Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leahy, Louis, 1927-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991
128 LEA e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1983
128 SEK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan
"Aku yang ambigu, Sintesa Amara Pemikiran Maurice Merleau-Ponty dengan Jean Jacques Lacan. Konsep Aku yang ambigu merupakan upaya pengkajian ulang atas pertanyaan, apa artinya menjadi manusia? Secara teknis pertanyaan ini berusaha dijawab dengan suatu usaha sintesa di antara pemikiran Maurice Merleau-Ponty dengan Jean Jacques Lacan tentang manusia. Merleau-Ponty mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang babas, otonom dan utuh secara individual. Sebaliknya menurut Jacques Lacan manusia adalah makhluk yang "calf' dan terkungkung dalam berbagai bentuk simbolis bahasa dan penanda Perbedaan ini merupakan konsekuensi logis dari kelanjutan perdebatan dan atau proses transisional humanitas manusia dari zaman modern ke zaman post-modern. Manusia dalam zaman modern dipandang sebagai makhluk yang rasionalobjektif-universal sedangkan pada zaman post-modem manusia adalah irrasionalsubjektif-partikular, tergeser dari pusat kesadarannya dan tercecer ke sudut-sudut ketidaksadaran naluriah yang asli dan purba.
Konsep Aku yang ambigu lebih jauh merupakan refleksi kritis atas perkembangan penyelidikan manusia dari zaman ke zaman di mana pada dasamya dalam keseluruhan dan kesatuan hidupnya bermakna ganda bahkan multi dimensional. Maksudnya manusia sejak dilahirkan memiliki potensi untuk ambigu dalam arti sebagai makhluk yang ambivalen, paradoks bahkan kontradiksi dalam dirinya sendiri maupun ketika berada di dalam dunianya.
Identitas Aku yang ambigu menjadi tidak terbantahkan ketika sudah dieksplisitkan dalam perilaku dan wujud kehidupan sehari-hari. Hal ini yang membuat penyelidikan tentang manusia sampai detik ini tidak pernah berhenti dan mengenal kata akhir.
Dalam penelitian ini kenyataan dan realitas seperti yang terungkap di atas dirumuskan ulang dan disistematisasikan dalam kerangka tematis filsafat manusia bahwa manusia adalah makhluk yang ambigu. Ada tiga hal penting untuk dikatakan sehubungan dengan rumusan tersebut. Pertama aspek ketidaksaran atau irrasionalitas dalam konsep Aku yang ambigu yang menandakan bahwa keambiguitasannya bertempat dalam wilayah naluriah atau dunia bawah sadar manusia sehingga memang sudah merupakan fitrah dan asli. Aspek yang kedua adalah aspek ketubuhan dan aspek yang ketiga adalah aspek kebahasaan. Aspek yang kedua dan ketiga ini satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Keduanya berperan membentuk individu yang berperilaku arnbigu antara yang bertubuh dan berbahasa. Kenyataan atas ambiguitas antara aspek yang kedua dengan aspek yang ketiga membangun rumusan baru bahwa Aku kini menjadi ambigu antara Aku yang penuh atau Aku yang cair.
Jalan ambiguitas bukan jalan tengah atau jalan dengan mengambil satu pengertian saja dari dua pengertian yang ada dan pada saat yang sama menghilangkan pengertian yang lain. Jalan ambiguitas juga bukan berarti bahwa kedua pengertian (potensi) dilebur ke dalam suatu definisi baru tentang sesuatu (Aku) tetapi lebih dimaknai sebagai sebuah pendekatan yang mendasarkan diri pada temporalitas. Maksudnya kedua pengertian tersebut sama-sama berpotensi mengaktualisasikan diri dalam ruang dan waktu yang melingkupinya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Skripsi ini berusaha memaparkan pada pembaca mengenai salah satu tema dalam sekian banyak buah pikiran Hannah Arendt. Berada dalam proses yang bertujuan untuk memahami pemikiran Hannah Arendt, menjadikan penulis sadar bahwa kebernasan pemikiran perempuan ini tidak tegak diatas satu argumen tunggal, tidaklah terbentang tanpa lipatan, linear, walaupun berwujud naratif yang mesra dan penuh kasih. Namun dibalik kerumitan tersebut, paling tidak ada hal yang dapat penulis cerna, yaitu kekritisannya terhadap realitas alam politik serta kepedulian optimistiknya akan masa depan manusia. Lebih lanjut dapat ditelaah upaya Hannah Arendt (yang dibentengi oleh keyakinannya) untuk menyingkapkan mekanisme tersembunyi dalam sejarah yang menjadikan alam politik (serta keseluruhan peradaban modern) kehilangan nilai-nilai khasnya, sehingga tidak dapat dipahami dan menjadi tidak berguna bagi kehidupan manusia, disamping tentunya sederet malapetaka kemanusian yang telah tercatat. Dalam bukunya The Human Condition, perempuan ini menarnpilkan sebuah refleksi berkenaan dengan alam politik, dunia publik, dan beberapa kekuatan yang menghancurkan kehidupan manusia modern (yang terkandung dalam nilai modemitas itu sendiri). Ia menyelami menentang arus pelupaan dan mengangkat apa yang dikatakannya sebagai nilai-nilai yang pemah hilang, seperti keniscayaan natality dan keagungan dari action. Tetap yang menjadi agenda utamanya adalah mengedepankan kebebasan sebagai kebutuhan kemanusiaan manusia, dalam kerangka politik sebagai sarana untuk mewujudkan kebebasan dalam keseharian, dan sekaligus menjaganya dari ancaman kehancuran yang terkandung dalam praktek-praktek anti-politik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S16085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Bahri
