Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 423 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspa Meidyana
"Perkawinan merupakan salah satu dari peristiwa penting yang harus dicatatkan. Pencatatan perkawinan sendiri merupakan salah satu syarat perkawinan sebagaimana dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Apabila perkawinan tersebut tidak dicatatakan maka perkawinan tersebut hanya sah menurut hukum agamanya. Dalam perkawinan tentu tidak selamanya berjalan lurus, tentu akan terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran. Dari perselisihan dan pertengkaran ini terkadang berujung pada suatu perceraian. Pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 sebenarnya mensukarkan suatu perceraian. Namun perceraian tersebut boleh apabila memenuhi alasan sebagaimana dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975. Dalam pencatatan perceraian membutuhkan akta perkawinan sebagai salah satu syarat agar diterbitkannya akta perceraian hal ini dapat pula dilihat dalam Pasal 75 Peraturan Presiden No 25 tahun 2008. Penerbitan akta perceraian tanpa akta perkawinan tidak sesuai dengan Pasal 75 Peraturan Presiden 25 Tahun 2008 sebab akta perceraian harus membubuhkan No Kutipan Akta Perkawinan.

Marriage is one of a important occurance that should be registered. Marriage Registraton is one of the legal requirements ruled by the Law Number 1 Year 1974 about Marriage article 2. A unregistered marriage is only valid according to religious law. A marriage sometimes there is a conflict that leads to a divorce. The Law Number 1 Year 1974 is disallow the occurrence of a divorce. The divorce is allowed if the fulfillment of the reasons as in Article 19 of Government Regulation Number 9 Year 1975. In the registration of divorce a marriage certificate is one of the requirement can also be seen in Article 75 of Presidential Regulation No. 25 of 2008. Publishes Divorce Certificate without Marriage Certificate is a falacy and make inconsistant law because prefer in article 75 on President Regulation Number 25 Year 2008 a divorce certificate must attach a Number on Marriage Certificate. The Issuance of a Divorce Certificate without Marriage Certificate it is not in accordance with Article 75 of Presidential Regulation 25 Year 2008 because The Divore Certificate must affix Number of Marriage Certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla
"Penulisan tesis ini membahas tentang pembagian waris dalam poligami dengan menganalisis Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 305/PK/Pdt/2017. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status dan kedudukan isteri dan anak dari poligami dari perspektif KUHPerdata dan Undang-Undang Perkawinan serta pembagian waris terhadap para ahli waris dari poligami. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian eksplanatoris dan pengumpulan data kualitatif. Dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa status dan kedudukan isteri kedua yang menikah sah secara agama tetapi tidak dicatatkan tetap berstatus isteri sah, sehingga anak yang dilahirkan adalah anak sah. Ahli waris dalam poligami adalah isteri pertama dan anak-anaknya serta isteri kedua dan anaknya. Pembagian waris melihat pada ketentuan Pasal 65 ayat 1 huruf b Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam. Saran dari penelitian ini adalah calon suami dan calon isteri harus memperhatikan aturan perkawinan yang ada, Undang-Undang Perkawinan mengatur lebih tegas akibat dari suami yang melakukan poligami dan isteri pertama seharusnya dapat mengajukan pembatalan perkawinan.

