Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, David Mangapul H.
"Tesis ini membahas mengenai penetapan beberapa penyimpangan terkait persatuan harta kekayaan yang disepakati oleh pasangan suami dan istri, yang dibuat dalam bentuk Perjanjian Kawin, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. dimana sebelum berlakunya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Kawin tertanggal 19 Mei 2017, Perjanjian Kawin hanya dapat dibuat sebelum dan pada saat Perkawinan, namun setelah keluarnya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri, Perjanjian Kawin dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai Penetapan Pengadilan Tangerang Nomor 874/Pdt.P/2017/PN.Tng tertanggal 1 November 2017, yang diperlukan terkait permohonan pencatatan perkawinan yang dicatatkan saat perkawinan dilangsungkan; dan, status harta perkawinan sebelum dan setelah dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yang digunakan dalam tesis ini adalah Yuridis-Normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Adapun Analisa data dilakukan dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Analisa didasari pada fungsi dari Penetapan Pengadilan terkait pencatatan perjanjian kawin selama perkawinan dilangsungkan setelah dikeluarkannya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL dan akibat hukum yang mungkin akan terjadi dari pencatatan perjanjian kawin selama perkawinan berlangsung. Hasil penelitian adalah bahwa pada tanggal 19 Mei 2017, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil telah mengakui adanya pencatatan perjanjian kawin setelah perkawinan dilangsungkan dan tidak mensyaratkan perlunya penetapan dari Pengadilan Negeri, serta akibat hukum dari pencatatan perjanjian perkawinan seperti ini adalah dipenuhinya unsur publisitas menjadikan pihak ketiga ikut tunduk kedalam Perjanjian Kawin.

This thesis discussed the establishment of several deviations regarding wealth affiliation between husband and wife that defined in the Marriage agreement, stated in Article 29 Law No. 1 of 1974 about Marriage. Before the creation of General Director Letter of Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) No: 472.2/5876/DUKCAPIL on the Report Registration of Marriage Agreement, dated Mei 19th, 2017, marriage agreement could only be created before or on the marriage itself, but after the release of General Director Letter Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL), marriage agreement could be created before the day, on the day and during the marriage ceremony. Therefore, the problem that specified in this thesis is about the stipulation of Tangerang District Court No. 874/Pdt.P/2017/PN.Tng dated November 1st, 2017, about the need for a plea in registering marriage that registered during the marriage ceremony and the status of marriage wealth before and after registered to Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL). To answer the problem, Juridical-Normative method is used with descriptive typology research. The data analysis method that is used is the statute approach and case approach. The analysis were based on the function of the establishment of court regarding the registration of marriage agreement during the marriage ceremony after the letter of General Director of Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) No: 472.2/5876/DUKCAPIL is issued. And also the law consequences that might happened to the registration of the marriage agreement during the marriage ceremony. The result of this research is that on May 19th, 2017, Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) is already admitted the registration of marriage agreement during the marriage ceremony and did not give any requirement from the national court. Also, the consequences of the marriage agreement like this are full of publicity that makes the third party should obey the Marriage Agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhika Bagas Prabowo
"Pemberi Fidusia dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia dilarang mengalihkan objek jaminan fidusia kepada pihak lain tanpa persetujuan dari penerima fidusia. Hal ini disebabkan dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia) tercantum ketentuan mengenai larangan untuk mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan dari penerima fidusia. Penelitian ini membahas mengenai 1.ketentuan hukum seorang pasangan kawin membebankan jaminan fidusia pada harta benda bergerak milik pasangan lainnya, 2.akibat hukum pengalihan objek jaminan fidusia atas nama pasangan dalam perkawinan sebagai Pemberi Fidusia oleh pasangan lainnya, dan 3.perlindungan hukum bagi penerima fidusia akibat adanya pengalihan objek jaminan fidusia oleh pasangan perkawinan dari Pemberi Fidusia. Putusan pengadilan negeri Pekanbaru nomor: 853/Pid.sus/2019/Pn Pbr yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini menyatakan Pemberi Fidusia dalam hal ini tidak memenuhi unsur Pasal 23 ayat (2) jo 36 UU Fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada data sekunder dan bersifat yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu 1.bahwa kebendaan bergerak yang merupakan harta bersama dapat dibebankan dengan jaminan fidusia oleh pasangan kawin dari pemilik benda dengan persetujuan kedua belah pihak, 2.Terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan Pasal 36 UU Fidusia karena memberikan persetujuan secara diam-diam terhadap pengalihan objek jaminan fidusia oleh pasangan kawinnya, dan secara keperdataan akibat hukum atas pengalihan objek jaminan fidusia oleh pasangan kawin dari pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan wanprestasi, 3.UU Fidusia dan peraturan perundangan terkait memberikan perlindungan hukum terhadap penerima fidusia akibat pengalihan objek jaminan tersebut berupa eksekusi, ganti rugi, serta biaya dan bunga.

