Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harfiyah Widiawati
"Disertasi ini berisi kajian terhadap tiga novel Indonesia pasca-Reformasi untuk menyingkap cara negara bekerja dengan konsep the art of modern government yang meliputi pengaturan penduduk, ekonomi politik, dan perangkat pengamanan (security apparatuses). Penelitian ini mengurai (1) kontribusi teoretik karya sastra (novel) dalam memberi warna baru bagi wacana governmentality; (2) bentuk kepengaturan dominan yang muncul dalam anatomi tiga novel dan membentuk kekhasan novel pasca-Reformasi; (3) keterlibatan tiga novel dalam merespons atau menjadi agensi yang ikut serta menyebarluaskan rezim kepengaturan. Analisis terhadap novel Lampuki, Puya ke Puya, dan Dawuk menunjukkan bahwa governmentality pasca-Reformasi di Indonesia berbeda dengan yang diteorikan oleh Michel Foucault. Corak kepengaturan Reformasi tidak terpusat pada satu sumber kekuasaan, melainkan tersebar ke berbagai kelompok dan kepentingan yang tidak selalu menampakkan dirinya. Walaupun ideologi kepengaturannya cenderung sama-sama bagian dari resonansi kapitalisme global, wujud dari rezim kepengaturan tersebut senantiasa berubah, dan menyesuaikan diri dengan habitat dan ekosistemnya. Novel berfungsi sebagai heteroglossia, hadir beriringan (coexist) dengan teks lainnya, menciptakan ruang baru dalam konstruksi governmentality yang semula bercorak positivistik menjadi rezim kepengaturan yang bercorak humanistik. Heteroglossia sastra Reformasi didominasi oleh kepengaturan ekonomi politik. Walaupun kepengaturan tubuh dan ruang kerap muncul beriringan dengan mekanisme penormaan dan pendisiplinan, keempatnya hadir mengintensifikasi kepentingan ekonomi yang menjadi leitmotif bagi elemen-elemen cerita. Analisis terhadap ketiga novel Indonesia pasca-Reformasi menegaskan bahwa pola kekuasaan yang menjalankan fungsi-fungsi governmentality telah menciptakan hierarki tinggi-rendah, kuat-lemah, kaya-miskin, bahkan memungkinkan sistem kekuasaan dapat mengatur siapa yang berhak hidup dan siapa yang layak mati. Masing-masing teks memperlihatkan wilayah yang abu-abu di hadapan cermin governmentality, bahwa dalam situasi yang berakibat pada keterpinggiran, keniscayaan nasib buruk bagi kelas menengah ke bawah, bahkan korban-korban yang terus berjatuhan, dimunculkan pula pihak-pihak yang tampak merasa nyaman hidup dalam rezim kepengaturan, dan berupaya terus mempertahankannya. Perspektif govermentality atas tiga teks novel pemenang sayembara, ternyata tidak hanya menyingkap akibat laten dari rezim kepengaturan di Indonesia, tapi pada saat yang bersamaan, juga memperlihatkan keberpihakan teks-teks tersebut pada rezim kepengaturan, mengafirmasinya secara diam-diam, dan berusaha mempertahankannya.

The dissertation discusses three post-Reform Indonesian novels to reveal how the state works with the concept of the art of modern government which includes governmentality of population, political economy, and security apparatuses. This research analyzes (1) the theoretical contribution of literary works (novels) in assigning a new color to the discourse of governmentality; (2) the dominant form of governmentality appearing in the anatomy of the three novels that builds the unique characteristics of post-Reform novels; (3) the involvement of the three novels in responding or else becoming an agency that contributes to the dissemination of the regime of governmentality. Analyses on the novels Lampuki, Puya ke Puya, and Dawuk shows that post-Reform governmentality in Indonesia is different from that theorized by Michel Foucault. The style of the Reform governmentality is not centered on one power but spread over various groups and interests, which are mostly concealed. Even though the governmental ideology tends to be equally part of the resonance of global capitalism, the form of the governmentality is constantly changing and adapting itself to its habitat and ecosystem. The novel functions as a heteroglossia, coexisting with other texts, creating a new space in the construction of governmentality which was originally positivistic in nature, coloring it with a humanistic touch. Literary heteroglossia of Reform era is dominated by the governmentality of political economy. Even though the biopolitics and spatial governmentality often coexists with normalizing and disciplinary mechanisms, these four emerge to intensify economic interests that become the leitmotif for the story’s literary elements. The finding confirms that the pattern of power bearing the functions of governmentality has created hierarchies of high-low, strong-weak, rich-poor, even allowing the system of power to govern who deserves to live and let die. Each text shows a gray heterotopia in the mirror of governmentality, resulting in a distorted reflection of lower middle class marginalization, among which parties with comfortable living are inevitable in the regulatory regime, and seeks to continue to maintain it. The governmental perspective of the three award-winning novels, in fact, not only reveals the latent effects of the governmentality in Indonesia, but at the same time also shows the alignment of these texts to the governmental regime, affirming it, and secretly attempting to maintain it."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saksono Prijanto
"Tulisan ini membahas sebuah trilogi Y.B. Mangunwijaya yang terdiri dari tiga novel, yaitu Roro Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri. Trilogi ini melukiskan peristiwa pada masa kejayaan sampai dengan kejatuhan Kerajaan Mataram. Novel Roro Mendut (pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo), novel Genduk Duku (pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo), dan novel Lusi Lindri (pemerintahan Amangkurat I).
