Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 267 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Collier, John Greenwood
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1987
342.41 COL c (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin
"Konflik yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia mengundang perhatian untuk diteliti penyebab dari konflik itu. Berbagai usaha yang dilakukan untuk menghentikan konflik, salah satu diantara usaha menghentikan atau menyelesaikan konflik adalah penelitian masalah konflik.
Penelitian yang membahas mengenai Resolusi Konflik di Pertambangan Emas Kab. Bout menemukan penyebab terjadinya konflik yaitu tidak ada aturan yang legal dalam pertambangan tradisional sehingga warga pendatang maupun penduduk asli bebas melakukan pertambangan, dan tentang partisipasi masyarakat dalam pertambangan tradisional belum diharapkan.
Keberpihakan tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pada salah satu kelompok membuat masyarakat yang lain merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang akhimya mengarah pada penyelesaian persoalan secara fisik.
Usaha-usaha pengendalian konflik yang diharapkan dalam pertambangan ini yaitu dengan mengadakan dialog musyawarah antara tokoh-tokoh yang berkonflik. Mediator dalam hal ini adalah aparat keamanan, Pemda, Ormas Masyarakat. Di daerah ini terjadi berulang-ulang pada persoalan yang sama pada obyek yang berbeda. Hal ini terjadi karena kurang tegasnya aparat keamanan dalam menindak para pengacau dalam masyarakat pertambangan.
Untuk lancarnya dan amannya pertambangan tradisional maka penulis menyarankan agar pada masyarakat setempat segera membuat aturan tentang pertambangan tradisional dengan penerapan konsep pertambangan skala kecil (PSK)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yakob KM
"Penelitian yang dilakukan di Kalimantan Selatan ini, mengenai Konflik antara Kepala Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan studi kasus pemberhentian Gubernur Kalimantan Selatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2002. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan teori yang digunakan adalah local government atau otonomi daerah, konflik dan budaya politik. Pada penelitian ini, terlihat konflik dalam hubungan Kepala Daerah dan DPRD pada pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 yaitu dimana kedua institusi tersebut tidak berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh UU No. 22 tahun 1999. Akibatnya, pelaksanaan otonomi daerah tidak berjalan sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku, yang awalnya diharapkan adanya demokratisasi dan mekanisme checks and balances antara DPRD dan Kepala Daerah. Dari tataran pelaksanaannya terjadi superioritas kekuasaan DPRD ingin mengusai Kepala Daerah, sehingga terjadi Laporan Pertanggung jawaban Kepala Daerah yang seharusnya merupakan progress report menjadi kekuatan untuk memecat Kepala Daerah yang tidak sepaham dan sekepentingan dengan DPRD. Disamping itu, Laporan Pertanggungjawaban Tahunan sering terlihat merupakan menjadi alat kekuatan antara DPRD dan Kepala Daerah. Dampak dari hal ini, dapat membuat kinerja Pemerintahan Daerah terganggu dalam konflik dan terjadi pada Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Kepala Daerah. Terganggunya konsentrasi kerja Kepala Daerah tersebut bisa berakibat pembangunan daerah terhambat dan pelaksanaan otonomi daerah tidak menyentuh masyarakat secara luas.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis diketemukan fakta bahwa pemberhentian Gubernur Kalimantan Selatan oleh DPRD terlihat faktor yang sangat berpengaruh yaitu ketidakjelasan Undang-Undang yang mengakibatkan kurangnya pemahaman anggota DPRD Propinsi Kalimantan Selatan terhadap UU No.22 Tahun 1999, terutama di dalam menterjemahkan mekanisme pemberhentian Kepala Daerah akibat krisis kepercayaan publik. Disamping itu juga, adanya kepentingan-kepentingan anggota Dewan baik yang bersifat individu dan kelompok sangat kental mempengaruhi keputusan DPRD terhadap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah. Begitu juga, pemberhentian Gubernur Kalimantan Selatan oleh DPRD memberikan dampak politik yang tinggi terhadap hubungan Gubemur dengan DPRD yaitu menciptakan konflik yang berkepanjangan di daerah Kalimantan Selatan, terganggunya pembangunan di daerah dan ketidakhormonisan kedua lembaga tersebut yang seharusnya menjadi mitra sejajar menjadi lawan yang sating berhadapan mengadu kekuatan masing-masing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murdawati
