Ditemukan 153562 dokumen yang sesuai dengan query
Zulfandi Yahya
"Studi ini menganalisis dampak inklusi digital terhadap konsumsi pariwisata di kalangan rumah tangga kelas menengah di Indonesia, yang merupakan segmen utama untuk pertumbuhan sektor pariwisata, sejalan dengan temuan Kementerian Pariwisata. Menggunakan data gabungan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2019 dan 2022, penelitian ini menggunakan model Tobit untuk menganalisis hubungan antara inklusi digital — diukur pada dimensi aksesibilitas (tingkat pertama) dan penggunaan (tingkat kedua) — dengan pengeluaran pariwisata per kapita rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inklusi digital secara signifikan meningkatkan konsumsi pariwisata, dengan efek yang lebih kuat terlihat pada rumah tangga kelas menengah atas dibandingkan dengan kelas menengah bawah, menunjukkan bahwa kapasitas finansial memengaruhi tingkat manfaat digital yang dirasakan pada sektor pariwisata. Untuk memperkuat kausalitas, pendekatan Variabel Instrumental (IV), yang memanfaatkan jumlah operator telekomunikasi di setiap wilayah, mengonfirmasi peran positif inklusi digital dalam meningkatkan pengeluaran pariwisata. Selain itu, faktor intrapersonal dan interpersonal ditemukan secara signifikan mempengaruhi permintaan pariwisata. Analisis mediasi lebih lanjut mengeksplorasi mekanisme yang menghubungkan inklusi digital dengan konsumsi pariwisata, dengan fokus pada akses informasi sebagai mediator utama. Hasil menunjukkan bahwa inklusi digital yang lebih tinggi meningkatkan paparan terhadap informasi terkait pariwisata, mengurangi tingkat ketidakpastian, dan mendorong konsumsi pariwisata yang lebih tinggi. Hal ini menyoroti pentingnya elemen digital dalam memfasilitasi pilihan pariwisata, terutama dalam industri yang didorong oleh informasi. Studi ini menekankan perlunya pembuat kebijakan memprioritaskan tidak hanya perluasan infrastruktur digital tetapi juga peningkatan literasi dan penggunaan digital untuk memaksimalkan konsumsi pariwisata.
This study examines the impact of digital inclusion on tourism consumption among middle-class households in Indonesia, a key demographic for future tourism growth as identified by the Ministry of Tourism. Using pooled data from the National Socioeconomic Survey (SUSENAS) 2019 and 2022, the research employs a Tobit model to analyze the relationship between digital inclusion — measured at both the accessibility (first-level) and usage (second-level) dimensions — and household tourism expenditure per capita. The findings reveal that digital inclusion significantly boosts tourism consumption, with a stronger effect observed among upper-middle-class households compared to lower-middle-class ones, suggesting that financial capacity influences the extent of digital benefits of the tourism industry. To strengthen causality, an Instrumental Variable (IV) approach, leveraging the number of telecommunication operators in each region, confirms the positive role of digital inclusion in enhancing tourism spending. Additionally, intrapersonal and interpersonal factors are found to significantly shape tourism demand. A mediation analysis further explores the mechanism linking digital inclusion to tourism consumption, focusing on information access as a key mediator. The results indicate that higher digital inclusion increases exposure to tourism-related information, reducing uncertainty and encouraging higher tourism consumption. This highlights the importance of digital elements in facilitating informed tourism choices, particularly in an information-driven industry. The study underscores the need for policymakers to prioritize not only digital infrastructure expansion but also digital literacy and usage enhancement to maximize tourism consumption. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alviana Inas Azizah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pendidikan dan pendapatan terhadap adopsi Teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia dan mengakomodasi analisis interaksi antara pendidikan dan pendapatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan instrumental variabel pada variabel pendapatan dengan menggunakan instrumen karakteristik rumah. Metode yang digunakan untuk mengestimasi dampak adalah metode two stage least square dengan menggunakan data dari SUSENAS 2018 dan PODES 2018. Level unit dalam penelitian ini adalah individu dengan menggunakan sampel sebanyak 804.703 sampel. Hasil menemukan bahwa terdapat interaksi antara pendidikan dan pendapatan yang berbeda pada adopsi TIK dan terdapat variasi pada jenis TIK yang berbeda.
