Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1866 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alphonsus N Onyiriuka
"In general, information on blood pressure changes in diabetic ketoacidosis in paediatric population is very scarce. Our aim was to report a case of severe DKA in an adolescent girl who unexpectedly had hypertension rather than hypotension.A 17-year-old girl presented in our Children’s Emergency Unit with complaints of excessive eating for 6 weeks, excessive urination for 2 weeks, fever for 1 week, vomiting for 4 days, difficulty with breathing for one day and unresponsiveness to calls for 3 hours. She had moderated to severe dehydration but no hypotension. Laboratory findings included hyperglycaemia (random blood glucose 20.8 mmo/L; 347 mg/dl), acidosis (serum bicarbonate 5 mmol/L), ketonuria 2+; glycosuria 2+, and urine specific gravity of 1.015. At admission, the blood pressure was 100/60 mmHg but progressively rose to 140-180/80-100 mmHg by the third day from admission. A significant hypertension can occur in children and adolescents admitted for severe DKA despite the presence of dehydration. Therefore, the attending physician should be aware of this possibility.

Secara umum, informasi mengenai perubahan tekanan darah pada ketoasidosis diabetik remaja sangat langka. Tujuan artikel ini melaporkan kasus DKA parah pada seorang gadis remaja yang secara tak terduga mengalami hipertensi dari sebelumnya hipotensi. Kasus seorang gadis berusia 17 tahun di unit gawat darurat anak dengan keluhan makan berlebihan selama 6 minggu, buang air kecil yang berlebihan selama 2 minggu, demam selama 1 minggu, muntah selama 4 hari, kesulitan bernafas selama satu hari dan tidak responsif menelepon selama 3 jam. Dia telah mengalami dehidrasi berat namun tidak mengalami hipotensi. Temuan laboratorium termasuk hiperglikemia (glukosa darah sewaktu 20,8 mmol/L; 347 mg/dl), asidosis (serum bikarbonat 5 mmol/L), ketonuria 2+; glikosuria 2+, dan berat jenis urine 1.015. Saat masuk, tekanan darah 100/60 mmHg tetapi semakin meningkat menjadi 140-180/80-100 mmHg pada hari ketiga saat masuk. Hipertensi yang signifikan dapat terjadi pada anak-anak dan remaja yang dirawat karena DKA parah meskipun ada dehidrasi. Oleh karena itu, dokter yang hadir harus waspada terhadap kemungkinan ini."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:4 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ricca Fauziyah
"Latar belakang: Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi DM tipe-1 yang
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan neurologis permanen. Data IDAI tahun
2017 menyatakan sebanyak 71% anak DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan
KAD yang meningkat dari tahun sebelumnya. Cedera otak merupakan komplikasi KAD
berkaitan dengan kerusakan struktural dan fungsional otak sehingga menyebabkan
kerusakan fungsi neurokognitif. Anak-anak DM tipe-1 dengan riwayat KAD
menunjukkan kesulitan dalam waktu merespon, penalaran abstrak, fleksibilitas kognitif
dan memori verbal. Pemeriksaan tingkat kecerdasan intelektual berupa pemeriksaan IQ
diperlukan untuk menilai fungsi kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran fungsi kognitif berupa nilai IQ pada pasien DM tipe-1 usia sekolah dengan
riwayat KAD.
Metode: Dilakukan studi potong lintang deskriptif pada pasien DM tipe-1 dengan
riwayat KAD yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2020 di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sampel penelitian adalah pasien anak berusia 7-18 tahun yang
pernah mengalami KAD sejak pertama kali terdiagnosis DM tipe-1 dan kooperatif
untuk dilakukan pemeriksaan. Subyek melakukan tes IQ kemudian hasilnya dilaporkan.
Hasil: Sebanyak 27 subyek memenuhi kriteria inklusi dengan 14 subyek perempuan
dan 13 subyek lelaki. Rerata usia subyek adalah 13,5 tahun dengan rerata usia saat
terdiagnosis adalah 8 tahun dan lama menderita DM adalah 48 bulan. Median nilai IQ
yang didapatkan 91 (62-120), median verbal IQ 90 (67-113) dan median performance
IQ 94 (61-118). Frekuensi KAD  2x, riwayat KAD < 18 bulan dan lama menderita
DM tipe-1 5 tahun, usia saat terdiagnosis 7 tahun memiliki kecenderungan nilai IQ
lebih rendah dibandingkan kondisi sebaliknya yaitu termasuk dalam kategori IQ di
bawah rata-rata skala Wechsler.
