Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melissa Grace Juliyanti
"ABSTRAK
Dalam Konstitusi Jepang 1947 terdapat pasal 9 yang isinya berkaitan dengan kebijakan luar negeri Jepang dan masalah demiliterisasi. Perdana Menteri Abe berencana untuk melakukan amandemen terhadap pasal 9 karena pasal tersebut membatasi Jepang dalam penggunaan kekuatan militer dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik internasional sehingga pergerakan Jepang menjadi terbatas khususnya dalam bidang keamanan. Rencana tersebut menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat Jepang. Tulisan ini mencoba menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat Jepang mengenai rencana amandemen pasal 9 dalam Konstitusi Jepang 1947 yang ingin dilakukan oleh Perdana Menteri Abe. Hasil analisis menunjukan bahwa mayoritas masyarakat Jepang menolak rencana tersebut. Sampai saat ini Jepang menolak untuk ikut serta dalam segala bentuk peperangan maupun memperkuat kekuatan militernya, dengan alasan rakyat Jepang takut akan terulang kekelaman masa lalu di PD II jika Jepang memperkuat pasukan militernya. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan studi pustaka. Analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan teknik deskriptif analisis.

ABSTRACT
In Japan rsquo;s 1947 constitution article 9, Japan rsquo;s foreign policy and demilitarization is discussed. Prime Minister Abe planned to make an amendment on article 9 because it limits the military power usage in order to resolve the dispute or international conflict with the result that restrain Japan especially in the national security field. The plan raises pros and cons in Japanese society. This paper will try to explain the Japanese society rsquo;s view on the article 9 amendment plan by Prime Minister Abe. The result shows that the majority of the society objects the plan proposed. To date, Japan has refused to participate in all forms of war as well as strengthening its military strength arguing that the society is afraid of recurring the past World War II if Japan strengthens its military forces. This research was conducted with history research methods and literature studies. This is a qualitative research with descriptive analysis. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Didik J. Rachbini
"Tulisan ini adalah catatan kecil atas perdebatan ekonomi konstitusi di Lembaga Pengkajian MPR RI. Prosen pengkajian terhadapnya melibatkan banyak pakar dan anggota Lembaga Pengkajian sendiri, yang juga ahli dalam bidangnya. Pertama, pemikiran tentang ekonomi konstitusi bermuasal dari elit pendiri bangsa ini (founding fathers), yang mengenyam pengalaman pendidikan di Barat, khususnya Mohammad Hatta. Filisofi dasar dari ekonomi konstitusi kita adalah makna pengendalian negara atas pasar, yang tidak bisa dibiarkan bebas berjalan. Pemikiran selanjutnya diutarakan oleh Dawam Rahardjo, yang menilai bahwa pemikiran Hatta tetap kontekstual sampai jamam modern ini. Emil Salim memaknai ekonomi Pancasila dengan menguraikan satu persatu sila-sila tersebut, apakah terwujud di dalam kenyataan. Selanjutnya Mubyarto memberi ciri-ciri ekonomi Pancasila, diantaranya: ada motif sosial dan moral, watak egalitarianisme, nasionalisme ekonomi, koperasi sebagai sokoguru, dan keseimbangan ekonomi pusat dan daerah."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 006 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Virgiawan
"Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah banyak hal. Hal yang amat jelas terlihat terkait kekuasaan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam bidang legislasi.  Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar sebelum amandemen menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sementara setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah berganti menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sebelum Amandemen juga mengalami perubahan yakni yang sebelumnya menyatakan tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat berubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Hal ini menunjukan kekuasaan Presiden setelah perubahan UUD Tahun 1945 di bidang legislasi mengalami pengurangan secara signifikan. Ini memperlihatkan perubahan aturan yang berkenaan dengan kekuasaan Presiden oleh semua kalangan dianggap telah terjadi pergeseran dari executive heavy ke arah legislative heavy. Pasal 20 ayat (2) menyatakan setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama dan tercapainya checks and balances system dalam bidang legislasi pada Undang-Undang Dasar setelah amandemen. Walaupun telah tercapai nya prinsip checks and balances setelah amandemen UUD 1945, nyatanya pada prakteknya terdapat perselisihan/konflik yang terjadi antara Presiden dan DPR dalam bidang legislasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain analisis deskriptif. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normatif dan penulisan bersifat deskriptif.