"Perekonomian di Indonesia mengalami perubahan yang
drastis dengan terjadinya gejolak moneter pada
pertengahan tahun 1997 yang lalu. Hal tersebut juga
berakibat dan berpengaruh terhadap kemampuan dunia usaha
itu sendiri dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang
atau prestasi kepada kreditur. Kepailitan adalah
ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Kewenangan
absolut bagi Arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan
hanya sampai sejauh isi perjanjian saja dan bila terjadi
perselisihan dan dapat diperdamaikan maka yang berwenang
adalah Arbitrase itu sendiri, sedangkan apabila ada
permohonan pailit maka Arbitrase tidak berhak karena
yang berhak adalah pengadilan niaga sebagai peradilan
khusus yang sudah diatur sendiri dalam Undang-Undang
No.4 Tahun 1998 mengenai Kepailitan. Kewenangan
Pengadilan Niaga adalah kewenangan absolut dalam hal
menerima dan memeriksa serta memutuskan tentang
permohonan pailit, hal ini berbeda dengan kewenangan
absolut .Arbitrase dimana setiap perjanjian yang telah
mencantumkan klausula Arbitrase yang dibuat para pihak
menghapus kan kewenangan pengadilan negeri untuk
menyelesaikan setiap perselisihan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rejeki Wijiastuti
"Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih membutuhkan investasi asing. Investasi pertambangan adalah salah satu sektor potensial yang memberikan kontribusi besar pada pemasukan devisa negara dan dapat memberikan manfaat bagi rakyat. Kontrak Karya adalah salah satu bentuk kerjasama Penanaman Modal Asing dibidang pertambangan. Gugatan perdata Pemerintah Republik Indonesia terhadap PT Newmont Minahasa Raya dalam kasus Teluk Buyat menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian berbagai kalangan untuk mempertanyakan mengenai kontrak karya antara kedua belah pihak. Tesis ini mengangkat Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kontrak Karya PT Newmont Minahasa Raya dengan Pemerintah Republik Indonesia. Metode yang dipergunakan dalam penulisan tesis adlah metode yuridis normatif.
Pembahasan masalah anatara lain adalah asas kebebasan berkontrak dalam kontrak karya, hak dan kewajiban para pihak serta pendapat hakim atas kontrak Karya. Secara formal, merujuk pada syarat sahnya perjanjian, terdapat asas kebebasan berkontrak dalam Kontrak Karya, adanya keseimbangan hak dan kewajiban para pihak tercermin dalam isi kontrak yang telah ditandatangani. Pendapat Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang tidak menemukan adanya unsur undue influence dan misbruik van onstandigheiden dalam Kontrak Karya. Hakim juga menilai bahwa Kontrak Karya antara PT Newmont Minahasa Raya dengan Pemerintah Republik Indonesia telah memenuhi asas kepatutan dan kehati-hatian serta tidak ada dwang, dwaling ataupun bedrog. Hakim berpendapat bahwa kedua belah pihak sudah sepatutnya menghormati asas kebebasan berkontrak dalam Kontrak karya yang telah disepakati. Yurisprudensi dan Kontrak Karya sebagai perjanjian yang memiliki sifat lex specialis derogate lex generale menjadi salah satu pertimbangan Hakim pada saat memutuskan bahwa persengketaan kedua belah pihak harus kembali pada klausul arbitrase yang telah disepakati."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
MDC Firdaus
"Latar belakang tesis ini adalah adanya cara atau prosedur sengketa pajak yang diatur dalam UU KUP maupun UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang bila dicermati belum memberikan perlindungan hukum terhadap Wajib Pajak. Masalah yang dikaji adalah mengapa beberapa ketentuan sengketa pajak yang diatur dalam UU KUP belum memberikan perlindungan hukum kepada Wajib Pajak?; dan mengapa beberapa ketentuan sengketa pajak yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2002 tidak memberikan perlindungan hukum kepada Wajib Pajak?
