Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Nurhasanah
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang memengaruhi kemampuan interaksi sosial dan komunikasi. Anak ASD sering mengalami gangguan tidur, dengan prevalensi sekitar 40–80%. Masalah tidur yang tidak ditangani dengan baik dapat memperburuk perilaku maladaptif seperti agresi, kecemasan, kesulitan beradaptasi sosial. Occupational Therapy Practice Framework (OTPF) menekankan bahwa kualitas tidur merupakan bagian penting dalam domain okupasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara kualitas tidur dan perilaku maladaptif pada anak ASD. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional dengan subjek anak yang didiagnosis ASD. Instrumen yang digunakan adalah Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ) menilai kualitas tidur dan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) menilai perilaku maladaptif. Uji normalitas data dilakukan dengan Shapiro-Wilk dan analisis hubungan menggunakan uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas tidur dan perilaku maladaptif anak ASD (ρ = 0,265; p = 0,036). Meskipun hubungan yang ditemukan rendah, kualitas tidur tetap berperan penting terhadap munculnya perilaku maladaptif. Selain itu, analisis regresi menunjukkan usia (p = 0,010) dan jenis kelamin (p = 0,017) juga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku tersebut.

Autism Spectrum Disorder (ASD) is a developmental disorder that affects social interaction and communication skills. ASD children often experience sleep disturbances, with a prevalence of around 40-80%. Untreated sleep problems can exacerbate maladaptive behaviors such as aggression, anxiety, social adaptation difficulties. The Occupational Therapy Practice Framework (OTPF) emphasizes that sleep quality is an important part of the occupational domain. This study aims to analyze the relationship between sleep quality and maladaptive behavior in ASD children. The research design used a cross-sectional approach with the subject of children diagnosed with ASD. The instruments used were Children's Sleep Habits Questionnaire (CSHQ) assessing sleep quality and Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) assessing maladaptive behavior. Data normality test was conducted with Shapiro-Wilk and relationship analysis using Spearman test. The results showed a positive relationship between sleep quality and maladaptive behaviors of ASD children (ρ = 0.265; p = 0.036). Although the relationship found is low, sleep quality still plays an important role in the emergence of maladaptive behavior. In addition, regression analysis showed that age (p = 0.010) and gender (p = 0.017) also had significant associations with these behaviors."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Aulia Kholilullah
"Anak-anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) sering mengalami tantangan dalam komunikasi serta interaksi sosial, juga perilaku serta minat yang terbatas dan berulang. Hal tersebut dapat menyebabkan munculnya perilaku maladaptif pada anak ASD, yang tidak hanya berdampak pada anak, tetapi juga menjadi faktor stres bagi orang tua dalam pengasuhan. Stres pengasuhan yang tinggi dapat memengaruhi kesejahteraan orang tua serta kemampuan mereka dalam mendukung perkembangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara perilaku maladaptif pada anak dengan ASD dan tingkat stres pengasuhan yang dialami orang tua. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional, dengan 50 orang tua yang diperoleh melalui teknik random sampling pada 11 Sekolah Luar Biasa di Bogor. Alat ukut yang digunakan berupa Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan Parental Stress Scale (PSS). Hasil analisis menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perilaku maladaptif pada anak ASD dengan tingkat stres pengasuhan orang tua (p=0,028; r=0,311). Penelitian ini dapat menjadi implikasi bagi terapi okupasi terkait dengan perilaku maladaptif dan stres pengasuhan.

