Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasna Wahida
"UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Indonesia mengatur ancaman pidana denda dengan nilai yang ditentukan dalam rumusan delik. Artikel ini menganalisis dan membandingkan konsep pidana denda dalam UU Tipikor Indonesia, Foreign Corrupt Practices Act Amerika Serikat, Bribery Act Inggris, dan Wetboek van StrafrechtBelanda. Studi ini menemukan bahwa masing-masing dari ketentuan antisuap Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda tersebut memiliki konsep yang berbeda untuk mengatasi masalah kekakuan ancaman pidana denda dalam rumusan delik, yang dapat digunakan dalam pembaruan UU Tipikor Indonesia."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lambok Marisi Jakobus Sidaburat
"Pelaksanaan eksekusi pembayaran uang pengganti oleh Kejaksaan dihadapkan pada persoalan harta benda korporasi yang dijadikan sebagai jaminan utang kepada kreditor. Pada kondisi ini, eksekusi harta benda korporasi sebagai pembayaran uang pengganti melalui jalur pidana tidak dapat berperan optimal karena dihadapkan pada persoalan hukum tertentu. Artikel ini berfokus untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Kejaksaan dalam mengeksekusi uang pengganti perkara tindak pidana korupsi. Selain itu, untuk mengetahui penggunaan hukum kepailitan sebagai instrumen hukum dalam mengeksekusi harta benda korporasi sebagai bentuk pembayaran uang pengganti. Penggunaan instrumen hukum kepailitan dalam mengeksekusi harta benda korporasi telah memenuhi syarat kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kejaksaan harus dapat mencegah terjadinya tunggakan pembayaran uang pengganti dengan mendata dan menyita harta benda korporasi yang sudah harus dilakukan sejak penyidikan."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Desca Lidya Natalia
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran media massa dalam membentuk persepsi publik mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia dan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kerja pemberantasan korupsi dan korupsi itu sendiri. Penulis menemukan bahwa meski media memang dapat berperan sebagai watchdogterhadap pemerintah terutama dengan melakukan liputan investigasi mengenai korupsi sehingga dapat mengerjakan fungsi sebagai penyeimbang, tapi media tidak dapat begitu saja mengurangi laju korupsi. Penyebabnya adalah kurangnya daya ingat masyarakat, kontrol media yang lemah, tarik-menarik kepentingan di ruang redaksi hingga bias pemberitaan pemberantasan korupsi. Akibatnya, meski masyarakat menganggap korupsi penting untuk ditangani segera tapi mereka belum tergerak untuk ikut memberantas korupsi dan menyerahkan pemberantasan korupsi kepada penegak hukum yaitu KPK dan aparat penegak hukum lain. Perlu ada aturan hukum agar pers sebagai watchdog dalam pemberantasan korupsi terjaga independensinya sekaligus peningkatan kualitas jurnalis itu sendiri."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Heru Suyatmiko
"Tidak ada standar universal dalam membangun dan mengoperasikan lembaga anti korupsi (ACA) yang ideal. Sejak 2013, Transparency International (TI) telah mengembangkan alat pengukuran yang mampu menangkap efektivitas kinerja ACA sesuai dengan mandat UNCAC dan Prinsip-prinsip Jakarta. Salah satu aspek utamanya adalah apakah ACA berada di dalam lingkungan yang mendukung atau berada dalam situasi kebijakan yang menghambat implementasi undang-undang anti-korupsi. Studi ini secara khusus berupaya mengkaji kekuatan dan kelemahan ACA di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan alat pengukuran TI melalui 6 dimensi yang tersebar dalam 50 indikator selama periode 2016-2019. Studi ini menemukan bahwa KPK memiliki faktor lingkungan yang kuat dan mendukung, baik secara internal maupun eksternal; tetapi memiliki sejumlah pengecualian dalam aspek independensi. Pengukuran kinerja bagi ACA, baik yang dilakukan secara internal atau eksternal, signifikan untuk memperkuat independensi ACA dan penegakan hukum dalam jangka panjang"
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Heru Suyatmiko
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Donal Fariz
"ABSTRACT