Hasil penelitian menunjukkan ketentuan dalam UU KUP belum memberikan perlindungan hukum terhadap Wajib Pajak antara lain; Pasal 25 ayat (1) bahwa STP tidak dapat diajukan keberatan karena penerbitan STP tidak menimbulkan persengketaan. Ironis dengan Pasal 14 ayat (2) UU KUP bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan SKP, seharusnya atas STP dapat juga diajukan keberatan; Pasal 25 ayat (7) UU KUP pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak, selain bukan syarat formal pengajuan keberatan juga bertentangan dengan pelaksanaan sistem self assesment sebagaimana Pasal 12 ayat (1) UU KUP; dan Pasal 26 ayat (3) UU KUP tidak mengakomodir keputusan sengketa pajak berupa surat jawaban Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan surat keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan formal tersebut, dapat diajukan banding.
Hasil penelitian lainnya; Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP permohonan peninjauan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, tidak memberikan peluang kepada Wajib Pajak meneruskan sengketa pajak ke tingkat banding di Pengadilan Pajak ; ketentuan Pasal 27 A UU KUP tidak memberikan perlindungan hukum terhadap Wajib Pajak karena imbalan bunga hanya dapat diberikan apabila Keputusan Keberatan atau Putusan Banding berasal dari keberatan atau banding atas SKPKB atau SKPKBT saja yang mengakibatkan lebih bayar; dan adanya ketentuan persyaratan melunasi 50% pajak terutang dalam pengajuan banding bertentangan dengan mekanisme peradilan pada umumnya karena belum terdapat keputusan hukum yang tetap.
Penuiis mengusulkan adanya perubahan dalam ketentuan UU KUP dan UU Nomor 14 Tahun 2002 yang berkait dengan sengketa pajak, guna perlindungan hukum terhadap Wajib Pajak.

The thesis has background the way or procedure of the tax dispute as arranged in UU KUP and UU Number 14 Year 2002 about The Tax Court, if being concerned aren't give the law protection to the Taxpayer. Problems that discussed in this research are: why such rules about tax dispute as arranged in UU KUP are not yet give the law protection to the Taxpayer?; and why such rules about tax dispute as arranged in UU Number 14 Year 2002 are not give the law protection to the Taxpayer?
The results of the research indicate that such rules about the tax dispute as arranged in UU KUP are not yet give the law protection to the Taxpayer for example; Section 25 paragraph (1) that objection cannot be raised over STP because the publication of STP will not generate the tax dispute. Ironic if be compared with Section 14 paragraph (2) UU KUP determine STP have same legal force with SKP, the objection should be raised over STP; Section 25 paragraph (7) UU KUP the objection shall not delay the obligation to pay the tax and performance of the collection, beside not the formal conditions to submitted the tax dispute that the objection its contrary with self assessment system performance as arranged in Section 12 paragraph (1) UU KUP; and Section 26 paragraph (3) UU KUP is not accommodate the tax dispute decision by replied letter from Director General of Tax that declare the objection submitted by the Taxpayer do not fulfill the formal conditions, the request for appeal shall be submitted.
Such another result of the research ; Section 36 paragraph (1) point b UU KUP the request for reviewing the deduction or the cancellation of the uncorrectly tax decision do not give to the Taxpayer having chance to performing their tax dispute process up to the Tax Court appeal level; the rule as Section 27 A UU KUP do not give the law protection to the Taxpayer because the interest refund is only give to the Taxpayer if the objection or appeal decision based on the objection or appeal over SKPKB or SKPKBT that proceed overpayment; and existence of the condition to pay 50 % of the tax debts in the submission of request for the appeal contrary with the common of the court mechanism because its have not yet the definitive of the law decision.