Children with Autism Spectrum Disorder (ASD) often experience challenges in communication and social interaction, as well as restricted and repetitive behaviors and interests. This can lead to the emergence of maladaptive behavior in children with ASD, which not only affects the child but also becomes a stress factor for parents in parenting. High parenting stress can affect the well-being of parents and their ability to support child development. This study aims to identify the relationship between maladaptive behavior in children with ASD and the level of parenting stress experienced by parents. This study used a quantitative design with a cross-sectional approach, with 50 parents obtained through random sampling techniques at 11 Special Schools in Bogor. The measurement tools used were the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) and the Parental Stress Scale (PSS). The results of the analysis using the Spearman test showed that there was a significant correlation between maladaptive behavior in children with ASD and the level of parenting stress (p = 0,028; r = 0,311). This study can have implications for occupational therapy related to maladaptive behavior and parenting stress."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Caroline
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan masalah perkembangan saraf yang ditunjukkan oleh hambatan dalam hubungan sosial, pertukaran informasi, serta perilaku berulang. Keadaan ini sering disertai gangguan tidur yang berdampak pada aktivitas sehari-hari dan kemampuan kognitif anak. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sensitivitas sensorik berperan penting dalam gangguan tidur pada anak dengan ASD. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji keterkaitan antara sensitivitas sensorik dan gangguan tidur pada anak dengan ASD, dengan data sensitivitas sensorik yang diperoleh melalui Short Sensory Profile (SSP) dan data gangguan tidur yang diukur menggunakan Children’s Sleep Habit Questionnaire (CSHQ). Cross-sectional digunakan sebagai penelitian dengan partisipasi sejumlah 26 anak ASD berusia 4-10 tahun yang memiliki gangguan tidur. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Universitas Indonesia dan Klinik Pusat Terapi Bermain, Depok sejak Januari - April tahun 2025. Analisis dilakukan dengan uji korelasi Pearson dan Spearman untuk menilai hubungan sensitivitas sensorik dan gangguan tidur pada anak dengan ASD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara sensitivitas sensorik dan gangguan tidur pada anak dengan ASD (r=-0.787, p<0.001), yang berarti semakin tinggi sensitivitas sensorik, semakin berat gangguan tidur yang dialaminya. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan penilaian sensitivitas sensorik pada anak dengan ASD yang mengalami gangguan tidur guna merancang intervensi yang tepat dan efektif.

Autism Spectrum Disorder (ASD) is a neurodevelopmental disorder characterized by impairments in social interaction, communication, and repetitive behaviors. It is often accompanied by sleep disturbances that affect children’s daily activities and cognitive functions. Previous studies have indicated that sensory sensitivity plays a significant role in sleep disturbances among children with ASD. This study aimed to examine the association between sensory sensitivity and sleep disturbances in children with ASD. Sensory sensitivity data were collected using the Short Sensory Profile (SSP), and sleep disturbances were assessed with the Children’s Sleep Habits Questionnaire (CSHQ). A cross-sectional design was employed involving 26 children with ASD aged 4 to 10 years who experienced sleep disturbances. The study was conducted at the University of Indonesia Hospital and the Play Therapy Centre Clinic in Depok from January to April 2025. Data analysis was performed using Pearson’s and Spearman’s correlation tests to evaluate the relationship between sensory sensitivity and sleep disturbances in children with ASD. The results revealed a significant negative correlation between sensory sensitivity and sleep disturbances (r = -0.787, p < 0.001), indicating that higher sensory sensitivity is associated with more severe sleep disturbances. Therefore, assessing sensory sensitivity in children with ASD who have sleep disturbances is essential for designing appropriate and effective interventions."
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Made Puspita Sari
"Pola asuh merupakan rangkaian interaksi intensif yang melibatkan orang tua dan anak. Sibling relationship adalah interaksi antar dua individu maupun lebih yang memiliki hubungan secara biologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua terhadap sibling relationship dengan anak penyandang Autisme Spectrum Disorder (ASD).
Penelitian ini menggunakan pendekatan potong silang pada 107 responden dipilih melalui teknik purposive sampling. Peneliti melihat pola asuh orang tua menggunakan kuesioner Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) dan sibling relationship menggunakan kuesioner Sibling Relationship Questionnaire (SRQ).
Hasil penelitian menunjukkan 77,78% ibu yang menerapkan pola asuh demokratis memfasilitasi sibling relationship bersifat positif dan 74,28% ayah yang menerapkan pola asuh demokratis memfasilitasi sibling relationship bersifat negatif. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh responden dengan sibling relationship (p>0,05; α=0,05). Penelitian selanjutnya dapat dilakukan observasi dan wawancara langsung kepada sibling serta memperluas lokasi penelitian untuk lebih menggambarkan populasi penelitian.

Parenting is an intensive interaction involving parents and children. Sibling relationship is the interaction between two or more individuals who have a biological relationship. The aim of this research was to identify the relation between parenting style of sibling relationship with Autism Spectrum Disorder (ASD).
This research used cross-sectional on 107 respondents was involved with purposive sampling technique. Researcher used Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) to study parenting style and Sibling Relationship Questionnaire (SRQ) to measure sibling relationship.
