Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Monika Kara
"Suatu tinjuan dalam praktek penyelesaian masalah Wewenang Pengadilan di Blangkejeren dan kasus Tanah Permata Hijau. Di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ( Undang-Undang Perkawinan). Salah satu konsekuensi yuridis setelah terjadiny aikatan perkawinan adalah timbulnya harta bersama, yakini harta yang diperoleh suami isteri selama berlangsungnya ikatan perkawinan. Pengaturan mengenai harta bersama ini ternyata sangat minim. Sehingga tida jarang menimbulkan kesalahpaham dikalangan masyarakat maupun para penegak hukum (hakim). Hal ini akan Nampak selaki dalam kasus-kasus perceraian, dimana peprsoalan hukum megenai harta bersama akan muncul di permukaan manakala diantara bekas suami isteri tersebut tidak tercapai kesepakatan mengenai pembagiannya, atau adanya kepentingan pihak ketiga yang melekat pada harta bersama tersebut. Penyelesaian terhadap sengketa ini menjadi lebih rumit lagi karena Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (pasal 37) sendir kurang jelas mengaturnya, karena memungkinkan pihak-pihak yang bersengketa menggunakan dalil-dalil hukum di luar Undang-Undang perkawinan sebagai dasar pembenar atas tindakan hukum yang dilakukannya. Sehingga para hakim yang menyelesaikan sengketa banyak yang terjadi dalam kekeliruan, karena kaedah hukum yang ditetapkannya tida sesuai dengan jiwa yang dikandung oleh Undang-Undang perkawinan. Dalam hubungan inilah, penulis skripsi menggunakan dua buah contoh kasus di atas sebagai bahan analisa untuk menemukan sejumlah asperk yuridis didalam harta bersama, yang dirasakan bermanfaat bagi kepentingan akademis maupun praktis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kehidupan manusia secara umum selalu terkait dengan
fase kelahiran, perkawinan dan kematian. Fase-fase tersebut
selain merupakan suatu peristiwa alamiah, juga merupakan
peristiwa hukum. Tak terkecuali bagi umat Islam, perkawinan
beserta segala akibat yang timbul karenanya dan kematian
dengan segala masalah kewarisan yang ada, diatur dalam
hukum keluarga dan hukum kewarisan Islam. Pada penelitian
kualitatif ini, yaitu penelitian kepustakaan yang bertujuan
untuk mencari data sekunder dengan melakukan studi dokumen,
akan membahas beberapa permasalahan. Permasalahan yang
dibahas dalam tulisan ini adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh istri yang dipoligami bawah tangan untuk
memperoleh hak atas harta bersama dan harta waris menurut
hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam serta analisis
mengenai pembagian harta waris yang tepat dari seorang
laki-laki yang berpoligami dengan meninggalkan ahli waris
yang terdiri dari anak, para istri dan saudara, pada
perkara No. 1303/Pdt.G/1997/PA. Jr tentang pembagian harta
bersama dan harta waris ditinjau dari hukum perkawinan dan
kewarisan Islam. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, ternyata istri yang dipoligami bawah tangan
dapat memperoleh hak-haknya atas harta bersama dan harta
waris apabila istri tersebut telah mengajukan permohonan
isbat nikah di Pengadilan Agama dan dikabulkan. Hal ini
diatur dalam Pasal 49 huruf a, penjelasan Pasal 49 huruf a
angka 22 Undang-undang No. 3 Tahun 2006, Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (3) Kompilasi Hukum Islam. Karena dengan cara itu,
istri tersebut dapat memperoleh kepastian hukum tertulis
atas perkawinannya. Adapun pembagian harta waris yang tepat
menurut hukum kewarisan Islam, dapat dilakukan menurut
ajaran kewarisan patrilineal Syafi’i, bilateral maupun
Kompilasi Hukum Islam (sebagai hukum positif di Indonesia
yang juga mengatur mengenai kewarisan)."
Universitas Indonesia, 2006
S22042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Yuliani
"Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, kini perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan dapat dilakukan tanpa adanya penetapan pengadilan negeri terlebih dahulu dan dapat disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Pengesahan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan dilakukan dengan cara melaksanakan pencatatan perjanjian perkawinan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama, sedangkan pengesahan oleh Notaris dianggap membingungkan karena dianggap tidak jelas maksudnya. Hal ini menimbulkan permasalahan karena belum ada ketentuan mengenai tata cara pencatatan perjanjian perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, sehingga pegawai pencatat perkawinan menolak melakukan pencatatan terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan dan meminta adanya penetapan pengadilan negeri untuk pengesahan perjanjian perkawinan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif yang menggunakan data primer dan data sekunder sebagai sumber data, dimana penulis dalam meneliti mengkaji aturan hukum mengenai perkawinan dan perjanjian perkawinan untuk dapat menjawab permasalahan secara dekriptif analitis. Melalui penelitian ini penulis menemukan jawaban bahwa pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan kini dapat dilakukan tanpa adanya penetapan pengadilan negeri terlebih dahulu dengan berpedoman kepada Surat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil tanggal 19 Mei 2017 No. 472.2/5876/Dukcapil tentang petunjuk mengenai pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan.

