Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan pelaksanaan program skrining Triple Elimination (HIV, Sifilis, dan Hepatitis B) di kalangan wanita hamil di Puskesmas Kebayoran Baru pada tahun 2025. Sebanyak 236 responden berpartisipasi dalam studi kuantitatif dengan desain potong lintang ini. Temuan menunjukkan bahwa 66,5% wanita hamil menjalani skrining Triple Elimination, yang mengindikasikan tingkat cakupan program yang moderat, meskipun di bawah target 95%. Hubungan signifikan ditemukan antara pengetahuan (OR = 3,31; p < 0,001) dan sikap positif (p = 0,011) terhadap skrining, sementara faktor-faktor seperti usia dan pendidikan tidak menunjukkan korelasi yang signifikan (p = 0,087 dan p = 0,491, masing-masing). Faktor-faktor yang memfasilitasi, seperti akses ke layanan kesehatan (p = 0,002), ketersediaan fasilitas (p < 0,001), dan kebijakan yang mendukung (p < 0,001) secara signifikan terkait dengan perilaku skrining. Selain itu, faktor-faktor penguat, termasuk dukungan dari penyedia layanan kesehatan (p < 0,001; OR = 5,27) dan dukungan keluarga (p = 0,002; OR = 2,34), juga ditemukan berpengaruh signifikan terhadap partisipasi dalam skrining. Namun, pengalaman sebelumnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0,542). Hasil ini menekankan pentingnya meningkatkan pendidikan dan sistem dukungan untuk meningkatkan tingkat partisipasi skrining, yang sangat penting untuk mencegah penularan infeksi ini dari ibu ke anak. Penelitian ini merekomendasikan agar Puskesmas Kebayoran Baru meningkatkan upaya pendidikan kesehatan dan memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai untuk memfasilitasi proses skrining.

This study aims to identify the factors associated with the implementation of the Triple Elimination screening program (HIV, Syphilis, and Hepatitis B) among pregnant women at Puskesmas Kebayoran Baru in 2025. A total of 236 respondents participated in this quantitative cross-sectional study. The findings revealed that 66.5% of pregnant women underwent the Triple Elimination screening, indicating a moderate level of program coverage, though below the target of 95%. Significant relationships were identified between knowledge (OR = 3.31; p < 0.001) and positive attitudes (p = 0.011) toward the screening, while factors such as age and education did not show significant correlations (p = 0.087 and p = 0.491, respectively). Enabling factors such as access to healthcare services (p = 0.002), availability of facilities (p < 0.001), and supportive policies (p < 0.001) were significantly associated with the screening behavior. Additionally, reinforcing factors, including support from healthcare providers (p < 0.001; OR = 5.27) and family support (p = 0.002; OR = 2.34), were found to significantly influence participation in the screening. However, previous experience did not show a significant relationship (p = 0.542). These results underscore the importance of enhancing education and support systems to improve screening uptake, which is crucial for preventing mother-to-child transmission of these infections. The study recommends that Puskesmas Kebayoran Baru enhance health education efforts and ensure adequate resources to facilitate the screening process."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Sudjatmika S.
"Latar Belakang dan Tujuan : Penelitian sebelumnya di Hepatologi RSCM menyatakan petanda serum infeksi VHB tidak sepenuhnya menggambarkan aktivitas intrahepatik karena tidak terdapat korelasi yang kuat antara cccDNA dan pgRNA dengan petanda infeksi serum VHB. Oleh sebab itu, diperlukan kelanjutan pemeriksaan petanda serum yang berkorelasi kuat dengan aktivitas virus intrahepatik, sehingga pemeriksaan HBsAg kuantitatif serum diharapkan dapat menjadi pemeriksaan alternatif yang mencerminkan aktifitas virus intrahepatik.
Metode Penelitian : Metode yang digunakan adalah retrospektif kohort dengan jumlah sampel yang diteliti sebanyak 26 sampel. Data pendukung lainnya merupakan data sekunder dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di Divisi Hepatologi RSCM, Jakarta. Pemeriksaan jumlah partikel HBsAg intrahepatik dilakukan terhadap hasil biopsi sebelum dan sesudah terapi. Pengambilan data jumlah partikel HBsAg intrahepatik dimulai dari bulan November 2012 hingga November 2013.
Hasil Penelitian : Dari 26 pasien yang dilibatkan dalam studi ini; 17 pasien (67,4%) di antaranya adalah perempuan. Rerata usia adalah 40 + 11,4 tahun dengan rentang antara 23 sampai 70 tahun. Hasil terapi menunjukkan tidak ada penurunan jumlah partikel HBsAg intrahepatik. Namun, ada penurunan terhadap kadar HBsAg kuantitatif serum sesudah pemberian antivirus oral.