This study discusses about the impact of education and income towards the adoption of information and communication technology in Indonesia and accommodate the analysis of interaction term between education and income. This study uses instrumental variables on income variables using house characteristics as the instruments. The method that used to estimate the results is the two-stage least square method using data from SUSENAS 2018 and PODES 2018. The unit level in this study is individuals using a sample of 804,703 samples. The result of this study shows that there is interaction term between education and income on ICT adoption and have different variations on different types of ICT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"Nowadays web based eGov has become a buzzword in Indonesian government services.This article propose mobile technology to reduce the digital divide in Indonesian eGov."
361 DINA 6:2 (2006)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Mutiara Azka
"
ABSTRAKKesenjangan digital masih dapat ditemukan di Indonesia, ini dapat dilihat salah satunya melalui data statistic dari Indonesia Investments 2016 yang menyatakan bahwa masiih ada sekitar 150 juta penduduk Indonesia yang hidup tanpa akses internet. Generasi Bisa! platform merupakan upaya dari Microsoft untuk membukitan komitmen perusahaan, dalam menutup kesenjangan digital yang menjadi permasalahan di jaman modern, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengoptimalkan fungsi dari platform tersebut, menkomunikasikan platform secara efektif adalah suatu keharusan. Dengan mengambil data melalui wawancara mendalam dengan pihak Microsoft Indonesia, dan mengambil beberapa data sekunder dari berbagai sumber, diskusi dalam jurnal review ini akan meliput tentang bagaimana strategi komunikasi dari tim Humas Microsoft Indonesia dalam memperkenalkan filantropi perusahaan yang bergerak unuk mengatasi kesenjangan digital, dalam hal ini Generasi Bisa!.
ABSTRACTDigital Divide can still be found in Indonesia, this could be seen through the statistic from Indonesia Investments 2016 which mentioned that there are still about 150 million people still live without internet in Indonesia. Generasi Bisa Platform is one of Microsoft rsquo s efforts to express its commitment to closing the digital divide, which has become a social concern in developing countries, particularly in Indonesia. To optimize the function of this platform, effective communication strategy is necessary. By collecting data through conducting an in depth interview session with one of Microsoft Indonesia rsquo s employees, and collecting secondary data through other additional resources, the discussion within this journal review will revolve around how the Public Relations team of Microsoft Indonesia developed their communication strategy to introduce this philanthropy program to march themselves in closing the digital divide."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Amalia Cesarina Budiman
"The internet has become more important and integrated with our life because many activities are connected to the internet. Not to mention, economic activities also affected by technological advances. Good access to the internet can help people to boost productivity and improve their standards of living. However, there are still so many people who have limited access to the internet. Only the one with privilege that has the tools to access the internet properly and use it for productive activities. This is feared to be capable of driving inequality in society. The purpose of this study is to explain the impact of the digital divide on income inequality. This study uses panel data regression with a fixed effect model to find out the relationship between those variables. The data used is on the provincial level which includes 33 provinces in Indonesia from 2011 to 2017. The result of this study shows that the gap in internet access significantly affect income inequality to become even worse in Java and Sumatra islands.