Kesimpulan: Nilai IQ pasien DM tipe-1 usia sekolah dengan riwayat KAD termasuk
dalam kategori IQ rata-rata skala Wechsler.

Background and aim: Diabetic ketoacidosis (DKA) is a complication of type-1 diabetes
that results in death or permanent neurological disability. IDAI data for 2017 stated
that 71% of patients with type-1 diabetes were first diagnosed as DKA which increased
from the previous year. Brain injury is a complication of DKA associated with
structural and functional damage to the brain and causes neurocognitive function
impairment. Children with type-1 diabetes with history of DKA show difficulties in
response time, abstract reasoning, cognitive flexibility and verbal memory. An
examination for the level of intelligence as an IQ examination is needed to assess
cognitive function. This study aims to determine the description of cognitive function as
IQ scores in school age patients of type-1 diabetes with history of DKA.
Method: A cross-sectional descriptive study was performed to type-1 diabetic patients
with history of DKA started from February-March 2020 at the RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. The study subjects were pediatric patients aged 7-18 years
who had experienced DKA since they were first diagnosed as type-1 diabetes and were
cooperative for examination. Subjects performed an IQ test then the results were
reported.
Results: A total of 27 subjects met the inclusion criteria with 14 females and 13 males.
The mean age was 13.5 years with the average age at diagnosis was 8 years and the
duration of diabetes was 48 months. The median IQ score was 91 (62-120), verbal IQ
IQ 90 (67-113) and performance IQ 94 (61-118). Frequency of DKA twice or more,
history of DKA <18 months, length of suffering of type-1 diabetes 5 years or more and
age at diagnosis 7 years or more have a tendency of lower IQ scores which is included
in the IQ category below the average for Wechsler scale.
Conclusion: The IQ score of type-1 diabetes school-age patients with history of DKA is
categorized as the average of Wechsler scale
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Nia Novianti
"Latar Belakang. Mortalitas KAD sebagai komplikasi akut DM di negara berkembang seperti Indonesia masih tinggi. Karena itu, diperlukan model prediksi untuk menapis pasien-pasien KAD yang memiliki risiko mortalitas tinggi.
Tujuan. Mendapatkan model prediksi mortalitas 72 jam pasien KAD di IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif menggunakan rekam medik pasien KAD di IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2011 - Juni 2017 dengan metode sampling konsekutif. Hubungan mortalitas 72 jam dengan prediktor yaitu, usia, tingkat kesadaran, jenis DM, riwayat KAD, jumlah komorbid dan parameter laboratorium kadar bikarbonat, kalium, anion gap, ?-hidroksibutirat, laktat dan fungsi ginjal akan dinilai dan dilanjutkan dengan pembuatan model prediksi. Seluruh analisis dilakukan menggunakan program SPSS Statistics 20.0.
Hasil. Sebanyak 86 subjek 28,57 dari 301 subjek yang dianalisis meninggal dalam waktu 72 jam. Prediktor yang berhubungan bermakna dengan mortalitas pada analisis multivariat p 4 mmol/L HR 5,585; IK 95 2,966 - 10,519 . Keempat prediktor dilanjutkan ke dalam sistem skor dan didapatkan model prediksi mortalitas 72 jam pasien KAD RSCM yang memiliki performa baik dengan probabilitas mortalitas sebesar 15,41 untuk skor 0 - 2, 78,01 untuk total skor 3 - 4 dan 98,22 untuk total skor 5 - 6.
Simpulan. Mortalitas 72 jam pasien KAD di RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 28,57 . Model prediksi mortalitas memiliki performa yang baik dan terdiri dari komorbid, riwayat KAD, tingkat kesadaran, dan kadar laktat.Kata Kunci. Model Prediksi, Mortalitas, Ketoasidosis Diabetikum.

Mortality rate of DKA as acute complication of DM in Indonesia is still high. Therefore, a mortality prediction model is needed to screen high risk mortality DKA patients.
Aim. To identify prediction model of 72 hours mortality in diabetic ketoacidosis patients at emergency unit Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods. This was a retrospective cohort study with consecutive sampling method. Subjects were adult DKA patients in emergency unit Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2011 to June 2017. Data were obtained from medical records. Association of predictors age, type of DM, history of DKA, comorbidities, level of consciousness, bicarbonate, potassium, anion gap, lactate, hydroxybutirate and renal function and 72 hours mortality was analyzed and submitted to prediction model. All analysis was done using SPSS Statistics 20.0.