Kesimpulan : Tidak terdapat korelasi antara jumlah partikel HBsAg intrahepatik dan kadar HBsAg kuantitatif serum. Terapi nukleosida analog tidak dapat menurunkan jumlah partikel HBsAg Intrahepatik.

Background and Aims : Previous research on serum markers of HBV infection conducted at Hepatology Division of RSCM did not fully describe intrahepatic activities because there was no strong correlation of cccDNA and pgRNA with serum markers of HBV infection. Therefore, more research was necessary to prove whether there is a correlation between continuous examination of serum markers and intrahepatic viral activity, so that the examination of quantitative serum HBsAg can be scientifically established as an alternative examination that reflects the activity of intrahepatic virus.
Methods : This study applied retrospective cohort method using samples taken from as much as 26 patients. To support this study, secondary data were obtained from previous studies conducted at Hepatology Division of RSCM, Jakarta. Examination of the number of intrahepatic HBsAg particles was carried out on biopsy samples, before and after therapy. Data retrieval was conducted from November 2012 to November 2013.
Results : Of the 26 patients participating in this study, 17 (67,4%) were women. Their mean age was 40 + 11.4 years ranging from 23 to 70 years. The results of the therapy showed that there was no decrease in the number of intrahepatic HBsAg particles. However, there was a decline in the quantitative serum HBsAg level after the administration of oral antiviral medication.
Conclusion : There is no correlation between the number of intrahepatic HBsAg particles and quantitative serum HBsAg level. In other words, nucleoside analog therapy does not reduce the amount of intrahepatic HBsAg particles.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ediyana
"Imunisasi Hepatitis B adalah salah satu program imunisasi yang sudah di uji pada bayi dan anak sebagai usaha untuk melindungi mereka dari infeksi penyakit hati (virus Hepatitis B). Penyakit ini adalah salah satu penyebab paling penting terhadap morbiditas dan mortalitas yang di sebabkan oleh infeksi.
Hasil program imunisasi ini, di Pulau Lombok menunjukkan bahwa angka prevalensi menurun dari 7% menjadi 1,6%, karena itu integrasi program infeksi Hepatitis B pada program pengembangan imunisasi di Indonesia diharapkan dapat menurunkan prevalensi penyakit ini secara Epidemiologi, di Bengkulu program imunisasi ini telah dilaksanakan dengan cakupan dan 20% di tahun 1994 hingga 79,3% pada tahun 2000. Keberhasilan program ini sangat tergantung pada Para ibu, karena peran mereka dalam mengimunisasi anak-anaknya.
Rancangan penelitian ini adalah case control yang digunakan untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi Hepatitis B pada anak berusia 6-23 bulan. Analisis statistik yang digunakan adalah univariat, bivariat, multivariat.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tempat persalinan, status KB, dan penghasilan keluarga mempunyai hubungan yang kuat terhadap status imunisasi Hepatitis B pada anaknya. Variabel yang paling dominan terhadap status imunisasi Hepatitis B adalah tempat persalinan dengan nilai OR = 4,992 (95% Cl; 1,833 - 13,598), pada ibu yang memilih pelayanan kesehatan sebagai tempat persalinan memiliki peluang 5 kali iebih besar untuk mengimunisasi anaknya dengan lengkap dari pada mereka yang tidak.
Dengan melihat hasil penelitian ini saya menyarankan program ini seharusnya di terapkan pada setiap tingkatan dan berbagai pelayanan kesehatan baik di kota maupun di pelosok desa.

Immunization of Hepatitis B is one of immunization program which had been tested to infants and children in order to protect them from infection of liver disease (Hepatitis B virus). The disease is on of the most important cause of morbidity and mortality caused by infection.
The result of this immunization in Lombok Island showed that prevalence rate decrease from 7% to 1,6% Therefore. The integration of immunization of Hepatitis B to immunization development program in Indonesia could be expected to decline the prevalence of the disease Epidemiologically, in Bengkulu this program had been performed since 1994. The coverage has increased from 20% in 1994 to 79,3% in 2000. The success of this program is really depend on mother because of their role to immunize their children.
The design of this research was case control in order to search factors related to immunization status of Hepatitis 13 in Children of 6-23 months. Statistical analysis used were univariate, as well as bivariate, multivariate.
The result of this research indicate that the place of delivery, family planning status and also family income had strong relationship with the status of immunization of Hepatitis 13 in children. The most dominant variable to the status of the immunization is the place of delivery with OR = 4,992 (95% CI = 1,833 - 13,598). Those mothers who choose health care as place of delivery has opportunity 5 times bigger to immunize their children completely than those who were not.
