Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Raedyan Kahfi
"Penelitian ini akan membicarakan latar belakang normalisasi hubungan UEA dengan Israel. Normalisasi hubungan UEA dan Israel ditandatangani pada 13 Agustus 2020 yang menjadikan UAE sebagai negara Arab ketiga yang melakukan pembentukan hubungan diplomatik dengan Israel, setelah sebelumnya melakukan perjanjian damai dengan Mesir-Israel (1979) dan diikuti dengan perjanjian damai Israel-Yordania (1994). Kesepakatan ini memunculkan banyak reaksi dari berbagai negara di dalam maupun luar Kawasan Timur Tengah. Hal ini dikarenakan belum ada konsultasi Kementrian Luar Negeri UAE dengan negara Arab lainnya. Kesepakatan ini menjadi semacam pertaruhan bagi UAE, resiko kesepakatan ini dapat membuat kepemimpinan UEA tidak populer di negara Arab lainnya namun juga bisa menjadi peluang yang sangat menguntungkan. Alasan diambilnya topik ini adalah UEA menjadi negara pertama di Kawasan Teluk yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel ditengah konflik antara Palestina dan Israel yang belum mereda. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif melalui data Pustaka dan artikel ilmiah yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai latar belakang pembentukan kesepakatan. Dengan menggunakan metode tersebut, diharapkan dapat tergambar bahwa latar belakang terjadinya normalisasi diantara keduanya berkaitan dengan meningkatnya kepentingan bersama antara Israel dan negara-negara Teluk, khususnya UEA.

This study will discuss the background of the normalization of relations between the UAE and Israel. The normalization of relations between the UAE and Israel was signed on August 13, 2020, which made the UAE the third Arab country to establish diplomatic relations with Israel, after previously making a peace agreement with Egypt-Israel (1979) and followed by the Israel-Jordan peace agreement (1994). This agreement sparked many reactions from various countries inside and outside the Middle East Region. This is because there has been no consultation with the UAE Ministry of Foreign Affairs with other Arab countries. This agreement is a kind of gamble for the UAE, the risk of this agreement can make the UAE leadership unpopular in other Arab countries but it can also be a very profitable opportunity. The reason for taking this topic is that the UAE is the only country in the Gulf that has normalized relations with Israel amid the ongoing conflict between Palestine and Israel. The method used is descriptive qualitative through library data and scientific articles that aim to describe the background of the agreement formation. By using this method, it is hoped that the background of normalization between the two is related to the increasing mutual interest between Israel and the Gulf countries, especially the UAE."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Yambeyapdi
"Belanda mulai menaruh perhatian di wilayah Papua Barat selama dan setelah Perang Dunia II, atas desakan Amerika Serikat, karena letaknya yang strategis dan untuk menjamin kepentingan AS dan sekutunya di Pasifik Selatan. Dengan kondisi seperti ini, maka tesis ini bermaksud mengungkapkan "causal factor" Belanda dan Sekutunya setuju Papua Barat di integrasikan ke dalam wilayah RI pada tahun 1962.
Tulisan ini merupakan kajian sejarah diplomasi, dimana peran aktor sangat penting. Selain itu, unsur penawaran dan pengambilan keputusan dalam situasi konflik sangat menentukan. Karena itu, dalam pengungkapan maksud tesis ini digunakan Teori Permainan (Game Theory) dengan model Permainan jumlah Nilai Nol (Zero-sum Games), yaitu ketika dua pihak berusaha ke arah tujuan yang sama dan yang satu berhasil dan yang lain kalah. Teori ini terbukti benar, karena dalam proses negosiasi dengan Belanda, Indonesia berhasil memperoleh Papua Barat.
Masalah Papua Barat telah menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda sejak tahun 1950. Ketika Konferensi Meja Bundar (KMB) ditandatangani-yang mengakhiri konflik antara Republik Indonesia (RI) dan Belanda, status politik Papua tetap di bawah kekuasaan Pemerintah Belanda. Seperti keputusan KMB, bahwa masalah Papua akan dibicarakan lagi setahun kemudian, ternyata dalam perkembangannya, ±13 tahun, Papua merupakan sumber konflik diplomatik antara Indonesia - Belanda. Konflik ini menjadi rumit dan berlarut-larut, karena baik Belanda maupun Indonesia mempunyai agenda penyelesaian yang berbeda. Menurut Belanda, penduduk Papua Barat berbeda secara sosial budaya dengan penduduk Indonesia lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia dinilai belum mampu untuk memerintah Papua. Kebalikannya, bagi Indonesia, Papua merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda yang notabene adalah Indonesia.