With the Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015, postnuptial agreement can be done without any approval from the district court. It can also be legitimated by the marriage officer or the notary. The legalization of postnuptial agreement by the marriage officer is done by registering the postnuptial agreement to the Office of Population and Civil Registration Agency or the Office of Religious Affairs, while the legalization done by the notary is considered confusing as its main point is not that clear. It causes problem since there is no other regulation yet about the procedure of postnuptial agreement registration beside the Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015 so that the marriage officer refuses to accept the registration of postnuptial agreement and asks the approval from district court to legalize it. This research uses normative juridical method using primary and secondary data as the source as I examine the law of marriage and postnuptial agreement to find the descriptive and analytical answer for the problems occur. The findings reveal that the legalization and the registration of postnuptial agreement now can be done without any approval from the district court, based on the regulation on Surat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, May 19, 2017 No. 472.2 5876 Dukcapil about the guidance of postnuptial agreement registration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Natasia
"Perjanjian perkawinan menurut Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan. Isi dari perjanjian perkawinan tersebut berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Skripsi ini membahas mengenai Penetapan No. 381/Pdt.P/2015/PN.Tng, yang dalam pertimbangannya terdapat pengesahan perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015, dan pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penulis dalam tulisan skripsi ini mengacu pada aturan-aturan hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan. Bahwa hal tersebut dimungkinkan atau tidak untuk membuat perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan dan akibat perjanjian tersebut bagi pihak ketiga. Dalam kesimpulannya, meskipun telah ada putusan Mahkamah Konstitusi atas Pengujian Undang-Undang No. 69/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum atau selama perkawinan berlangsung, tetap memerlukan suatu peraturan pelaksana dan pengaturan khusus untuk Notaris terkait dengan mekanisme hukum pembuatan perjanjian perkawinan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada pihak ketiga agar tidak dirugikan atas pembentukan perjanjian perkawinan.

Prenuptial Agreement based on Article 29 Law Number 1 of 1974 can be made during the marriage period or before the marriage take place that will be legalized by the officer of marriage registration. The content of the prenuptial agreement apply to the third party as long as the third party is involved. This Final Assignment discuss the Court Decision No. 381 Pdt. P 2015 PN. Tng, which in it rsquo s consideration legalized the prenuptial agreement, where agreement is made after the marriage is legalized before Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015, and after Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015. By using Normative Jurisdiction Method, the writer in this final assignment strictly follow to the existing rules of law to then be able to answer whether is it possible or not to make the prenuptial agreement after the marriage is being legalized and what are the consequences for the third party. In conclusion eventhough there rsquo s a constitutional court decision on Judicial Review No. 69 PUU XIII 2015 which stated that the prenuptial agreement can be made before the marriage take place or during the marriage period, still needs of a legal guidelines for the related field Notary which involve law mechanism for the creation of a prenuptial agreement that will provide more legal protection for the third party in order not to the harmed due the creation of the Prenuptial Agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Damanhuri
Bandung: Mandar Maju, 2007
346.016 DAM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Rosadi
"Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui: i)Apa yang menjadi dasar hukum kedudukan anak sebagai ahli waris dan berapa besarnya bagian yang akan diperoleh dari harta peninggalan orang tuanya yang telah meninggal dunia; ii)Adakah perubahan kedudukan dan besarnya bagian anak sebagai ahl waris atas harta peninggalan orang tuanya yang telah meninggal dunia setelah putusnya perkawinan; iii)Hubungan kewarisan anak dengan kedua orang tua kandungnya yang telah melakukan perkawinan baru dan hubungan hukum lainnya; iv)Besarnya bagian anak sebagai ahli waris, bila telah terjadi cerai hidup dan bapa belum melakukan perkawinan baru. Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini dilakukan dengan studi dokumen atau bahan pustaka dan studi lapangan dengan melakukan wawancara dengan salah seorang Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan disertai salinan atas kasus yang sedang diteliti penulis. Diperoleh hasil bahwa hak kewarisan anak terhadap harta peninggalan orang tua kandungnya tidak akan terputus walaupun kedua orang tua kandung anak tersebut telah putus perkawinannya dan salah seorang diantara kedua orang tua kandungnya telah melakukan perkawinan baru. Hal ini didasarkan pada adanya hubungan darah antara si anak sebagai ahli waris dengan orang tua kandungnya sebagai pewaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Dinar Kuswulandari