Considering the result of this research, I suggest that this program should be adopted in every level and various health care both in urban and rural area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T1703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idwar
"Di dunia saat ini diperkirakan terdapat 350 juta pengidap virus hepatitis B, dimana hampir 78% di antaranya tinggal di Asia Tenggara. Menyangkut Indonesia yang mempunyai geograiis sangat luas dengan perilaku dan budaya yang beranekaragam, angka prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi antara 2,50 - 36,17% (Sulaiman dkk, 1993). Dengan pervalensi ini Indonesia termasuk dalam kelornpok negara endemisitas sedang sampai dengan tinggi. Makin tinggi prevalensi infeksi hepatitis B pada suatu fempat, maka makin banyak anak-anak dan bayi yang akan terinfeksi oleh virus tersebut. Program imunisasi hepatitis dengan cakupan imunisasi sebesar 90 % dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan kernatian sebesar 80 % - 90 % (Soewandiono, 1996). Penurunan yang tajam di Dati II Aceh Besar terutama terlihat pada kontak pertama tahun 1997 yaitu 56 % turun menjadi 26,5 % pada tahun 1998, penurunan tajam untuk cakupan kontak pertama irnunisasi hepatitis B akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius bagi masyarakat yang dapat menyebabkan meningkamya angka prevalensi hepatitis B dan pada akhimya akan bertambah penderita kronik yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati. Tujuan dari penelitian ini adalah diketaiiuinya gambaran status imunisasi hepatitis B (kontak pertama) pada bayi 0-11 bulan dan faktor - faktor yang berhubungan dengan status imunisasi hepatitis B pada bayi 0 - 11 bulan di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istirnewa Aceh pada Tahun 1998/ 1999. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah istimewa Aceh terhadap 210 ibu rumah tangga yang mempunyai bayi berumur 0 - 11 bulan (yang lahir 1 April 1998 sampai dengan 31 Mamet 1999). Rancangan penelitian berbentuk cross-sectional yaitu dengan survei cepat (Rapid Survey) dan bersifat deslciptif analitilc Populasi Penelitian adalah semua ibu rumah tangga yang mempunyai bayi berumur 0 - ll bulan (Lahir 1 April 1998 - 31 Maret 1999) di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Rancangan Sampel Kluster dna tahap. Pengolahan dan analisis menggunakan komputer dengan program Epi Info (C Sample) untuk univariat dan bivariat, dan stata untuk multivariat, derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dengan batas nilai kemalmaan = 0,05. Sebanyak 124 orang bayi (59,0 %)te1ah mendapatkan imunisasi hepatitis B. Dengan derajat kesamaan sebesar 0,14 berarti cakupan imunisasi hepatitis B di antara desa di Dati II Aceh Besar pukup merata. 106 orang ibu-ibu (50,5%) di Dati II Aceh Besar berumur muda atau kurang dari sama dengan 29 tahun. Tingkat pengetahuan ibu, sebanyak 115 orang (54,8%) berpengetahuan baik, Sebesar 54,3% merniliki sikap yang positif terhadap imunisasi hepatitis B pada bayi 0-11 bulan. Tingkat pendidikan yang pemah dilalui oleh ibu yang terbanyak atau 107 orang (5l,0%) adalah maksimal tamat SD/sederajat. Sebagian besar atau 178 orang (84,8%) ibu tidak bekelja atau sebagai ibu rumah tangga. Untuk jarak antara tempat tinggal ibu dengan tempat pelayanan imunisasi untuk kategori dekat berjumlah 96 omg (45,7%) Sedangkan persentase ierkecu ada pada jmk kategori jauh 53 omg (25,2%) dan sisanya adalah tennasuk jarak sedang. Sebanyak 175 orang ibu (33,3%) tidak memberikan bayaran terhadap jasa pelayanan imunisasi hepatitis B. Sebanyak 103 orang (49,1%) telah mendapatkan informasi tentang hepatitis B sebelum membawa bayinya ke pos pelayanan imunisasi. Umur ibu yang lebih tua lebih banyak yang mengimunisasikan bayinya sebesar 2,164 kali dibandingkan ibu yang lebih muda karena lebih banyak pengalaman dan infozmasi yang telah didapat tentang manfaat imunisasi. Terdapat risiko 40,786 kali lebih besar untuk mengimuniaasikan bayinya pada ibu yang pengetahuannya baik tentang imunisasi dibandingkan ibu yang pengetahuannya kurang karena pengctahuan mempakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku. Ibu yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi meempunyai risiko 1,55 kali untuk rnengimunisasikan bayinya dibandingkan ibu yang mempunyai sikap negatiff Sikap yang positif dapat menjadi faktor predisposing atau pencetus yang menyebabkan ibu membawa bayinya Untuk diimunisasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/sederajat ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan meinpunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah. Ibu yang bekeija mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekeija disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak ekonomi dekat dibandingkan yang jauh sebesar 1,01 kali, Sedangkan untuk jarak ekonomi sedang dibandingkan dengan jarak ekonomi