Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eny Diana Mudrikah
"Indikator kinerja memegang peranan penting dalam sistem akuntabilitas pemerintah serta pengambilan kebijakan terkait perencanaan, alokasi sumber daya, serta tata kelola yang lebih baik. Hasil review terhadap indikator kinerja sistem pengawasan obat beredar pada periode 2015-2019 dinilai kurang sensitif menggambarkan kinerja mengingat tantangan untuk mencapai target tersebut masih cukup banyak. Penelitian berikut berupaya mengeksplorasi gambaran mengenai karakteristik indikator kinerja pembangunan di bidang pengawasan obat yang saat ini digunakan, karakteristik sistem pengawasan obat, benchmark indikator kinerja pengawasan obat, serta rumusan indikator kinerja pembangunan di bidang pengawasan obat berbasis pemangku kepentingan. Paradigma penelitian yang digunakan adalah post-positivis dengan pendekatan metode perolehan data secara kualitatif dilanjutkan analisis data berbasis triangulasi dari berbagai sumber informasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa berdasarkan hasil tinjauan terhadap 10 (sepuluh) karakteristik indikator kinerja strategis bahwa secara keseluruhan karakteristik telah terpenuhi meskipun diperlukan perbaikan untuk optimalisasi. Berdasarkan analisis terhadap 11 (sebelas) karakteristik sistem pengawasan, didapatkan kesimpulan bahwa secara keseluruhan aspek telah terpenuhi dengan baik, utamanya terkait aspek berdaya guna (usefullnes) yang berarti bahwa sistem pengawasan obat yang dilaksanakan oleh BPOM telah mampu berkontribusi dalam pencegahan dan pengendalian dampak buruk isu pengawasan obat. Karakteristik pengawasan yang dinilai belum sesuai adalah aspek keterwakilan (representativeness), sehingga terungkap bahwa permasalahan bersumber dari perbedaan antara hal yang diukur oleh BPOM dan hal yang terlihat oleh pemangku kepentingan maupun masyarakat secara luas. Eksplanasi dari para pemangku kepentingan terkait indikator kinerja pengawasan obat adalah bahwa diharapkan indikator kinerja kedepan mampu mencakup dinamisme peredaran obat khususnya ranah ilegal, dengan didukung oleh big data dalam pengakajian konsep dan definisinya.

Performance indicators play an important role in the government accountability system as well as policy formulation in areas such as planning, resource allocation, and also good governance. The findings of assessment of the drug surveillance system performance indicators surfacing in the period 2015-2019 are perceived to be less sensitive in presenting performance, regarding that accomplishing these targets endures a significant challenge. The following research examines the characteristics of currently used development drug control performance indicators, and also the characteristics of the drug surveillance system, drug control performance indicator benchmarks, and the conceptualization of construction of stakeholder-based drug control performance indicators. The research paradigm is post- positivist, with a qualitative data collection method followed by triangulation-based data analysis from multiple data sources. The research concluded that, based on a review of the ten characteristics of strategic performance indicators, the criteria have been met in general, however changes are needed for optimization. Based on an analysis of the 11 (eleven) characteristics of surveillance system, it was determined that all aspects had been met, particularly the aspect of Usefulness, implying that the drug control system implemented by BPOM had been able to contribute to the prevention and management of adverse health effects drug regulation. The characteristic of representativeness in the surveillance system is deemed insufficient, indicating that the problem arises from the disparity between what BPOM measures and what stakeholders and the general public view. Stakeholders highlight that future performance indicators for drug control will be able to capture the dynamism of illegal drugs, particularly in the criminal sector, and will be accompanied up by big data for the analysis of concepts and definitions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radithia
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah meningkatkan jumlah pengguna internet di berbagai dunia, sehingga smartphone dan layanan data internet menjadi sebuah kebutuhan di era modern ini. Perubahan perilaku masyarakat telah menciptakan fenomena berbelanja secara online dan berkembangnya industri ecommerce secara masif. Di Indonesia sendiri tercatat ada sekitar 4.5 juta penjual online yang aktif berdagang di tahun 2017 dengan proyeksi nilai penjualan barang kotor sebesar 55-65 milyar USD di tahun 2022. Potensi besar dari industri e-commerce ini dibersamai dengan tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan pemajakan terhadap para pelaku bisnis yang terlibat dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan analisa terkait kesiapan DJP dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia yang ditinjau dari dimensi Faktor Individual, Faktor Kolektif, dan Faktor Kontekstual.
Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dengan memadukan metode kualitatif dan kuantitatif (mixed-method) dalam melakukan analisia penelitian. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini menemukan bahwa aparatur pajak di kantor pusat DJP telah menyadari akan adanya perubahan lingkungan bisnis yang mengarah pada digitalisasi dan menilai perlu adanya perubahan dari sisi organisasi DJP. Kemudian aparatur pajak yang didominasi oleh generasi muda telah memiliki kapabilitas dalam menghadapi digitalisasi ekonomi, hanya saja dari sisi organisasi DJP saat ini baru dapat memfasilitasi pemungutan PPN atas transaksi PMSE yang dilakukan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri di dalam daerah pabean sebagaimana yang tersurat pada ketentuan PER-12/PJ/2020. Dan kesimpulan dari penelitian ini adalah DJP telah memiliki kesiapan dari Faktor Individual dan Faktor Kolektif dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia. Namun dari tinjauan Faktor Kontekstual, penelitian ini menyimpulkan bahwa DJP belum memiliki kesiapan dalam melakukan pemungutan pajak digital di Indonesia.

The development of information and communications technology has increased the number of internet users in the world, so that smartphones and internet data services have become a necessity in this modern era. Changes in people's behavior have created the phenomenon of online shopping and the massive development of the e-commerce industry. In Indonesia, there are around 4.5 million online sellers who are actively trading in 2017 with a projected gross merchandise value of 55-65 billion USD in 2022. The huge potential of the e-commerce industry is in line with the challenges to collect the tax from the actors involved in trading through an electronic system (PMSE) by the Directorate General of Taxes (DGT). Based on this background, this research was conducted to analyze the DGT's readiness to collect digital tax in Indonesia in terms of the dimensions of Individual Factors, Collective Factors, and Contextual Factors.
This study uses a post-positivism approach by combining qualitative and quantitative methods (mixed-method) in conducting research analysis. Based on the analysis that has been carried out, this study found that the tax officials at the DGT head office are aware of changes in the business environment that have led to the digitization and assess that there is a need for changes in the DGT organization. Then the tax officials which is dominated by the younger generation has the capability to face the digital economy, but from the organizational side, the DGT currently only can facilitate the collection of VAT on PMSE transactions carried out by overseas Trade Operators through Electronic Systems (PPMSE) within the customs area as which is expressed in the provisions of PER-12/PJ/2020. And this research concludes that DGT has readiness from Individual and Collective Factors in conducting digital tax collection in Indonesia. However, from a review of Contextual Factors, this study concludes that DGT is not ready to collect digital tax in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirwan Syarif
"ABSTRACT
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja dari kecamatan
dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan diantaranya fasilitasi pelayanan umum di wilayah kerjanya sehingga dapat membuktikan bahwa kinerja dan eksistensi dari kecamatan dewasa ini masih sangat diperlukan. Penelitian dilaksanakan melalui metode mix approach yaitu penggunaan metode secara kuantitatif dan kualitatif dengan memakai pendekatan Balance Scorecard, sehingga kinerja kecamatan dapat dilihat melalui 4 (empat) perspektif. Sudut pandang dari pendekatan tersebut diantaranya adalah perspektif finansial, perspektif kepuasan pelanggan, perspektif bisnis internal serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang dilakukan dengan menyebar angket dan
kuisioner di wilayah tersebut. Penulis juga melakukan observasi lapangan dan dukung seperti berkas darter pelaksanaan anggaran serta dokumentasi dan sebagainya sehingga kesimpulan yang diambil dapat terwakili dengan data-data yang ada. Hasil dari penelitian dapat di lihat dari aspek financial kecamatan melakukan banyak tugas seperti pelaksanaan kegiatan dalam memberikan fasilitas
pelayanan masyarakat yang dalam pelaksanaan realisasi terserapnnya anggaran dalam setiap pelaksanaan kegiatan cukup baik, dari aspek kepuasan pelanggan banyak masyarakat yang menilai baik dari sisi peleayanan yang di berikan, dari aspek Perspektif Bisnis Internal Serta Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran masih banyak yang harus dibenahi terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi dari pelaksana teknis dan pelatihan-pelatihan yang harus diberikan agar kecamatan dapat lebih responsig dalam melaksanakan fungsi pemerintahan secara umum dan pelayanan terhadap masyarakatnya.

