dengan nilai stok karbon kemudian dihitung selisihnya untuk mendapatkan wilayah yang kelebihan penyimpanan karbon atau kekurangan penyimpanan karbon. Hasil dari penelitian ini adalah komposisi antara karbon yang mampu disimpan oleh tanaman pada wilayah Kecamatan Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan dengan emisi karbon yang terdapat di Kecamatan Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan.

The Plant is an living creatures that can absorbs carbons on open air with their capability to photosynthesis, therefore its existence are surely needed to absorbs carbon emissions. Estimating biomass was one of the important indicator because it is an basic requirements about estimating the density of carbons storage on that region. The imbalance between carbon emissions and carbon stocks will happen if the human activity that produce carbon emissions were higher than carbon stocks on that region. Driving factors that interfere the size of carbon emissions on some regions are populations density, road density, and urban percentages. Carbons value were collected by model with calculations using linear regressions. In the other hand to determine biomass value required diameter breast height on tree species on the city. Satellite imagery is also required to produce NDVI data, satellite imagery that were used on this study was Sentinel 2-A. Estimations value of carbon stocks can be obtained by using allometric equation which can determine aboveground biomass, after obtaining the aboveground biomass the next step is making linear regressions against NDVI value. Calculations between carbon emissions value and carbon stocks value were calculated the difference for obtaining which region that had more carbon stocks and which region that hasn’t. the result of this study were composisions between carbons that can be absorbs by the plant in Kuta,North Kuta, and South Kuta District with the carbon emissions that happened on Kuta, North Kuta and South Kuta District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"The Indonesian spatiotemporal cloud cover distribution was quantified with the aid of GMS, Landsat and SPOT data. Iterative interactive factorial analyses grouped pixels with similar profiles into 18 classes for all land areas. For each class, statistics of Landsat and SPOT images, grouped by class, were used to verify, calibrate and improve class profiles. This led to quantified temporal profiles of probability of acquiring remotely sensed data with 10, 20, and 30 percent cloud cover, for any Indonesian land area.
"
GEOUGM 18:55 (1988)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission) dijadwalkan diluncurkan pada tahun 2011 dari VAFB, CA dengan pesawat peluncur Atlas-V-401. Setelah meluncur di orbitnya, satelit tersebut akan dinamakan sebagai Landsat-8. Satelit LDCM (Landsat-8) dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sikron-matahari, pada ketinggian: 705 km, inklinasi: 98.2º, periode: 99 menit, waktu liput ulang: 16 hari. Satelit LDCM (Landsat-8) dirancang membawa Sensor pencitra OLI (Operational Land Imager) yang mempunyai kanal-kanal spektral yang menyerupai sensor ETM+(Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Sensor pencitra OLI ini mempunyai kanal-kanal baru yaitu: kanal-1: 443 nm untuk aerosol garis pantai dan kanal 9: 1375 nm untuk deteksi cirrus; akan tetapi tidak mempunyai kanal inframerah termal. Sensor lainnya yaitu Thermal Infrared Sensor (TIRS) ditetapkan sebagai pilihan (optional), yang dapat menghasilkan kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal yang tidak dicitrakan oleh OLI. Tulisan ini menguraikan karakteristik teknis satelit LDCM (Landsat-8), karakteristik teknis sensor pencitra OLI dan karakteristik data citra, subsistem pendukung missi, aplikasi data satelit LDCM (Landsat-8) serta analisis pemanfaatan satelit masa depan: LDCM( Landsat-8). Metode kajian adalah dengan melakukan studi literatur/informasi/data yang diperoleh dari badan/lembaga pemilik satelit serta dari media internet, dan sumber-sumber referensi literatur lainnya/hasil-hasil penelitian yang berkembang dewasa ini, serta melakukan analisis"
620 DIR 11:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Fajri Yani
"Teknologi penginderaan jauh menggunakan satelit saat ini berkembang semakin pesat. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana aspek kedaulatan negara objek penginderaan dalam penggunaan data hasil penginderaan jauh satelit, termasuk penerapan perlindungan kedaulatan negara tersebut ke dalam peraturan hukum nasional negara pengindera dan negara yang diindera. Terdapat tiga permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu (1) penggunaan dan pengaturan mengenai penginderaan jauh satelit menurut hukum internasional, (2) perlindungan hukum terhadap kedaulatan negara objek penginderaan jauh, dan (3) penerapan perlindungan terhadap negara objek penginderaan jauh dalam peraturan nasional baik di negara pengindera dan di negara yang diindera. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-nomatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengenai perlindungan kedaulatan negara objek penginderaan terhadap data yang diambil dengan penginderaan jauh satelit belum diatur dalam hukum internasional secara spesifik. Penulis menyimpulkan bahwa perlindungan terhadap kedaulatan negara objek penginderaan ini dilakukan dengan peraturan masing-masing negara, baik negara pengindera dan negara yang diindera, dan juga dengan menggunakan perjanjian bilateral.

