Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryam Rudyanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara berpikir kreatif dalam musik dengan keberhasilan pendidikan musik, inteligensi dan kreativitas pada murid-murid Sekolah Musik Yayasan Musik Indonesia (YMI). Pada pendidikan di Sekolah Musik, hubungan antara kreativitas dan prestasi musik sangat erat. Tinggi/rendahnya kreativitas musik akan mempengaruhi prestasi murid. Kreativitas musik adalah kemampuan berpikir kreatif dalam musik yang tercermin dalam aspek 'musical flexibility', 'musical originality', 'musical syntax' dan 'musicalextensiveness'. Sedangkan prestasi musik adalah nilai yang diperoleh siswa atas dasar penilaian guru terhadap les murid sehari-hari. Penilaian itu mencakup 'hearing', 'sight reading', `improvisasi`, 'aransemen' dan 'performance'.
Subyek penelitian adalah murid-murid Sekolah Musik YMI yang telah mengikuti pendidikan musik kira-kira dua tahun dan berusia 10-15 tahun. Alat penelitian yang dipakai adalah alat ukur berpikir kreatif dalam musik ciptaan Webster dari USA. Oleh karena itu alat ini diadaptasi terlebih dahulu untuk penggunaan di Indonesia. Alat tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia lalu di uji coba apakah dimengerti dan sesuai dengan budaya anak-anak Indonesia. Selain itu dicari keterandalan dan kesahihannya. Alat penelitian lain yang dipakai adalah CFIT (Culture Fair Intelligence Test) skala 2 bentuk A, tes kreativitas verbal paralel I dan tes kreativitas figural. Ketiga tes ini dipakai dalam rangka melihat hubungan antara berpikir kreatif dalam musik dengan inteligensi dan kreativitas umum.
Hasil penelitian menunjukkan :
  1. Korelasi antara skor berpikir kreatif dalam musik yang tercermin dalam skor 'musical flexibility' (MF), 'musical originality' (MO), 'musical syntax' (MS) dan murid Sekolah Musik YMI tergolong tinggi.(=.63355).
  2. Korelasi MF, MO, MS, ME sebagai satu tes keseluruhan terhadap tes inteligensi (CFIT) dimana efek usia dikontrol adalah kecil (=.21587) dan tidak signifi - kan.
  3. Korelasi MF,MC,MS,ME sebagai satu tes keseluruhan terhadap tes kreativitas verbal (TKV) dimana efek usia dikontrol menjadi kecil (=.05855) dan tidak signifikan.
  4. Korelasi MF, MO, MS, ME sebagai satu tes keseluruhan terhadap tes kreativitas figural (TKF) dimana efek usia dikontrol adalah sangat kecil (=.03251) dan tidak signifikan.
Penulis menyarankan untuk meninjau kembali dan mempersingkat sistem tes berpikir kreatif dalam musik meneliti pengaruh atau mengontrol faktor pribadi, motivasi dan lingkungan. Selain itu mengkaitkan dengan tujuan khusus para musisi seperti 'music composition', musical extensiveness' (ME) dengan prestasi musik 'music performance' dan 'music analysis'. Saran lain menyangkut jumlah subyek penelitian, usia subyek penelitian, variasi jenis pendidikan musik yang ditempuh murid dan lokasi pelaksanaan penelitian."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadeck, Herman
"Kemampuan kegiatan pegumpulan, pegolahan, analisis dan penyajian data untuk menghasilkan informasi yang akurat, masih belum memadai baik di pusat maupun di daerah. Masih terlihat adanya kesenjangan antara pengelola dan pemakai informasi, hal ini akibat kekurangmampuan menyatakan kebutuhan informasi kesehatan serta tukarmenukar informasi (menerima dan memberi). Masalah ini sangat dirasakan sekali pada Kanwil Dep.Kes. Propinsi Timor-Timur yang masih muda usianya dan dengan segala kekurangannya. Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan kesehatan di Kanwil DepKes Propinsi Timor Timur sangat tergantung pada kondisi organisasi, manajemen dan sistem informasi kesehatannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran karakteristik informasi yang dibutuhkan pada jabatan, fungsi manajemen dan bidang tugas di Kanuil Dep.Kes Propinsi Timor Timur. Hipotesa yang diajukan ialah karakteristik informasi berhubungan dengan jabatan, fungsi manajemen dan bidang tugas di Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Timor Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan data sekunder, dan analisis data menggunakan metode statistik dari Chi Kuadrat dan Kolmogorov Smirnov. Dari hasil penelitian dapat disinpulkan bahwa ada hubungan antara karakteristik informasi dengan jabatan dan fungsi manajemen."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noersal Samad
"INTRODUCTION
America is a country of laws rather than of men. Laws that are agreed on by representatives of the people, implemented by the government and reviewed for their legal constitutionality by judges of the Supreme Court rule America. These laws must conform to certain broad principles of moral justice. They then govern the actions of the population of America.