This thesis discusses about division of inheritance in polygamy by analizing the Supreme Court of Republic of Indonesia Decision Review Number 305 PK Pdt 2017. This thesis aims to analyze the status and position of the second wife and child of polygamy from the perspective of KUHPerdata and Marriage Law and the division of inheritance to the heirs in polygamy. Research method whis is used in this thesis is normative juridical, explanatory writing typology and qualitative data collection. This research deduces that the status and position of the second wife who married religiously but the marriage was not registered is legal, therefore the cild who was born is also a legitimate child. The heirs in polygamy is the first wife and her children and the second wife and her child. The division of inheritance is regulated in Article 65 paragraph 1 letter b of Marriage Law and Article 94 of Compilation of Islamic Law. The suggestions of this research are the candidate of husband and wife must pay attention to the existing marriage rules, Marriage Law set more firmly the impact if a husband did polygamy and the first wife should be able to do a marriage revocation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49465
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Nadya Hasan
"Globalisasi mendorong perusahaan untuk melakukan pembaruan, perusahaan dapat melakukan inovasi teknologi di mana hal tersebut dapat membuat persaingan di dunia bisnis lebih kompetitif. Hal ini menjadikan meningkatnya perhatian pada intellctual capital (IC). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap Islamic Social Responsibility (ISR) pada Bank Syariah baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung melalui kinerja berdasarkan maqashid syariah. Penelitian ini menggunakan indeks ISR yang terdiri dari 66 item, kemudian dilakukan analisis konten terhadap 29 Bank Syariah dari 4 negara di ASEAN: Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina selama periode 2014 sampai 2017.
Dengan menggunakan data panel dari 113 observasi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IC memiliki pengaruh yang tidak signifikan baik terhadap kinerja berdasarkan maqashid syariah maupun terhadap aktivitas ISR. Sedangkan kinerja berdasarkan maqashid syariah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap aktivitas ISR. Penelitian ini juga menemukan bahwa kinerja berdasarkan maqashid syariah tidak dapat memediasi pengaruh IC terhadap aktivitas ISR. Implikasi penelitian ini adalah mendorong pemilik dan manajer Bank Syariah untuk mengakui pentingnya mengelola sumber daya tak berwujud dan modal fisik yang tertanam pada karyawan dan proses mereka.

Globalization encourages companies to make updates, companies can innovate in technology where it can make the competition in the business world more competitive. This has led to increased attention to intellectual capital (IC). This study aimed to examine the effect of Intellectual Capital (IC) on Islamic Social Responsibility (ISR) in Islamic Bank both direct and indirect effect through Maqashid Syariah-based Performance. This study used ISR index consisting of 66 items, then analyzed content on 29 Syariah Banks from 4 countries in ASEAN: Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, and Philippines during 2014 to 2017.
From the analysis of 113 observations, the results of this study found that IC has an insignificant effect both on Maqashid Syariah-based Performance and ISR activity. While the Maqashid Syariah-based Performance has a positive and significant influence on ISR activity. The study also found that Maqashid Syariah-based Performance cannot mediate the effect of IC on ISR activity. The implication of this research is to encourage Islamic Bank owners and managers to recognize the importance of managing intangible resources and physical capital embedded in employees and their processes.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T52072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Tubagus
"ABSTRAK
Permasalahan mengenai pembuatan perjanjian perkawinan selama ikatan perkawinan kini dihalalkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 ldquo;Putusan MK rdquo; . Secara daya laku Putusan MK langsung berlaku mengikat saat diputuskan. Namun soal efektivitas menjadi bermasalah karena untuk hal-hal teknis dalam pelaksanaan Putusan MK diperlukan pelaksanaan lebih lanjut tentang pengesahan perjanjian perkawinan yang dilakukan oleh pencatat perkawinan. Dalam hal ini telah hadir Surat Dirjen untuk mengatasi teknis pelaksanaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pelaksanaan perjanjian perkawinan pasca Putusan MK yang ditindaklanjuti oleh Surat Dirjen/Surat Edaran. Hal tersebut menimbulkan tiga pokok masalah. Pertama, mengenai tanggung jawab notaris terhadap pelaksanaan perjanjian perkawinan pasca Putusan MK. Kedua, bentuk perjanjian perkawinan yang ideal. Ketiga, kedudukan hukum dan kekuatan mengikat Surat Dirjen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian fact finding dan evaluatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tanggung jawab notaris harus dijalankan sesuai kewenangan dan kewajibannya dalam Pasal 15 dan 16 Undang-Undang Jabatan Notaris dan undang-undang lain yang berlaku dengan cara sebelum perjanjian perkawinan dibuat notaris seyogyanya memverifikasi keterangan dan data harta perkawinan yang suami isteri sampaikan, meminta daftar inventarisasi harta perkawinan suami isteri guna dilampirkan dalam perjanjian perkawinan, memberi penyuluhan hukum serta memuat klausul ldquo;Perjanjian perkawinan yang dibuat selama ikatan perkawinan berikut perubahan dan pencabutannya berlaku sepanjang tidak merugikan pihak ketiga dan harta perkawinan tidak pernah ditransaksikan dengan cara dan bentuk apapun, untuk dan kepada siapapun rdquo;; guna menjembatani bentuk perjanjian perkawinan yang berbeda antara praktik dengan teori, maka idealnya bentuk akta perjanjian perkawinan dibuat notaril guna melindungi kepentingan para pihak, pihak ketiga dan KCS/KUA; kedudukan hukum Surat Dirjen bukanlah peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksanaan sebagaimana dalam ketentuan UU No. 12/2011 dan kekuatan mengikatnya hanya mengikat internal Dukcapil dan Bimas Islam, tidak mengikat notaris dan suami/isteri. Oleh karenanya, untuk menjaga konsistensi dan kepastian hukum, idealnya Putusan MK ditindaklanjuti dengan perevisian Pasal 29 UUP lalu dibuat peraturan pelaksana berbentuk Peraturan Presiden atau minimal Peraturan Dirjen.Kata kunci:Perjanjian Perkawinan, Akta Notaril, Surat Dirjen.