jauh tidak terlihat adanya hubimgan yang bermakna. Ibu akan mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan akivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda. Ibu-ibu yang membayar irnunisasi lebih banyak yang mengirnunisasikan bayinya sebesar 86,43 kali dikarenakan bahwa ibu-ibu tersebut telah menyadari pentingnya pelayanan kesehatan preventif dalam hal ini imunisasi bagi bayinya sehingga mau membayar. Terdapat risiko 4,89 kali lebih besar pada ibu yang telah mendapatkan infdfmasi sebelumnya untuk mengirnunisasikan bayinya. Terdapat hubungan yang kuat terhadap status imunisasi hepatitis B yaitu pengetahuan, biaya imunisasi, Informasi yang diterima ibu. Perlunya peningkatan status imunisasi hepatitis B pada bayi 0-11 bulan dengan cara memberlkan informasi yang lebih banyak kepada ibu-ibu di Dati II Aceh Besar khususnya ibu rumah tangga oleh petugas kesehatan setempat melalui pengajian-pengajian sedangkan untuk biaya hendaknya semurah mungkin sehingga tidak menjadi beban bagi ibu.

Currently, there are about 350 million people with hepatitis-B virus, which almost 78% among them live at South East Asia- As in Indonesia, the prevalences are vary among areas from 2,50-36,71% (Sulaiman et.al, 1993). These prevelanoes classify the country as moderate-to-high endemicity area. Further, this condition will consequently increase probability of babies being infected by the disease Hepatitis-B immunization program with a coverage of around 90% will significantly decrease morbidity and mortality rates up to 80-90% according to study by Soewandiono (1996). As reported in 1998, the immunization coverages decreasing from 56,0% in 1997 to just 26-5% in 1998. This trend will consequently increase the hepatitis-B prevalence, and iiirther increase patients with chronic hepatitis-B and cirrhosis hepatic disease. This study will therefore describe the hepatitis-B immunization status, i. e. iirst contact immunization, among babies O-11 month and find factors related to it at Kabupaten Aceh Besar- Respondents are 210 mothers of those babies, which bom between April 1998-March 1999. Design of the study is a cross sectional with a rapid survey approach. Sampling method used two staged cluster sampling. Collected data were analyzed using Epi Info (C Sample method) to achieve univariate and bivariate results. Confidence interval 95%with 5% level of significance were used. This study showed that 124 babies (59.0%) had been immunized. Homogeneity rate was 0.14, which means that the immunization program's coverages are homogenous among villages. Hundred and six mothers (50.5%) are young mother with less than 29 years old. From 210 respondents, 115 (54.8%) have good knowledge level on hepatitis-B immunization, and 54.3% have positive attitude to the immunization. Hundred and seven of them (51,o%) have finished elementary school and 178 of them (84.8%) are household mother and not economically work. Ninety six of them (45.7%) stay relatively close to the health service unit that provides the immunization. Only 53 of them (25.2%) responded 'far 'from the service unit'. There were 175 respondents (83.3%) informed that they did not pay or free for the immunization. Further, 103 of them (49.1%) had been given infomation about the immunization by the health care provider before they brought the babies for immunization. Those respondents with older age brought their babies for immunization 2,154 times greater than younger mothers. Mothers with good knowledge level brought their babies for immunization 76.179 greater than mothers with low level of knowledge. This concludes that knowledge is a very important factor for behavior. Furthemrore, mothers with positive attitude to the immunization will bring 6.205 times compare to not positive attitude mothers. Positive attitude can then be considered as predisposing or even precipitating factor for the mothers behavior. Futher result showed that the higher level of education the greater babies have opportunity to be immunized with Odds ratio of 4.609 between Senior High School level to Elementary School level, and with Odds ratio of 2.54 between Junior High School level compare to the Elementary School level. This study concludes that mothers with higher education will have higher understanding about health. This sandy surprisingly showed that mothers with economically job/activities brought their babies to be immunized 8.466 greater than mothers with no economically job. There is a significant relationship between distance and immunization status. Those mothers with close distance to the service unit brought their babies for immunization 4.740 greater than mothers with distance. Another surprising result is that those mothers who pay for the immunization have greater probabilities for immunization than those who did not pay with Odds ratio of 32.11. This is probably related to higher knowledge of important of the immunization among those who paid compare to those who did not. It is found that mothers with information before taking their babies for immunization had 11.57 times to have their babies immunized compare to those with no information.This study recommends that health care providers should strengthen their health care promotion to the mothers using religious meetings- Furthermore, although there is an indication of willing to pay for the immunization, still an accessible (economically) program is needed, so that it will not hinder mothers to bring their babies to be immunized."