Checs and Balances Mechanism of the President and the House of Representatives in Indonesia in the Function of Legislation Based on the 1945 Constitution Before and After the Amendment Amendments to the 1945 Constitution have changed many things. This is very clearly seen related to the power of the President and the House of Representatives in the field of legislation. Article 5 paragraph (1) of the Constitution before the amendment states that the President holds the power to form laws with the approval of the temporary House of Representatives after the amendment to the 1945 Constitution has changed to the President has the right to submit draft laws to the House of Representatives. In addition, Article 20 paragraph 1 of the Constitution Before the Amendment also underwent changes, namely that previously stated that each law required the approval of the House of Representatives to change to the House of Representatives holding the power to form laws. This shows that the power of the President after the amendment to the 1945 Constitution in the field of legislation has decreased significantly. This shows that changes in the rules relating to the power of the President by all groups are considered to have occurred a shift from executive heavy to legislative heavy. Article 20 paragraph (2) states that each draft law is discussed by the House of Representatives and the President for mutual approval and the achievement of a checks and balances system in the field of legislation in the Constitution after the amendment. Although the principle of checks and balances has been achieved after the amendment to the 1945 Constitution, in practice there are disputes/conflicts between the President and the DPR in the field of legislation. This research is a qualitative research with descriptive analysis design. This problem is viewed from a legal comparison with normative juridical research methods and descriptive writing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Qurrata Ayuni
"Kekuatiran bahwa Pasal-Pasal mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) akan memberikan dominasi individualistis-liberal pada masyarakat Indonesia ditengahi oleh hadirnya Pasal 28J UUD 1945. Pasal ini memberikan landasan konstitusional untuk dapat melakukan pembatasan HAM menggunakan undang-undang berdasarkan pertimbangan HAM orang lain, moral, agama, keamanan dan ketertiban umum. Menggunakan pendekatan historis dan normatif, tulisan ini akan membahas mengenai konsep dan klausul pembatasan HAM dalam sejumlah konstitusi di Indonesia yakni; UUD 1945 (naskah asli), konstitusi RIS, UUDS 1950 dan UUD NRI 1945 pasca amandemen. Melalui tulisan ini akan ditemukan bahwa pembatasan HAM secara tegas dan tersurat sudah dapat ditemukan sejak lahirnya Konstitusi RIS 1949 yang diserap dari Pasal pembatasan HAM dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM). Teks pembatasan HAM kemudian disempurnakan melalui Pasal 28J UUD 1945 pada amandemen kedua UUD NRI 1945 pada tahun 2000."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2019
342 JKTN 12 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Silalahi, Devi Melissa
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis normatif terhadap kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi dalam pengujian konstitusional undang-undang ratifikasi. Sebagaimana diketahui, kebutuhan kerjasama antarnegara berkembang secara signifikan dalam berbagai aspek. Dalam rangka mengadopsi dan mengimplementasi setiap perjanjian yang disetujui di tingkat bilateral, regional, dan multilateral, Indonesia wajib melakukan ratifikasi melalui legislasi nasional. Akan tetapi, produk hukum hasil ratifikasi perjanjian internasional bukan merupakan produk legislasi meskipun secara hierarki kedudukannya dikategorikan sebagai undang-undang. Hal ini disebabkan, sifat undang-undang ratifikasi itu sendiri terutama dalam hal substansi, yaitu adanya perbedaan karakteristik dengan undang-undang yang berlaku pada umumnya. Atas hal itu, pengujian terhadap undang-undang ratifikasi sepatutnya tidak dapat dilakukan mengingat persoalan yang dapat ditimbulkan. 

This research attempts to analyze normatively the jurisdiction of Constitutional Court in doing constitutional review towards ratification act. As we know, the need of cooperation between countries is increasing significantly in variant aspects. In order to adopt and implement every single agreement that has been agreed in bilateral, regional, and multilateral level, Indonesia needs to ratify through national legislation. However, the product of ratification of international treaty is not legislation product law even though it is equally extended to the act based on hierarchy.  This caused by the nature of ratification act itself mainly in the substances area, in which comprehensively different with characteristics of common act applied.  Therefore, the examination of ratification act could not be done since it may disclose problematic decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agil Mustaqiim
"Artikel ini mengkaji diskriminasi institusional yang dihadapi oleh kelompok minoritas gender di Singapura dalam mengakses perumahan publik. Diskriminasi ini dimungkinkan terjadi setelah amandemen Pasal 156 Konstitusi pada tahun 2023. Amandemen tersebut melindungi kebijakan dengan definisi pernikahan heteroseksual dari gugatan hukum. Berdasarkan kasus tersebut, penelitian ini akan melihat bagaimana Amandemen Pasal 156 Konstitusi pada tahun 2023 memungkinkan terjadinya diskriminasi institusional terhadap kelompok minoritas gender di Singapura dalam mengakses perumahan publik. Penelitian ini didasarkan pada konsep diskriminasi institusional oleh Fred L. Pincus mengenai bagaimana kelompok dominan membuat kebijakan yang mencederai hak kelompok minoritas. Kemudian, kajian ini menggunakan teori empat dimensi kekuasaan Mark Haugaard untuk memahami bagaimana kekuasaan dalam proses amandemen membuka peluang praktik diskriminasi. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami serta menjelaskan makna peristiwa dengan mengelola data spesifik menjadi tema umum. Berdasarkan penelusuran, peneliti menemukan bahwa Pemerintah Singapura menggunakan kekuasaan otoritasnya untuk menjaga nilai dan membentuk opini publik. Selain itu, kekuasaan milik kelompok minoritas gender tidak setara dengan pemerintah dan fokus pada dekriminalisasi membuat amandemen dianggap menjadi kompromi yang baik.

This article examines the institutional discrimination faced by gender minorities in Singapore in accessing public housing. This discrimination was enabled following the amendments of Article 156 in Singapore Constitution in 2023 which protects policies with a definition of heterosexual marriage from legal challenges. Based on this case, this research will be focused on how the amendment of Article 156 of the Constitution in 2023 enables institutional discrimination against gender minorities in Singapore in accessing public housing. This research is based on the concept of institutional discrimination by Fred L. Pincus which highlights how dominant groups make policies that harm minority groups. Then, this study also uses Mark Haugaard's four dimensions of power theory to understand how power was exercised in the amendment process which perpetuates discrimination. The author used a qualitative approach to examine the meaning of events with reasoning that organizes specific data into general themes. This research then found that the Singapore Government used its authority to maintain the values it believes in and shape public opinion. In addition, the power held by gender minorities is kept to a minimum in comparison to that held by the ruling government. The focus on decriminalization makes the amendment considered as political bargaining."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rimdan
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012
347.012 RIM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>