"Fromm melihat manusia adalah makhluk yang teralienasi, disebabkan oleh ketidakmampuan manusia mengontrol sosialitas kerja dan ilmu pengetahuannya. Alienasi juga terjadi karena kesadaran akan kenyataan bahwa dirinya terpisah dari alam, berbeda dengan yang lain. Meskipun manusia makhluk yang teralienasi karena keterpisahannya dengan alam, tidak berarti manusia adalah makhluk yang terlempar tanpa pencipta. Menurut Fromm, manusia adalah makhluk yang tidak hadir dengan sendirinya. Ia dicipta; hasil sebuah kreasi dan Tuhan adalah kreatornya. Bahkan, sebagai makhluk yang dicipta, manusia memiliki tingkat misteri yang hampir sama dengan Tuhan. Manusia dengan demikian adalah citra Tuhan di bumi ini yang sebaiknya membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Fromm menunjukkan bahwa secara eksistensi manusia adalah makhluk yang bersendiri, ia babas menentukan dirinya, ia sadar bahwa ia terpisah dari alam. Kesadaran ini mengharuskannya membangun relasi dengan manusia lain. Namun, secara eksistensi pula, manusia sebenarnya ada bersama, ketika lahir pun ia tidak sendiri. Oleh karena itu, sendiri yang dimaksud adalah sendiri dalam kesadaran dan kebebasan; tetapi berelasi pula dengan kesadaran, karena kesadaran mengharuskan berelasi. Melalui cinta, Fromm membuktikan bahwa kebutuhan akan relasi pada manusia merupakan kebutuhan yang tak terelakkan. Cinta menjadi hubungan yang paling mendasar. Cinta menyadarkan aku pada diriku dan aku pada engkau, bahwa aku membutuhkan engkau untuk mengaktualkan diriku. Pada relasi yang lebih tinggi, aku mewarisi kualitas Tuhan dalam diriku. Fromm juga menunjukkan bahwa cinta hanya ada pada orang yang berkepribadian matang, yakni cinta dengan modus menjadi dan produktif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S16070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hawasi
"Penelitian konsep manusia menurut falsafat Iqbal dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana Iqbal menempatkan manusia dan mengkaitannya dengan filsafiat eksistensialisme. Penulis melihat bahwa keprihatinan Iqhal terhadap adanya dehumanisasi manusia modem, baik di Barat maupun di Timur, sama dengan keprihatinan para filsuf eksistensialis, seperti: Kierkegaard, Nietzsche,dan Sartre. Iqbal dan para filsufeksistensialis mencoba menawarkan suatu jalan `keselamatan' (salvation) bagi manusia modem agar tidak sampai terjerumus dalam apa yang disebut oleh Kierkegaard sebagai manusia `kerumunan (crowd). Penulis melihat beberapa upaya Iqbal yang tercermin dan kritiknya terhadap berbagai panam yang ada, yaitu: rasionalisme, empirisme, idealisme dan mistisisme. Kritik Iqbal tersebut sebagai upaya untuk menjawab problem-problem eksistensial manusia seperti yang menjadi perhatian para filsuf eksistensialis, yaitu: alienasi, kebebasan, ketuhanan, dan lain-lain.Igbal mencoba memberikan jawaban terhadap permasalahan krisis manusia modem tersebut.Berangkat dari permasalahan eksistensial manusia itulah penulis mencoba mencari jawabannya dari pemikiran Iqbal dan mengkaitkan pemikirannya dengan beberapa filsufeksistensialisme. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan membaca karya-karya utama Iqbal dan beberapa buku penunjang tema penelitian. Metode yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, holistik, interpretasi, dan komparasi.Kemudian penulis mengkaitkan pemikiran Iqbal dengan beberapa filsuf eksistensialis, khususnya: Kierkegaard, Nietzsche Berta Sartre. Hasi1 penelitian menunjukkan bahwa Iqbal sangat menekankan kepada manusia konkret, unik dan bebas. Manusia, menurutnya, mempunyai kehendak kreatif, otonom yang dapat melampaui segala bentuk hukum yang deterministik dan kausalistik. Manusia dibekali oleh tiga potensi yang paling menunjang, yaitu: serapan inderawi, rasio, dan intuisi. Manusia yang dapat membudidayakan ketiga potensi tersebut akan mampu menjalani fungsi sebagai khalifah Tuhan di bumi yang Iqbal sebut insan kamil. Pada insan kamil Iqbal. dapat dijumpai unsur-unsur eksistensialis dari Ubermensch Nietzsche, religiusitas Kierkegaard, kebebasan eksistensial Sartre dan ditopang o!eh kedalaman intuisi Bergson serta dimbing oleh kearifan cinta-intuitif Rumi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S16031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maskan
"Masalah pokok yang dibicarakan di dalam skripsi ini adalah pemikiran Herbert Marcuse tentang manusia berdimensi satu yang menjadi ciri utama pada manusia masyarakat industri modern. Pemikiran itu ada dalam Karya Herbert Marcuse yang sangat populer, yaitu One Dimensional Man.