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T3175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"HIV/AIDS dan Hepatits B sering digambarkan sebagai suatu fenomena yang tragis dan kompleks yang memunculkan reaksi emosional dan psikologis pada semua orang yang terlibat di dalam penyakit tersebut. Salah satu kelompok yang dapat melukiskan dampak psikologis terhadap penyakit tersebut yaitu perawat. Perawat adalah anggota multidisiplin yang menyediakan perawatan keseluruhan kepada penderita HIV/AIDS dan Hepatitis B. Pemberian perawatan yang optimal bagi pasien HIV/AIDS dan Hepatitis B hanya dapat diberikan apabila perawat mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup baik mengenai HIV/AIDS dan Hepatitis B. Dengan pengetahuan yang balk pula diharapkan perawat mempunyai koping yang konstruktif dalam merawat pasien. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS dan Hepatitis B dengan jenis koping yang digunakan oleh perawat. Penelitian ini dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, tepatnya di IRNA B lantai IV, V, dan VI, kanan dan kiri pada tanggal 16 - 29 Desember 2003. Desain penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan jumlah responden 73 orang. Dart hasil analisa data didapatkan p sebesar 0.001. Nilai ini lebih kecil dari nilai α yang sudah ditetapkan sebesar 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS dan Hepatitis B dengan jenis koping yang digunakan oleh perawat. Dari penelitian ini diharapkan perawat dapat menyadari bahwa dengan pengetahuan yang baik akan mempengaruhi pelayanan yang diberikan kepada pasien. Dan juga diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA5430
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sukrisno
"Penyebaran Hepatitis B dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Hepatitis B yang dimulai dari bayi baru lahir usia 0-7 hari (HB 0). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan akses imunisasi HB 0 di Indonesia. Studi dengan desain potong lintang ini menggunakan data Susenas 2016 dan Podes 2014. Sampel adalah bayi dari wanita yang pernah menikah berumur 15-49 tahun dan melahirkan bayi dengan berat lahir ≥ 2,5 Kg pada dua tahun sebelum survei dengan jumlah responden 18.407 individu. Hasil penelitian menunjukkan 59,63% bayi memanfaatkan imunisasi HB 0. Analisis regresi logistik (logit) menunjukkan variabel pendidikan, jarak, umur ibu, wilayah tempat tinggal, regional, tempat lahir bayi dan penolong persalinan berhubungan dengan akses imunisasi HB 0. Bayi yang dilahirkan di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan memiliki peluang yang lebih baik. Disarankan untuk meningkatkan upaya promosi kesehatan, kemitraan tenaga kesehatan dan mendorong ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan.

One of the efforts to prevent Hepatitis B infection is to give Hepatitis B birth-dose vaccine to infants at age 0-7 day (HB 0). This research aimed to analyze factors related to the access of HB 0 vaccinations in Indonesia. This cross-sectional study was using Susenas 2016 and Podes 2014 data, sample size was 18.407 babies of married women whose age between 15-49 years and gave birth baby birth weight ≥ 2,5 Kg in the last two years before the survey was done. About 59,63% infants accesses HB 0 vaccination. Logistic regression analysis model (logit) resulted marginal effects which showed variabel of age and education of the mother, region, place of birth, distance and birth attendants had relationship with access the HB 0 vaccination. To increase the HB 0 vaccination coverage, it is recommended that the government or the policy makers should improve programs and acess through health promotions, partnerships among health personnels, as well as encourage facility-based delivery.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richie Jonathan Djiu
"Latar Belakang
Talasemia adalah penyakit genetik yang memerlukan transfusi darah rutin yang berisiko menyebabkan penumpukan zat besi dan infeksi hepatitis B. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seroprevalensi dan faktor-faktor terkait seroproteksi hepatitis B pada anak dengan talasemia bergantung transfusi (TDT) di Indonesia.
Metode
Studi potong-lintang ini dilaksanakan di Pusat Talasemia, RSCM menggunakan data rekam medis 2023-2024.