The result showed that 77,78% mother applying authoritative facilitate sibling relationship is positive and 74,28% applying authoritative facilitate sibling relationship is negative. Bivariate analysis result showed that there was no relation between parenting style of sibling relationship with Autism Spectrum Disorder (p>0,05; α=0,05). It is recommended that research should conduct observation and interview are more appropriate toward sibling. Beside, the future research can increasing the number of respondents will benefit the future research.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ainina Novara
"Anak dengan autism spectrum disorder (ASD) memiliki kemampuan komunikasi yang belum berkembang optimal karena adanya gangguan pada masa perkembangan. Mereka memiliki cara meminta yang kurang tepat, misalnya menampilkan perilaku yang kurang sesuai sebagai bentuk permintaan. Diperlukan cara lebih efektif untuk mengganti perilaku meminta yang kurang tepat pada anak dengan ASD. Picture Exchange Communication System (PECS) merupakan sistem komunikasi berbasis gambar yang dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi fungsional anak dengan ASD. PECS memungkinan anak untuk berkomunikasi dengan cara menukarkan kartu untuk mendapatkan keinginan dan kebutuhannya yang dilatih menggunakan reinforcement, prompt, dan error-correction. Pada penelitian ini, terdapat dua subjek anak dengan ASD, yakni laki-laki berusia 8 dan perempuan berusia 9 tahun dengan kemampuan komunikasi verbal yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan program intervensi PECS fase dua dalam meningkatkan kemampuan komunikasi. Desain penelitian yang digunakan adalah single subject research design dengan metode pengukuran pre dan post intervensi. Program intervensi PECS fase dua merupakan kelanjutan dari intervensi PECS fase satu yang sebelumnya dilakukan. Hasil dari intervensi ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan anak dalam melakukan PECS fase dua sebelum dan sesudah intervensi. Hasil ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik anak, motivasi terkait reinforcement, serta dukungan orang tua.

Children with autism spectrum disorder (ASD) have communication difficulties due to developmental disorders. They have inappropriate ways to communicate, such as displaying aggressive behavior as a form of request. Therefore, a more effective way to replace inappropriate behaviors in children with ASD is required. Picture Exchange Communication System (PECS) is a communication system designed to help improve the functional communication skills of children with ASD. PECS allows children to communicate by exchanging cards to get their wants and needs which are trained using reinforcement, prompt, and error-correction. In this study, there were two children with ASD (8 years-old boy and 9 years-old girl) with limited communication skills. The purpose of this study was to determine the effectiveness of PECS phase two in improving children communication skills. This study used single subject research design with pre and post intervention measurement method. The PECS phase two program is a follow-up intervention to the previously implemented PECS phase one program. The results of this intervention showed that there was an increase in children's ability to perform PECS phase two before and after the intervention. This result was influenced by child characteristics, motivation, and parental support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lena
"Tingginya angka penggunaan media elektronik pada anak tipikal dan autism spectrum disorder (ASD) di Indonesia sudah tergolong pada level mengkhawatirkan. Hal ini berkontribusi terhadap penurunan performa executive function (EF). Meskipun demikian, sejumlah penelitian terkini menemukan hubungan yang positif antara penggunaan media elektronik dan performa EF.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi kondisi perkembangan anak (tipikal dan ASD) dan durasi penggunaan media elektronik terhadap performa EF, dengan sebelumnya melakukan uji regresi antara kondisi perkembangan anak dan durasi penggunaan media elektronik. Partisipan terdiri dari 24 anak tipikal dan 9 anak ASD yang berusia 48-96 bulan dan memiliki tingkat inteligensi ≥ 70.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi perkembangan anak yang mengalami gangguan ASD berasosiasi secara signifikan dengan peningkatan durasi penggunaan media elektronik dan penurunan performa EF, namun durasi penggunaan media elektronik tidak berkontribusi dengan performa EF. Penelitian ini menekankan pentingnya mengatur penggunaan waktu media elektronik pada anak, baik tipikal maupun ASD, untuk mengoptimalkan EF mereka.

The high rate of electronic media usage in typical and autism spectrum disorder (ASD) children in Indonesia were highly concerning, which could contribute to the lowering executive function (EF) performance. However, recent studies found positive association between the use of electronic media and childrens EF performance.
This study aims to determine of the contribution of childrens development state (typical and ASD) and duration of electronic media use in childrens EF performance, with prior measurement using regression analysis for childrens development state and their duration of electronic media use. The participants of this study were 24 typical children and 9 children with ASD, which were 48-96 months of age and had IQ score of ≥ 70.
