Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5654 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Adam
"ABSTRAK
Cash flows, dividend payout ratio, earnings per share, dan debt to equity ratio merupakan variabel-variabel keuangan yang sering digunakan dalam kebijakan dividen. Tujuannya agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karenanya dibutuhkan suatu evaluasi terhadap efektivitas kebijakan dividen sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kesuksesan dan kegagalan kebijakan dividen tergantung pada bagaimana mengevaluasi dan menilai kondisi kinerja perusahaan. Oleh karena itu, dalam penilaian kebijakan dividen dapat digunakan variabel-variabel keuangan tersebut.
Dari hasil pengujian dengan menggunakan metode regresi limier berganda menunjukkan bahwa variabel yang konsisten dan signifikan adalah variabel dividend payout ratio sebelum periode analisis. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen yang diukur dalam dividend payout ratio dari perusahaan-perusahaan emiten yang termasuk dalam Indek LQ 45 sangat dipengaruhi oleh dividend payout ratio sebelum periode analisis. Sedangkan variabel-variabel yang lain masih berfluktuasi dan bersifat sementara. Artinya dalam keadaan tertentu dapat mempengaruhi dividend payout ratio periode analisis, pada keadaan tertentu yang lain dapat terjadi tidak signifikan.
Ada kemungkinan dengan tidak dimasukkannya unsur variabel-variabel eksternal dalam pengujian sedikit banyak menyebabkan hasil pengujian tidak sesuai dengan yang diharapkan. Variabel dividend payout ratio sebelum periode analisis yang konsisten baik tanda maupun signifikansinya itu dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kinerja perusahaan-perusahaan yang tidak termasuk dalam Indeks LQ 45 dan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan investasi saham."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Mardiyati
"ABSTRAK
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan ditemukan adanya kecenderungan underpricing saham perdana di berbagai bursa efek. Padahal seharusnya harga perdana ditetapkan secara wajar, sehingga tidak merugikan investor dan emiten. Underpricing saham perdana ini tentunya disebabkan berbagai hal. Salah satu teori yang mendasari underpricing adalah risk-averse underwriter.
Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta, dengan periode pengamatan/penelitian tahun 1994 - 1996. Pemilihan periode pengamatan didasarkan pertimbangan setelah swastanisasi BEJ, dari Januari tahun 1994 sampai dengan Mei 1995 IHSG cenderung bergerak turun ( bear market) dan dari Juni 1995 sampai dengan Desember 1996 IHSG cenderung bergerak naik ( bull market).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku harga saham perdana, khususnya perbedaan underpricing-nya, baik antara bear market dengan bull market, antar kelompok industri, antar berbagai kelompok kapitalisasi pasar, antar kelompok offering size, maupun antar kelompok BE/ME.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 85 perusahaan, yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana pada tahun 1994 sebanyak 47 perusahaan, tahun 1995 sebanyak 22 perusahaan dan tahun 1996 sebanyak 16 perusahaan. Dan 85 penawaran perdana itu, 54 termasuk dalam periode bearish, 31 bullish.
Underpricing saham perdana ditentukan oleh besarnya rata-rata initial return (IR) dan rata-rata abnormal return ( AR ) yang meliputi AR hari ke-1, AR minggu ke-1, AR minggu ke-2, AR minggu ke-3 dan AR minggu ke-4, baik dengan pendekatan market adjusted maupun dengan pendekatan market model.
Pengujian terhadap perbedaan underpricing saham perdana pada bear market dan pada bull market dilakukan dengan uji z (untuk sampel besar) dan uji t ( untuk sampel kecil ). Sedangkan pengujian terhadap perbedaan underpricing saham perdana antar industri, antar kelompok kapitalisasi pasar, antar kelompok size, dan antar kelompok BE/ME dilakukan dengan metode statistik parametrik ( t-test dan analysis of variance ) dan metode statistik non parametrik ( Mann-Whitney dan Kruskall Wallis ).
Dari analisis yang dilakukan ternyata underpricing saham perdana pada bear market tidak lebih besar dari underpricing saham perdana pada bull market, baik dilihat dari rata-rata IR maupun dilihat dari rata-rata AR ( baik pendekatan market adjusted maupun pendekatan market model ).
Underpring saham perdana pada berbagai industri juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan, kecuali pada minggu ke-4 setelah saham diperdagangkan di pasar sekunder. Tidak terdapat pola tertentu yang menunjukkan suatu industri tertentu mempunyai rata-rata IR atau rata-rata AR tertinggi (terendah ).