The writer proposes to be performing some kind of changes to the law and regulations of the taxation in UU KUP and UU Number 14 Year 2002 that circumstance to the performance of the law protection to the Taxpayer in the tax dispute.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Dumi Rachmawati
"Dalam perkawinan tentu akan timbul apa yang dinamakan harta dalam perkawinan. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan, harta bawaan dari masing-masing suami atau istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Selain harta benda, perkawinan juga menimbulkan utang, bisa berupa utang bersama, utang suami atau utang istri. Utang yang dibuat semasa hidup bisa menjadi warisan yang ditinggalkan oleh salah satu pihak dalam perkawinan. Apabila harta yang ditinggalkan cukup untuk melunasinya maka persoalan selesai. Namun bila yang terjadi adalah keba1ikannya, tentu akan menimbulkan masalah. Demikian juga yang terjadi dalam kasus yang telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Putusannya Nornor 2574 K/Pdt/2000. Dalam Putusannya MA menyatakan bahwa pelunasan utang pewaris hanyalah sebesar harta yang ditinggalkannya. Sedangkan harta bawaan dari pasangan yang ditinggalkan bukanlah merupakan harta peninggalan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis analitis dan metode yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
K. Dibia Wigena Usada
"Sistem kekerabatan yang umum berlaku dalam masyarakat adat di Bali adalah sistem kekerabatan patrilineal, yang mengharuskan seseorang mengambil garis keturunan dari pihak ayah (laki-laki). Sistem kekerabatan ini menentukan bahwa yang menjadi ahli waris sekaligus pelanjut keturunan dalam sebuah keluarga adalah anak atau keturunan laki-laki. Dalam beberapa kasus kewarisan adat Bali yang diselesaikan melalui pengadilan, Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan seorang anak perempuan bisa memperoleh hak untuk mewaris sebagaimana seorang anak laki-laki. Putusan tersebut memunculkan pertanyaan, apa yang menjadi dasar pertimbangan diambilnya putusan tersebut, kemudian apa solusinya bila sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, dan terakhir bila seorang anak perempuan yang menjadi ahli waris menikah, adakah bentuk perkawinan adat tertentu yang harus dipilihnya agar tetap memiliki hak untuk mewaris tersebut.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Hak mewaris yang dimiliki oleh seorang perempuan di Bali biasanya diperoleh ketika seorang anak perempuan diangkat sebagai ahli waris oleh seseorang atau oleh keluarganya sendiri dengan status adat sentana rajeg. Seseorang atau sebuah keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki, oleh hukum adat yang berlaku di Bali diperbolehkan untuk mengangkat anak sebagai ahli waris sekaligus pelanjut keturunan. Kemudian untuk menjaga agar statusnya sebagai ahli waris dan penerus keturunan dalam keluarganya tidak hilang, seorang anak perempuan yang telah berstatus sebagai sentana rajeg nantinya diharuskan untuk melakukan perkawinan dengan bentuk perkawinan adat nyeburin. Berbeda dengan bentuk perkawinan yang umum dikenal di Bali, perkawinan nyeburin mengakibatkan pihak mempelai laki-laki masuk ke dalam kelompok kekerabatan pihak mempelai perempuan. Adanya aturan adat yang memperbolehkan seorang anak perempuan menjadi ahli waris sekaligus pelanjut keturunan bagi keluarganya, menunjukkan bahwa sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat adat di Bali adalah sistem kekerabatan patrilineal tidak murni atau yang disebut dengan sistem patrilineal beralih-alih."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwanda
""Grosse akta hipotik dan surat hutang yang dibuat di hadapan notaris di Indonesia yang kepalanya memakai perkataan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan. Jika surat yang demikian tidak dipenuhi dengan sukarela, maka pelaksanaannya dilakukan dengan perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal atau diam atau tempat tinggal yang dipilih orang yang berhutang itu, dengan cara yang dinyatakan dalam pasal-pasal di atas bagian ini, akan tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan itu hanya boleh dilakukan jika sudah ada izin dengan keputusan hakim". Grosse Akta dengan persoalan eksekusi atas Grosse Akta yang diatur Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBG semakin berkembang sebagai lembaga hukum mengikuti lajunya perkembangan kehidupan perkreditan di Indonesia. Kegiatan kehidupan perkreditan pada saat sekarang sudah tidak dapat dilepaskan dari ikatan hubungan persetujuan yang dituangkan dalam bentuk akta notaril. Luasnya frekuensi dan intensitas perjanjian pin]aman uang dalam lalu lintas dunia bisnis dan industri telah menyeret Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBG dalam mata rantai antara dunia keuangan dan perbankan, namun demikian dalam perakteknya penerapan lembaga "Grosse Akta" masih dirasakan sangat susah dan tidak efektif dalam prosedur pelaksanaanya, Grosse Akte" sebagai lembaga yang berperan untuk memberikan perlindungan hukum kepada kreditur khususnya dalam hal eksekusi belum berfungsi sebagai mana mestinya. Hukum sebagai (law of social control and law of social engginering) mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya peradaban umat manusia. Interprestasi para ahli hukum dan kaum birokrat terhadap lembaga Grosse akta sebagai lembaga hukum tindak konkrit, Grosse akta yang melindungi pihak Kreditur (Bank) merupakan alat bagi Bank untuk menuntut hak-haknya, apakah Grosse akte dapat menjalankan fungsinya secara utuh, menjamin kepastian hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Haris
"Lembaga Kepailitan yang merupakan sita umum atas semua harta Debitor Pailit, pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator yang diawasi oleh Hakim Pengawas. Dalam pelaksanaannya Kurator berhadapan dengan berbagai kalangan yang berbeda baik status hukum maupun status pribadi. Ir. Fadel Muhammad adalah pengusaha dan politisi sukses yang dipailitkan, pada masa Kepailitannya diangkat menjadi Gubernur Gorontalo, tidak Kooperatif sehingga Kurator hanya mendapatkan Mobil Blazer. Bagaimana pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta Debitor Pailit selama Kepailitan dan setelah pencabutan Kepailitan. Dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta Debitor Pailit apa perlindungan hukumnya.
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen yang dilakukan dengan data tertulis baik berupa bahan hukum primer, sekunder, tertier, dan wawancara bebas kepada informan. Data tersebut dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil Kepailitan Ir. Fadel Muhammad berlangsung lebih dari 5 (lima) tahun dari tanggal 13 Maret 2001 sampai dengan 11 Juni 2006. Selama Pailit, Debitor Pailit tidak kooperatif dengan melakukan perlawanan dan upaya hukum pencabutan Pailit. Kurator walaupun berganti sebanyak 3(tiga) kali dalam melakukan tugasnya tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan kewenangannya; seperti pemberesan harta Pailit. Kurator kurang maksimal dan pasif. Pada saat Pailit dicabut, Majelis Hakim dan Hakim Pengawas yang mengurusi Pailit tersebut sudah tidak ada. Kurator kehilangan tempat untuk melapor dan memohon penetapan. Kurator berinisiatif untuk langsung berhadapan dengan Debitor baik untuk serah terima, memohon imbalan jasa dan membuat surat keterangan tidak Pailit. Hal itu tidak dibenarkan karena tidak diakui dalam lalu lintas bisnis. Putusan Pailit yang bersifat serta merta, Undangundang Kepailitan dan Pasal 50 KUHPidana melindungi Kurator dalam melaksanakan tugasnya. Kurator harus mempunyai keahlian khusus, Pendidikan Kurator yang hanya dilaksanakan 2 (dua) Minggu, tentu tidak cukup. sebaiknya Kurator dididik selama 1 (satu) tahun dan magang selama 1 (satu) tahun."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   4 5 6 7 8 9 10 11 12 13   >>