The results showed that childrens development state with ASD significantly associated with increasing in duration of electronic media use and decreasing in childrens EF performance. However, the duration of electronic media use was not contributed in childrens EF performance. This study emphasized in the importance of managing the duration of electronic media use in typical and ASD children, to promote optimum EF development.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daryn Cahyono
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan kelainan perkembangan yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif, komunikasi, dan tingkah laku. Penelitian ini bertujuan melihat apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan PB/U dengan risiko autisme pada balita. Metode yang digunakan adalah pengumpulan data sekunder dari studi cross-sectional yang melibatkan 90 balita di Kelurahan Gajahmekar dan Kelurahan Andir yang diperoleh melalui metode clustered random sampling. Seluruh subjek telah menyetujui lembar informed consent untuk dilakukan pengambilan data dengan metode kuesioner. Kuesioner data diri digunakan untuk memperoleh data pribadi, termasuk jenis kelamin, panjang badan, dan usia balita. Kuesioner M-CHAT digunakan untuk memperoleh risiko autisme pada balita. Data yang telah memenuhi kriteria diolah dengan menggunakan aplikasi IBM SPSS 20 dan hubungan antar variabel diuji menggunakan uji chi-square dengan tabel 2x2. Hasil yang diperoleh adalah proporsi risiko medium-tinggi autisme pada balita perempuan sebanyak 40% dan laki-laki sebanyak 37,1%. Proporsi risiko medium-tinggi autisme pada balita berperawakan pendek-sangat pendek sebanyak 46,3% dan berperawakan normal sebanyak 27,8%. Uji chi-square hubungan jenis kelamin dengan risiko autisme menunjukkan nilai p=0,786 dan hubungan PB/U dengan risiko autisme menunjukkan nilai p=0,077. Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara jenis kelamin dan PB/U dengan risiko autisme pada balita di Kelurahan Gajah Mekar dan Kelurahan Andir dengan kelompok jenis kelamin perempuan dan perawakan pendek-sangat pendek yang lebih banyak memiliki risiko medium-tinggi autisme. Namun hubungan jenis kelamin dan PB/U dengan risiko autisme pada balita tidak bermakna secara statistik dengan nilai p berturut- turut 0,786 dan 0,077.

Autism Spectrum Disorder (ASD) is a developmental disorder that can affect cognitive abilities, communication, and behavior. This study aims to see whether there is a relationship between gender and Height/Age with the risk of autism in children under five. The method used is secondary data from a cross-sectional study involving 90 children under five in Gajahmekar and Andir villages obtained through clustered random sampling method. All subjects had agreed to the informed consent sheet for data collection using a questionnaire method. The personal data questionnaire was used to obtain personal data, including gender, body length, and age of children under five. The M-CHAT questionnaire was used to determine the risk of autism in children under five. Data that met the criteria were processed using the IBM SPSS 20 application and the relationship between variables was tested using the chi-square test with a 2x2 table. In this study, the results obtained from the proportion of medium-high risk of autism in girls as much as 40% and boys as much as 37.1%. The proportion of medium-high risk of autism in toddlers with short-very short stature was 46.3% and normal stature was 27.8%. Chi-square test for the relationship between gender and the risk of autism showed p value = 0.786 and the relationship between Height/Age and the risk of autism showed p value = 0.077. The conclusion of this study is there is a relationship between gender and Height/Age with the risk of autism in children under five in Gajah Mekar and Andir villages with the female sex group and very short-short stature, have more medium-high risk of autism. However, the relationship between gender and Height/Age and the risk of autism in children under five was not statistically significant with p values of 0.786 and 0.077, respectively."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Azka