ABSTRACT
The issue of a marriage agreement constructing during the marriage bond is now lawful under the Constitutional Court CC Verdict No. 69 PUU XIII 2015. Validitily, CC Verdict is directly binding when it is decided. But on the effectiveness becomes problematic because for the technical matters in the execution of CC Verdict is required further implementation on the marriage agreement legalization which legalized by marriage registrar. In this case the Directorate General Letter has been present to overcome the technical implementation. This raises three main issues. First, notary responsibility on the marriage agreement implementation post Verdict. Second, ideal marriage agreement form. Third, Directorate General Letter legal standing and binding power. This research uses normative juridical research method with fact finding and evaluative typology. This research results indicate that the notary responsibility should be executed according to the notary authority and obligations on Article 15 and 16 Act of Notary Incumbency and other prevailing laws by way of before the marriage agreement is constructed, the notary should verify the information and data of marriage treasure that is given by the husband and wife, ask the inventory list of husband rsquo s and wife rsquo s marriage treasure to be attached on the marriage agreement, give a legal counseling, and contain the clause Marriage Agreement that is made during the marriage bond and its amendment and revocation prevail as long as not harming the third party and the marriage treasures are never transacted in any manner and form, for and to anyone in order to bridge the difference of marriage agreement form between practice and theory, ideally the form of marriage agreement deed is made in notarial in order to protect the interests of the parties, third parties and KCS KUA and the Directorate General Letter legal standing is not a legislation or implementing regulation in accordance with the provisions of Act No. 12 2011 and its binding power only binds the internal of Dukcapil and Bimas Islam, not binding notary and spouses. Therefore, to maintain legal consistency and legal certainty, ideally the Constitutional Court Verdict is followed up by the revision of Chapter 29 UUP then is made the implementing regulation in the form of Presidential Regulation or at least the Regulation of Directorate General.Keyword Marriage Agreement, Notarial Deed, Directorate General Letter"
2018
T50962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Khairunnisa
"

Abstrak

 

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan risiko likuiditas dengan risiko kredit pada bank Syariah dan bank konvensional serta melihat bagaimana pengaruh risiko likuiditas terhadap stabilitas pada bank Syariah dan bank konvensional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 30 bank konvensional dan 11 bank Syariah yang berada di Indonesia dengan rentang waktu selama tahun 2013-2018. Metode penelitian yang digunakan adalah estimasi data panel 3 stage least square. 3 stage least square dapat digunakan untuk meneliti persamaan simultan. Hasilnya ditemukan bahwa risiko likuiditas dengan risiko kredit memiliki hubungan interkoneksi yang signifikan pada bank Syariah dan memiliki arah negatif, namun tidak signifikan pada bank konvensional. Selain itu penelitian ini juga menemukan hubungan interkoneksi risiko likuiditas dengan stabilitas pada bank Syariah signifikan dengan arah positif, namun tidak signifikan pada bank konvensional.

 

Kata Kunci: Risiko Likuiditas, Risiko Kredit, Stabilitas Bank, Bank Syariah, Bank Konvensional


Abstract

 

This study aims to look at how the relationship between liquidity risk and credit risk in Islamic banks and conventional banks and see how the effect of liquidity risk on stability in Islamic banks and conventional banks in Indonesia. This study uses a sample of 30 conventional banks and 11 Islamic banks in Indonesia with a time span of 2013-2018. The research method used is the estimation of panel data 3 stage least square. 3 stage least square can be used to examine simultaneous equations. The results found that liquidity risk and credit risk have a significant interconnection relationship with Islamic banks and have a negative direction, but not significantly in conventional banks. In addition, this study also found a relationship between liquidity risk interconnection and stability in Sharia banks which was significant in a positive direction, but not significantly in conventional banks.