Internet saat ini memiliki peran penting dan semakin terintegrasi dengan kehidupan kita karena banyaknya kegiatan yang terhubung ke internet. Belum lagi, kegiatan ekonomi juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Akses internet yang baik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan standar hidup masyarakat. Namun, masih banyak orang yang memiliki keterbatasan dalam mengakses internet. Hanya kelompok masyarakat tertentu saja yang memiliki alat untuk mengakses internet dan menggunakannya untuk kegiatan produktif. Ini dikhawatirkan mampu mendorong ketimpangan dalam masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak kesenjangan digital terhadap ketimpangan pendapatan. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan model fixed effect untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel tersebut. Data yang digunakan adalah data tingkat provinsi yang mencakup 33 provinsi di Indonesia dari tahun 2011 hingga 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesenjangan dalam akses internet secara signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan menjadi lebih parah di pulau Jawa dan Sumatra.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fikri Ramadhan Putera
"
ABSTRAKInovasi belajar berbasis online di Indonesia telah menemui hambatan yaitu kesenjangan digital. Studi-studi sebelumnya telah menekankan faktor gender, ekonomi dan modal budaya sebagai faktor utama adanya kesenjangan digital di dalam masyarakat. Studi-studi sebelumnya mengenai gender memiliki berbagai kekurangan karena hanya mampu menjelaskan permasalahan kesenjangan digital ditahap ada atau tidaknya akses dan perbedaan kemampuan dalam mengoperasikan teknologi. Sedangkan pembahasan studi-studi terdahulu mengenai faktor ekonomi, hanya menekankan faktor ekonomi sebagai faktor tunggal adanya fenomena kesenjangan digital, mengabaikan adanya peranan modal budaya yang dimiliki oleh aktor di masing-masing kelas sosial. Oleh karena itu, artikel ini memiliki posisi untuk mendukung argumentasi mengenai penekanan keterkaitan peran modal budaya dan ekonomi dalam fenomena kesenjangan digital. Adanya perbedaan alokasi sumberdaya modal budaya pada siswa dalam memanfaatkan kemampuan dan pengetahuan akan teknologi di dalam jenjang pendidikan telah berperan dalam permasalahan kesenjangan digital terkait kesenjangan perbedaan kualitas penggunaan teknologi. Dalam hal ini, peneliti akan menggali lebih dalam mengenai mekanisme terjadinya perbedaan alokasi modal budaya pada siswa di jenjang sekolah menengah atas dan kaitannya dengan kelas sosial pada kasus kesenjangan penggunaan inovasi belajar berbasis online melalui penggunaan metode penelitian kualitatif serta menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam.
ABSTRACTOnline-based learning innovation in Indonesia has encountered an obstacle, that is a digital divide. Previous studies have emphasized gender, economic and cultural capital as the main factors of the digital divide within society. Previous studies on gender have disadvantages because they are only able to explain the problem of digital divide in the presence or absence of access and differences in the ability to operate the technology. While in the discussion of previous studies on economic factors, they only emphasized economic factors as a single factor of the phenomenon of digital divide. Therefore, this article has a position to support the argument about emphasizing the linkage or relation of the role of cultural and economic capital in the phenomenon of digital divide. The existence of differences in cultural capital resources possessed by the students in utilizing the ability and knowledge of technology in the educational level, has played a role in the problem of digital divide especially in the gap in the stages of difference in the quality of technology usage. In this case, this study explores more deeply about the role of cultural capital and social class on the gap of the use of online learning innovation among high school students, this study uses qualitative research methods and data collection techniques through in-depth interviews."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Sri Wahyuni
"Dampak pandemi covid19 dan disrupsi teknologi terhadap ketahanan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilihat dari aspek digitalisasi bisnis belum mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel literasi digital, ekosistem digital dan transformasi digital terhadap ketahanan bisnis UMKM di Indonesia dan membangun model hubungan variabel-variabel tersebut. Penelitian dilakukan terhadap pelaku UMKM yang telah menggunakan media digital atau bisnis secara online di 10 provinsi di Indonesia. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan melakukan survei yang disebarkan secara online terhadap 400 responden. Analisis hubungan dan kekuatan pengaruh antar variabel dianalisis menggunakan Structural Equation Model-PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara literasi digital dan ekosistem digital terhadap transformasi digital dan ketahanan bisnis. Variabel transformasi digital juga berperan sebagai variabel mediasi antara literasi digital dan ekosistem digital terhadap ketahanan bisnis UMKM. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa baik ketahanan bisnis maupun transformasi digital paling besar dipengaruhi oleh ekosistem digital sebesar 56,3%. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah framework ketahanan bisnis berdasarkan pendekatan kolaborasi aktor ekosistem digital.