Hasil
Sebanyak 219 anak dengan TDT diinklusi, terdiri dari 10,50% berusia <6,5 tahun, 42,90% berusia 6,5–11,49 tahun, dan 46,60% berusia ≥11,5 tahun. Mayoritas terdiagnosis talasemia beta mayor. Tidak ada (0,00%) anak dengan TDT yang positif HBsAg atau HIV. Sebagian besar (65,30%) memiliki titer anti-HBs nonreaktif, dengan satu anak positif titer anti-HCV. Selain itu, 45,20% anak dengan TDT tidak memiliki status imunisasi hepatitis B yang lengkap. Faktor yang signifikan berhubungan dengan seropositivitas hepatitis B adalah usia <11,5 tahun (adjusted odds ratio [aOR]/95% CI: 2,207/1,199 – 4,061, P = 0,011), perawakan normal (aOR/95% CI: 2,067/1,135 – 3,764, P = 0,018), dan status vaksinasi hepatitis B lengkap (aOR/95% CI: 2,413/1,315 – 4,427, P = 0,004). Faktor yang signifikan berhubungan dengan seropositivitas hepatitis B pada anak TDT yang memiliki status vaksinasi lengkap adalah perawakan normal (OR/95% CI: 1,348 – 6,029, P = 0,006).
Kesimpulan
Terdapat 34,7% pasien anak dengan TDT yang reaktif anti-HBs, 2,7% reaktif anti-HBc total, dan tidak ada (0,0%) yang reaktif HBsAg, HBeAg, dan anti-HBe. Faktor yang berhubungan dengan seroproteksi hepatitis B pada anak dengan TDT meliputi usia di bawah 11,5 tahun, perawakan normal, dan status vaksinasi hepatitis B yang lengkap. Perawakan normal adalah satu-satunya hal yang berhubungan dengan seroproteksi pada anak TDT yang telah menerima vaksinasi lengkap.

Introduction
Thalassemia is a genetic disorder requiring regular blood transfusions, which carry the risk of iron overload and hepatitis B infection. This study aims to evaluate the hepatitis B seroprevalence and associated factors in pediatrics with transfusion-dependent thalassemia (TDT) in Indonesia.
Method
This cross-sectional study was conducted at the Thalassemia Center, RSCM, utilizing medical record data from 2023 to 2024.
Results
A total of 219 TDT children were included, with 10.50% under 6.5 years old, 42.90% aged 6.5–11.49 years, and 46.60% aged ≥11.5 years. The majority were diagnosed with beta thalassemia major. None (0.00%) of the children tested positive for HBsAg or HIV. Most (65.30%) had non-reactive anti-HBs titers, with one child testing positive for anti- HCV. Additionally, 45.20% of the children with TDT did not have complete hepatitis B vaccination status. Factors significantly associated with hepatitis B seropositivity included age <11.5 years (adjusted odds ratio [aOR]/95% CI: 2.207/1.199 – 4.061, P = 0.011), normal stature (aOR/95% CI: 2.067/1.135 – 3.764, P = 0.018), and complete hepatitis B vaccination status (aOR/95% CI: 2.413/1.315 – 4.427, P = 0.004). Normal stature is the only significant factor (OR/95% CI: 1.348 – 6.029, P = 0.006) associated with hepatitis B seropositivity in TDT children with complete vaccination status. Conclusion
There are 34.7% of children with TDT who are reactive for anti-HBs, 2.7% reactive for total anti-HBc, and none (0.0%) reactive for HBsAg, HBeAg, and anti-HBe. Factors associated with hepatitis B seroprotection in children with TDT include age under 11.5 years, normal stature, and complete hepatitis B vaccination status. Among these factors, normal stature is the only factor related to seroprotection in TDT children who have received complete vaccination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richie Jonathan Djiu
"Latar Belakang
Talasemia adalah penyakit genetik yang memerlukan transfusi darah rutin yang berisiko menyebabkan penumpukan zat besi dan infeksi hepatitis B. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seroprevalensi dan faktor-faktor terkait seroproteksi hepatitis B pada anak dengan talasemia bergantung transfusi (TDT) di Indonesia.
Metode
Studi potong-lintang ini dilaksanakan di Pusat Talasemia, RSCM menggunakan data rekam medis 2023-2024.