Since laws govern the actions of the people, they must be stable. Judges of the court who apply laws to existing cases are expected to make consistent decisions. They should do so and must also bear in their minds that the decisions they made might be referred to as precedents when other judges decide cases of similar type. "Stability of laws and consistency of decisions are basic values of our judicial system", said Harold O. Berman in his article, "Philosophical Aspects of American Law", broadcast by the Voice of America (Berman, 1973:323).
In 1936, the Supreme Court, by 5 to 4 vote-in the case of Morehead v. New York ex rel. Tipaldo. 298 U.S. 587 (1936) invalidated a statute of the state of New York prescribing minimum wages for women and children. But only one year later, the Supreme Court upheld a Washington State minimum wage law. The Supreme Court not only chanced its decision of 1936 but also repudiated the then prevailing interpretation of the due process clause of the United States Constitution. Before 1973 the due process clauses were traditionally used to curb legislation of the social welfare type. Since then, "no federal, and relatively few state, laws of this type have been declared unconstitutional on the due process ground" (Carr, 1961: 95).
The above Court's inconsistent decision has greatly attracted my attention to write this thesis. It seems to me that some of the American Supreme Court's decisions in the course of the first two terms of President Franklin Delano Roosevelt had to be accordingly adjusted in response to deep social and political demands of the changing times and conditions.
Dexter Perkins quoted an assertion of President Roosevelt's supporters saying, "if the President lost the battle, he won the war, that if his legislation failed, he had the satisfaction of seeing the Court bend to the spirit of the times". Perkins further wrote: "History itself demonstrates that our highest tribunal will suffer grievously in prestige and power if it fails to conform to the spirit of the times" (Perkins, 1957:61-63).
This thesis will examine some factors affecting reversals of the Supreme Court's decisions during the first two terms of President Roosevelt. Perhaps these decisions, which became controversial at the times, had to be made in response to social and political pressures. It might also be possible that these decisions had been influenced by the Supreme Court's justices' personal values and orientations, the state of the law applicable to each of the selected cases, the interaction among its members and other external factors, which will be discussed in detail in Chapter III and Chapter IV.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadhi Santoso
"Ketahanan Nasional (Tannas) tidaklah serta merta terwujud dengan penjumlahan antar gatra yang ada dalam Tannas, melainkan harus ada integrasi yang dinamis antar gatra tersebut dan saling isi mengisi. Dapat saja untuk periode tertentu Tannas bercirikan beberapa gatra yang menonjol sedang gatra lainnya bersifat menunjang. Yang penting, integrasi gatra-gatra tersebut merupakan suatu sistem yang utuh, yang mampu menghadapi segala ancaman, hambatan dan gangguan, sekaligus mampu terus membangun negara menuju tahap yang lebih sejahtera. Gatra Hankam sebagai salah satu gatra Ketahanan Nasional, jika dipandang tersendiri, harus merupakan satu sistem tersendiri pula sehingga mampu menyumbang secara baik bagi upaya terciptanya Tannas secara keseluruhan.
Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) sebagai wujud pelaksanaan dari Sistem Pertahanan Keamanan Negara (Sishankamneg) RI adalah perpaduan dari dua sub sistem, yakni sub sistem senjata Teknologi dan sub sistem senjata sosial. Dalam pelaksanaannya kedua sub sistem ini merupakan sistem tersendiri pula yang lazim disebut Sistem Senjata Teknologi (Sistatek) dan sistem Senjata Sosial (Sistasos). Kalau Sistatek relatif lebih mudah diidentifikasi karena menyangkut hat yang bersifat teknis kesenjataan militer yang lazim dikenal, tidak demikian hal mengenai Sistatos karena Sistatos yang terdiri dari banyak segi-segi sosial, yang terjalin di dalamnya.
Untuk dapat menyusun suatu kekuatan Hankamrata yang baik, hingga dapat mewujudkan Hankamneg RI, perlu diamati antara lain apakah Sistatos telah dibina dengan baik sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena berhasilnya Hankamrata dalam upaya dan peningkatan ketahanan di bidang Hankam pada hakekatnya akan menunjang pula upaya terwujudnya Tannas. Dengan kata lain, identifikasi masalah yang dititik beratkan dalam tulisan ini adalah perlunya dipikirkan upaya penyempurnaan pembinaan yang telah ada, untuk dapat berfungsi lebih baik guna mendukung Hankamneg (melalui peranannya sebagai bagian Sishankamrata)di masa mendatang, mengingat perkembangan lingkungan yang cepat berubah."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henoch Budhidharma Ichthus Setiawan
"ABSTRAK
1. Penelitian dasar empirik mengenai arti bekerja pada beberapa kelompok pekerja di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta merupakan suatu studi pendahuluan mengenai ethos kerja Pancasila.
2. Penelitian dasar empirik ini dilakukan dengan menggunakan:
a. Variabel dependen ialah arti bekerja yang dirumuskan sebagai aktivitas yang menghasilkan produk yang mempunyai suatu nilai tertentu; yang terdiri dari 7 dimensi, yaitu dimensi sentralitas bekerja di dalam kehidupan, dimensi norma-norma sosial mengenai bekerja, dimensi hasil-hasil bekerja yang bernilai, dimensi pengembangan bekerja, dimensi kepentingan aspek-aspek bekerja, dimensi peran bekerja dan dimensi hubungan antar manusia di dalam bekerja.
b. Variabel independen, terdiri dari:
(1) Variabel moderator; yaitu variabel jenis kelamin, variabel status pekerjaan, variabel agama dan variabel pandangan hidup bangsa.
(2) Variabel kontrol; yaitu variabel usia, variabel pendidikan formal dan variabel masa kerja.
3. Alat ukur Arti Bekerja Tujuh Dimensi (= ABTD) disusun dengan menggunakan acuan alat ukur yang digunakan oleh International Research on the Meaning of Working (= IRMOW, 1977-1987) dan disesuaikan dengan situasi sosial budaya Indonesia.
Uji coba ABTD (N = 80) menghasilkan 43 butir ABTD yang sahih yang tersebar pada 7 dimensi, dengan nilai rxy setiap butir pernyataan di atas 0.5000 pada p < 0.0001 dan mempunyai keterandalan menyeluruh dengan nilai rtt 0.866 pada p < 0.0001.
4. Penelitian dasar empirik yang dilaksanakan dengan N = 886 (N wanita = 402 dan N pria = 484) memperlihatkan bahwa arti bekerja sebagai aktivitas
a Lebih berarti secara signifikan bagi kelompok pria pekerja daripada bagi kelompok wanita pekerja pada l.o.s. 0.034.
b. Lebih berarti secara signifikan bagi kelompok pegawai negeri sipil daripada bagi kelompok pegawai swasta pada l.o.s 0.001.
c. Tidak berbeda secara signifikan pada l.o.s. 0.05 antara kelompok pekerja yang beragama Islam dan kelompok pekerja yang beragama Kristen Protestan.
d. Tidak berbeda secara signifikan pada l.o.s.0.05 antara kelompok pekerja yang sudah menjalani salah satu program pembudayaan P-4 yang formal dan kelompok pekerja yang belum menjalani salah satu program pembudayaan P-4 yang formal.