ABSTRACT
Subdistrict in Act No. 5 of 1974 on Regional Government as the holder of the command does all the functions of government in working areas, but in the era of regional autonomy on the mark with the Law Number 32 Year 2004 regarding Regional Government, the district is organization has changed from the regional to the local work unit (SKPD) which only has the authority if it has been delegated by the head region (function delegation), so the district in carrying out
activities in each program of work has been represented by agencies or offices as the implementing organization of technical there. Regardless of the attributive function (general duties of government) from the district then this raises a lot of thought to dissolve the district because the organization does not have a clear and
measurable performance. The purpose of this study was to determine the performance of the districts in carrying out general services in their working area so that it can prove that the performance and
existence of the district today is still very necessary. Research conducted through mixed methods approach, namely the use of quantitative methods and qualitative approaches using Balanced Scorecard (BSC), so the performance of district can be viewed from the 4 (four) perspectives. Viewpoint of the approach include the
financial perspective, the perspective of customer satisfaction, internal business perspective and the perspective of growth and learning is done by spreading the questionnaire and the questionnaire in the region. The author also conducted field observations and supporting data such as (DPA) files and documentation and so
forth so that the conclusions drawn can be represented by the existing data.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Meilita Sugiana
"Tesis ini membahas tentang pelaksanaan program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang ada di wilayah Jakarta Selatan. Kelompok usaha bersama adalah salah satu program pemerintah melalui kementerian sosial untuk meminimalisasi angka kemiskinan di Indonesia. Jakarta sebagai pusat negara dengan kompleksitas masalah melaksanakan program ini pada tahun 2009. KUBE merupakan metode pendekatan yang terintegrasi dari keseluruhan proses kementerian sosial dalam rangka MPMK. KUBE tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan prosedur kecuali untuk Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin yang mencakup Keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan berusaha, bantuan stimulans dan pendampingan. Pelaksanaan KUBE belum menjadi jawaban yang pasti dalam pengentasan kemiskinan di ibu kota. Jakarta selatan dipilih sebagai pilot project program ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kebijakan program KUBE sebagai bentuk penanggulangan kemiskinan melalui program pemberdayaan ekonomi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Jakarta Selatan da mengetahui hambatan dalam implementasi kebijakan program KUBE. Dalam pelaksanaannya kemampuan manajerial serta pemasaran dalam bentuk kemasan menjadi kendala yang dihadapi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara dengan narasumber yang sudah ditentukan.
Hasil penelitian ini menyarankan untuk melakukan penilaian terhadap kebutuhan kelompok sasaran. Selain itu Pendampingan terhadap KUBE perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga efektivitas KUBE dalam meningkatkan keterampilan para anggota menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan sasarannya secara lebih besar. Hambatan dari pelaksanaan program ini adalah pada implementasi program ini, banyaknya jenis usaha macet. Masih terbatasnya kemampuan dan keterampilan anggota juga menjadi hambatan tersendiri dalam pelaksanaan program ini.

The focus of this study is implementation of policy for Tackling Poverty through a program of economic empowerment group together (KUBE) in South Jakarta. Joint business group is one of the Government through the Ministry of social programs to minimize poverty rate in Indonesia. Jakarta as the Centre of the country with the complexity of the problems of implementing this program in 2009. KUBE is an integrated approach to the method from Social Departement of whole process in order MPKP. It is not intended to replace all the prosedure except for social walfare assistance programs that cover the entire process. Formution of KUBE began with the formation of the group as a result of process guidance, social skill training and assistance and mentoring stimulant. Implementation of the KUBE is not yet a definite answer in alleviating poverty in the capital. South Jakarta was chosen as a pilot project this program. Managerial capability in the implementation as well as marketing in the form of packaging to be obstacles faced. This research is a qualitative research using the method of data collection in the form of interviews. The interviewer is a pople who has a qualification to answer.
The results of this research suggest to carry out assessment of the needs of the target group. In addition to Mentoring KUBE needs to be improved and expanded so that its effectiveness in improving the skills of the KUBE members became higher and can ultimately increase revenue goals are bigger. The resistance of the implementation this programme is the implementation of this programme has many of bussiness to a standstill. Still limited abilities and skill of its member has also become a obstacles in the implementation of the programme.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31556
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Subagio
"Penerapan Reformasi Birokrasi merupakan sesuatu yang sangat penting dilaksanakan . Untuk mengetahui hasil penerapan Reformasi perlu dilakukan evaluasi dan analisis. Sebagai tempat penelitian dipilih KPU BC (Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai) Tanjung Priok karena sebagai bagian dari DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) di bawah Kementrian Keuangan, bertanggungjawab terhadap 70% penerimaan Kebeacukaian secara nasional dan sebagian besar masalah kebeacukaian ada di Tanjug Priok. Permasalahan yang terjadi sebelum proses reformasi adalah belum adanya penataan SDM, sistem penggajian yang tidak memperhatikan resiko dan tanggung jawab pekerjaan/jabatan, belum cukup dan memadai sistim/prosedur ketatalaksanaa, belum ditatanya organisasi/ kelembagaan.