"Inteligensi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan tingkat keparahan Autism Spectrum Disorder (ASD), dan memengaruhi perencanaan intervensi yang tepat. Skor IQ maupun komponen inteligensi yang sama antara anak typically develop (TD) dan anak dengan ASD dapat merefleksikan proses kognitif yang berbeda. Agar pemahaman terhadap profil kognitif pada ASD lebih komprehensif, diperlukan juga pemahaman tentang aspek neuropsikologisnya, salah satunya Executive Function (EF). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan profil inteligensi dan performa EF antara anak TD dan anak dengan High-Functioning ASD usia dini dengan menggunakan alat ukur SB-LM dan alat ukur Executive Function Indonesia (EFI). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan profil inteligensi pada kedua kelompok, namun terdapat perbedaan signifikan pada EF komposit, berikut dua komponen EF yakni Inhibitory Control, dan Cognitive Flexibility. Selain itu, ditemukan perbedaan dalam korelasi antara variabel inteligensi dan EF antara kelompok ASD dan TD, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok ASD dan tipikal memiliki proses kognitif yang berbeda secara kualitatif. Berdasakan temuan ini, praktisi dan peneliti disarankan untuk melakukan pengukuran dan intervensi EF pada ASD, agar dapat diperoleh profil kognitif yang komprehensif yang akan sangat bermanfaat dalam menyusun intervensi untuk meningkatkan kemampuan akademiknya

Intelligence determines the severity of Autism Spectrum Disorder (ASD) and influences the appropriate intervention planning. IQ and scores of intelligence components between typically developed (TD) children and children with ASD reflect different underlying cognitive processes. Therefore, a comprehensive investigation of the neuropsychological strength and weaknesses of ASD may help to describe their cognitive abilities better and to design appropriate intervention. This study investigates the differences in intelligence profiles and EF performance between TD children and children with High-Functioning ASD at an early age using SB-LM and Executive Function Indonesia (EFI) measuring instrument. The results showed omit no differences in intelligence profile in the two groups, yet significant differences in the composite EF, Inhibitory Control, and Cognitive Flexibility. In addition, there was a difference in the correlation in intelligence and EF variables between the ASD and TD groups. Thus, it can be concluded that the ASD and TD groups have qualitatively different cognitive processes. A recommendetion derived from these results is that comprehensive EF assessment and treatment should be conducted as part of the global evaluation in ASD patients, primarily to design an intervention to enhance their academic area"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Aidina Fitrani
"ABSTRAK
Latar belakang. Gangguan tidur merupakan gangguan penyerta pada anak gangguan spektrum autisme (GSA), yang memiliki prevalens tinggi serta dapat mengakibatkan perilaku negatif terhadap lingkungannya atau perilaku maladaptif eksternalisasi. Gangguan tidur pada anak GSA perlu dideteksi secara dini, karena bila tidak akan menyebabkan keterlambatan terapi dan menyebabkan anak makin berperilaku negatif serta menyebabkan stres pada keluarga.
Tujuan. Mengetahui pola gangguan tidur dan gambaran perilaku maladaptif eksternalisasi pada anak GSA, serta mengetahui perbedaan rerata nilai indeks perilaku maladaptif eksternalisasi (v-scale), pada anak GSA dengan gangguan tidur dan tanpa gangguan tidur.
Metode. Penelitian potong lintang analitik di klinik dan tempat terapi anak berkebutuhan khusus di Jakarta pada bulan Juni-Agustus 2014. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) dan penilaian perilaku maladaptif eksternallisasi dengan kuesioner Vineland-II dilakukan terhadap 40 anak GSA yang dipilih secara konsekutif. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok gangguan tidur (20 anak) dan kelompok tanpa gangguan tidur (20 anak).
Hasil. Rentang usia dalam penelitian ini adalah 3-18 tahun dengan median usia 3,5 tahun. Proporsi terbanyak gangguan tidur pada anak GSA terdapat pada kelompok usia 3-5 tahun (15 dari 20 subjek). Pola gangguan tidur terbanyak pada anak GSA adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (17 dari 20 subjek) diikuti oleh gangguan somnolen berlebihan (8 dari 20 subjek). Nilai median v-scale perilaku maladaptif eksternalisasi pada anak GSA adalah 18 (rentang 12-22), dan terdapat kecenderungan peningkatan nilai median v-scale perilaku maladaptif eksternalisasi seiring dengan peningkatan usia pada kedua kelompok. Nilai rerata v-scale perilaku maladaptif eksternalisasi pada kelompok GSA dengan gangguan tidur lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa gangguan tidur (18,8 dan 17,6 secara berurutan, mean difference 1,2; p 0,35 (p ≥ 0,05)).
Simpulan. Proporsi terbanyak gangguan tidur pada anak GSA terdapat pada kelompok usia 3-5 tahun. Pola gangguan tidur terbanyak pada anak GSA adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur diikuti oleh gangguan somnolen berlebihan. Anak GSA dengan gangguan tidur memiliki nilai rerata indeks perilaku maladaptif eksternalisasi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa gangguan tidur, namun tidak bermakna secara klinis dan statistik.