The Fiduciary Giver in a consumer financing agreement with a fiduciary guarantee is prohibited from transferring the object of the fiduciary guarantee to another party without the consent of the fiduciary recipient. This is because Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Security (Fiduciary Law) contains provisions regarding the prohibition of transferring fiduciary collateral objects without the consent of the fiduciary recipient. This research discusses 1. the legal provisions of a married couple imposing fiduciary security on the movable property of another spouse, 2. the legal consequences of transferring the fiduciary security object on behalf of the spouse in marriage as the Giver of Fiduciary by another spouse, and 3. legal protection for fiduciary recipients. due to the transfer of the object of fiduciary security by the marriage partner from the Fiduciary. The decision of the Pekanbaru district court number: 853/Pid.sus/2019/Pn Pbr which is the case study in this research states that the Fiduciary Giver in this case does not fulfill the elements of Article 23 paragraph (2) jo 36 of the Fiduciary Law. This research is a normative legal research based on secondary data and is juridical normative with explanatory typology. The results of this study are 1. that movable objects which are joint assets can be charged with fiduciary security by the married partner of the owner of the property with the consent of both parties, 2. The defendant can be sentenced to a criminal under Article 36 of the Fiduciary Law for giving tacit consent to the transfer. the object of fiduciary security by the spouse, and in civil terms the legal consequences of the transfer of the fiduciary security object by the married couple from the owner of the object that is the object of the fiduciary guarantee constitutes default, 3. The Fiduciary Law and related laws provide legal protection for the fiduciary recipient due to the transfer of the guarantee object in the form of execution, compensation, and fees and interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Perceraian dari perkawinan campuran mempunyai akibat
lebih luas dibandingkan perceraian dari perkawinan pada
umumnya. Sebelum Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, anak
dari hasil perkawinan campuran tidak mendapatkan
perlindungan hukum dari negara, apalagi bila perkawinan
dilakukan antara laki-laki warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-undang kewarganegaraan maka bagaimanakah akibat terhadap anak dan harta bersama dari perkawinan campuran apabila terjadi perceraian. Penulisan pada kali ini berjudul tinjauan yuridis akibat perkawinan campuran terhadap status anak dan harta bersama dari perkawinan campuran dengan menggunakan metode kepusatakaan yang bersifat normatif dengan jenis penelitian menarik asas hukum untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti. Juga menganalisa putusan Mahkamah Agung nomor 430 PK/PDT/2001 untuk lebih memudahkan dalam pembahasannya. Setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, maka anak
dari perkawinan campuran berhak mendapatkan dwi
kewarganegaraan terbatas, yaitu kewarganegaraan dari ayah
dan ibu secara bersama-sama sampai usia 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin. Pembagian harta bersama untuk benda tidak bergerak, yaitu berupa tanah hak milik tidak dapat dimiliki suami atau istri yang berkewarganegaraan asing kerana adanya asas kebangsaan yang dianut dalam Pasal 1 jo Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 lebih memberikan perlindungannya kepada warga negaranya khususnya
kepada wanita dan anak-anak dibandingkan dengan Undangundang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat berjalan efektif apabila dilakukan menurut ketentuan yang berlaku dan tidak adanya penyalahgunaan baik oleh petugas maupun masyarakat."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S21285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutejo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nabilla Sarika