Analisis terhadap trilogi ini dimaksudkan untuk menemukan (1) persamaan struktur, (2) perkembangan struktur, dan (3) gagasan yang terkandung dalam trilogi. Karena trilogi merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medianya, metode yang dipilih ialah pendekatan semiotik menurut teori Ferdinand de Saussure, yang menganggap bahasa sebagai sistem tanda. Dengan pemilihan metode semiotika dan anggapan bahwa karya sastra memiliki sifat otonom, diterapkan teori sintaksis naratif (Greimas), teori semantik naratif (Todorov), dan teori isotopi (Greimas).
Hasil analisis membuktikan bahwa ketiga novel itu memiliki keutuhan sebagai sebuah trilogi, baik dari unsur sintaksis naratif maupun semantik naratif. Di samping itu, masing-masing novel secara tematis memiliki perkembangan gagasan. Pokok permasalahan novel Roro Mendut bersifat individual (konflik pribadi antara Roro Mendut dan Tumenggung Wiroguno). Pokok permasalahan novel Genduk Duku melukiskan penderitaan Genduk Duku, yang dapat dianggap sebagai metafor kaum kecil yang tidak berdaya). Pokok permasalahan novel Lusi Lindri mencerminkan idealisme Lusi Lindri terhadap situasi dan kondisi sekitarnya.

The following passage is aimed to get know about the three ideology (Trilogy) that is found in the novels of Y.B. Mangunwijaya's. These 3 novels are Roro Mendut, Genduk Duku, and Lusi Lindri. The Trilogy in these 3 novels illustrate the events which occured during the golden era of Mataram until the age of its collapse. The events happened during the goverment of Sultan Agung Hanyokrokusumo are ilustrated in Roro Mendut and Genduk Duku, meanwhile Lusi Lindri ilustrates the events during the government of Amangkurat I.
The study of these 3 novels is meant to analyze (1) its structural similarities its, (2) its development as well as, (3) Trilogy ideas. As Trilogy is a literature uses a language as a media semiotic approach is then used as the method (semiotic approach by Ferdinand de Saussure), in any case, semiotic approach regards a language a sign system. As semiotic method is picked out as the method, and as the literature creations have an otonom character, the theory of narrative syntax (Greimas), the theory narrative semantic (Todorov), and the theory of isotopi (Greimas) are then applied.