Ketika masalah Papua diajukan RI ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara tahun 1954 -- 1957, dan tahun 1961, Belanda tetap bersikeras mempertahankan Papua. Hal ini terjadi karena Amerika Serikat selalu bersikap abstain selama pemungutan suara. AS bersikap demikian, ini berkaitan dengan strategi "Cold War". Di lain sisi, sikap politik AS ini sangat menguntungkan pihak Belanda. Namun dalam perkembangannya, AS mengubah kebijakan politik luar negerinya dari netralitas pasif ke netralitas aktif. Nampaknya AS (Presiden Kennedy) tidak ingin melihat pecahnya perang antara Indonesia dengan Belanda yang akibatnya hanya membuka bagian Asia itu bagi masuknya pengaruh Uni Soviet dan komunis.
Dengan demikian, sebelum konflik tersebut berdampak luas, Amerika Serikat berhasil menekan pemerintah Belanda maupun Indonesia agar mau berunding. Baik Belanda maupun Indonesia akhirnya tanggal 15 Agustus 1962 di Dewan Keamanan PBB menandatangani persetujuan penyelesaian masalah Papua Barat. Persetujuan ini lebih dikenal dengan New York Agreement. Sebagai realisasi dari Perjanjian New York, oleh PBB dibentuk United Nation Trearty Executive Administration/UNTEA, untuk menerima dan menjalankan pemerintahan interim di Papua Barat, dari pemerintah Belanda. Pada 1 Mei 1963, akhirnya kekuasaan administrasi pemerintahan Papua diserahkan kepada RI."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T10431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suranta Abd. Rahman
"Hubungan Indonesia-Mesir sudah terjalin sejak sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dengan adanya mahasiswa Indonesia yang belajar di Universitas A1-Azhar, Kairo. Dalam Perang Dunia II, hubungan tersebut bertambah kuat karena kedua bangsa sama berjuang untuk lepas dari kolonialisme dan imperialisme Barat di negara masing-masing, Inggris di Mesir dan Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1947, bangsa Indonesia sedang gencar-gencarnya mencari pengakuan internasional yang mendapat tantangan berat dari Belanda dan Sekutunya di negara-negara Arab. Akan tetapi, dengan solidaritas yang tinggi Mesir mendukung perjuangan dan mengakui kemerdekaan RI de facto dan de jure. Dukungan Mesir tidak hanya pada pengakuan kedaulatan, tetapi Mesir lebih jauh mengirimkan diplomat dan sebuah tim kesehatan yang dikirim ke Indonesia.
Diplomasi yang dijalankan oleh misi diplomatik RI pada tahun 1947-1948 untuk mencari pengakuan internasional mendapat tantangan yang berat dari Belanda dan Sekutunya di negara-negara Arab. Akan tetapi, dengan solidaritas yang tinggi Pemerintah dan rakyat Mesir mendukung perjuangan dan mengakui kemerdekaan RI de facto dan de jure.
Diplomasi yang dijalankan adalah dalam usaha mempertahankan eksistensi kedaulatan RI yang hendak direbut kembali oleh Belanda. Sementara itu, perjuangan di bidang militer terus dilakukan untuk mengusir Belanda dan Sekutunya dari tanah air Indonesia.
Pengakuan kemerdekaan dan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir tahun 1947 merupakan kemenangan diplomasi RI pertama di luar negeri yang dapat mematahkan diplomasi Belanda untuk mencegah pengakuan internasional terhadap RI. Kemenangan ini tidak terlepas dari dukungan Mesir yang berhasil menggalang seluruh negara Arab untuk mengakui kemerdekaan dan kedaulatan RI melalui Liga Arab. Selain itu, kemenangan tersebut didukung oleh mahasiswa Indonesia di Mesir yang melakukan aktifitas politik dalam rangka mencari simpati dan dukungan internasional bagi kemerdekaan RI.
