Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soejono
Cibulan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977
930.1 SOE p (1);930.1 SOE p (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
F. Milla M.
"Gereja Katolik sebagai tempat beribadah umat Katolik memiliki suatu karakter atau ciri khas yang terkandung di dalam ajaran-ajarannya. Ciri khas tersebut adalah adanya empat sifat gereja yang terdiri dari satu, kudus, katolik, dan apostolik yang melandasi Gereja Katolik.
Arsitektur sebagai seni dan ilmu merancang bangunan, timbul karena dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan untuk mewadahi kegiatan-kegiatan tertentu, untuk menampakkan status, kekuasaan atau privasi, untuk menyiratkan sistem nilai, dsb.
Apakah nilai-nilai yang terkandung dalam Gereja Katolik seperti empat sifat gereja yang menjadi ciri khas Gereja Katolik diterapkan / dicerminkan ke dalam arsitekturnya? Seperti apa bentuk atau cara penerapan tersebut?
Setiap arsitek memiliki ide dan cara-cara tersendiri dalam merancang, tetapi nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan harus tercermin pada arsitekturnya sehingga setiap orang dapat membedakan fungsi bangunan yang satu dengan bangunan lainnya. Nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai cara. Perkembangan jaman yang melahirkan suatu trend atau gaya-gaya tertentu pada suatu masa dapat mendukung penerapan nilai-nilai tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariza Navratilova
"Seperti kita ketahui, bangunan mempakan suatu bentuk fisik yang memilki naungan dan mempunyai ruang untuk beraktifitas di dalamnya. Bangunan tersebut pada suatu saat akan mengalami perkembangan dalam ruang-ruangnya. Dalam arsitektur tadisional Indonesia, terdapat banyak jenis bangunan yang mengalami perubahan sesuai dengan aturan kebudayaan yang berlaku. Dan hal inilah yang penulis coba kaji. Untuk jenis bangunan yang akan dianalisis adalah Rumah Tradisional Melayu. Dipilih rumah sebagai obyek penelitian, karena rumah merupakan bentuk yang memungkinkan banyak perubahan karena kepentingan kepentingan individu didalarnnya dan relatif lebih mudah untuk ditelusuri. Rumah melayu dinilai memilki banyak variasi sehingga bisa dieksplor lebih jauh dalam segi pertumbuhan ruangnya.
Rumah melayu memiliki bagian inti rumah (core) yang kemudian tumbuh rnenjadi bagian bagian yang lebih kompleks. Disinilah penulis akan mencoba mengkaji pola pertumbuhannya. Metode yang dilakukan dalam menganalisis rumah tumbuh melayu tersebut adalah space syntax. Metode tersebut menganalisis ruang-ruang berdasarkan hubungan yang terbentuk diantaranya dan relasinya dengan bagian luar rumah. Pembentukan ruang pada masyarakat tradisional tersebut akan terjelaskan melalui denah yang kemudian dipetakan menjadi pattern. Dan pattern tersebut akan menggambarkan mengenai hubungan ruang dan pertumbuhannya pada masyarakat vernakular di Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Sophia
"Tanpa disadari, sungai telah menjadi salah satu bagian penting bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dalam dunia arsitektur, sungai memiliki peranan yang berbeda-beda di setiap kota yang berbeda-beda juga juga lokasinya. Hal ini mempengaruhi tampilan serta wujud fisik sungai yang berbeda-beda. Pada abad ke-17, Kota Jakarta yang sekarang kita kenal sebagai Ibu Kota Negara RI, mengawali kebesarannya di kawasan Jakarta Kota Lama, dengan menjadi pusat perhatian dunia perdagangan intemasional. Kawasan ini dahulu lebih dikenal dengan sebutan Kota Batavia. Kota Batavia terbentuk seiring dengan keberadaan dan perkembangan Kali Besar serta kanal-kanal di dalamnya. Kanal-kanal yang ada di Kota Batavia memiliki banyak peranan bagi pembentukan dan perkembangan Kota Batavia, yang pada periode 1619-1799 merupakan kota kolonisasi Bangsa Belanda di bawah Pemerintahan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Mengenai penyebab yang mempengaruhi keberadaan Kali Besar dan kanal-kanal di dalam Kota Batavia, ada beberapa pendapat yang membahas konsep ide pembentukannya. Yang pertama adalah bahwa Kota Batavia dibangun VOC semata-mata agar sama dengan Kota Amsterdam di Belanda, sebagai usaha VOC menciptakan nuansa "e;nostalgia of homeland"e; bagi bangsa Belanda yang tinggal di Kota Batavia. Pendapat lain mengatakan bahwa Kota Batavia dibangun dengan mengikuti kaidah pola kota ideal untuk sebuah kota kolonial yang berlaku di Eropa. Dan pendapat yang terakhir adalah bahwa Kota Batavia merupakan kota hasil peleburan antara kota di Eropa dengan kota tradisional di Indonesia. Untuk membantu menelusuri pola pembentukan dan perkembangan Kota Batavia, dalam tulisan ini dilakukan tinjauan historis yang berhubungan dengan teori kolonialisme. Melalui tinjauan ini akan dilakukan studi banding antara Kota Batavia dengan Kota Amsterdam di Belanda, Kota Batavia dengan kota kolonial pada umumnya, Kota Batavia dengan kota kuno di Eropa serta Kota Batavia dengan kota tradisional di Jawa. Analisis lebih lanjut akan memaparkan perkembangan Kota Batavia sehubungan dengan pengaruh serta peran strategis Kali Besar serta kanal-kanal di dalam perkembangan Kota Batavia, khususnya dari sisi politik, sosial-budaya dan ekonomi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yona Melia
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S41810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Dahniar
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S48048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meng, Huat
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S48040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Yusmita
"Pandangan hidup Jawa menempatkan alam nyata berdampingan dengan alam gaib. Keyakinan ini membawa mitos pada peran yang penting. Mitos merupakan cerita rakyat yang berkisar pada pengekspresian kekuatan-kekuatan gaib pada kosmos, yang diyakini dan diceritakan turun temurun secara lisan.
