Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Karunia Rahma
"ABSTRAK
Intimacy merupakan salah satu aspek terpenting terutama pada individu dewasa muda. Individu yang sulit membangun intimacy dengan oranglain disebut dengan fear of intimacy. Fear of Intimacy dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah hubungan dalam keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dan fear of intimacy pada individu dewasa muda. Partisipan penelitian ini berjumlah 743 orang dewasa muda laki-laki dan perempuan yang berusia antara 21-40 tahun. Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran keberfungsian keluarga menggunakan alat ukur Revised- Family Assesment Device dan fear of Intimacy diukur menggunakan Revised-Fear of Intimacy Scale. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang sinifikan antara keberfungsian keluarga dan fear of intimacy pada dewasa muda r = -,229, p < 0.01 . Sebagai tambahan, hasil peneltiian ini menemukan bahwa dimensi behavioral control dari keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang paling tinggi dengan fear of intimacy sedangkan dimensi affective responsiveness tidak berkorelasi dengan fear of intimacy. Arah korelasi yang didapatkan negatif, artinya semakin baik family functioning maka semakin rendah tingkat fear of intimacy.

ABSTRACT
Intimacy is one of the most important things in young adulthood. A young adult who can not build intimacy easily with others called as fear of intimacy. Fear of intimacy can caused by many factors such as family relationship. This research is conducted to find about the relationship between family functioning and fear of intimacy in young adults. Participants in this study consist of 743 young adults of man and woman aged between 21 40 years . This study was a correlational study using a quantitative approach. Family functioning was measured by Revised Family Assessment Device and Fear of Intimacy measured by Revised Fear of Intimacy Scale. The result showed that there is a significant relationship between family functioning and fear of intimacy r ,229 , p 0.01 . In addition to this research found that the behavioral control dimension of family functioning has most correlated with fear of intimacy meanwhile affective responsiveness dimension of family functioning has no correlated with fear of intimacy. The direction of correlation is negative, it means that he higher of family functioning then the lower of fear of intimacy."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yugiana
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah anak dan komposisi jenis kelamin anak terhadap tingkat kebahagiaan orang tua baik pada orang tua laki-laki maupun perempuan. Kebahagiaan diukur menggunakan pertanyaan tentang kepuasan seseorang atas kehidupannya secara keseluruhan saat ini. Data yang digunakan adalah data IFLS5 tahun 2014 dan dianalisis menggunakan regresi logistik multinomial. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kebahagiaan laki-laki maupun perempuan akan meningkat ketika memiliki satu orang anak kemudian tingkat kebahagiaan menurun seiring bertambahnya jumlah anak. Mendukung analisis tersebut, hasil regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa laki-laki yang memiliki anak baik dengan komposisi jenis kelamin lengkap maupun tidak lengkap lebih cenderung untuk bahagia daripada laki-laki yang tidak punya anak. Sementara itu, perempuan akan lebih bahagia jika memiliki anak dengan komposisi jenis kelamin lengkap. Akan tetapi hasil regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa semakin banyak anak secara signifikan menurunkan tingkat kebahagiaan baik pada laki-laki maupun perempuan.

ABSTRACT
This study aimed to find out the impact of number of children and children sex composition on either men or women happiness. Happiness measured by question about satisfaction with the whole life at this moment. The data used was IFLS wave 5 2014 and analysed with multinomial logistic regression. Descriptive analysis showed that happiness will increase when men or women having one child, then the happiness level decrease as the increase of the number of children. Supporting the analysis, multinomial logistic regression showed that men who had children with either complete or incomplete sex composition were more likely to be happy than men who didn rsquo t have children. Meanwhile, women will be happier if they have children with complete sex composition. However, multinomial logistic regression result showed that having more children significantly decrease the happiness level either in men or women. "
2018
T50997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Evania Azmi
"Tingginya tingkat kepemilikan dan durasi penggunaan telepon pintar memunculkan fenomena adiksi telepon pintar di kalangan remaja. Penggunaan telepon pintar yang berlebihan mengurangi intensitas komunikasi remaja dan berdampak pada pola komunikasi keluarga, padahal pola komunikasi keluarga yang fungsional diperlukan agar anggota keluarga dapat menjalankan fungsi dan perannya. Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi hubungan adiksi telepon pintar dengan pola komunikasi keluarga pada remaja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, desain penelitian cross sectional, teknik pengambilan voluntary sampling, dan uji statistik chi-square. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara adiksi telepon pintar dengan pola komunikasi keluarga pada remaja (p = 0,04; α=0,05). Peneliti merekomendasikan penguatan program unit kesehatan sekolah (UKS) dengan pengadaan kampanye pembatasan waktu bermain telepon pintar anak dan orang tua di rumah.