Perbedaan underpricing saham perdana antar kelompok kapitalisasi pasar sangat signifikan jika dilihat dari rata-rata IR, tetapi menjadi tidak signifikan jika dilihat dari rata-rata AR. Secara urnum rata-rata IR dan rata-rata AR tertinggi terjadi pada kelompok saham yang berkapitalisasi pasar paling besar, tetapi rata-rata IR dana rata-rata AR terendah yang terjadi pada kelompok saham yang berkapitalisasi pasar paling kecil adalah JR, AR hari ke-1 dan AR Minggu ke-1. Dari pengujian yang dilakukan terhadap kelompok saham yang mempunyai kapitalisasi pasar paling besar dengan kelompok saham yang mempunyai kapitalisasi pasar paling kecil mendukung hasil tersebut. Sedangkan antara IR dan kapitalisasi pasar mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Perbedaan underpricing saham perdana pada berbagai kelompok offering size ternyata juga sangat signifikan jika dilihat dan rata-rata IR. Sedangkan bila dilihat dari rata-rata AR, perbedaan tersebut signifikan setelah 1 minggu dan 2 minggu saham diperdagangkan di pasar sekunder. Hasil tersebut juga didukung oleh pengujian terhadap dua kelompok offering size yang ekstrim, yaitu kelompok offering size terbesar dan kelompok offering size terkecil. Jika dilihat dari koefisien korelasi, maka IR dan offering size mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Underpricing saham perdana antar kelompok BE/ME ditemukan adanya perbedaan yang signifikan bila dilihat dan rata-rata IR ( diuji dengan Kruskal-Wallis ). Pengujian terhadap kelompok BE/ME yang ekstrim juga mendukung basil tersebut (uji Anova dan Kruskal-Wallis ). Rata-rata IR dan rata-rata AR tertinggi terjadi pada kelompok BE/ME terkecil, dan terendah terjadi pada kelompok BE/ME paling besar tetapi hanya untuk IR dan AR hari ke-1. Adapun hubungan antara IR dan BE/ME adalah negatif dan signifikan.
Dengan pendekatan market adjusted, pola cumulative average abnormal return pada kedua pasar mempunyai kecenderungan yang berbeda, yaitu pada bear market CAR cenderung stabil dan mulai menunjukkan penurunan setelah minggu ke-25. Sedangkan pada bull market, pada awal perdagangan di pasar sekunder menunjukkan peningkatan dan berlanjut sampai minggu ke-5, kemudian cenderung menurun, dan mulai meningkat lagi pada minggu ke-26. Pola / kecenderungan tersebut terjadi juga jika digunakan pendekatan market model. Dengan demikian speculative-buble hypothesis terbukti berlaku pada periode bearish, sedangkan pada periode bullish hipotesis tersebut tidak berlaku, namun pembuktian signifikansinya perlu diadakan penelitian lebih lanjut.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handono Mardiyanto
"Tesis ini bertajuan untuk meneliti perbedaan kinerja keuangan, yang diukur dengan rasio-rasio berdasarkan laporan basis akrual (neraca, laba-rugi) dan laporan arus kas, serta mengetahui hubungannya terhadap imbal hasil saham, baik sebelum maupun pada periode krisis ekonomi. Untuk maksud ini, telah diteliti perusahaan-perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BED, mencakup dua tanggal laporan keuangan sebelum krisis (30 Juni 1996 dan 30 Juni 1997) serta dua tanggal laporan keuangan pada masa krisis (30 September 1997 dan 30 September 1998).
Uji beda rata- rata (58 sampel) menunjukkan bahwa tiga rasio akrual berbeda secara signifikan antara periode sebelum dan periode krisis yakni total asset turnover, profit margin, dan return on investment. Sedangkan dua rasio lainnya yaitu debt equity ratio dan cash return on equity, sekalipun berbeda secara signifikan, namun tidak dapat disimpulkan maknanya mengingat pengaruh ekuitas negatif pada kedua rasio ini.
Adapun uji regresi dan korelasi (47 sampel) mengungkapkan bahwa baik sebelum maupun pada masa krisis, hanya return on investment yang berkaitan secara signifikan terhadap imbal hasil. Berhubungan secara negatif sebelum krisis, dan berasosiasi secara positif pada masa krisis.
Riset ini belum mampu menjawab apakah asosiasi rasio-rasio akrual terhadap imbal hasil lebih kuat (atau lebih lemah) dibandingkan asosiasi rasiorasio arus kas terhadap imbal hasil. Penelitian ini hanya mengungkapkan kecenderungan para investor di BEJ untuk lebih meyakini informasi profitabilitas dari laporan basis akrual daripada laporan arus kas.