Tulisan ini akan membahas hubungan antara mitos dan ornamen , dengan mengambil studi kasus pada ornamen Putri Mirong di Keraton Yogyakarta. Bagaimana ornamen berbicara tentang konsep-konsep spirittuil melalui bentuk, wama, letak, posisi dan arah hadap, serta kemungkinan penerapan kembali ornamentasi pada arsitektur masa sekarang adalah tujuan dari pembahasan penulisan ini. Dengan berlatar belakang mitos Ratu Kidul, ornamen Putri Mirong yang pada dasarnya merupakan elemen pelengkap arsitektur dapat memegang peranan yang besar dalam penciptaan karya arsitektur yang lebih bermakna."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada masanya, kehidupan masyarakat Cina di Batavia masih mempertahankan kebudayaan negara asalnya. Ini bisa dilihat dari tampak dan dekorasi bangunan-bangunannya. Tetapi mengenai organisasi ruang bangunan-bangunan tersebut seringkali luput dari pembahasan. Melalui metode pendekatan studi literatur, pengamatan, dan wawancara, tulisan ini mencoba menggali prinsip organisasi ruang arsitektur klasik Cina, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai organisasi ruang arsitektur Cina di Batavia dengan menampilkan beberapa studi kasus."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ega Dyas Nindita
"Taman Sari merupakan sebuah taman yang dibuat di masa Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792). Hal yang kerap muncul di benak orang mengenai Taman Sari adalah sebuah tempat di mana seorang sultan memilih satu dari para selir yang berendam di kolam untuk kesenangan pribadinya. Kolam tempat para selir berendam sembari dipilih oleh sri sultan berada di sebuah bagian dari Taman Sari, yaitu Pasiraman Umbul Winangun. Pertanyaan yang muncul adalah: betulkah Pasiraman Umbul Winangun merupakan tempat di mana para selir berperan sebagai obyek bagi si sultan? Betulkah pasiraman tersebut merupakan sebuah ruang profan? Apa yang sebenarnya terjadi di pasiraman tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dilakukan penelitian yang melibatkan studi literatur, observasi langsung di lapangan, wawancara, serta interpretasi. Periode yang difokuskan pada penelitian ini adalah Taman Sari di masa Sultan Hamengkubuwono I (pertengahan abad ke-18), karena masa itulah masa awal keberadaan Taman Sari dengan Pasiraman Umbul Winangun nya.
Diskusi mengenai ruang dan gender yang selama ini banyak dijumpai lebih fokus pada kasus atau asumsi yang terjadi di dunia Barat. Terdapat perbedaan cukup mendasar antara kasus yang terjadi di Barat dan yang terjadi di Timur. Sebagai contoh kasus dalam tesis ini, wanita Jawa bukanlah wanita Eropa masa Victoria. Kajian terhadap aspek budaya Jawa, serta kaitannya dengan pandangan kosmologis Jawa, mengindikasikan adanya kesetaraan posisi antara pria dan wanita. Bagaimana Pasiraman Umbul Winangun ditempatkan pada kompleks Taman Sari juga mengindikasikan kesetaraan tersebut.
Hasil analisis saya menemukan bahwa posisi Pasiraman Umbul Winangun tepat berada di sebuah persimpangan, di mana dua buah axis, axis yang dilewati oleh Sultan (Utara-Selatan) dan axis yang dilewati oleh klangenan (Timur-Barat), saling bertemu. Sumbu dari suatu perempatan memiliki makna sakral bagi banyak kebudayaan di Nusantara, tak terkecuali Jawa. Terkait dengan itu, kesetaraan peran antara Sultan dan klangenan di Pasiraman Umbul Winangun terindikasikan. Dari situ disimpulkan bahwa ruang pada pasiraman tersebut bukanlah ruang yang bersifat pria-sentris.

Taman Sari is a garden founded during the reign of Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792). What comes up in mind when Taman Sari is mentioned is a place where the sultan chose one of his klangenans (concubines), who were in the pools, for his personal pleasure. The pools where the concubines bathed prior getting chosen by the sultan are located at a part of Taman Sari: the Pasiraman Umbul Winangun. Questions then came up: is it true that Pasiraman Umbul Winangun was a place where the concubines acted as objects for the sultan? Is the pasiraman (bathing place) really a profane space? What did really happen at the pasiraman ?
In order to answer these questions, a research was conducted, involving literary studies, field observation at Taman Sari, interviews, and interpretation. The research focused on Taman Sari during the time of Sultan Hamengkubuwono I (mid 18th century), for it is the initial period of Taman Sari's presence with its Pasiraman Umbul Winangun. Most discussions on space and gender tend to touch upon Western cases, or assumption of such cases. There is a basic difference between Western and Eastern cases in such subject.
In the case discussed in this thesis, Javanese women were not European women of Victorian era. Studies on aspects of Javanese culture, with their relation to Javanese cosmological view, indicate that women were not that inferior to men. The manner in which Pasiraman Umbul Winangun is located within Taman Sari complex also indicates such lack of inferiority;
My analysis found that the position of Pasiraman Umbul Winangun is located at the crossing where two axes?the one passed through by the Sultan (North-South) and the one passed through by klangenans (East- West)?meet. Such crossing has a sacred meaning in many cultures of Indonesia, including in Java. In relation to that, equality in roles between the Sultan and the klangenans is indicated. Based on this, it is concluded that the pasiraman was not a phallus-centric space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T40871
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>