 

Keywords: Liquidity Risk, Credit Risk, Bank Stability, Sharia Bank, Conventional Bank

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Citra Anafi
"Tingginya tingkat perceraian di Indonesia menimbulkan kekhawatiran terhadap kehidupan anak-anak korban perceraian. Berdasarkan UU Perkawinan, kewajiban orang tua dalam memelihara dan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya tetap berjalan meskipun orang tua telah bercerai. UU Perlindungan Anak juga menyebutkan kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak. Melaksanakan tanggungjawab sebagai orang tua dalam mengasuh anak tentunya membutuhkan biaya, baik biaya hidup maupun biaya pendidikan. Oleh karena itu tunjangan anak merupakan hal penting dalam hal pemenuhan hak anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang demi masa depannya. Demi perkembangan hukum, melalui penelitian ini dilakukan perbandingan dengan negara lain, yaitu Australia, salah satu negara yang mempelopori sistem tunjangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mengenai tunjangan anak sebagai kewajiban orang tua akibat perceraian berdasarkan ketentuan yang ada di Indonesia dan Australia. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran umum tentang kewajiban orang tua akibat perceraian yang ada di Indonesia dan Australia serta menambah ilmu pengetahuan tentang tunjangan anak sebagai kewajiban orang tua akibat perceraian dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis–normatif dengan melakukan studi pustaka terhadap data sekunder. Di Indonesia, belum ada penghitungan secara pasti mengenai jumlah tunjangan anak beserta pemungutannya kecuali bagi Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, belum ditemukan konsekuensi yang efisien terhadap orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya setelah perceraian. Berbeda dengan Australia, negara tersebut sudah memiliki sistem mengenai tunjangan anak setelah perceraian. Dimulai dari adanya departemen yang khusus bertugas untuk menangani penagihan tunjangan anak, formula untuk menghitung jumlah tunjangan anak yang harus dibayarkan, serta berbagai konsekuensi yang akan dihadapi oleh orang tua sebagai upaya pemaksaan agar tunjangan anak dibayarkan. Melalui analisis terhadap putusan pengadilan di kedua negara tersebut, menunjukkan bahwa lebih mudah untuk meninggalkan kewajiban orang tua di Indonesia dibandingkan dengan di Australia.

The high divorce rate in Indonesia raises concerns about the lives of children who are victims of divorce. Based on the Marriage Law, the obligation of parents to care and educate their children as well as possible continues even though the parents are divorced. The Child Protection Law also mentions the obligations of parents in fulfilling children's rights. Carrying out parental responsibilities in raising children certainly requires costs, both living expenses and educational costs. Therefore, child support is essential in terms of fulfilling children's rights so they can grow and develop for their future. For the sake of legal development, this research makes a comparison with other countries, namely Australia, one of the countries that pioneered the child support system. This study aims to learn about child support as a parent's obligation due to divorce based on the provisions in Indonesia and Australia. The expected benefits of this research are to provide an overview of parental obligations due to divorce in Indonesia and Australia and to increase knowledge about child support as a parent's obligation due to divorce by using legal research methods juridical-normative by conducting literature studies on secondary data. In Indonesia, there is no exact calculation regarding the amount of child support and its collection except for civil servants. In addition, efficient consequences for parents who do not fulfill their obligations after divorce have not been found. Unlike Australia, the country already has a system regarding child support after divorce. Starting from a department specifically tasked with handling child support collection, a formula for calculating the amount of child support that must be paid, as well as the various consequences that parents will face in an effort to force child support to be paid. Through an analysis of court decisions in both countries, it is shown that it is easier to abandon parental obligations in Indonesia than in Australia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scientia Afifah Taibah
"Tingginya data perceraian di Indonesia menjadi indikasi permasalahan dalam pembentukan dan kekokohan keluarga. Resiliensi keluarga yang menggambarkan kemampuan keluarga untuk menghadapi tantangan dan masalah, dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya religiusitas dan spiritualitas. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada konsep tadayyun yang secara komprehensif mengeksplorasi keberagamaan, mencakup aspek religiusitas dan spiritualitas berlandaskan prinsip monoteisme (al-tauḥīd). Di antara nilai yang ditanamkan dalam ajaran agama adalah kebersyukuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara tadayyun dan resiliensi keluarga, dengan kebersyukuran berperan sebagai mediator. Desain penelitian ini berupa metode kuantitatif yang melibatkan 268 responden dengan menggunakan Skala Tadayyun, Skala Walsh Family Resilience Quesionnaire, dan Skala Syukur. Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dan analisis mediasi dengan menggunakan PROCESS pada SPSS. Temuan penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara tadayyun dan kebersyukuran (r = 0,672, p <0,01). Selain itu, hubungan yang signifikan juga terdapat di antara kebersyukuran dan resiliensi keluarga (r = 0,612, p <0,01), serta antara tadayyundan resiliensi keluarga (r = 0,646, p <0,01). Analisis mediasi menghasilkan kesimpulan bahwa kebersyukuran memainkan peran mediasi dalam hubungan antara tadayyun dan resiliensi keluarga, dengan nilai efek tidak langsung sebesar 0,403, yang berada dalam rentang BootLLCI (0,2422) dan BootULCI (0,5667) dan tidak termasuk 0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hipotesis alternatif diterima dan mendukung penelitian terdahulu. 