Kepada para peneliti lain yang tertarik melanjutkan penelitian serupa di masa mendatang, disarankan agar memperhatikan beberapa keterbatasan metodologi penelitian ini yaitu: Perform, model penelitian tidak dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan prediksi diantara rasio-rasio keuangan (akrual maupun arus kas) terhadap imbal hasil saham. Model yang mampu menunjukkan daya prediksi sebenarnya lebih bermanfaat bagi kalangan investor dalam menetapkan keputusan investasinya. Akan tetapi, untuk membuat model prediktif, diperlukan regresi berdasarkan time serries, yang membutuhkan waktu pengamatan lebih panjang. Kedua, metode stepwise yang digunakan untuk memilih variabel bebas yang signifikan, sesungguhnya tidak memperhatikan sama sekali makna teoritis dari setiap rasio keuangan (variabel bebas) yang tidak terpilih masuk kedalam persamaan regresi. Sebagai contoh, quick ratio yang dalam penelitian ini dinyatakan tidak signifikan terhadap imbal hasil di masa krisis (resesi), diabaikan begitu saja tanpa diteliti lebih mendalam. Padahal, hubungan positif quick ratio terhadap imbal hasil pada masa resesi, telah berhasil dibuktikan oleh Kane (1997)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiyono
"ABSTRAK
Underpricing pada saham-saham perdana (Initial Public Offering, IPO) merupakan fenomena jangka pendek yang telah banyak ditemukan oleh peneliti-peneliti di Amerika Serikat, Amerika Latin, Inggris dan Indonesia. Namun hasil-hasil penelitian terbaru menunjukkan fakta bahwa saham-saham perdana tersebut adalah overpricing (harga saham perdana lebih tinggi dad pads harga saham di pasar sekunder) bila pengkajian difokuskan pada kinerja jangka panjang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja jangka panjang dari saham-saham perdana di Bursa Efek Jakarta, di mana tujuan yang lebih terperinci adalah: mengetahui kinerja jangka panjang saham-saham perdana untuk membuktikan adanya fenomena overpricing saham perdana pada jangka panjang, mencari hubungan antara Initial Return dengan kinerja jangka panjang saham perdana untuk membuktikan adanya overreaction market pada saham perdana dan menguji faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi kinerja jangka panjang.
Populasi penelitian ini adalah seluruh saham yang go public di Bursa Efek Jakarta, sedangkan sampel dari penelitian ini adalah saham perdana yang melakukan Penawaran Perdana (IPO) tahun 1993-1995. Dalam penelitian ini digunakan seluruh anggota sampel, dengan pertimbangan karena jumlah sampel yang tidak terlalu banyak dan agar didapatkan hasil yang lebih teliti.
Dari pengamatan rata-rata abnormal return yang dihitung dengan variabel Indeks Harga Saham Individual (IHSI) dan variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk tahun 1, tahun 2 dan tahun 3 setelah saham perdana listing di bursa, yaitu -18,30%, -19,81% dan -45,05% membuktikan adanya fenomena "overpricing" saham-saham perdana di Bursa Efek Jakarta untuk jangka panjang. Hal ini konsisten dengan temuan sebelumnya. Ritter (1991) menemukan rata-rata abnormal return -1,67 % pada tahun 3 setelah saham IPO di pasar Amerika Serikat, Aggarwal (1993) menemukan rata-rata abnormal return -76,6 % di pasar Brasil
Hasil pengujian korelasi antara Initial return pada hari pertama perdagangan di bursa dengan return tahun 1, return tahun 2 dan return tahun 3 tidak menunjukkan korelasi negatif yang signifikan. Hal tersebut berarti tidak ada korelasi antara Initial return dengan kinerja jangka panjang saham perdana di Bursa Efek Jakarta. Hasil pengujian faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kinerja jangka panjang saham perdana dengan regresi linier berganda juga tidak memberikan hasil yang memuaskan. Dari hasil regresi ditemukan bukti hanya Jenis Industri yang berpengaruh terhadap terhadap kinerja jangka panjang saham perdana di Bursa Efek Jakarta, sedangkan faktor yang lain yaitu Initial return dan Nilai Emisi saham perdana tidak terbukti berpengaruh terhadap besarnya return jangka panjang saham perdana.