Hasil
Sebanyak 219 anak dengan TDT diinklusi, terdiri dari 10,50% berusia <6,5 tahun, 42,90% berusia 6,5–11,49 tahun, dan 46,60% berusia ≥11,5 tahun. Mayoritas terdiagnosis talasemia beta mayor. Tidak ada (0,00%) anak dengan TDT yang positif HBsAg atau HIV. Sebagian besar (65,30%) memiliki titer anti-HBs nonreaktif, dengan satu anak positif titer anti-HCV. Selain itu, 45,20% anak dengan TDT tidak memiliki status imunisasi hepatitis B yang lengkap. Faktor yang signifikan berhubungan dengan seropositivitas hepatitis B adalah usia <11,5 tahun (adjusted odds ratio [aOR]/95% CI: 2,207/1,199 – 4,061, P = 0,011), perawakan normal (aOR/95% CI: 2,067/1,135 – 3,764, P = 0,018), dan status vaksinasi hepatitis B lengkap (aOR/95% CI: 2,413/1,315 – 4,427, P = 0,004). Faktor yang signifikan berhubungan dengan seropositivitas hepatitis B pada anak TDT yang memiliki status vaksinasi lengkap adalah perawakan normal (OR/95% CI: 1,348 – 6,029, P = 0,006).
Kesimpulan
Terdapat 34,7% pasien anak dengan TDT yang reaktif anti-HBs, 2,7% reaktif anti-HBc total, dan tidak ada (0,0%) yang reaktif HBsAg, HBeAg, dan anti-HBe. Faktor yang berhubungan dengan seroproteksi hepatitis B pada anak dengan TDT meliputi usia di bawah 11,5 tahun, perawakan normal, dan status vaksinasi hepatitis B yang lengkap. Perawakan normal adalah satu-satunya hal yang berhubungan dengan seroproteksi pada anak TDT yang telah menerima vaksinasi lengkap.

Introduction
Thalassemia is a genetic disorder requiring regular blood transfusions, which carry the risk of iron overload and hepatitis B infection. This study aims to evaluate the hepatitis B seroprevalence and associated factors in pediatrics with transfusion-dependent thalassemia (TDT) in Indonesia.
Method
This cross-sectional study was conducted at the Thalassemia Center, RSCM, utilizing medical record data from 2023 to 2024.
Results
A total of 219 TDT children were included, with 10.50% under 6.5 years old, 42.90% aged 6.5–11.49 years, and 46.60% aged ≥11.5 years. The majority were diagnosed with beta thalassemia major. None (0.00%) of the children tested positive for HBsAg or HIV. Most (65.30%) had non-reactive anti-HBs titers, with one child testing positive for anti- HCV. Additionally, 45.20% of the children with TDT did not have complete hepatitis B vaccination status. Factors significantly associated with hepatitis B seropositivity included age <11.5 years (adjusted odds ratio [aOR]/95% CI: 2.207/1.199 – 4.061, P = 0.011), normal stature (aOR/95% CI: 2.067/1.135 – 3.764, P = 0.018), and complete hepatitis B vaccination status (aOR/95% CI: 2.413/1.315 – 4.427, P = 0.004). Normal stature is the only significant factor (OR/95% CI: 1.348 – 6.029, P = 0.006) associated with hepatitis B seropositivity in TDT children with complete vaccination status. Conclusion
There are 34.7% of children with TDT who are reactive for anti-HBs, 2.7% reactive for total anti-HBc, and none (0.0%) reactive for HBsAg, HBeAg, and anti-HBe. Factors associated with hepatitis B seroprotection in children with TDT include age under 11.5 years, normal stature, and complete hepatitis B vaccination status. Among these factors, normal stature is the only factor related to seroprotection in TDT children who have received complete vaccination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Josephine Elzabetty
"Hepatitis B merupakan masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Untuk mencegah dan mengeliminasi HBV, telah dilakukan pemberian imunisasi HB0. Namun, cakupan pemberian imunisasi HB0 masih belum mencapai target yang ditetapkan dan menunjukkan disparitas antar provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan pemberian Imunisasi HB0 di Indonesia berdasarkan data SDKI 2017. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan analisis bivariat, menggunakan sampel anak yang lahir dalam 2 tahun terakhir dari ibu berusia 15-49 tahun. Hasil penelitian menemukan cakupan tidak imunisasi HB0 sebesar 15,8%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan pemberian imunisasi HB0 adalah pendidikan ibu rendah (PR:1,599; 95% CI: 1,364-1,874), indeks kekayaan terbawah (PR: 2,890; 95% CI: 2,283-3,657) dan menengah bawah (PR:1,826; 95% CI: 1,408-2,366), urutan kelahiran ≥3 (PR: 1,453; 95% CI: 1,234-1,710), tinggal di daerah rural (PR: 1,734; 95% CI: 1,475-2,038), kunjungan ANC <4 kali (PR: 3,602; 95% CI: 3,130-4,147), bersalin di non fasilitas kesehatan (PR: 3,602; 95% CI: 3,130-4,147), persalinan dibantu dukun (PR:4,498; 95% CI: 3,831 -5,282) dan non tenaga kesehatan (PR: 4,248; 95% CI: 3,369-5,357), tidak memiliki kartu imunisasi (PR: 4,07;  95% CI: 3,558-4,657). Penting untuk terus melakukan upaya peningkatan promosi kesehatan melalui berbagai upaya sehingga mendorong pemberian imunisasi HB0 pada bayi.