The high divorce rate in Indonesia is an indication of problems in family formation and stability. Family resilience, which describes the ability of a family to face challenges and problems, is influenced by various factors, including religiosity and spirituality. In this study, the researcher focused on the concept of Tadayyun, which comprehensively explores religiosity, including aspects of religiosity and spirituality based on the principle of monotheism (al-tauḥīd). Among the values instilled in religious teachings is gratitude. The aim of this study is to examine the relationship between Tadayyun and family resilience, with gratitude playing a mediating role. The research design is a quantitative method involving 268 respondents using the Tadayyun Scale, Walsh Family Resilience Questionnaire, and Gratitude Scale. Data analysis used Pearson correlation and mediation analysis using PROCESS on SPSS. The research findings indicate a significant relationship between Tadayyun and gratitude (r = 0,672, p <0.01). In addition, there is a significant relationship between gratitude and family resilience (r = 0,612, p <0.01), as well as between Tadayyun and family resilience (r = 0,646, p <0.01). Mediation analysis concludes that gratitude plays a mediating role in the relationship between Tadayyun and family resilience, with an indirect effect value of 0.403, which is within the BootLLCI (0.2422) and BootULCI (0.5667) range and does not include 0. The research results show that all alternative hypotheses are accepted and support previous research."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsyiela Azzahra Hatifah
"Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidak hanya sering dijadikan sebagai dalil gugatan di pengadilan negeri, akan tetapi juga digunakan di pengadilan agama sejak berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Namun pada prakteknya, masih sering terjadi kekaburan dalam gugatan perbuatan melawan hukum di pengadilan agama baik dalam penetapan kewenangan absolutnya maupun dalam pemenuhan unsur-unsurnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena hukum Islam yang dijadikan sumber hukum utama di pengadilan agama, belum memiliki perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum perdata. Sehingga dibutuhkan perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum dalam hukum Islam beserta perbandingannya dengan konsep perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata. Oleh karena itu, adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsep perbuatan melawan hukum dalam konteks keperdataan antara KUHPerdata dan hukum Islam, mulai dari konsep dasar, unsur-unsur, hingga pertanggungjawaban ganti ruginya. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan analisis kualitatif menggunakan data sekunder. Temuan perbandingan dalam penelitian ini dari segi konsep dasar yakni pada KUHPerdata menggunakan kaidah utamanya pada Pasal 1365, sementara hukum Islam menggunakan kaidah asal al-dhararu yuzaalu dari uhsul fiqh dan menggunakan istilah fi’il dharar. Dari segi unsur-unsur, ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari keduanya. Serta dari segi pertanggungjawaban ganti ruginya, keduanya mengatur tentang tanggung jawab atas perbuatan diri sendiri dan atas perbuatan orang lain. KUHPerdata menggunakan prinsip pertanggungjawaban perdata berbasis hak subyektif berupa ganti rugi, sedangkan dalam hukum Islam mencakup prinsip ilahiyah yang berbasis kemashlahatan dalam bermuamalah, yang mana pertanggungjawabannya tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT.