Penjelasan yang mungkin dari hasil tersebut di alas adalah bahwa kondisi pasar di Bursa Efek Jakarta yang tipis (thin market), di mana supply dan demand dari sekuritas yang tersedia di pasar sedikit dan jumlah investor yang bermain juga sedikit, maka diduga bahwa investor hanya tertarik pada sahamsaham yang "hot" saja atau dengan kata lain para investor cenderung untuk berinvestasi pada jangka pendek saja, yaitu membeli saham-saham yang menariklhot saja (misalnya saham perdana) dan menjualnya kembali jika sudah dianggap menguntungkan. Sehingga saham-saham yang lama nilainya akan.cenderung turun. Aggarwal (1993) juga tidak menemukan hubungan antara Initial return dengan return jangka panjang saham perdana di Amerika Latin. Menurut Aggarwal (1993) hal tersebut disebabkan oleh kecilnya sampel dan kebanyakan saham IPO terkonsentrasi pada beberapa tahun saja. Iamenulis bahwa fenomena tersebut terjadi pada hampir seluruh pasar saham kecuali di Amerika Serikat dan inggris.
Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara fenomena underpricing saham perdana pada jangka pendek dan fenomena overpricing saham perdana pada jangka panjang seperti yang ditemukan oleh Ritter (1991) di pasar Amerika Serikat.. Maka sebagai saran dalam penelitian ini, perlu diteliti apakah jeleknya kinerja jangka panjang saham perdana itu disebabkan oleh karena adanya excess initial return emisi saham perdana atau karena investor sudah tidak tertarik lagi dengan saham-saham lama, dan lebih tertarik dengan sahamsaham baru atau saham yang hot saja ."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Sakhowi
"Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas US dollar, diikuti oleh meningkatnya suku bunga dan inflasi secara tajam telah menimbulkan kepanikan luar biasa bagi para investor di pasar saham Indonesia (Bursa Efek Jakarta). Kepanikan tersebut mendorong harga harga saham turun tajam sehingga indeks pasar (IHSG ) terpangkas hingga tinggal -/+ 40 %. Fenomena turunnya harga saham secara tajam yang dikaitkan dengan perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji dengan menggunakan pendekatan Arbritage Pricing Theory (APT).
Studi ini mengajukan tiga permasalahan penelitian yang selanjutnya akan dijawab melalui pembuktian hipotesis. Pertama apakah ada pengaruh faktor perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, perubahan suku bunga dan inflasi terhadap pasar saham (BET). Kedua apakah faktor perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar suku bunga dan inflasi memberi pengaruh yang berbeda pada perusahaan dengan debt to equity ratio berbeda. Ketiga apakah perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi memberi pengaruh yang berbeda pada industri yang berbeda.
Untuk menganalisis permasalahan penelitian digunakan model multi faktor (APT) sebagaimana yang digunakan Roll dan Ross (1986) dengan memakai model regresi multi variate. Analisis mengambil lokasi di Bursa Efek Jakarta (BET) dengan mengambil waktu pengamatan dari 1993 sampai 1998. Data harga saham dan Indeks Pasar (IHSG), suku bunga dan inflasi secara berturut turut diambil dari publikasi lembaga yang berkompeten yaitu BEJ, Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik. Semua series data yang digunakan sebagai variabel penelitian berbentuk time series karena itu variabel dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji stasionaritas untuk menghindari diperolehnya hasil yang menyesatkan. Pengujian atas koefisien regresi parsial dan simultan menggunakan uji t dan uji F. Dan untuk menguji perbedaan struktur regresi digunakan Chow test, sementara untuk menguji bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung digunakan Granger causality test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar pada level, lag l dan lag 3, jumlah uang yang beredar (M2) sebagai indikator inflasi memberi pengaruh pada harga saham 1 indeks pasar (IHSG) secara signifikan pada taraf α=0.05. Dari uji Granger menunjukkan bahwa balk nilai tukar rupiah atas US dollar maupun M2 signifikan berpengaruh pads indeks pasar (IHSG). Sementara perubahan suku bunga ( nil ) tidak memberi pengaruh yang signifikan pada perubahan harga saham J indeks pasar (IHSG) baik dilihat dari uji t dari koefisien regresi maupun uji Granger.