5. Penelitian dasar empirik ini juga memperlihatkan bahwa secara umum urutan prioritas dimensi-dimensi anti bekerja pada beberapa kelompok pekerja di daerah Khusus Ibu Kota Jakarta; berturut-turut dari yang paling diutamakan sampai yang paling tidak diutamakan adalah dimensi norma-norma sosial mengenai bekerja, dimensi kepentingan aspek-aspek bekerja, dimensi hubungan antar manusia di dalam bekerja, dimensi hasil-hasil bekerja yang bernilai, dimensi sentralitas bekerja di dalam kehidupan, dimensi pengembangan bekerja dan dimensi peran bekerja.
6. Pembinaan di dalam rangka pembentukan arti dan konsepsi bekerja yang bersumber pada Pancasila bagi para pekerja Indonesia seyogyanya khusus dilakukan melalui suatu program pembinaan ketenaga kerjaan yang merupakan penerapan nilai-nilai P-4 di dalam kehidupan bekerja para pekerja Indonesia."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Ulber
"Pembangunan Desa sebagai upaya dalam proses modernisasi dan memacu laju pembangunan secara menyeluruh dan berencana, menjadi pusat perhatian negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini. Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan warga desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam pembangunan desa.
Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin desa khususnya pimpinan dan kepemimpinan pemerintah desa atau Kepala Desa. Sebab pada tingkat pemerintahan yang paling bawah, Kepala Desa sebagai pimpinan pemerintah desa atau aktor dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa, menjadi ujung tombak pelaksanaan dan terlaksananya pembangunan desa maupun dalam menumbuhkan kesadaran warga desa untuk berperan serta dalam pembangunan desa.
Untuk mencapai kepemimpinan pemerintah desa yang efektif dalam menggerakkan dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan, paling sedikit ada tiga aspek pokok yang penting diperhatikan. Pertama, intensitas dan kualitas aspek fungsional kepemimpinan, yaitu memberi dorongan, pengarahan, bimbingan, interaksi komunikasi dua arah dan pelibatan warga dalam pembuatan keputusan. Kedua, perilaku pemimpin atau gaya kepemimpinan yang digunakan dalam menjalankan aktivitas dan peranan kepemimpinan. Keempat, agar dalam menjalankan aktivitas fungsi dan peranan kepemimpinan maupun gaya kepemimpinan efektif untuk mempengaruhi atau meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa, maka perlu diperhatikan aspek nilai sosial dan budaya, khususnya tuntutan nilai-nilai budaya tradisional tentang pola perilaku interaksi hubungan kemasyarakatan dalam sistem hubungan kekerabatan di mama kepemimpinan itu berlangsung yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola perilaku interaksi pemimpin-pengikut atau Kepala Desa-Warga Desa.
Sehubungan adanya hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dan hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi masyarakat desa yang dipengaruhi oleh aspek sosial budaya/nilai budaya, maka berdasarkan kajian teoritis dimunculkan dua bagian hipotesis, yaitu:
Pertama, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi warga desa. Di sini, intensitas pelaksanaan aktivitas motivasi, pengarahan, bimbingan, interaksi komunikasi dua arah yang dilakukan kepala desa, serta memberi kesempatan yang luas kepada warga desa untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan desa (sebagai variabel independen "X") mempengaruhi tingkat partisipasi warga desa dalam pembangunan desa (sebagai variabel dependen "Y"). Dengan kata lain, jika X tinggi, maka Y tinggi.
Kedua, nilai-nilai budaya tradisional tentang pola perilaku interaksi dalam hubungan kekerabatan mempengaruhi hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi warga desa. Di sini, jika posisi kedudukan/otoritas pimpinan pemerintah desa dilegitimasi nilai-nilai tradisional dan pimpinan pemerintah desa menempatkan posisi perilakunya dalam. pola hubungan sistem kekerabatan dalam berinteraksi dengan masyarakat desa, maka kepemimpinan pemerintah desa relatif efektif dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Setelah data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Spearman, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Meningkatnya partisipasi warga desa dalam pelaksanaan pembangunan desa ternyata disebabkan oleh intensifnya Kepala Desa memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan, komunikasi dua arah dan diberikannya kesempatan kepada warga desa untuk ikutserta dalam pembuatan keputusan desa yang berhubungan dengan pembangunan desa.