Results. A total of 86 subjects out of 301 subjects did not survive in 72 hours since hospital admission. Comorbidities HR 2,407 95 IC 1,181 - 4.907 , level of consciousness HR 10,345 95 IC 4,860 - 22,019 , history of DKA HR 2,126 95 IC 1,308 - 3,457 and lactate level HR 5,585 95 IC 2,966 - 10,519 were significant predictors and submitted to scoring system. A prediction model was derived with a good performance. Subjects with 0 - 2 points were at 15,41 risk of mortality, 3 - 4 points were 78,01 and 5 - 6 points were 98,22 risk of mortality.
Conclusion. Seventy two hours mortality rate in Cipto Mangunkusumo General Hospital was 28,57. The mortality prediction model had a good performance, consisted of comorbidities, history of DKA, level of consciousness dan lactate level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Suwan Djaja
"Latar Belakang: Normal saline adalah cairan yang selama ini digunakan dan terbukti memiliki efek samping yang merugikan yaitu asidosis metabolik hiperkloremik. Balanced Electrolyte Solution (BES) merupakan cairan kristaloid isotonus yang memiliki kandungan lebih menyerupai plasma darah dan memiliki kandungan klorida lebih rendah.
Tujuan: Membandingkan rerata SBE pasien ketoasidosis diabetikum (KAD) yang diresusitasi dengan menggunakan normal saline dan balanced electrolyte solution (BES).
Metode: Tiga puluh subyek KAD, usia 18-65 tahun, yang sesuai dengan kriteria inklusi dan tidak dieksklusi, secara berturut-turut dimasukan menjadi sampel penelitian. Pembagian kelompok ditentukan secara acak berdasarkan undian. Sampel dikelompokan menjadi dua, yaitu kelompok kontrol (normal saline) dan kelompok perlakuan (BES). Kedua kelompok kecuali dalam hal jenis cairan resusitasi. Pemeriksaan kesadaran, gula darah sewaktu, dan tanda-tanda vital dilakukan setiap jam selama enam jam pertama, dan setiap 12 jam hingga jam ke 48. Pemeriksaan analisa gas darah, laktat dan elektrolit dilakukan setiap dua jam selama enam jam pertama, dan setiap 12 jam hingga jam ke 48. Pemeriksaan keton dilakukan setiap enam jam hingga jam ke 48. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental terbuka consecutive sampling.
Hasil: rerata SBE kelompok BES selalu lebih tinggi daripada kelopok NS. Rerata SBE kelompok BES lebih tinggi bermakna daripada rerata SBE kelompok NS pada jam ke 24 dan 48. SID kelompok BES selalu lebih tinggi secara bermakna di setiap jam yang diukur daripada kelompok NS.
Kesimpulan: SBE kelompok BES lebih mendekati normal daripada kelompok NS di setiap jam yang diukur.

Background: Normal saline is the resuscitation solution which is regularly used in diabetic ketoacidosis management. This solution has negative side effect causes hyperchloremic acidosis. Balanced Electrolyte Solution (BES) is isotoniccrystaloid solution, more resembling plasma than normal saline, and it has less chloride than normal saline.
Objectives: This study compares the SBE mean in diabetic ketoacidosis, using normal saline and BES.
Methods: Thirty diabetic ketoacidosis patients, 18-65 years age, who full filled the inclusion criteria and were not excluded, were consecutively enrolled to this study. Group was determined by tossed. Both groups received the same treatment except the kind of resuscitation fluid. The consciousness, blood sugar, and vital sign were recorded every hour until first six hour and every 12 hour until 48 hour. the blood gas analysis, lactate, and electrolyte were recorded every two hour until six hour, and every 12 hour until 48 hour. Blood ketones ware recorded every six hour until 48 hour. This is an open experimental consecutive study.
Result: Mean SBE value in BES group was higher in every record. Mean SBE value in 24th and 48th hour were significantly higher in BES group than in NS group.