Studi juga menemukan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi (M2) memberi pengaruh yang berbeda pada emiten yang memiliki struktur modal berbeda yang diukur dengan tingkat debt to equity ratio (ER). Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji struktur regresi dari 2 kelompok observasi yang dibedakan DER tinggi dan DER. rendah dengan menggunakan Chow test menghasilkan nilai F hitung sebesar 717.97 yang lebih besar dari F tabel = 2.51 untuk taraf Selanjutnya hasil pengamatan terhadap return 7 portfolio yang diregresikan dengan variabel nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi (variabel prediktor) menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas dan pengaruh yang signifikan antara industri yang berbeda terhadap perubahan tiga variabel prediktor. Secara keseluruhan hasil analisis dengan menggunakan model APT ini memiliki kemampuan untuk melakukan estimasi sehingga model yang dihasilkan layak untuk digunakan sebagai model dalam penilaian aset."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Prasetiowati
"Dalam kegiatan di pasar saham, seorang investor akan selalu berusaha mengumpulkan informasi mengenai kondisi perekonomian sebuah negara guna mengukur resiko yang akan diambilnya demi tercapainya sebuah investasi yang efisien. informasi mengenai kondisi perekonomian tersebut salah satunya dapat dilihat melalui policy instruments sebagai alat dari kebijaksanaan moneter pemerintah sebuah negara dalam rangka melakukan kebijaksanaan stabilisasi. Di Indonesia, informasi mengenai salah satu policy instruments (yaitu Operasi Pasar Terbuka) dapat dipantau melalui suku bunga Sertifikat Bank Indonesia.
Penelitian ini merupakan event study yang bertujuan untuk :
1. Mengetahui adanya hubungan negatif antara perubahan suku bunga SRI dengan Indeks Harga Saham Gabungan;
2. Mengetahui adanya hubungan negatif antara perubahan suku bunga SBI dengan Indeks Harga Saham Industri;
3. Mengetahui apakah faktor perbedaan karakteristik dari masing-masing industri merupakan faktor yang mempengaruhi sensitivitas return setiap industri terhadap perubahan suku bunga SBI.
Penelitian yang terlebih dahulu dilakukan di luar negeri tentang kebijaksanaan moneter dan pasar saham telah dilakukan diantaranya oleh Booth dan Booth (1997), Waud (1970), Jensen dan Johnson (1993) dan Thorbecke (1997). Kemudian Jensen, Johnson dan Bauman (1997) meneliti lebih lanjut mengenai hubungan return jangka pendek dan return jangka panjang dengan perubahan discount rate yang berbeda untuk setiap industri. Perbedaan pada reaksi jangka pendek menunjukkan harapan investor bahwa perubahan discount rate tersebut akan mempengaruhi berbagai industri dengan kadar yang berbeda. Sedangkan reaksi jangka panjang menunjukkan return yang diharapkan investor pada tiap industri akan berbeda sesuai dengan perubahan lingkungan moneter.
Periode observasi untuk Indeks Harga Saham Gabungan dimulai tahun 1993 hingga pertengahan tahun 1998, sedangkan untuk Indeks Harga Saham Industri dimulai tahun 1996 hingga pertengahan tahun 1998. Sampel diambil dari seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada saat periode penelitian, telah mengeluarkan laporan keuangan pada saat periode penelitian serta perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangannya per 31 Desember setiap tahunnya. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian digolongkan menjadi 9 industri sesuai yang ditentukan oleh Bursa Efek Jakarta.
Ada 3 model yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu model 1 (untuk mengetahui tentang reaksi indeks pasar saham gabungan di sekitar pengumuman perubahan suku bunga SBI), model 2 (untuk mengetahui tentang reaksi indeks harga saham tiap industri di sekitar pengumuman perubahan suku bunga SBI) dan model 3 (untuk mengetahui apakah faktor perbedaan karakteristik dari tiap industri merupakan faktor yang mempengaruhi sensitivittas return setiap industri terhadap perubahan suku bunga SBI).
Berdasarkan analisis hasil penelitian, didapatkan bahwa indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta menunjukkan reaksi yang negatif dan signifikan terhadap pengumuman perubahan suku bunga SBI, terutama pada pengumuman perubahan suku bunga SBI periode 28 hari. Selain itu, nilai R2 yang dimiliki SBI periode 28 hari ini relatif lebih tinggi daripada nilai R2 yang dimiliki SBI periode lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sinyal jangka pendek dari Bank Indonesia ditanggapi secara negatif dan signifikan oleh Bursa Efek Jakarta serta perubahan yang terjadi pada suku bunga SBI periode 28 hari paling dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada IHSG dibandingkan dengan SBI periode lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Booth dan Booth (1997), Waud (1970), Jensen dan Johnson (1993) dan Thorbecke (1997).
Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah bahwa B dari 9 lndeks Harga Saham Industri di Bursa Efek Jakarta menunjukkan reaksi yang negatif dan signifikan terhadap pengumuman perubahan suku bunga SBI, terutama pada SBI periode 28 hari. Industri yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga SBI adalah Aneka Industri serta Industri Properti, Real Estat dan Konstruksi Bangunan. Nilai R2 yang dimiliki SBI periode 28 hari ini juga relatif lebih tinggi daripada nilai R2 yang dimiliki SBI periode lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sinyal jangka pendek dari Bank Indonesia ditanggapi secara negatif dan signifikan oleh Bursa Efek Jakarta serta perubahan yang terjadi pada suku bunga SBI periode 28 hari paling dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada IHSI dibandingkan dengan suku bunga SBI periode lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Thorbecke (1997).