Di dalam karyanya ini Herbert Marcuse berusaha mengembangkan filsafat manusia, dengan menempatkan manusia dalam kontek masyarakat teknologis. Suatu antropologi yang berusaha memahami manusia dengan menempatkanya dalam hubungan timbal balik dengan strukturnya. Dalam usaha untuk memahami manusia ini, Marcuse mengritik masyarakat industri modern. Karena, keadaan-keadaan di luar diri manusia pada masyarakat industri modern itu sendiri, yang pada garis besarnya adalah teknologi, telah mengakibatkan terjadinya penindasan terhadap manusia..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S16094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus, S. Margaretha K.
"ABSTRAK
Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk menguraikan dengan baik suatu analisa pemikiran Martin Buber dari bukunya Aku dan Engkau. Buku Aku dan Engkau membahas masalah pokok yang menurjt Buber merupakan inti dari hidup manusia. Buber memperkenalkan apa yang dinamainya relasi dalam hidup manusia. Hubungan manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain dan manusia dengan Tuhannya. Hubungan manusia dengan Tuhannya menurut istilah Buber dikenal dengan Aku-Engkau Yang Abadi adalah relasi tertinggi. Inilah puncak kehidupan religius yang oleh Buber disamaartikan dengan persatuan mistik. Semua ini ditunjukkan oleh Buber sebagai bukti bahwa manusia tetap memerlukan dimensi religius dalam hidupnya. Buber mengharapkan hal ini sebagai jawaban atas jaman yang sakit sebagai akibat ulah manusia modern dewasa ini...

"
1985
S16081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, M. Odjak E.
"Tulisan ini secara khusus ingin mengutarakan pandangan Erik H. Erikson mengenani identitas dan krisisnya dalam proses perkembangan manusia. Banyak ahli berpendapat, bahwa pandangannya tentang proses pembentukan identitas pada masa remaja merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi ilmu psikologi modern pada umumnya dan teori psikologi dari seorang ibu Denmark yang diceraikan ayahnya sebelum Erikson lahir. Sang ibu yanga mengandung tua segera meninggalkan negerinya Denmark menuju negeri Jerman. Erikson dilahirkan pada tahun 1902 di Frankfurt. Ibunya kawin lagi dengan seorang dokter anak bernama Theodor Homburger yang mengasuh dan membesarkannya hingga ia lulus dari Gymnasium jurusan sejarah kuno dan seni. Ayah angkatnya menghendaki agar Erikson melanjutkan sekolahnya ke Fakultas kedokteran, namun ia lebih tertarik pada jurusan seni dan mengikuti kuliah di Akademi Dunst..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S16130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yugianti S. Soelaiman
"Skripsi ini adalah pemikiran Albert Camus mengenai pembrontakan sebagai suatu sikap hidup. Secara sepintas, pada umumnya semua kita tahu apa itu pemberontakan. Tetapi pemberontakan yang bagaimanakah yang dipikirkan Camus itu? Dan mengapa ia sampai kepada ajuran untuk mengambil pemberontakan sebagai sikap hidup manusia dalam menghadapi kehidupan dunia ini?. Tentu saja itu ada alasannya. Pada mulanya Camus merasa bahwa ada sesuatu yang tidak memuaskan perasaannya, yang menekan kebebasannya sebagai manusia, dan ini perlu diberontaki agar kebebasannya bisa dimilikinya kembali. Kemudian, jalan untuk memulihkan kebebasan yang terenggut tadi adalah lewat pembrontakan. Manusia harus mampu mengatakan 'tidak' kepada hal-hal, peristiwa-peristiwa, situasi-situasi, atau apa saja yang menurut dia cenderung memerosotkan martabat manusia..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S16071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>