The high level of ownership and duration of smartphone use has given rise to the phenomenon of smartphone addiction among teenagers. Excessive use of smartphones reduces the intensity of adolescent communication and has an impact on family communication patterns. Functional family communication patterns are needed so family members can carry out their functions and roles. The research aims to identify the relationship between smartphone addiction and family communication patterns in adolescence. This research uses quantitative methods, cross-sectional research design, voluntary sampling techniques, and chi-square statistical tests. Bivariate analysis shows that there is a significant relationship between smartphone addiction and family communication patterns in adolescence (p = 0.04; α=0,05). This research recommendation is strengthening the school health unit program by implementing a campaign to limit children's and parents' screentime on smartphones at home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sutrisno Adri
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek identitas agama dan tingkat ketaatan
pada preferensi rumah tangga untuk memilih tabungan. Dengan menggunakan beberapa
metode regresi logistik dan sampel dataset IFLS tahun 2007 juga 2014,
hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga Katolik cenderung menabung
di rekening bank, sementara rumah tangga Muslim dan Protestan cenderung
menabung pada piutang dan tanah. Tak hanya itu, preferensi waktu rumah tangga
juga dapat memperjelas efek tersebut. Terlebih, studi ini menemukan bahwa semakin
taat seseorang, maka semakin besar kemungkinannya untuk menabung. Namun,
efek tersebut tidak terbukti pada perhiasan akibat adanya price boom.
Dengan temuan tersebut, rumah tangga dapat mengimplementasikan praktik
agamanya pada keputusan keuangannya yang akan membuat rumah tangga tersebut
untuk menabung. Dengan melakukan hal tersebut, tingkat inklusi finansial dalam
negeri akan meningkat. Di sisi lain, institusi perbankan harus terus menawarkan
produk keuangan, khususnya pada rumah tangga Islam dan Protestan yang masih
cenderung menabung pada aset non-perbankan."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruwi Meita
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2019
899.221 RUW r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Maharani Mudatsir
"Penelitian Williams dkk (2015) menemukan bahwa di antara 79 anak berusia 6-12 tahun, 59.5% di antaranya melakukan kebohongan. Kebohongan prososial adalah kebohongan yang dilakukan dengan memberikan pernyataan tidak benar dengan tujuan untuk memberikan keuntungan kepada orang lain. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa gender dan family expressiveness dapat berkontribusi terhadap kemunculan kebohongan prososial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gender dan family expressiveness dengan kecenderungan melakukan kebohongan prososial pada anak sekolah
di usia 7-11 tahun. Family Expressiveness adalah kecenderungan yang dominan dalam keluarga untuk menunjukkan emosi baik secara verbal maupun nonverbal. Penelitian dilakukan pada siswa berusia 7-11 tahun di SDN Beji 3 (N=96) yang terdiri dari siswa Laki-Laki (N=51) dan perempuan (N=45). Family Expressiveness diukur dengan menggunakan The Self Expressiveness in the Family Questionnaire, sedangkan kebohongan prososial diukur dengan menggunakan disappointing gift paradigm. Dalam pelaksanaannya, dari 96 siswa yang mengikuti penelitian, 59.5% di antaranya melakukan kebohongan prososial ketika diminta pendapat terkait hadiah yang diberikan. Meski begitu, hasil penelitian menunjukkan bahwa baik gender maupun family expressiveness tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap kecenderungan kebohongan prososial pada anak. Dengan kata lain, gender dan family expressiveness tidak terbukti berkontribusi sebagai prediktor perilaku kebohongan prososial.