Kesimpulan terakhir adalah bahwa setiap industri ternyata memiliki perbedaan sensitivitas terhadap pengumuman perubahan suku bunga SBI. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka J3 yang dimiliki tiap industri yang berlainan satu sama lain, baik untuk regresi tahunan maupun regresi gabungan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jensen, Johnson dan Bauman (1997), khususnya mengenai reaksi jangka pendek.
Lebih lanjut, pada tahun 1996 hanya tampak perbedaan yang signifikan antara industri yang sensitif dan yang tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga SBI. Sedangkanr di tahun 1997 variabel-variabel yang diujikan tersebut tidak lagi sesuai dengan ekspektasi semula. Pada regresi gabungan, hanya variabel financial leverage yang menunjukkan nilai positif dan signifikan.
Adanya hasil signifikansi seperti ini diduga karena sensitivitas IHSI sebetulnya tidak terlalu dipengaruhi oleh variabel-variabel independen yang diujikan. Sejak tahun 1997 diduga masih banyak faktor lain yang lebih mempengaruhi sensitivitas IHSI yang tidak dilihat lebih lanjut dalam penelitian ini. Hal ini diperkuat dari hasil R2 gabungan, dimana kemampuan dari perubahan faktor-faktor yang ada secara bersama-sama untuk menjelaskan perubahan yang terjadi pada sensitivitas industri main menurun dari tahun ke tahun."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinandang, Kristanto
"Promoting Community's Pro-activeness in Confronting Natural Hazards through Community Based Disaster Management Organisation: The Case of Paguyuban Sabuk Gunung MerapiDue to its particular geo-morphological conditions, Indonesia has experienced numerous natural hazards of different types and frequencies. These natural hazards such as earthquakes, tsunamis, volcanic eruptions, floods, droughts, and landslides in most cases have led to natural disasters. Indonesia is placed third by the Asian Development Bank in its observation of 13 - Asian countries most susceptible to natural disasters Philippines and India, in terms of severity of the disasters and their cumulative frequencies of occurrence. Whereas a number of global decisions have been taken that signify the need to pay proper attention to disaster management as part of development, regretfully disaster management policy and programs in this disaster prone country have only been rhetoric. Measures by the Government, private sector and civil society including NGOs are largely relief and rehabilitation oriented rather than focusing on prevention and preparedness.
Relief responses invariably put the community affected by the natural disaster at the receiving end of assistance rather than actively involve the community in the process of the disaster management. This raises concerns since it is the affected community that suffers the most from any impacts of disaster occurrences, but at the same time it is inevitably the affected community that is in the position to provide initial assistance to the natural disaster victims. In addition to the lack of supports, efforts to promote disaster preparedness at the affected community level are challenged by the apprehension that the affected community adopts a fatalistic attitude in dealing with natural disasters. There is an assumption that particularly in developing countries, natural disasters have been accepted as acts of God over which communities have no control. Encouragingly, literature and cases from other countries have suggested that disaster management is most effective at the community level where specific local needs are met. They have also suggested the plausibility of establishing and developing a community based organization to perform the disaster management.
Looking into the country situation, however, there has been insufficient knowledge about community based disaster management organizations in Indonesia. Since this issue has not been addressed, this research studied Paguyuban Sabuk Gunung (PASAG) Merapi. This organization has been assumed to provide empirical evidence to answer the central research question of the plausibility of establishing and developing a community based disaster management organization in Indonesia. The study develops a framework to seek answer(s) to the ultimate question of whether PASAG (Paguyuban Sabuk Gunung) Merapi is indeed a community based disaster management organization. The answer(s) will be utilized to explain the above-presumed plausibility.
The framework explores the community based modality and disaster management proficiency dimensions of the study subject. The dimensions are further examined by assessment areas derived from the combination of the insights provided by the theories on Reasoned Actions, Disaster Management and Community Based Organization. The assessment areas within the community based modality dimension are:
1. the geographic proximity as the setting of the organization;
2. the shared problems the organization attempts to address;
3. its relation toward the government; and
4. its ability to accommodate issues arising in the community.