Secara umum tujuan reformasi birokrasi adalah mewujudkan kepemerintahan yang baik, didukung oleh penyelenggaraan Negara yang professional, bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima. Guna mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan penataan kelembagaan, ketatalaksanaan, sumberdaya manusia, akuntabilitas dan pelayanan umum . Untuk mengetahui penerapan Reformasi Birokrasi di KPU BC Tanjung Priok perlu dilakukan analisis penerapan Reformasi Birokrasi terhadap aspek-aspek di atas.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data dilakukan metode campuran yaitu pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Sampel penelitian sebanyak 156 responden dari unsur internal pegawai KPU BC Tanjung Priok, 60 responden dari unsur pengguna jasa serta 4 orang informan sebagai nara sumber dalam wawancara mendalam. Pengumpulan data sekunder menggunakan studi kepustakaan, studi dokumen dan observasi. Pengumpulan data primer kuantitatif menggunakan teknik kuesioner dan pengumpulan data primer kualitatif menggunakan teknik wawancara.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan reformasi birokrasi telah memenuhi ke lima aspek yang diteliti dengan nilai mutu baik, namun masih ditemukan beberapa faktor yang bernilai kurang baik yaitu tentang pola karier, penempatan pegawai, penggunaan dana operasional dan standar pelayanan. Untuk perbaikan disarankan agar dilakukan pemberian motivasi dan refresing terhadap pegawai secara berkelanjutan, penciptaan inovasi sistem dan prosedur pelayanan, penggunaan teknologi informasi yang terpadu dengan sistem lain di luar kebeacukaian, automatisasi sistem, modernisasi kantor pelayanan diluar Kantor Pelayanan Utama. Sedang untuk mengatahui hasil Reformasi Birokrasi perlu dilakukan evaluasi dan analisis yang terus menerus dan berkesinambungan.

Application of Bureaucracy Reform is an important thing to be implemented. In order to know the result of Bureaucracy Reform Application it is important to be evaluated and analyzed. As the place of research be chosen KPU BC (Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai) Tanjung Priok because as the part of DJBC (Directorate of General of Customs and Excise under the Ministry of Finance, responsible about 70% in receiving the Customs and Excise nationally and a big part of problem of customs and excise sector is in Tanjung Priok. The problem that occurred before reform process is there is not administration of Human resources yet, learning system which is not pay attention about the risk and responsibility of job/title is not enough and feasible about administration procedure system, be managed about organization/ institution.
Generally the purpose of bureaucracy reform is to realize good governance be supported by the implementation of state professionally, free of corrupt, collusion and nepotism, and to increase the service to the society so that, reached the primary service in reaching such purpose be done by the administration of institution, the management of human resources, accountability and general service. In order to know bureaucracy Reform Application in main Service office of Customs and Excise Tanjung Priok to be it is important to be done bureaucracy Reform Application Analysis to the aspect above.
The research use quantitative approach data collecting method be done the combination method of collecting data quantitative and qualitative. Research sample is about 156 respondent from the element of employee internal of main Service office of Customs and Excise Tanjung Priok, 60 respondents from the element of user of service and 4 informants as a source for in-depth interview. Secondary data collecting use library study, document and observation study. Quantitate primary data collecting use questioner and data collecting use interview.
From the Result of research be concluded where the application of bureaucracy reform have been fulfill the five aspect that be researched by good quality grade, but still be founded some factors not good enough grade namely about carrier pattern, the placement of employee the usage and operational and service standard. For revision be suggested in order that be done the giving of motivation and refreshing to the employee continually , to create the innovation of system and service procedure, the usage of united information technology by other system in outside of customs sector, automatic of system, service office modernization in outside of main Service office of Customs and Excise Tanjung Priok. Meanwhile in order to know the result of reform of bureaucracy need to be done the evaluation and analysis continually."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31574
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 >>