Tort as stated in Article 1365 of the Indonesian Civil Code are not only often used as arguments for lawsuits in district courts, but are also used in religious courts since the enactment of Law Number 3 of 2006 concerning Amendments to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts. However, in practice, there is still often ambiguity in lawsuits for tort in the religious courts, both in determining the absolute authority and in fulfilling its elements. One of the contributing factors is that Islamic law, which is used as the main source of law in religious courts, does not yet have a clear legal formulation regarding the concept of acts against civil law. So that it is necessary to formulate a clear law regarding the concept of tort in Islamic law along with its comparison with the concept of tort in the Indonesian Civil Code. Therefore, this research aims to find out the differences in the concept of tort in the civil context between the Indonesian Civil Code and Islamic law, starting from the basic concepts, elements, to accountability for compensation. The research method used is the juridical-normative legal research method with qualitative analysis using secondary data. Comparative findings in this study in terms of basic concepts, that the Indonesian Civil Code uses the main rules in Article 1365, while Islamic law uses the original rules of al-dhararu yuzaalu from uhsul fiqh and uses the term fi'il dharar. In terms of elements, there are some similarities and differences between the two. As well as in terms of accountability for compensation, both regulate responsibility for one's own actions and for the actions of others. The Civil Code uses the principle of subjective rights-based civil liability in the form of compensation, whereas in Islamic law it includes the divine principle that is based on benefit in muamalah, where accountability is not only to humans, but also to Allah SWT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Regina Sari
"Dalam suatu perkawinan terkadang timbul permasalahan yang bisa mengakibatkan terjadinya perceraian pada pasangan suami istri. Setelah perceraian, timbul permasalahan hak asuh anak pada pasangan yang mempunyai anak dalam perkawinannya. Hak untuk mengasuh anak yang masih di bawah umur biasanya jatuh kepihak ibu. Namun dalam kasus tertentu, hak asuh tersebut bisa jatuh kepihak ayah. Penelitian ini akan membahas mengenai pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki (Ayah) yang terjadi akibat perceraian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tinjauan hukum dalam menentukan hak asuh bagi anak di bawah umur yang jatuh kepada orang tua laki-laki (ayah) akibat perceraian dan aspek hukum yang ditimbulkan dari putusan perceraian yang telah berkuatan hukum tetap dan hak asuh anak yang telah diputuskan kepada orang tua laki-laki (ayah) (studi kasus) putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatifdengan tipologi penelitian deskriptif evaluatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Hakim memberikan hak asuh anak di bawah umur kepada sang ayah, dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah ibu tidak merawat dan mengurus anak-anaknya. Hakim memutuskan perkara ini dengan memperhatikan hal-hal yang bertujuan mementingkan lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tersebut dikemudian hari.

In a marriage, sometimes problems arise that can lead to divorce for married couples. After a divorce, child custody issues arise for couples who have children in their marriage. The right to care for a minor usually falls on the mother's side. However, in certain cases, the custody may fall on the father's side. This study will discuss the provision of custody of minors to male parents (father) which occurs as a result of divorce. The problem raised in this study is the legal review in determining custody of minors who fall to male parents (father) due to divorce and legal aspects resulting from divorce decisions that have permanent legal force and custody of children who have it was decided to the male parent (father) (case study) District Court decision Number 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. To answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive evaluative typology was used. The results of the study concluded that the Judge gave custody of underage children to the father, due to several factors, one of which was that the mother did not care for and take care of her children. The judge decided this case by taking into account things that were aimed at promoting the environment, growth and development of these children in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmet T. Kuru
"Out of 50 Muslim-majority countries around the world, only six are electoral democracies. This problem has multiple material and ideational causes. This essay focuses on one ideational factor: the dominant method of Islamic law. The essay explains how this method became dominant after the eleventh century and why it causes the incompatibility between sharia (Islamic law) and democracy. The essay suggests further research to be published in Muslim Politics Review and other journals about how to develop alternative Islamic legal methods, which would be open to rationalism and empirical observations."
Jakarta: UIII Press, 2022
297 MUS 1:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>