As to the other dimension, the study identified PASAG's proficiency in disaster management by assessing how far the organization applies risk reduction principles of hazard mitigation and vulnerability reduction as well as capacity strengthening measures in the pre-disaster phase. This research has focused on the pre-disaster phase due to the combined reasons of the limited scope of the study and the attribute of the phase indicative of a more pro-active attitude toward natural hazards compared to measures undertaken during and post disaster phases. The assessment areas on the proficiency in disaster management dimension are:
1. PASAG's performance to mitigate hazards in preparedness measures;
2. PASAG's performance to strengthen community's capacity for preparedness;
3. PASAG's performance to mitigate hazards in prevention measures; and
4. PASAG's performance to strengthen community's capacity for prevention
The assessment of both the community based modality and disaster management proficiency of Paguyuban Sabuk Gunung (PASAG) Merapi has provided sufficient evidence that this organization is a community based disaster management organization. This affirmative answer to the research question has confirmed the viability of establishing and developing such an organization in Indonesia. The case of PASAG also proves that the community has acquired competence in "deconstructing" (assessing and addressing) nature-induced disasters. This competence, which has enabled the community to exercise a calculated course of actions against natural hazards, is transferable to tackle other challenges namely political, economic, social, and environmental imperatives of community development as suggested by the Holistic Approach to disasters. The case, thus, has demonstrated how the Holistic Approach and its derivative Risk Reduction Paradigm, in which Community Based Disaster Management is anchored, at work advocating for the goal of Community Development for which a community based disaster management organization will play a significant role.
Arriving at this positive conclusion, the study puts forward academic recommendations including a proposed model of facilitating the establishment of a community based disaster management organization, recommendations for enabling policy in the area of disaster management, and practical suggestions for those involved in and committed to the development of PASAG Merapi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rezky Rahmansyah
"Pada beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan aplikasi perangkat lunak mengembangkan model bisnis dengan cara meningkatkan basis data pengguna yang besar, mempunyai pemasaran yang terencana, menawarkan nilai tambah pada pengguna, dan meningkatkan jenis layanan. Model bisnis tersebut disebut freemium. Model bisnis ini memungkinkan pengguna untuk mengakses aplikasi perangkat lunak secara gratis dan dapat memperkenankan pengguna jika ingin meningkatkan layanan pada aplikasi perangkat lunak tersebut. Oleh sebab itu, freemium adalah strategi yang tepat dalam menjembatani nilai aplikasi perangkat lunak dan pengalaman pengguna saat mencoba aplikasi perangkat lunak tersebut. Pada sisi lain, satisfaction terbukti tidak selalu menghasilkan pengaruh pada loyalty dalam keadaan tertentu. Customer Engagement Experiences dengan produk juga menjadi hal penting dalam dunia digital. Studi ini meneliti peran moderasi customer engagement experiences dalam hubungan satisfaction - loyalty pada aplikasi perangkat lunak freemium. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Kuesioner berhasil disebarkan ke 274 responden. Data diolah dengan teknik analisis SEM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Customer Engagement Experiences mempunyai kontribusi yang kecil terhadap hubungan antara satisfaction dan loyalty pada model bisnis freemium.

The objective of this study is to develop a research model based on customers engagement experiences framework including social facilitation, temporal experience, a utilitarian value, dan an intrinsic enjoyment on the freemium business model. In recent years, several software application providers have developed their business models by increasing large users databases, offering added value for users, and increasing the type of service. This business model is called freemium. Freemium allows its users to access its software applications for free and improve the features whenever they need. Although many users are satisfied, many companies fail to implement that model because many users do not want to pay more. In fact, users satisfaction does not always influence users loyalty under certain circumstances. On the other hand, users engagement can encourage long-term relationships between companies and users. The originality of this study is the moderating role of customers engagement experiences in the satisfaction-loyalty relationship of the freemium software application. This research uses a quantitative approach. The questionnaire was successfully distributed to 274 respondents. The data is analyzed by SEM. The results of this study indicate that customers engagement experience has a small contribution to satisfaction and loyalty relationships in the freemium business model."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junaidi
"Setiap pemodal yang melakukan investasi di pasar modal tidak dapat mengabaikan keberadaan pentingnya suatu informasi terutama yang menyangkut informasi fundamental dalam kaitan ini adalah ROI dan laba bersih per saham (EPS) perusahaan. ROI sebagai gambaran suatu kinerja perusahaan dalam mengefektifkan sumber daya keuangan, dan laba bersih per saham sebagai gambaran hasil akhir dari seluruh upaya perusahaan menciptakan keuntungan menjadi sangat penting bagi pemodal untuk mengukur besarnya keuntungan yang mesti diperoleh dari investasinya di perusahaan yang bersangkutan baik keuntungan berupa deviden maupun capital gain. Pemanfaatan informasi ROI dan laba bersih per saham perusahaan dalam mengambil keputusan investasi di pasar modal diduga akan berakibat kepada naik-turunnya volume perdagangan saham di pasar modal Indonesia (Bursa Efek Jakarta).