The impact of COVID-19 and the technological disruption on small business’ resilience from business digitalization perspective has not given deserved attention. This study aims to analyze the effect of digital literacy, digital ecosystem and digital transformation on the resilience of MSME businesses in Indonesia as well as to propose a causal model of the relationship amongst these variables. The study was conducted on MSME that have used digital media or online business in 10 provinces in Indonesia. The method used is a quantitative through a questionnaire distributed online to 400 respondents. The study applied Structural Equation Model-PLS to develop the model and analyze the impact of digital literacy, digital ecosystem and digital business transformation on business resilience. The result of the study shows that there is a positive and significant impact of digital literacy and the digital ecosystem on digital transformation and business resilience. The digital transformation variable also acts as a mediating variable between digital literacy and the digital ecosystem on the resilience of the MSME business. The results of the study indicate that both business resilience and digital transformation are most affected by the digital ecosystem by 56.3%. This study proposes a policy implication of a collaborative framework to ensure business resilience."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Maharatun Faikoh
"Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Di Indonesia, sebagai negara berkembang saat ini mengalami peningkatan dalam hal jumlah pengguna internet, jumlah perangkat seluler yang digunakan, dan langganan broadband, tetapi dengan adanya pembangunan wilayah yang tidak merata, ketidaksetaraan geografis, masih terdapat kesenjangan digital yang mencolok di dalam dan antar kabupaten. Tujuan dari studi ini adalah membangun kerangka konseptual kesenjangan digital untuk 514 kabupaten di Indonesia dengan mengeksplorasi pengaruh dari kesenjangan spasial. Metode yang digunakan adalah Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) dengan fungsi kernel adaptive Gaussian untuk analisis di setiap daerah dan Two-stage Least Square (TSLS) untuk menjelaskan hubungan kausal satu arah antara kesenjangan digital dan kesenjangan spasial. Hasil analisis menggunakan GWPR dan TSLS menunjukkan bahwa kesenjangan spasial berhubungan dengan kesenjangan digital. Namun, pengaruh dari kesenjangan spasial tersebut berbeda-beda di setiap kabupaten di Indonesia.
At the present, the development of Information and Communication Technologies (ICTs) has become a vital part of human life. In Indonesia, as a developing country that is currently growing in terms of the number of internet users, mobile devices in use, and broadband subscriptions, but that has experienced unequal regional development, geographic inequalities and it has notable digital divide within and between districts. The aim of this study is to build a conceptual framework of digital divides for 514 districts in Indonesia by exploring the effects of spatial inequalities. The method used was Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) with Gaussian adaptive kernel function for cluster analysis and Two-stage Least Square (TSLS) to explain the one-way causal relationship between digital divide and spatial inequalities. The result of analysis using both GWPR and TSLS indicates that spatial inequalities are associated with the digital divides. Nevertheless, the effect of spatial inequalities varies by districts in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rendra Sukana
"Pengguna internet merasakan kekhawatiran akan privasi mereka di internet seiring dengan maraknya isu penyalahgunaan dan pembobolan informasi personal. Literasi digital dapat membantu pengguna melindungi dirinya dari resiko penyalahgunaan privasi. Sementara itu, bias optimisme membuat pengguna merasa bahwa orang lain lebih rentan terkena resiko penyalahgunaan privasi dibandingkan dirinya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara literasi digital dan kekhawatiran privasi serta peran bias optimisme sebagai moderator. Data dari 216 mahasiswa Universitas Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada peran moderasi dari bias optimisme pada korelasi antara literasi digital dan kekhawatiran privasi. Selain itu, juga tidak ditemukan adanya korelasi yang signifikan antara literasi digital dan kekhawatiran privasi. Penelitian selanjutnya harus terus menggali faktor-faktor lain yang dapat terhubung dengan kekhawatiran privasi di Indonesia.