A related study from Williams, et al (2015) has found that 59.5% of 79 children at the age of 6-12 years old did prosocial lies. Prosocial lies is a lie conducted by giving an untrue statements with the intentions to benefit others. Previous studies have found that gender and family expressiveness could contribute to the tendency for prosocial lying. This study is conducted to examine the relationship between gender and family expressiveness and the tendency to do prosocial lying in children at the age of 7-11 years old. Family expressiveness is a dominant tendency in the family to show emotions, both verbally and non-verbally. The study was conducted on students at the age of 7-11 years old from Beji 3 Elementary School (N=96) which consist of male student (N=51) dan female students (N=45). Family expressiveness is measured using The Self Expressiveness in the Family
Questionnaire whereas prosocial lies is measured using the disappointing gift paradigm. This research shows that out of 96 children, 59.5% of them did prosocial lies when being given the questions about their feeling regarding the gifts. However, the result shows that both gender and family expressiveness have no correlations with the tendency to do prosocial lies. In other words, gender and family expressiveness is not one of the predictors of prosocial lying.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yona Felinda Putri
"Dalam melewati masa transisi, dewasa muda di Indonesia mengalami berbagai masalah yang berkaitan dengan tahap perkembangannya. Untuk dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik, dewasa muda membutuhkan religiusitas. Religiusitas terbagi ke dalam dua orientasi, yaitu orientasi intrinsik dan ekstrinsik. Diketahui bahwa religiusitas salah satunya dipengaruhi oleh keterlibatan ayah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara keterlibatan ayah dengan orientasi religiusitas intrinsik dan orientasi religiusitas ekstrinsik pada dewasa muda. Terdapat 193 orang, laki-laki (N=79) dan perempuan (N= 114) yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Keterlibatan ayah diukur dengan menggunakan alat ukur Father Involvement Scale (FIS) dan religiusitas dengan menggunakan alat ukur Religious Orientation Scale-Revised(ROR-R). Uji korelasi dilakukan dengan teknik korelasi Spearman, dan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dengan orientasi religiusitas intrinsik ( (193)= 0,160, p<0,05, one-tailed) dan orientasi religiusitas ekstrinsik ( (193)= 0,274, p<0,05, one-tailed). Artinya, peningkatan skor keterlibatan ayah disertai dengan peningkatan orientasi religiusitas intrinsik dan orientasi religiusitas ekstrinsik pada individu. Untuk itu, untuk meningkatkan orientasi religiusitas, ayah perlu meningkatkan keterlibatannya dalam pengasuhan.

In passing through the transition period, emerging adults in Indonesia experience various problems related to their stage of development. To be able to live their lives better, emerging adults need religiosity. Religiosity is divided into two orientations, namely intrinsic and extrinsic orientations. It is known that religiosity is influenced by father involvement. This study aims to see if there is a relationship between father involvement with intrinsic religiosity orientation and extrinsic religiosity orientation in emerging adults. There were 193 people, male (N=79) and female (N=114) who participated in this study. Father involvement was measured using the Father Involvement Scale (FIS) and religiosity using the Religious Orientation Scale-Revised (ROR-R). Correlation tests were conducted using the Spearman correlation technique, and showed that there was a positive and significant relationship between father involvement and intrinsic religiosity orientation (r_s(193)= 0.160, p<0.05, one-tailed) and extrinsic religiosity orientation (r_s(193)= 0.274, p<0.05, one-tailed). This means that an increase in father involvement score is accompanied by an increase in intrinsic religiosity orientation and extrinsic religiosity orientation in individuals. Therefore, to improve religiosity orientation, fathers need to increase their involvement in parenting."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debrina Annisa Putri
"Emerging adults berada pada masa eksplorasi diri mengenai karir, pasangan, dan pandangan hidup. Eksplorasi diri membawa kepada tantangan bagi emerging adults yang mengarah pada ketidakpastian. Oleh karena itu, mereka membutuhkan religiusitas untuk dapat melaluinya dengan baik. Religiusitas dapat ditinjau melalui motivasi yang mendasarinya, yakni orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik. Diketahui bahwa orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik berkaitan dengan bagaimana fungsi dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dan orientasi religiusitas pada emerging adults. Sebanyak 309 individu, laki-laki (N = 129) dan perempuan (N = 180), berusia 18-25 tahun, berpartisipasi dalam pengisian kuesioner penelitian mengenai keberfungsian keluarga (Family Assessment Device) dan orientasi religiusitas (Religious Orientation Scale-Revised). Uji korelasi dilakukan melalui teknik Spearman Rank Correlation, serta menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keberfungsian keluarga dengan orientasi religius intrinsik (rs (307) = 0.185, p <0.05, two-tailed) dan orientasi religius ekstrinsik (rs (307) = 0.259, p <0.05, two-tailed). Dengan kata lain, peningkatan fungsi dalam keluarga disertai dengan peningkatan baik orientasi religiusitas intrinsik maupun ekstrinsik pada individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk dapat meningkatkan orientasi religiusitas, individu perlu meningkatkan keberfungsian dalam keluarga.