Beaver (1968), Kiger (1972); dan Dale Morse (1981) dalam penelitian mereka di NYSE membuktikan bahwa secara signifikan informasi laba bersih (earning) mempengaruhi volume perdagangan saham yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan volume perdagangan saham di sekitar pengumuman laba (earning). Oleh, karena itu, penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian di Bursa Efek Jakarta, apakah informasi ROI dan laba bersih per saham yang diumumkan dalam laporan keuangan per semester juga dapat mempengaruhi naik-turunnya volume perdagangan saham di sekitar pengumumam laporan keuangan tersebut ?
Dengan menggunakan pendekatan analisis regresi dan event studi 5 (lima) hari disekitar pengumuman ROI dan laba bersih per saham terhadap 377 sampel perusahaan dalam periode 1994 sampai dengan 1996, penelitian ini telah membuktikan bahwa adanya informasi R.OI dan laba bersih per saham perusahaan tidak selalu mempengaruhi naik-turunnya volume perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta. Artinya informasi tersebut belum sepenuhnya menjadi perhatian pemodal sebagai pertim bangan dalam mengambil keputusan investasi di pasar modal, BEJ, selama periode penelitian ini. Adanya pengaruh informasi perubahan ROI dan laba bersih per saham secara signifikan menyebabkan kenaikan volume perdagangan saham di BEJ.
Dalam penelitian ini tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan-kelemahan. untuk itu penelitian lebih dalam dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih spesifik dan penggunaan varibel-variabel fundamental lainnya tentu akan menghasilkan kesimpulan yang lebih meyakinkan untuk masa yang akan datang, dalam arti akan menggambarkan kinerja saham di Bursa Efek Jakarta secara luas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T3320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giriati
"Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan penilaian harga saham yang berdasarkan analisis fundamental dengan pendekatan PBV model yang digunakan tetap mengacu pada multiple regression model yang dipergunakan para peneliti sebelumnya, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri.
Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kestabilan faktor penentu harga saham dari perusahaan-perusahaan yang telah go publik di BEJ.
Sejalan dengan itu, maka penelitian ini menggunakan sampel saham perusahaan yang dianggap dapat mewakili seluruh perusahaan yang go publik. Tujuan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui:
1. Apakah dividend payout ratio, earning growth rate, return on equity dan proksi resiko mempengaruhi besarnya PBV.
2. variabel eksplanatori manakah yang lebih mampu menjelaskan variabilitas PBV.
3. Apakah pengaruh masing-masing variabel eksplanatori tersebut tetap konsisten dari tahun ke tahun.
Dari hasil analisis tahun 1994 s/d 1996 menunjukkan bahwa hasil model persamaan regresi secara keseturuhan mempunyai nitai F-test yang signifikan. Secara parsial berdasarkan t - test pada umumnya faktor return on equity menunjukkan hubungan yang signifikan setama tahun observasi, sedangkan faktor dividend payout ratio menunjukkan signifikasinya untuk tahun 1995, earning growth rate, proksi resiko dikatakan tidak signifikan.
Dengan melihat koefisien regresi masing-masing variabel eksplanatori, variabel earning growth rate, return on equity menunjukkan besarnya dan arah yang positif, proksi resiko menunjukkan arah yang negatif. Sedangkan dividend payout ratio untuk tahun observasi 1994 dan 1995 menunjukkan besar dan arah yang positif, tahun 1996 menunjukkan besar dan arah yang negatif.
Hal ini merupakan kelemahan dari penelitian karena pada saat pengolahan data, data divident payout ratio belum seluruhnya masuk di BEJ. Berdasarkan nilai koefisien beta, maka dapat diketahui faktor return on equity merupakan faktor yang dominan mempengaruhi variabilitas PBV.
Bertolak dan hasil penelitian, maka dapat dijelaskan besarnya PBV rata-rata dengan anggapan bahwa faktor eksplanatori konstan (=0), yaitu: 0,64 kali (1994), -1,129 kali (1995) dan 1,159 kali (1996). Akhirnya, dengan menggunakan analisis PBV dapat diketahui saham-saham yang kemahalan (overvalued) dan yang undervalued, dengan membandingkan closing price dengan book valuenya, sehingga dapat diketahui pula saham-saham mana yang pantas untuk dibeli oleh para investor (pemodal)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T 1973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>