Dari lima aspek aktivitas kepemimpinan pemerintah desa dan masing-masing aspek merupakan sub hipotesis atau hipotesis kerja penelitian, maka kesempatan yang diberikan kepada warga deasa untuk ikut serta atau ambil bagian dalam pembuatan keputusan desa lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan partipasi warga desa. Sedangkan aktivitas dorongan adalah yang paling kecil pengaruhnya, sebab yang paling diinginkan oleh warga desa adalah tindakan dan pembuatan nyata dari pemimpin pemerintah desa.
2. Hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dipengaruhi oleh kemampuan kepala desa untuk menyesuaikan pola perilaku interaksi hubungannya dengan masyarakat desa dalam konteks tuntutan nilai-nilai tradisional sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu keberhasilan kepala desa menggerakkan dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan desa adalah karena kepemimpinan pemerintah desa memperoleh dukungan atau legalitas dan ligitimasi dari para pernimpin informal desa khususnya pemimpin informal tradisional. Dengan kata lain, posisi dan otoritas Kepala Desa dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa dilegitimasi secara tradisional. Juga dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa Kepala Desa tidak menonjolkan aspek otoritas formal yang dimilikinya dimana ia berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai budaya dalam hubungan kekerabatan. Dengan demikian aspek nilai budaya tradisional perlu diperhatikan dan dimanfaatkan karena mempengaruhi efektifitas kepemimpinan pemerintah desa untuk menggerakkan partisipasi warga desa dalam pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T6713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Soebadio
"ABSTRAK
Politik pengepungan komunisme yang dijalankan oleh Amerika dengan Truman Doctrine-nya yang diumumkan pada tahun 1947 adalah merupakan reaksi Amerika terhadap ekspansi komunisme yang terjadi setelah Perang Dunia II baik di Eropa Tengah maupun di Eropa Timur, dan ini diperkirakan akan menjalar ke wilayah Laut Tengah, yaitu Turki dan Yunani, karena Inggris yang sebelum Perang Dunia II mempunyai pengaruh besar di daerah tersebut, sesudah perang selesai keadaan ekonominya berantakan sehingga ia tidak mampu lagi mempertahankan daerah tersebut dari ancaman komunisme.
Seperti diketahui kedua wilayah tersebut dianggap sangat penting dalam wawasan strategi Barat. Turki dan Yunani menguasai terusan antara Laut Hitam, yang merupakan juga danau Rusia dan Laut Tengah.
Pengumuman Truman Doctrine pada tahun 1947 yang disusul oleh Marshall Plan pada tahun berikutnya, mempunyai tujuan membantu rehabilitasi negara-negara Eropa Barat yang telah hancur akibat Perang Dunia II.
Kemudian Marshall Plan ini disusul dengan dibentuknya NATO pada tahun 1949 yang merupakan persekutuan militer raksasa Barat untuk membendung komunisme mulai dari Samudera Atlantik sampai ke Laut Tengah.
Nampaknya keberhasilan Amerika membendung komunisme di Barat diimbangi oleh kemajuan komunisme di Timur, dengan kemenangan komunisme terhadap Kuomintang seperti yang telah diwujudkan dengan pembentukan Republik Rakyat Cina (RRC) pada tanggal 1 Oktober 1949, dan terjadinya Perang Korea tahun 1950 di mana tentara Amerika, yang bertempur di bawah bendera Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terpaksa berhadapan langsung dengan sukarelawan RRC. Peristiwa ini nampaknya mendorong Amerika selain melengkapi NATO di Barat, juga mendirikan SEATO di Timur. Sasaran NATO dengan jelas ditujukan sebagai politik pembendungan terhadap Uni Soviet, dan SEATO dimaksudkan untuk politik pembendungan terhadap RRC.
Pada penghujung tahun 1950 terjadi pendekatan Cina-Uni Soviet yang diikuti dengan keterlibatan "sukarelawan" Cina dalam Perang Korea. Kedua peristiwa tersebut dianggap oleh Amerika sebagai membantu pihak Uni Soviet. Hal ini menyebabkan Amerika semakin bulat tekadnya untuk membendung komunisme di Asia Pasifik.