Hubungan Indonesia-Mesir sampai sekarang didasarkan atas hubungan agama Islam yang sangat erat dan latar belakang sejarah kolonialisme dan imperialisme yang dialami oleh kedua negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ibrahim Hamdani
"ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh timpangnya jumlah struktur fungsional kantor perwakilan diplomatik dalam hubungan bilateral RI-KAS. Pemerintah KAS menempatkan dua atase pada Kedubes KAS di Jakarta. Sebaliknya, pemerintah RI menempatkan tujuh atase pada KBRI di Riyadh. Selain itu, terdapat sejumlah hambatan dalam hubungan bilateral Indonesia-Arab Saudi. Misalnya, Indonesia menerapkan kebijakan moratorium penempatan TKI sektor dometik ke Arab Saudi. Terdapat juga jeda waktu 47 tahun antara kunjungan Raja Faisal dengan Raja Salman ke Indonesia. Raja Faisal berkunjung pada 10-13 Juni 1970. Sedangkan Raja Salman berkunjung pada 1-12 Maret 2017. Hubungan bilateral RI-KAS juga terhambat dengan timpangnya neraca ekspor dan impor kedua negara. Nilai impor Indonesia dari Arab Saudi jauh lebih besar daripada nilai ekspor Indonesia ke Arab Saudi. Impor Indonesia didominasi oleh produk migas, sedangkan ekspor Indonesia didominasi oleh produk non-migas. Meskipun terdapat hambatan, Indonesia juga memiliki posisi tawar yang tinggi terhadap Arab Saudi. Pertama, Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, yakni 207.176.162 jiwa. Kedua, Indonesia menjadi negara pemasok jamaah haji terbesar di dunia. Ketiga, Indonesia berpredikat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yakni 17.504 pulau. Keempat, Indonesia merupakan negara berpenduduk keempat terbesar di dunia setelah RRT, AS, dan Federasi Rusia. Kelima, Indonesia aktif dalam berbagai organisasi internasional. Penelitian ini menggunakan sumber data pustaka dari buku, jurnal, media dan data resmi dari lembaga negara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi literatur dan wawancara mendalam terhadap narasumber. Penelitian ini menggunakan konsep kepentingan negara, konsep kedaulatan negara, dan teori negara kuat. Kesimpulan penelitian ini, Indonesia belum mampu menjalankan fungsi minimal negara dalam menyediakan kebutuhan publik dan melindungi masyarakat miskin. Buktinya, Indonesia menjadi negara pemasok TKI sektor domestik dalam jumlah besar ke Arab Saudi. Namun Indonesia berupaya maksimal untuk menegakkan kedaulatan nasional. Tujuannya ialah untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia. Caranya dengan melakukan moratorium penempatan TKI sektor domestik ke Arab Saudi.

ABSTRACT
This research was motivated by the imbalance in the number of functional structures of diplomatic representative between RI and KSA. The government of KSA placed two attaches at the Embassy of KSA in Jakarta. Instead, the government of RI placed seven attaches at the Embassy of RI in Riyadh. In addition, there are some obstacles in the bilateral relations between RI and KSA. For example, Indonesia implemented a moratorium on the placement of Indonesian Migrant Workers (IMW) in domestic sector to Saudi Arabia. There was also a 47 year lag between the visit of King Faisal and King Salman to Indonesia. The bilateral relation of RI-KSA are also hampered by the imbalance of the amount of the export-import of both countries. The Indonesian imports from Saudi Arabia are far greater than the Indonesian export to KSA. Despite obstacles, Indonesia also has a high bargaining position towards Saudi Arabia. First, Indonesia is the largest Muslim country in the world. Second, Indonesia is the largest supplier of pilgrims of Hajj in the world. Third, Indonesia is predicated as the largest archipelagic country in the world. Fourth, Indonesia is the fourth most populous country in the world. Fifth, Indonesia is active in various international organizations. This research uses library data sources from various scientific resourcers. This study uses qualitative methods with literature study techniques and in-depth interviews with informant. This research uses the concept of state interests, the concept of state sovereignty, and strong state theory. As the conclusion, Indonesia still not capable to do the minimum functions of state in providing public needs and protecting the poor. The proof is that Indonesia send a large number of of IMW in domestic sector to Saudi Arabia. But Indonesia is working hard to uphold national sovereignty. The aim is to protect Indonesia's national interests.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T51846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasan Izzurrahman
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh putusnya hubungan diplomatik Republik Sudan dengan Republik Islam Iran 2014-2016. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi Sudan mengubah kebijakan luar negerinya terhadap Iran, dari yang menjalin kerjasama diplomatik, kemudian memutuskan hubungan diplomatiknya secara sepihak. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis dengan teknik wawancara sebagai data primer dan teknik pengumpulan data sekunder berupa kajian pustaka. Sementara untuk metode analisis data menggunakan metode flow chart analysis dengan mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam proses penelitian, data dan fakta yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan konsep Sistem Internasional dan kerangka teori Realisme Neoklasik, dapat disimpulkan bahwa perubahan kebijakan luar negeri Sudan yang akhirnya memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran dilatarbelakangi oleh dua faktor utama, yaitu intervention variables atau faktor internal yang dalam hal ini berupa kondisi ekonomi yang memburuk, hilangnya cadangan minyak, dinamika sosial, dan peran sentral militer. Faktor selanjutnya yaitu independent variable berupa kebijakan luar negeri Sudan terhadap regional dan internasional, dominasi Arab Saudi di regional yang terancam, serta pemberian sanksi, embargo ekonomi dan label negara pendukung terorisme Amerika Serikat kepada Sudan.