"ABSTRAK
Sebuah akta perjanjian perkawinan dapat mengikat pihak ketiga apabila telah dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, jika tidak dicatatkan maka perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku untuk para pihak saja, yaitu suami istri. Dalam praktek, tidak sedikit dari pasangan suami istri yang telah membuat akta perjanjian perkawinan lalai untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka. Sehingga, dalam hal ini, pada praktek pasangan suami istri tersebut akan meminta penetapan dari pengadilan untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka. Skripsi ini membahas bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan oleh suatu penetapan pengadilan yang menetapkan bahwa suatu perjanjian perkawinan dapat dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah walaupun perjanjian perkawinan tersebut terlambat didaftarkan terhadap harta benda suami istri yang telah ada sebelum penetapan tersebut dikeluarkan oleh pengadilan serta ketentuan mengenai pencatatan perjanjian perkawinan melalui penetapan pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan Undang-Undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Pegawai Pencatat Nikah dan Notaris dapat memberikan penjelasan kepada calon pengantin agar mencatatkan akta perjanjian perkawinan yang mereka buat.

ABSTRACT
A prenuptial agreement will legally binding the third party if it has been registered by a the marriage registry officer, if not registered then the prenuptial agreement shall legally binding only to the parties, husband and wife. In practice, a few of married couples who have made the prenuptial agreement forgot to registered their agreement to the marriage registry officer. Thus, in this case, in practice the couple will submit an apeal to the court to regist their prenuptial agreement. This thesis discusses how the legal consequences arising from a court decree to husband and wife property before the court decree. This research used normtive legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. The results of the study suggest that the marriage registry officer and Notaries may provide explanations to brides to register their prenuptial agreement."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Chen
"Perkawinan campuran antara WNI dan WNA bukan merupakan suatu hal baru yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2015, terdapat 1.200 perkawinan campuran yang diyakini dapat meningkat seiring waktu dengan kemudahan komunikasi serta mobilitas sosial. Perkawinan campuran pada dasarnya tunduk pada dua atau lebih hukum karena adanya perbedaan kewarganegaraan diantara pasangan. Keberlakuan hukum ini tidak hanya meliputi perkawinan tetapi juga harta benda perkawinan. Bila suatu perkawinan dinyatakan putus karena perceraian maka timbul persoalan berapa besaran harta yang diperoleh masing-masing pihak dan atas dasar apa pembagian tersebut dilangsungkan. Keberlakuan dari dua atau lebih hukum membuat Majelis Hakim di Indonesia memiliki kebijaksanaan tersendiri guna memilah dan menentukan besaran harta yang diperoleh oleh setiap pihak. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menentukan bagaimana Majelis Hakim di Indonesia menentukan hukum yang berlaku terhadap pembagian harta benda perkawinan dari perceraian perkawinan campuran. Penulisan ini membandingkan keberlakuan hukum Indonesia maupun negara lain dalam pengaturan terhadap perkawinan hingga pembagian harta benda perkawinan itu sendiri. Lebih lanjut, penulisan ini juga bermaksud untuk menganalisa penerapan dari kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional pada tiga studi kasus pembagian harta benda perkawinan dalam perceraian perkawinan campuran di Indonesia. Penulisan ini dikemas menggunakan penelitian yang bermetode yuridis normatif terhadap beberapa peraturan perundang-undangan baik di Indonesia maupun negara lain.