Menteri Luar Negeri Amerika, Dean Acheson, membuat rumusan kebijaksanaan politik luar negerinya untuk Asia Pasifik pada penghujung tahun 1950 dengan konsep parimeter pertahanan. Untuk membendung pengaruh komunisme secara strategic-militer tersebut, Dean Acheson membuat suatu lingkaran pertahanan yang membentang dari kepulauan Aleutina ke Jepang lewat pulau Okinawa dan Philipina; dan perang yang terjadi di Korea menyebabkan Acheson menambah jalur parimeternya dengan memasukkan Korea Selatan dan Taiwan.
Untuk melandasi struktur pertahanan ini maka kerjasama dan persekutuan-persekutuan dengan negara-negara sekutunya merupakan hal yang vital dan strategik. Terutama kerjasama serta persekutuan dengan Jepang dianggap Amerika merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena Amerika mengharapkan Jepang dapat dijadikan benteng demokrasi di Asia Timor Laut dan benteng pertahanan untuk menangkal ancaman komunisme.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iban Sofyan
"ABSTRAK
Adanya keputusan pengusaha untuk menggunakan pembiayaan aktiva tetap dengan leasing adalah merupakan suatu hal yang penting karena kesalahan dalam membuat keputusan akan berpengaruh luas pada intern dan ekstern perusahaan yang bersangkutan.
Atas dasar pemikiran ini adalah penting untuk mengevaluasi keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menggunakan leasing dalam pembiayaan aktiva tetapnya, dengan cara ini diharapkan dapat memberi informasi bagaimana sebaiknya jika perusahaan-perusahaan ingin menggunakan pembiayaan aktiva tetapnya dengan cara leasing agar perusahaan- perusahaan yang menggunakan leasing dapat memetik suatu keuntungan real.
Berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah pembiayaan khususnya pembiayaan dengan leasing digali dalam studi ini untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu Apakah pembiayaan leasing yang telah diterapkan di Indonesia lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan jenis pembiayaan non leasing?; Apakah keputusan pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memilih alternatif pembiayaan aktiva tetapnya sudah rasional menurut kriteria penilaian investasi ? Apakah dengan semakin banyaknya lembaga leasing yang menawarkan jasanya kepada pengusaha di Indonesia akan membawa pengaruh pada praktek leasing di Indonesia ?.
Untuk menjawab persoalan diatas telah dilakukan survey yang menggunakan daftar pertanyaan penelitian. Ada 30 perusahaan yang berlokasi di Jakarta dan Lampung serta instansi/lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta telah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hasil dari studi ini dapat diringkas berikut ini: Pembiayaan aktiva tetap yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang dijadikan studi kasus untuk Indonesia ini secara finansial tidak rasional atau kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan pembiayaan non leasing; pembiayaan aktiva tetap yang dilakukan oleh perusahaan bukan berdasarkan pertimbangan kriteria penerimaan usulan investasi yang ada, tetapi lebih berat berdasarkan pertimbangan non finansial antara lain alternatif yang tersedia dan kemudahan; dan yang terakhir menunjukkan bahwa ada faktor dominan yang dipertimbangkan pengusaha dalam melakukan pembiayaan aktiva tetap melalui leasing yaitu aliran kas dan kemudahan.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin Sri Kuntjoro
"ABSTRAK
Pasien skizofrenia merupakan salah satu jenis pasien psikosis yang berat, dengan sumber gangguan dasarnya adalah kepribadiannya, karena itu mereka memiliki proses pikir, alam perasaan serta kemampuan psikomotorik terganggu. Secara praktis dalam pelayanan klinik pasien skizofrenia di tandai adanya 6 "a" yaitu terjadinya gangguan dalam assosiasi, afek, aktivitas, atensi, serta timbulnya ambivalensi dan autisma. Karena itu dalam diagnosis, terapi, prognosis serta upaya penanggulangannya banyak menimbulkan masalah, bahkan sering dianggap pasien skizofrenia itu tak dapat diobati atau menimbulkan keputus-asaan dari para petugas rumah sakit.
