"Ruang festival memiliki peran integral dalam berbagai aspek keberlangsungan suatu kota baik secara tangible dan intangible. Ruang-ruang ini merupakan evidence akan narasi historis yang menjadi akar identitas dan kultural dari kota serta masyarakatnya. Pada ruang festival di Sungai Cisadane Kota Tangerang, ruang festival menjadi bukti kemunculan Kota Tangerang yang diinisiasi oleh sungai dan aktivitas di sekitarnya. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Tangerang, ruang festival di Sungai Cisadane telah menjadi ruang afirmasi nilai kultural, negosiasi sosial, serta wujud kendali oleh kuasa dari waktu ke waktu. Namun bagaimana kejelasan spesifik serta sebab akibat dari pergeseran peran ini masih perlu untuk diekspos secara menyeluruh. Penelitian ini menelusuri apa dan bagaimana hubungan antara festival dan sejarah suatu kota secara umum, serta bagaimana kemudian perubahan dari ruang-ruang festival ini terjadi dalam konteks perkembangan kota. Dalam kondisi kontemporer kota, ruang festival dominan menjadi target komodifikasi kota untuk kepentingan tertentu sehingga autentisitas menjadi isu utama dari Tesis ini. Dengan melihat ruang festival sebagai ruang pusaka, Tesis ini mendemonstrasikan bagaimana ruang festival di Sungai Cisadane merupakan ruang integral pada Kota Tangerang yang mampu membentuk identitas kultural Kota Tangerang serta memungkinkan inovasi dan perkembangan kota ikut hadir.Festival space has an integral role in various aspects of city history and its sustainability whether tangible or intangible. Furthermore, these spaces are evidence of the city and its community's historical, identity and cultural narrative. In the festival space of Cisadane River of Tangerang City, the festival space is the evidence for Tangerang Cits formation initiated by the river with the existence of various activities surrounding it. Following the development of Tangerang City, the festival space rove have shifted into a space of cultural affirmation, social negotiation, and act of ruling power throughout the times. This research explores the whatness and howness of these festival spaces in Tangerang City appears and relate to the city history and development with its shifting roles. In the city's contemporary condition, these festival spaces tend to be a target for city commodification for a specific purpose whereas then the authenticity of the festival spaces became the main concern. By seeing the festival spaces as a liminal and performative space, this Thesis demonstrates how the festival space in Cisadane River are an integral part of tangerang city which is capable of creating and preserving Tangerang cultural identity while also allowing innovation and development."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"Pada hal lain diterangkan bahwa, naskah ini berisi teks yang menguraikan tata cara pembuatan rumah Jawa berdasarkan tradisi lama, yang sesuai dengan ukuran dan perhitungan dari abdidalem Kalang, yang juga dipakai untuk perumahan Keraton Surakarta. Dikutip dari buku patokan R. Sasrawiryatma di Surakarta, ditambah dengan beberapa contoh kerangka bagian-bagian rumah, antara tahun 1858-1928. Teks diawali dengan keterangan tentang rumah taju yang berarti mahkota, yang lalu dikenal sebagai tajug. Rumah tajug ini berkembang menjadi bentuk joglo (taju loro, jug-loro), limasan (dari kata limansap, gajah rangkap), dhapur kampung (berasal dari kata kapung, empyak katepung), kampung bali; dilanjutkan dengan keterangan tentang ukuran blandar pangeret (blandar alang) (h.10); pembuatan tiang (h. 13); pembuatan umpak (landasan) (h. 17); pembuatan sunduk (pelancar) (h.19); pembuatan santen (h.20); pembuatan ganja (h.22); pembuatan molo (bubungan) (h.23); pembuatan ander (kuda-kuda) (h.24); pembuatan dudur (kayu penyangga atap serongan) (h.26); tentang takir tadhah elas (h.28); balandar pananggap dan kasau rumah joglo (h.29); balandar pelancar rumah limansap (limasan) (h.31); balandar pananggap dan pelancar serambi rumah limasan (h.32); balandar pananggap atau pelancar rumah taju (h.32); balandar serambi rumah taju (h.33); tumpangsari (balok bersusun, bagian rumah limas-an) (h.33); usuk (kasau) (h.33); ereng (kasau melintang) (h.39); genting sirap (h.40); plisir (petam) (h.42); bubungan (h.43); cukit rumah (h.45); tutup-keyong (segitiga di sisi atap) (h.46); kayu yang akan dibuat kerangka (h.48); kalang (h.49); jumlah dhapur (bangun) rumah (h.51); sesaji (h.53); nama kayu jati, kayu yang baik/jelek (h.54). Disebutkan bahwa nama seluruh bagian rumah keseluruhan berjumlah sekitar 85 macam. Pada h.i disebutkan bahwa, naskah ini berisi teks salinan dari naskah Jawa pada tahun 1938. Babonnya adalah MSB/F.25. Dalam Kata Pengantar disebutkan bahwa penulis menyalin dari bukti milik orangtuanya. Selain R. Sasrawiryatma, juga tertera nama Hardasastra sebagai carik, dan Hardapranama sebagai mantri."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
"Naskah merupakan salinan dari naskah milik Dr. W.F. Stutterheim, kini naskah tersebut tidak diketahui keberadaannya. Keterangan nama penyalin, tempat dan tarikh penyalinan naskah, juga tidak diketahui. Teks berisi tata cara pembuatan rumah Jawa menurut tradisi, mulai dari cara pemilihan kayu, cara menebang, ukuran kayu, ukuran rumah, pemilihan hari-hari yang baik untuk mendirikan rumah, persyaratan lain yang dibutuhkan untuk mendirikan rumah. Naskah lain dengan pembahasan sama dapat dilihat pada FSUI/KR.23 dan MSB/LL.12."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]