ABSTRACT
Background. Sleep disorders is a comorbidity in Autism Spectrum Disorders (ASD), which has high prevalence and can cause negative behavior toward his surrounding or externalizing maladaptive behavior. Sleep disorders in ASD needs to be early detected, otherwise it will delay the treatment and children will behave more negative and cause the stress in family.
Objectives. To identify sleep patterns and externalizing maladaptive behavior in children with ASD, and to identify the mean difference of index score of externalizing maladaptive behavior of (v-scale) in ASD children with or without sleep disorders.
Methods. This study was analytical cross-sectional performed in the clinic and a therapy for children with special needs in Jakarta, in Juni-August 2014. Sleep disorders were screened using Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire and externalizing maladaptive behavior was assessed using Vineland-II questioinnaire in 40 ASD children consecutively. They were divided into two groups, one group of sleep disorders (20 children) and other without sleep disorders (20 children).
Results. Age range in this study was 3-18 years old, with median age of 3.5 years old. The majority of sleep disorders in ASD was in age range 3-5 years (15 of 20 subjetcs). The most frequent sleep disorders in ASD were difficulty in initiating and maintaning sleep (17 of 20 subjetcs), followed by disorder of excessive somnolence (8 of 20 subjetcs). The v-scale median score in ASD was 18 (range 12-22), and there was tendency of increased v-scale median score along with increased age. The mean of v-scale in externalizing maladaptive behavior in ASD with sleep disorders group was higher than without sleep disorders group (18.8 and 17.6 respectively, mean difference 1,2; p 0.35 ((p ≥ 0,05)).
Conclusion. The majority of sleep disorders in ASD was in age range 3-5 years. The most frequent sleep disorders in ASD were difficulty in initiating and maintaning sleep, followed by disorder of excessive somnolence. Autism spectrum disorders children with sleep disorders has higher index externalizing maladaptive behavior mean than without sleep disorders, but was not meaningful clinically and statistically."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafida Humaira
"Kesejahteraan anak menjadi salah satu hal yang dijamin dalam Undang-undang Republik Indonesia. Tidak terkecuali kesejahteraan anak dengan Autism Spectrum Disorder/ASD yang juga merupakan bagian dari masyarakat yang patut mendapatkan perlakuan yang sama sebagaimana dengan anak lainnya. Mewujudkan kesejahteraan anak dengan ASD dapat dilakukan dengan memastikan terwujudnya kemandirian melalui pengimplementasian metode ABA. Dalam pengimplementasiannya metode ini tidak dapat terlepas dari keterlibatan keluarga yang menjadi kunci keberhasilan terapi. Penelitian ini menggambarkan mengenai keterlibatan keluarga dalam meningkatkan kemandirian anak dengan ASD melalui metode terapi ABA beserta faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang berlokasi di YCHI Autism Center Ciputat. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2021, saat dunia sedang dilanda pandemi Covid-19 sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara semi-terstruktur yang sepenuhnya dilakukan secara daring dengan melibatkan 4 orang informan. Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan keluarga masih berpusat pada ibu yang dilakukan sebelum sesi terapi, saat sesi terapi bersama terapis, maupun di luar sesi terapi. Dalam penelitian ini juga diuraikan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan tersebut di antaranya stres yang dirasakan, harapan akan masa depan, serta dukungan sosial yang didapatkan.

Child welfare is one of the things guaranteed in the Law of the Republic of Indonesia. The welfare of children with ASD is no exception, as they are also a part of the community who deserve the same treatment as other children. Materializing the welfare of children with ASD can be done by ensuring the realization of independence through the implementation of the ABA method. The implementation of this method can not be separated from the involvement of the family as the key to the success of therapy. This study describes the involvement of families in increasing the independence of children with ASD through the ABA therapy method and the factors that influence it. The research method used in this study is a qualitative approach with a descriptive type of research located at YCHI Autism Center Ciputat. This research was conducted in 2021 when the world was being hit by the Covid-19 pandemic, so the data collection technique used was semi-structured interviews which were entirely conducted online, involving 4 informants. The results showed that family involvement was still centered on the mother which was carried out before therapy sessions, during therapy sessions with the therapist, and outside therapy sessions. This study also describes the factors that influence the involvement, including perceived stress, hope for the future, and social support received.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>