Currently, remote sensing satellite technology is rapidly growing. This thesis discusses the protection of sensed state sovereignty over its data from the remote sensing satellites activities, including the implementation of sovereignty`s protection into the sensing states and sensed state`s national legislations. There are three issues discussed in this thesis: (1) the use and regulations on remote sensing satellites under international law, (2) the legal protection of sensed state`s sovereignty, and (3) the implementation of sensed state`s sovereignty into national legislation of sensed states and sensing states. This research uses juridical-normative approach. The result of this research reveals that there is no distinctive law regulating protection over sensed state`s sovereignty about its data from the remote sensing satellite. It is concluded that the protection of sensed state`s sovereignty can be regulated by the national regulation of each states, and also by bilateral agreements."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S61399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titalinda Dwi Permata
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Inpres nomor 6
tahun 2012 yang dilakukan oleh Lapan. Tesis ini menggunakan pendekatan post
positivis dengan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
Lapan melihat Inpres nomor 6 tahun 2012 sebagai perluasan kewenangan dalam
pengelolaan dan pengolahan data penginderaan jauh. Dalam pelaksanaan Inpres
nomor 6 tahun 2012, masih perlu dilakukan koordinasi antara Lapan dan BIG
sebagai pelaksana. Dalam konteks sumberdaya, fasilitas cukup memadai dengan
diadakannya upgrading stasiun bumi dan fasilitas penerima dan penyimpanan data.
Dari segi SDM masih perlu ditingkatkan, karena masih kurangnya tenaga peneliti dan
operasional. Pelaksanaan Inpres ini masih belum optimal karena tidak didukung oleh
anggaran yang memadai.

ABSTRACT
This research analyzed on how Lapan implemented Presidential Decree No.6
of 2012. This study using post positivist approach with descriptive analysis. Result of
this study indicate that Lapan see the Presidential Decree No.6 of 2012 as an
extension of authority in the management and processing of remote sensing data.
There is still need more coordination between Lapan and BIG as the executor of
Presidential Decree No.6 of 2012. In the context of resources, the facility is quite
adequate since the upgrading of ground station and receivers and data storage
facilities. In terms of human resources, there is still need improvement because the
lack of researchers and operational person. The Presidential Decree No.6 of 2012 is
still not optimal because the policy is not supported by adequate budget, This research analyzed on how Lapan implemented Presidential Decree No.6
of 2012. This study using post positivist approach with descriptive analysis. Result of
this study indicate that Lapan see the Presidential Decree No.6 of 2012 as an
extension of authority in the management and processing of remote sensing data.
There is still need more coordination between Lapan and BIG as the executor of
Presidential Decree No.6 of 2012. In the context of resources, the facility is quite
adequate since the upgrading of ground station and receivers and data storage
facilities. In terms of human resources, there is still need improvement because the
lack of researchers and operational person. The Presidential Decree No.6 of 2012 is
still not optimal because the policy is not supported by adequate budget]"
2015
T44617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Agustin
"Gerakan tanah yang terjadi secara berulang dapat memicu terjadinya tanah longsor. Gempabumi yang kuat juga dapat memicu adanya tanah longsor (Meunier dkk., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi gerakan tanah dan longsoran akibat gempa di wilayah Lombok Timur. Tingkat kerentanan gerakan tanah diperoleh dari hasil skoring menggunakan pendekatan model Puslittanak (2004), sedangkan sebaran longsor akibat gempa menggunakan nilai PGA (Peak Ground Acceleration) untuk analisis. Kemudian dilakukan overlay dengan peta-peta lainnya seperti stratigrafi, curah hujan, tataguna lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa Kabupaten Lombok Timur termasuk dalam kawasan berpotensi tinggi terjadinya gerakan tanah. Longsoran yang terjadi akibat gempa tersebar di wilayah nilai PGA 167-379,2 gal.

Continuous land movement can trigger landslides. In addition, landslides can also occur due to a strong earthquake (Meunier et.al, 2013). This study aims to analyse potential of land movement and landslides caused by an earthquake in the East Lombok region. The level of vulnerability to land movement is obtained from the scoring results using the Puslittanak (2004) model approach, while the distribution of coseismic landslides uses the PGA (Peak Ground Acceleration) value for analysis. Then it is overlaid with other maps such as rock type, rainfall, land use, soil type, and slope. From this research East Lombok Regency is included in an area with a high potential for land movement. Landslides that occurred as a result of the earthquake spread across the PGA value area of ​​167-379.2 gal."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>