The result of eradicating corruption is usually parallel with political support from the branches of power. Over the past five years, the Corruption Eradication Commission has been experiencing various political attacks that began with the polemic regarding the selection of candidates for the National Police Chief, the use of Questionnaire Rights by the House of Representatives and the revision of the Corruption Eradication Commission Act. The biggest problem of the KPK also arises from the instability of support from the President for the KPK. Without strong, determined support from the President and the strengthening of political attacks on the KPK, this anticorruption institution is in an emergency state."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Donal Fariz
"Hasil kerja pemberantasan korupsi biasanya paralel dengan dukungan politik dari kekuasaan. Selama lima tahun belakangan ini, KPK mengalami berbagai serangan politik yang dimulai dari polemik pemilihan calon Kapolri, penggunaan Hak Angket oleh DPR hingga revisi UU KPK di akhir pemerintahan. Problem terbesar KPK juga muncul dari pasang-surutnya dukungan dari Presiden terhadap KPK. Pada awal pemerintahannya, Joko Widodo mampu mengelola relasi yang baik dengan KPK dan mendengarkan aspirasi publik yang luas saat menghadapi dinamika politik yang berkaitan dengan KPK. Namun pada akhir periode pertama ini, hubungan KPK dan Jokowi memburuk. Sinyal tersebut ditandai dengan hasil seleksi calon pimpinan KPK kontroversial dan puncaknya revisi Undang-Undang KPK disetujui oleh Pemerintah dan DPR. Tidak itu saja, dalam hal kebijakan antikorupsi pemerintahan Jokowi seolah berjalan dalam arus yang berbeda dengan KPK. Defisit dukungan politik dari Presiden serta menguatnya serangan politik kepada KPK membuat lembaga antikorupsi ini berada
dalam kondisi darurat."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Khoirul Umam
"Komitmen politik dari pemimpin politik tertinggi dalam suatu negara merupakan kunci kesuksesan sekaligus kegagalan dari lembaga antikorupsi. Di era pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, KPK menghadapi roller coaster agenda pemberantasan korupsi. Berbagai ancaman yang menghadirkan ketidakpastian masa depan KPK, telah dilakukan oleh kekuatan eksternal maupun internal KPK. Hal itu berdampak signifikan pada efektivitas mesin antikorupsi KPK. Artikel ini mencoba menjelaskan dan mengevaluasi kualitas dukungan pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo (2014-2019) terhadap KPK dan bagaimana dampaknya terhadap kelangsungan agenda antikorupsi di Indonesia. Artikel ini menyimpulkan, target pembangunan ekonomi yang mensyaratkan adanya stabilitas sosial-politik, membuat kerja-kerja antikorupsi kurang diperhatikan secara memadai. Akibatnya, KPK digempur oleh serangan balik dari berbagai kelompok kepentingan politikbisnis. Merespon situasi itu, Presiden Joko Widodo memilih bermain aman dan tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada KPK. Di periode ini pula, belum tampak kerja sama kolektif yang mengakar dan menjadikan pemberantasan dan pencegahan korupsi sebagai agenda utama yang sistematis dan berkelanjutan."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Khoirul Umam
"ABSTRACT
The political commitment of the highest political leader in a country is the key to the success and failure of an anti-corruption institution body. In the first era of President Joko Widodo's leadership, the KPK faced a roller coaster of the agenda of eradication corruption. Various threats that present uncertainty about the future of the KPK has been carried out by external and internal forces of the KPK. This had a significant impact on the effectiveness of the KPK anti-corruption engine. This article tries to explain and evaluate the quality of President Joko Widodo's first-period government support (2014-2019) to the KPK and how it impacts on the continuation of the anti-corruption agenda in Indonesia. This article concludes that economic development targets that require socio-political stability make anti-corruption work is less adequately addressed. As a result, the Corruption Eradication Commission was hit by a counterattack from various political-business interest groups. Responding to the situation, President Joko Widodo chose to play it safe and did not show a precise alignment on the KPK. In this period also, there was no visible cooperation that took root and made the eradication and prevention of corruption as the main agenda that was systematic and sustainable."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   2 3 4 5 6 7 8   >>