"Skripsi ini membahas mengenai akibat perceraian dalam Perkawinan Adat Toraja terhadap harta benda perkawinan dan hak asuh anak, dimana seperti yang diketahui bahwa perkawinan yang dilakukan secara adat akan berbeda akibat hukumnya jika terjadi perceraian, dibandingkan dengan perkawinan yang dilakukan secara hukum Negara, yang dilakukan dengan studi putusan No. 41 /Pdt.G/2009/Pn.Mkl. Metode penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu melakukan penelitian lapangan Field Research dan penelitian kepustakaan Library Research . Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan para pihak yang terkait yaitu pemangku adat Ada rsquo; , keluarga atau masyarakat yang pernah melihat langsung proses pelakasanaan cerai secara adat di Kabupaten Tana Toraja. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis teliti. Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis secara kualitatif. Hasil Penelitian menunjukan bahwa dalam putusan tersebut, hakim lebih mengacu hukum adat Toraja dibandingkan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam menentukan akibat perceraian terhadap harta benda perkawinan dan hak asuh anak.

This thesis discusses the effect of divorce in the marriage of Adat Toraja to the marriage and custody of the child, with the study of decision no. 41 Pdt.G 2009 Pn.Mkl. The research method used in data collection is doing field research and library research . Primary data were obtained from interviews with related parties, ie adat stakeholders Ada 39 , families or communities who had seen the indigenous divorce process in Tana Toraja Regency. While the secondary data obtained from the literature and books related to the problems that the author carefully. Both primary and secondary data were analyzed qualitatively. The result of the research shows that in the judgment, judges refer Toraja custom law more than Law no. 1 year 1974 on Marriage in determining the effect of divorce on the property of marriage and custody of the child. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aviceena Pratikto Raharjo
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pelepasan pemutusan hubungan perkawinan antara pasangan suami dan istri yang menikah tanpa saling mencintai dan hanya karena kesepakatan. Dalam permohonannya kepada Pengadilan Agama, suami yang bertindak sebagai Pemohon mengajukan permohonan perceraian dengan dasar akta nikah tidak sah karena tidak ditandatangani oleh Pemohon. Penulisan skripsi ini membahas mengenai alasan-alasan perceraian yang secara limitatif diperbolehkan dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan serta Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang menjadi indicator pembahasan penulisan skripsi ini. Berdasarkan analisis penulis mengenai alasan-alasan yang diperbolehkan dalam perceraian, pada akhir penulisan dapat dipahami apakah perceraian hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan yang ada atau dapat menggunakan alasan yang tidak tercantum dalam Pasal tersebut diatas. Dalam pembahasan ini penulis mengacu kepada hukum-hukum perkawinan nasional maupun hukum perkawinan Islam baik yang telah dikodifikasikan dalam Kompilasi Hukum Islam maupun fiqh munakahat sebagai pendamping Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam penulisan ini, dapat dipahami bahwa, akta nikah hanyalah pencatatan atas suatu perkawinan sehingga tidak dapat dijadikan alasan perceraian, akan tetapi apabila suatu perkawinan diketahui tidak sah menurut hukum agama ataupun kepercayaan tertentu, dapat dilakukan pembatalan perkawinan.

ABSTRACT
This thesis focuses on disengagement of marital relationship between married couple which married each other without feeling love and only based on an agreement. In his petition to the Religious Courts, the husband as the Petitioner filed a divorce petition on the basis of illegitimate marriage certificate because it was not signed by the husband. This thesis discusses the reasons of divorce which is limited by the Article 39 of the Marriage Law and Article 19 of Government Regulation no. 9 Year 1975 which became the indicator of the discussion of this thesis writing. Based on the author 39 s analysis of the reasons allowed of divorce, at the end of the writing can be understood whether divorce can only be done for reasons that exist or can use the reasons not listed in the Article mentioned above. In this discussion the authors refer to national marriage laws as well as Islamic marriage laws that have been codified in the Compilation of Islamic Law and fiqih munakahat as a companion of the Civil Code. In this writing, it can be understood that, the illicit marriage certificate is not a valid reason for divorce, but if a marriage is known to be invalid according to such belief or religion, it may be cancelled."
2017
S69743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>