Mixed marriage between Indonesian citizens and foreigners is not a new thing that has happened in Indonesia. In 2015, there were 1,200 mixed marriages which are believed to increase over time with ease of communication and social mobility. Mixed marriages are subject to two or more laws due to differences in nationality between the partners. The enactment of this law does not only cover marriage but also marital property. If a marriage is declared to have been broken up due to divorce, the question arises of how much property each party has acquired and on what basis the division takes place. The enforceability of two or more laws makes the Panel of Judges in Indonesia have its own discretion to sort and determine the amount of assets acquired by each party. The purpose of this paper is to determine how the Panel of Judges in Indonesia determines the law that applies to the distribution of marital assets from mixed marriage divorces. This writing compares the application of Indonesian law and other countries in regulating marriage to the division of the marital property itself. Furthermore, this paper also intends to analyze the application of the principles of Private International Law in three case studies of the division of marital property in the divorce of mixed marriages in Indonesia. This writing is packaged using normative juridical research on several laws and regulations both in Indonesia and other countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma’wa Naomi Alatas
"Keadaan tidak hadir merupakan keadaan seseorang yang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya dan tidak memberikan kuasa atau menunjuk orang lain untuk mewakilinya. Atas keadaan yang demikian maka terjadi ketidakpastian hukum bagi dirinya sendiri dan pihak yang berkepentingan, karena keadaan tersebut tidak menghilangkan kedudukannya sebagai subjek hukum. Untuk itu, di dalam KUHPerdata terdapat ketentuan tentang penetapan seseorang dalam keadaan tidak hadir guna menunjuk wakilnya dalam mengurus segala urusannya termasuk juga harta benda orang tersebut, tepatnya dalam Buku Kesatu BAB XVIII tentang Keadaan Tak Hadir. Penulisan skripsi ini akan membahas tentang penerapan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam KUHPerdata untuk menentukan seseorang dalam keadaan tidak hadir pada suatu penetapan pengadilan dan akibatnya terhadap hak pengurusan harta bersama. Penulis menganalisis tiga penetapan yang menggunakan dasar hukum Pasal 467-470 KUHPerdata sebagai landasan untuk menentukan seseorang dalam keadaan tidak hadir atau mungkin telah meninggal dunia. Walaupun merujuk pada ketentuan yang sama, dalam praktiknya masing-masing Hakim memberikan pertimbangan hukum yang berbeda tentang jangka waktu dan panggilan umum yang merupakan syarat penetapan seseorang mungkin dalam keadaan telah meninggal dunia dalam Pasal 467-470 KUHPerdata. Untuk tiap-tiap penetapan, terdapat akibat yang berbeda dalam hal pengurusan harta bersama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan jenis data berupa data sekunder yang didukung dengan data primer dengan metode pengumpulan melalui studi dokumen dan analisis data dengan metode kualitatif. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa diperlukannya pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan syarat-syarat untuk menetapkan seseorang dalam keadaan tidak hadir serta diperlukannya kecermatan serta ketelitian pengadilan untuk mengeluarkan penetapan keadaan tidak hadir seseorang.

Non-appearance is a condition where a person’s existence is no longer known and this person did not authorize or choose another person to represent them.This condition gives legal uncertainty for him/herself and a third party, because the non-appearance condition does not eliminate his/her position as a legal subject. For that reason in KUHPerdata, there are provisions regarding the determination of someone’s absence and choosing another person to present his/her and also managing all his/her affairs including that person's property, to be precise in Book 1 of CHAPTER XVIII concerning Absence. This thesis will discuss the application of the non-appearance regulation in KUHPerdata and the legal consequences for the right to matrimonial assets. The author analyzes three determinations that use the legal basis of Article 467-470 KUHPerdata. Although referring to the same provisions, in practice each judge gives different legal considerations regarding the time period and the general summons, which are conditions for determining that someone may have died in Article 467-470 KUHPerdata.That determination also has different consequences in terms of managing matrimonial assets. This thesis uses the juridical-normative research methodology; the kind of data used is secondary data that is supported by primary data; the method of data collecting is document analysis; and the method of data analysis is qualitative. The results of this thesis indicate that further arrangements are needed relating to the conditions for determining someone’s absence and the need for accuracy and thoroughness for the court to issue the determination for someone’s absence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Satrio
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
346.016 SAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Rumonda
"Marital property and its inheritance aspect; some factors that may deter unification efforts of Indonesian family law"
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1992
346.042 NAS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>