Conclusion: SBE in BES group were closer to normal limit than in NS group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beevers, D. Gareth
Chichester: Wiley Blackweel, 2015
616.132 BEE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Savitri
"Hipertensi remaja masih menjadi masalah bagi kesehatan karena dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kardiovaskular di masa dewasa. Salah satu faktor risiko hipertensi remaja adalah overweight. Terdapat peningkatan prevalensi overweight pada remaja umur 16-18 tahun di Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2007-2013 sebesar 5,7% menjadi 6,7% Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan overweight dengan hipertensi remaja usia 15-17 tahun di Indonesia berdasarkan data IFLS V Tahun 2014.
Desain Penelitian ini adalah studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari IFLS V Tahun 2014. Analisis data yang digunakan adalah Regresi Logistik. Hasil analisis menunjukkan remaja dengan overweight berpeluang 1,530 kali (95% CI; 1,080-2,166) dibandingkan remaja tidak overweight setelah dikendalikan oleh jenis kelamin. Remaja terutama remaja laki-laki dapat meningkatkan aktivitas fisik (jalan cepat dan lari) untuk mencegah overweight dan hipertensi.

Adolescents hypertension is still become a problem for health, because it can increase the number of mortality and morbidity from cardiovascular disease in adulthood. Overweight has become one of the risk factors of it. There is increasing prevalence of overweight in adolescents of aged 16-18 in Indonesia. Based on Riskesdas, there is a growing of adolescents at the aged of 16-18 in Indonesia between 2007-2013, its around 5,7% and 6,7%. The aim of this study is to find out the relation of overweight and adolescents hypertension at the aged of 15-17 based on IFLS V data in 2014.
The design of this study is using cross sectional secondary data of IFLS V 2014 with logistic regression are used for data analysis. The analysis showed that adolescents with overweight had a POR 1,530 times (95% CI 1.880-2.166) compared to un-overweight (normal-weight) adolescents after being control by gender. The boys have advantage to increasing of physical activity (by running or brisk walking) to prevent from overweight and hypertension.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaplan, Norman M., 1931-
London: Martin Dunitz Press, 2001
616.132 KAP t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kaplan, Norman M., 1931-
Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, 2002
616.132 KAP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Strodter, Dietrich
Bremen: UNI-MED Verlag AG, 2013
616.132 STR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Minarma
"Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara bising yang disebabkan oleh pesawat terbang dengan tekanan darah. Metode: Penelitian nested case-control dilakukan pada penerbang Angkatan Udara Republik Indonesia yang melakukan pemeriksaan fisik tahunan di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) Saryanto tahun 2003 ? 2008. Data yang diperoleh dari rekam medis berupa umur, jumlah jam terbang, jenis pesawat, kadar glukosa puasa dan kadar kholesterol darah, lingkaran pinggang, tinggi dan berat badan (Indeks Massa Tubuh), serta tekanan darah. Hasil: Dari 549 penerbang, ada 49 yang hipertensif, dengan tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Penerbang pesawat helikopter mempunyai risiko menderita hipertensi hampir 2 kali dibandingkan penerbang pesawat terbang biasa. Penerbang dengan jumlah jam terbang lebih dari 1400 jam mempunyai risiko menderita hipertensi lebih 2 kali dibandingkan penerbang dengan jumlah jam terbang ≤ 1400 jam. Kesimpulan: Jenis pesawat terbang, yang berkaitan dengan jenis bising yang terbangkit, mungkin merupakan faktor risiko hipertensi pada penerbang. Peningkatan jumlah jam terbang meningkatkan risiko hipertensi

Background: To investigate the association between aircraft noise and blood pressure. Methods: A nested case-control study was conducted on Indonesian Air Force pilots doing annual medical check-ups at the Saryanto Institute for Aviation and Aerospace Health (LAKESPRA) from 2003 ? 2008. The data extracted from medical records were age, total flight hours, type of aircraft, fasting blood glucose and cholesterol levels, waist circumference, height and weight (Body Mass Index), and blood pressure. Results: There were 549 pilots, 49 were found to be hypertensive, with SBP ≥ 140 mmHg and/or DBP ≥ 90 mmHg. Helicopters pilots were at an almost 2 fold risk of hypertension compared to pilots of the fixed wing aircrafts. Pilots with more than 1400 hours of flight had more than 2 fold risk of being hypertensive compared to those with 1400 flight hours or less. Conclusion: The type of aircraft, which is related to the noise generated, may be a risk factor for developing hypertension in pilots. Increased total flight hours also increased the risk of hypertension."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>