Emerging adults are in a period of self-exploration about careers, partners, and perspective on life. Self-exploration brings challenges to emerging adults that lead to uncertainty. Therefore, they need religiosity to get through it well. Religiosity can be seen through the underlying motivation, which are intrinsic and extrinsic religious orientation. It is known that both religiosity orientation, intrinsic and extrinsic, are related to how their family functions. This study aims to determine the relationship between family functioning and religiosity orientations in emerging adults. A total of 309 men (N = 129) and women (N = 180), between the age of 18 and 25 years old, engaged in the research by completing questionnaires on family functioning (Family Assessment Device) and religiosity orientation (Religiosity Orientation Scale-Revised). Using Spearman’s rank correlation, the results showed a positive and significant correlation between family functioning and intrinsic religiosity orientation (rs (307) = 0.185, p <0.05, two-tailed) and extrinsic religiosity orientation (rs (307) = 0.259, p <0.05, two-tailed). In other words, improved family functioning is accompanied by improved intrinsic and extrinsic religious orientation. Therefore, it may be claimed that people need to enhance family functioning in order to improve their religious orientation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utari Dwi Pratiwi
"Upaya pelayanan rehabilitasi telah dilaksanakan BNN bersama dengan instansi terkait yang sebelumnya diatur di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sepanjang tahun 2021, telah dilakukan rehabilitasi terhadap 43.320 orang. Penelitian difokuskan pada Loka Rehabilitasi BNN Kalianda, sebagai penerima penghargaan Penyelenggara Pelayanan Publik Kategori “Layanan Prima” Tahun 2021 dari Kemenpan RB. Loka Rehabilitasi BNN Kalianda juga ditunjuk sebagai salah satu unit kerja pelayanan berpredikat menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) oleh Kemenpan RB pada tanggal 20 Desember 2021. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi klien secara fisik dan mental sebelum dan sesudah menjalani rehabilitas, menjelaskan dukungan yang diberikan keluarga, menganalisis persepsi gugat cerai terhadap peran suami sebagai kepala keluarga dan menganalisis adaptasi perlakuan yang paling efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa (1) Klien merasakan adanya perubahan dalam kondisi fisik dan mental selama menjalani rehabilitasi; (2) Dukungan keluarga memiliki dampak yang signifikan dalam proses rehabilitasi klien; (3) Ketahanan psikososial budaya keluarga memiliki peran penting dalam proses rehabilitasi klien; (4) Lamanya proses rehabilitasi rawat inap yang dijalani seorang kepala keluarga memberikan santunan kepada anggota keluarga lainnya. Tidak adanya dukungan keluarga besar berdampak pada ketahanan keluarga pada keluarga inti; (5) Program kegiatan keluarga seperti Family Support Group dan Family Dialog penting dalam proses pemulihan klien.

Rehabilitation service efforts have been carried out by BNN together with related agencies previously regulated in Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. Throughout 2021, 43,320 people have been rehabilitated. The research focused on the BNN Kalianda Rehabilitation Workshop, as the recipient of the 2021 Public Service Provider Award for the "Excellent Service" Category from the RB Ministry. The BNN Kalianda Rehabilitation Workshop was also appointed as one of the service work units with the predicate towards a Free from Corruption Area (WBK) by the RB Ministry on December 20, 2021. The purpose of the study was to determine the client's physical and mental condition before and after undergoing rehabilitation, explain the support provided by the family, analyze the perception of divorce lawsuits on the husband's role as the head of the family and analyze the most effective and efficient treatment adaptation. This research uses qualitative research methods with a case study approach. The results of the study showed that (1) The client feels a change in physical and mental condition during rehabilitation; (2) Family support has a significant impact on the client's rehabilitation process; (3) Psychosocial resilience of family culture has an important role in the client's rehabilitation process; (4) The length of the inpatient rehabilitation process that a family head undergoes provides compensation to other family members. The absence of extended family support has an impact on family resilience in the nuclear family; (5) Family activity programs such as Family Support Group and Family Dialogue are important in the client's recovery process."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Raudatul Jannah
"Ketahanan keluarga menjadi salah satu faktor tidak langsung permasalahan gizi balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketahanan keluarga dengan status gizi pada balita usia 2–5 tahun di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan pengambilan sampel sebanyak 121 keluarga dengan balita usia 2-5 tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawangan menggunakan instrumen Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) dan Standar Antropometri Kementerian Kesehatan RI. Data dianalisis menggunakan Uji Spearman Correlation dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna searah dengan kekuatan yang sangat lemah antara ketahanan keluarga dengan status gizi pada balita usia 2-5 tahun (p value = 0,025) dan (r = 0,204). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin baik juga status gizi balita. Hal ini menjadi penting untuk meningkatkan ketahanan keluarga guna meningkatkan status gizi balita.

Family resilience is an indirect factor in children under five nutrition problems. This study aims to determine the relationship between family resilience and nutritional status in children aged 2–5 years in Depok City. This study used a cross-sectional method with a sample of 121 families with children aged 2-5 years at the Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawangan using the Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) instrument and the Anthropometric Standards Kemenkes RI. Data were analyzed using the Spearman Correlation Test with the result that there was a significant unidirectional relationship with very weak strength between family resilience and nutritional status in toddlers aged 2-5 years (p-value = 0.025) and (r = 0.204). This shows that the higher the level of family resilience, the better the nutritional status of children under five. This is important to increase family resilience to improve the nutritional status of children aged 2-5 years."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library