Keadaan tersebut mendorong penulis untuk meneliti dengan mengadakan eksperimen dalam terapi tingkahlaku yang diterapkan adalah pemberian hadiah (reward berupa token economy) melalui pendekatan instruksi terhadap Kelompok Eksperimen 1 (KE 1) dan melalui pendekatan persuasi terhadap Kelompok 2 (KE 2). Di samping itu juga menggunakan Kelompok Kontrol (KK); pada Kelompok Kontrol ini tidak diberikan terapi akan tetapi memperoleh perawatan biasa (perawatan sekarang).
Dalam eksperimen tersebut yang menjadi tingkahlaku sasaran (target behaviour) adalah tingkahlaku keterampilan sosial dan tingkahlaku penyesuaian diri. Keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang untuk bersikap dan bertingkahlaku yang dapat diterima lingkungan sosialnya. Penyesuaian diri adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk menyelaraskan antara tuntutan pribadinya dalam memenuhi kebutuhan dengan tuntutan masyarakatnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang berbeda dalam peningkatan keterampilan sosial dan penyesuaian diri pasien skizofrenia yang memperoleh terapi tingkahlaku bila dibandingkan dengan pasien skizofrenia yang mendapat perawatan biasa. Di samping itu juga untuk mengetahui apakah terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi berbeda dengan pendekatan persuasi, dalam meningkatkan keterampilan sosial dan penyesuaian diri pasien skizofrenia. Salah satu bentuk terapi yang lebih efektif akan dipilih sebagai model terapi tingkahlaku yang dapat diterapkan di
Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen; eksperimen dilaksanakan selama tiga bulan terhadap dua kelompok eksperimen yaitu KE 1 dan KE 2 dan dibandingkan dengan satu kelompok kontrol atau KK. Sebelum eksperimen dijalankan, terhadap tiga kelompok dilakukan prates untuk menilai tingkahlaku keterampilan sosial dan penyesuaian diri, terhadap semua pasien dalam masing-masing kelompok. Setelah eksperimen dilakukan selama 3 bulan diakhiri dengan postes. Selanjutnya dari masing-masing pasien dari semua kelompok dihitung kenaikan nilai pre dan postes dan dari nilai peningkatan inilah yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan untuk diperbandingkan.
Treatment yang dilakukan adalah memberikan hadiah (reward yang berupa token economy) melalui pendekatan instruksi (perintah dan larangan) terhadap kelompok eksperimen I (KE 1); sedangkan pada kelompok eksperimen 2 (KE 2) dilakukan dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi (propaganda) agar pasien timbul keinginan untuk berbuat. Contoh-contoh instruksi dan persuasi terlampir pada tesis ini. Pada Kelompok Kontrol (KK) tidak dilakukan treatment akan tetapi mereka memperoleh perawatan seperti biasanya dan keterampilan sosial serta penyesuaian diri dinilai baik pada pretes maupun pastes.
Instrumen yang dipergunakan untuk mengukur tingkahlaku sasaran yaitu keterampilan sosial dan penyesuaian diri adalah rating scale yang disusun oleh peneliti. Sebelum alat tersebut dipergunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba (try out) untuk menguji validitas dan reliabilitas alat tersehut. Di samping itu para rater yang melakukan penilaian sebelumnya jugs dilakukan uji coba untuk mengukur kesamaan ketajaman penilaian di antara mereka.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah:
1. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dan pendekatan persuasi lebih efektif dibandingkan dengan cara perawatan biasa, dalam meningkatkan keterampilan sosial pasien skizofrenia.
2. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi lebih efektif dibandingkan dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dalam meningkatkan keterampilan sosial pasien skizofrenia.
3. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dan pendekatan persuasi lebih efektif dibandingkan dengan cara perawatan biasa, dalam meningkatkan penyesuaian diri pasien skizofrenia.
4. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi lebih efektif dibandingkan dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dalam meningkatkan penyesuaian diri pasien skizofrenia.
Kesimpulan
1. Terapi tingkahlaku lebih efektif dibandingkan dengan perawatan biasa dalam meningkatkan keterampilan sosial pasien skizofrenia.
2. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi lebih efektif bila dibandingkan dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dalam meningkatkan keterampilan sosial pasien skizofrenia.
3. Terapi tingkahlaku lebih efektif dibandingkan dengan perawatan biasa dalam meningkatkan penyesuaian diri pasien skizofrenia.
4. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi lebih efektif bila dibandingkan dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dalam meningkatkan penyesuaian diri pasien skizofrenia.
5. Terapi tingkahlaku sesuai untuk dipilih sebagai salah satu alternatif terapi dalam memperbaiki tingkahlaku pasien skizofrenia.
6. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi lebih sesuai untuk diterapkan sebagai salah satu alternatif terapi untuk meningkatkan tingkahlaku keterampilan sosial dan penyesuaian diri pasien skizofrenia.
7. Instrumen untuk menilai keterampilan sosial dan penyesuaian diri dapat dipergunakan sebagai salah satu tolok ukur untuk menilai kemajuan pasien skizofrenia dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa.
Saran-saran
1. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan instruksi dapat meningkatkan keterampilan sosial dan penyesuaian diri pasien skizofrenia, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif terapi dalam penanggulangan pasien skizofrenia ataupun pasien psikosis ]ainnya.
2. Terapi tingkahlaku dengan pemberian hadiah melalui pendekatan persuasi dapat meningkatkan keterampilan sosial dan penyesuaian diri pasien skizofrenia, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif terapi dalam penanggulangan pasien skizofrenia ataupun pasien psikosis lainnya.
3. Terapi tingkahlaku ternyata mempunyai etek terapi yang lebih baik dibandingkan dengan perawatan biasa, sebaiknya terapi tingkahlaku diterapkan dan dikembangkan di rumah sakit jiwa.
4. Instrumen penilaian keterampilan sosial dan penyesuaian diri, dapat dipergunakan bagi perawat/petugas rumah sakit jiwa untuk mengukur kemajuan tingkahlaku sebagai hasil terapi, yang dapat. dipergunakan sebagai titik tolak untuk memulangkan pasien.
5. Mengingat bahwa penelitian ini sangat terbatas sehingga banyak kekurangannya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang yang serupa dengan mengambil sampel yang lebih banyak dan bervariasi.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sudiro
"LATAR BELAKANG
Sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam proses produksi. Dari semua faktor produksi seperti tenaga manusia, bahan baku, bahan penolong, uang, mesin, metode dan sebagainya, manusia merupakan faktor yang paling utama, bukan saja karena manusia dapat mempengaruhi jumlah dan mutu produk yang dihasilkan, akan tetapi karena manusia pulalah yang menentukan penggunaan faktor-faktor lain tersebut.
Proses produksi pada umumnya melalui tahapan tahapan sebagai berikut:
Pertama, menyediakan dan memasukkan bahan-bahan kemudian, kedua,mengolah bahan-bahan tersebut melalui suatu sistem produksi dengan menggunakan metode dan memakai peralatan/mesin ataupun teknologi.
Betapa pentingnya peranan manusia dalam proses produksi, digambarkan oleh George Terry (1956) sebagai berikut:
"the success of any enterprice depends in large measure upon the effectiveness of its employees in their work".
Lebih lanjut Elton Mayo (1957) mengemukakan bahwa :
" the worker was indeed the most impotant element in business and further that no one knew much about the worker. Their experiment showed that the worker was not a simple tool, but a complex personality, interacting in a group situation that was hard to deal with an thoroughly misunderstood".

Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa faktor manusia dapat ditinjau dari dua sudut: Tenaga manusia merupakan salah satu faktor produksi diantara faktor-faktor produksi lainnya, diperlukan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
Manusia sebagai pekerja tidak lepas dari sifat-sifat kemanusiaannya yang sangat kompleks. Sebagai manusia mereka tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan dan keinginan yang mendorongnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendaya gunaan sumberdaya manusia mencakup aspek pembinaan teknis dan aspek manajemen personalia dalam arti yang luas. Pengelolaan sumberdaya manusia antara lain mencakup pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, dan yang terakhir adalah pemeliharaan tenaga kerja/karyawan. Hal ini semua dimaksudkan untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>