Internet users begin to feel concerned about their information privacy as online privacy issues keep emerging. Digital literacy could help users to protect their online privacy, while people with high optimistic bias believe that others are more vulnerable to privacy risks than themselves. This study investigated the relationship between digital literacy, information privacy concern and the moderating role of optimistic bias using the sample of 216 students of Universitas Indonesia. The results of this study do not show any moderating effects of optimistic bias. Furthermore, the author found no significant correlation between digital literacy and information privacy concern. Further research should examine other factors that may play significant role in indonesians' information privacy concern."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Rafkarilo Afi
"Sejak tahun 2016, Pemerintah Kota Tangerang Selatan meluncurkan aplikasi online bernama Tangsel Smart City sebagai indikasi kecenderungan dikedepankannya pendekatan teknopolitik perkotaan dalam penyelenggaran tata kelola pemerintahan dan politik. Artikel ini meneliti apa persepsi warga mengenai Tangsel Smart City dan mengapa persepsi tersebut dipengaruhi oleh rezim teknopolitik dalam mengatasi problem kesenjangan digital. Metode penelitian yang digunakan pada tulisan ini adalah metode campuran, dengan penelitian kuantitatif yang mengukur persepsi warga Tangerang Selatan terkait Tangsel Smart City dan penelitian kualitatif terhadap Dinas Komunikasi dan Informatika Tangerang Selatan. Teori rezim teknopolitik perkotaan Govind Gopakumar diterapkan sebagai pisau analisis. Gopakumar intinya berargumen bahwa rezim teknopolitik perkotaan dalam mencapai tujuan teknopolitiknya menghasilkan kesenjangan sosial yang lebih luas. Hasil kuantitatif menunjukkan persepsi masyarakat yang buruk terkait kondisi kesenjangan digital terkait Tangsel Smart City dalam indikator seperti sosialisasi, kemudahan akses, keterhubungan, kemudahan aspirasi, transparansi, dan penanggapan. Data kualitatif kemudian mengungkapkan bahwa dalam proses penerapan Tangsel Smart City terdapat ketidaksesuaian dalam tata kelola smart city antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Akibatnya terjadi keterlambatan atau kurangnya regulasi negara dan daerah mengenai smart city mengakibatkan ketidakefisiensian dalam pemanfaatan dan sosialisasi Tangsel Smart City. Hal ini menyebabkan kesenjangan digital, utamanya pada aksesibilitas, penggunaan aplikasi, dan kualitas penggunaan aplikasi Tangsel Smart City.
Since 2016, the South Tangerang City Government has launched an online application within the Tangsel Smart City program as an indication of the tendency to prioritize the urban technopolitics approach in government and political governance. This article examines citizens’ perception towards Tangsel Smart City and why that perception was influenced by the technopolitics regime’s addressing the digital divide problem. The research method used in this study is a mixed method, combining quantitative research that measures South Tangerang residents' perceptions of Tangsel Smart City and qualitative research involving the Department of Communication and Informatics of South Tangerang. Govind Gopakumar's theory of the urban technopolitical regime is applied as an analytical tool. Gopakumar argues that the urban technopolitical regime, in achieving its technopolitical goals, results in a broader social gap. The quantitative results show poor public perception related to the digital divide regarding Tangsel Smart City across indicators such as socialization, ease of access, connectivity, ease of expressing aspirations, transparency, and responsiveness. The qualitative data then reveals that there is a misalignment in smart city governance between the national government and the local government in the process of implementing Tangsel Smart City. Consequently, lag or lack of national and regional regulations regarding smart cities result in inefficiency in the utilization and socialization of Tangsel Smart City. This leads to a digital divide, particularly in terms of accessibility, application usage, and the quality of application use of Tangsel Smart City."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library