The last analyses indicate that these 3 novels have a whole criteria as a Trilogy either in the syntax narrative element or semiotic narrative, besides each novel systematically has developing ideas. Conflict in Roro Mendut has an individual character (conflict between Roro Mendut and Tumenggung Wiroguno) meanwhile, the main point in Genduk Duku describes the pain that Genduk Duku experiances, this is regarded a methapor of little people who is hopeless. The main point in Lusi Lindri is focused on her ideal towards the situations and conditions around.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswasih
"LATAR BELAKANG
Umar Kayam belum banyak menghasilkan karya sastra. Beberapa karya-karyanya antara lain cerpen "Seribu Kunang-kunang di Mahattan" dinobatkan menjadi cerpen terbaik majalah Horison tahun 1968. Karya lainnya, kumpulan cerpen Sri Sumarah dan Bawuk (1978) mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Novel Para Priyayi merupakan novelnya yang pertama dan mendapat perhatian besar dari masyarakat. Sebagai bukti novel ini telah mengalami cetak ulang sebanyak empat kali.l Tanggapantanggapan positif tidak hanya datang dari masyarakat awam tetapi banyak dari kalangan sastrawan. Novel ini dicetak pertama kali pada bulan Mei 1992. Dalam satu bulan lebih dari enam resensi dan artikel yang muncul. Sebulan kemudian terbit cetakan yang kedua, bulan Juni 1992. Cetakan ketiga bulan November 1992. Cetakan keempat bulan September 1993."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triasih Yustinia Wibawa
"Kerja Filologi Serat Lyu Si Jun dimulai dengan sebuah asumsi atau anggapan bahwa naskah ini adalah naskah tunggal (Codex Unicus). Dengan menggunakan metode edisi naskah tunggal, suntingan teks dan terjemahan Serat Lyu Si Jun ini diharapkan dapat mendekati naskah aslinya. Naskah ini mcnjadi menarik karena ditulis dengan latar budaya Tionghoa dan pernah ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara latin. Seperti kita tabu bahwa budaya Tionghoa, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sangat berkembang di bumi nusantara. Salah satunya dalam bidang sastra, pada masa itu muncul karya sastra yang dihasilkan oleh peranakan Tionghoa dan cukup menyedot perhatian masyarakat.
Karya sastra yang dihasilkan oleh peranakan Tionghoa umumnya memiliki kckhasan bahasa. Dalam Suntingan Serat Lyu Si Jun ini kita dapat melihat adanya kekhasan bahasa yang muncul dari penulisnya, diduga sebagai peranakan Tionghoa. Penggunaan campuran bahasa seperti Jawa-Melayu, Jawa-Belanda dapat ditemukan dalam Serat Li'u Si Jun. Penulis berharap kerja Filologi ini dapat menjadi salah satu pintu bagi mereka yang ingin mendalami karya sastra Jawa-Tionghoa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuansa Mahardhika
"ABSTRAK<>br>
Sosialisme sebagai sebuah ideologi dan organisasi gerakan pernah hadir dalam rangka melakukan perjuangan sesuai prinsipnya di Indonesia. Kehadiran tersebut menyisakan sejarah menarik yang tertulis tidak hanya pada buku sejarah, melainkan juga pada karya sastra. Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mencari dan memperlihatkan karakteristik ideologi sosialisme yang bisa terdapat pada sebuah karya sastra. Buku Cerita dari Digul yang disunting oleh Pramudya Ananta Toer menyajikan lima buah cerita menarik yang menurut penulis kemungkinan besar erat kaitannya dengan ideologi sosialisme tersebut. Pada akhirnya, sebuah analisis sosiologi sastra dibutuhkan untuk menguji dan melihat kemungkinan tersebut.

ABSTRACT<>br>
Socialism as an ideology and movement organization had been present in order to do some hassle in Indonesia fit in with their tenet. Those presence left a fascinating history, not just in history book but also in literature book. The writer do this research with an objective to searching and then displaying those socialism ideology characteristic which is could be able in literature book. Cerita dari Digul book, which is an edit by Pramudya Ananta Toer, provide five interesting stories which is has possibilities to contain those socialism ideology, as far as the writer see it. At last, sociology of literature analysis is needed to examine and observe those possibility."
2017
S70187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasaro GK
Yogyakarta: Bentang , 2018
899.221 TAS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 1991
808.24 BAH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Chandrakirana
"Joko Pinurbo adalah salah satu penyair yang mencuat pada dasawarsa ini. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya dalam membuat sajak-sajak yang berbeda dari pernyair-penyair sebelumnya. Perbedaan sajak-sajaknya adalah keterampilannya menggunakan sistem tanda yang berbeda dari sistem tanda penyair sebelumnya. Dalam sajaknya tanda satu dengan yang lainnya saling bertumpang-tindih dan topang-menopang sehingga menciptakan pemahaman yang utuh untuk menjelaskan gagasan utama. Penelitian ini mengambil empat sajak sebagai data yaitu sajak trilogi Celana, Tubuh Pinjaman, Pacar kecilku, dan Telepon Genggam. Tanda-tanda yang digunakan olehnya dalam empat sajak tersebut adalah simbol, kontras, ambiguitas, humor, dan pemertahanan rima"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S10984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 >>