Hepatitis B remains a global health problem, including in Indonesia. Hepatitis B birth dose vaccination (HepB-BD) has been implemented to prevent and eliminate HBV. Unfortunately, HepB-BD coverage has not yet reached target and shows disparities between provinces. This study aims to identify the factors associated with HepB-BD coverage in Indonesia using 2017 IDHS data. This study uses a cross sectional study design with bivariate analysis, using a sample of children born in the las two years from mother aged 15-49 years. The study found that the coverage of HepB-BD non vaccination coverage of 15,8%. Factors that is statistically associated with HepB-BD vaccination coverage include predisposing factor such as low maternal education (PR:1,599; 95% CI: 1,364-1,874), lowest wealth index (PR: 2,890; 95% CI: 2,283-3,657) and  lower-middle wealth indeks (PR:1,826; 95% CI: 1,408-2,366), birth order ≥3 (PR: 1,453; 95% CI: 1,234-1,710), rural residence (PR: 1,734; 95% CI: 1,475-2,038), <4 ANC visits (PR: 3,602; 95% CI: 3,130-4,147), non-health facility delivery (PR: 3,602; 95% CI: 3,130-4,147), delivery assistance by traditional birth attendants (PR:4,498; 95% CI: 3,831 -5,282) and non health professionals (PR: 4,248; 95% CI: 3,369-5,357), and not having vaccination card (PR: 4,07;  95% CI: 3,558-4,657). It is important to continue enhancing health promotion trough various means, to encourage HepB-BD vaccination."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryawati Sukmono
"Latar Belakang: Pajanan nyeri menimbulkan efek merugikan baik pada neonatus kurang bulan maupun neonatus cukup bulan. Efek analgesik sukrosa pada penyuntikan intramuskular masih kontroversial. Efektivitas sukrosa untuk mengatasi nyeris saat vaksinasi hepatitis B pada neonatus cukup bulan belum pernah diteliti di Indonesia.
Tujuan: untuk mengetahui efek analgesik pemberian sukrosa disertai empeng saat vaksinasi hepatitis B pada neonatus cukup bulan.
Metode: penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak tersamar ganda. Subjek secara random dibagi menjadi kelompok intervensi yang mendapatkan 2 mL sukrosa 24% disertai empeng, serta kelompok kontrol yang mendapatkan 2 mL aquabidestilata disertai empeng. Rasa nyeri yang dirasakan subjek dievaluasi dengan skor nyeri premature infant pain profile (PIPP).
Hasil: median skor PIPP pada kelompok yang diberikan sukrosa lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (6 (2-15) vs 11 (2-15), p <0,0001). Lama tangis subjek pada kelompok yang mendapat sukrosa lebih singkat dibandingkan kelompok kontrol (11 (0-33) detik vs 19 (0-100) detik, p <0,0001). Pemberian empeng tidak memberikan efek sinergis dalam menurunkan skor nyeri maupun lama tangis subjek. Pada penelitian ini ditemukan satu subjek yang mengalami desaturasi hingga saturasi oksigen <88% saat pemberian sukrosa, namun efek samping ini tidak memerlukan terapi khusus.
Simpulan: sukrosa secara statistik menurunkan skor nyeri PIPP dan lama tangis saat vaksinasi hepatitis B pada neonatus cukup bulan.

Background: Pain causes adverse effect for preterm and also term newborn. Analgesic effect of sucrose during intramuscular injection is still a controversy. Sucrose effectivity in reducing pain in term newborn during hepatitis B vaccination has not been studied in Indonesia.
Objective: to examine analgesic effect of sucrose with pacifier during hepatitis B vaccination in term newborn.
Method: we used consecutive sampling to reach 70 subjects. Subject was randomised into intervension group receiving 2 mL of 24% sucrose solution with pacifier, and control group receiving 2 mL aquadest with pacifier. Pain was evaluated with the premature infant pain profile (PIPP) scoring system.
Result: median PIPP score in intervension group was significantly lower than control group (6 (2-15) vs 11 (2-15), p <0,0001). Cry duration in intervension group was significantly shorter than control group (11 (0-33) second vs 19 (0-100) second, p <0,0001). Pacifier had no synergistic effect in lowering PIPP score and cry duration. Decreased oxygen saturation below 88% was found in one subject receiving sucrose but additional therapy was not needed.
Conclusion: Sucrose was statistically significant in reducing pain score and cry duration during hepatitis B vaccination in term newborn.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>