This research is motivated by the severance of diplomatic relations between the Republic of the Sudan and the Islamic Republic of Iran 2014-2016. The purpose of this research is to reveal the factors behind Sudan changing its foreign policy towards Iran, from establishing diplomatic cooperation, then breaking diplomatic relations unilaterally. This thesis uses a descriptive analytical qualitative research method with interview techniques as primary data and secondary data collection techniques in the form of literature review. Meanwhile, the data analysis method uses a flow chart analysis method by reducing data, presenting data, and drawing conclusions. In the research process, the data and facts obtained are then analyzed using the concept of the International System and the theoretical framework of Neoclassical Realism, it can be concluded that Sudan's foreign policy changes that finally severed its diplomatic relations with Iran were motivated by two main factors, namely intervention variables or internal factors in this case in the form of deteriorating economic conditions, loss of oil reserves, social dynamics, and the central role of the military. The next factor is the independent variable in the form of Sudan's foreign policy towards the region and internationally, the threatened dominance of Saudi Arabia in the region, as well as sanctions, economic embargoes and labeling of the United States as a state sponsor of terrorism to Sudan.

"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Tuty Nur Mutia
"Disertasi ini membahas peristiwa normalisasi hubungan diplomatik Cina-Indonesia dengan tujuan menunjukkan motivasi yang mendorong Cina untuk mewujudkannya. Pendekatan "keterkaitan mikro-makro" digunakan untuk mengangkat bukti-bukti empiris, dipertajam melalui kerangka konsep mianzi. Dalam budaya Cina mianzi mengandung makna dan nilai-nilai "kehormatan".
Hasil penelitian menunjukkan, merosotnya kekuatan kubu sosialis di akhir tahun 1980-an dan peristiwa Tiananmen 1989 telah menyebabkan berubahnya prioritas politik luar negeri Cina. Ancaman terhadap kedaulatan menjadi pusat prioritas karena menyangkut kehormatan dan keutuhan bangsa. Segenap potensi Cina harus digunakan untuk menyelamatkan kehormatan negaranya, itulah baoquan mianzi. Kejayaan dan citra internasional RRC harus dikibarkan kembali. Normalisasi hubungan itu terbukti merupakan bagian dari upaya baoquan mianzi dan telah memberi peluang besar kepada Cina untuk berperan di forum regional maupun global. Dari sanalah motivasi itu terangkat.

This disertation examine the normalization of China-Indonesia diplomatic relations in order to understand China"s main motivation. The "micro-macro linkage" used to uphold empirical evidence that being enhanced through "Mianzi" concept. In Chinese culture, mianzi consist honorable values and meanings.
The result of this research shows that the changes on China foreign policy priority has been caused by the decreasing of socialist power in the late 1980"s and the Tiananmen incident in 1989. Threat to China`s sovereignty and unity has been the main priority to keep the country honor and existence. The term of baoquan mianzi is being used on this matter. It means using the whole potential of Chinese people to save the country honor. PRC international image and glory need to be restored. The normalization of diplomatic relations has been proven to be a part of baoquan mianzi and has given China a big opportunity to take part in regional and global forums. From there the motivation was raised."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
D1337
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>