Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudi Efendi
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Kebijakan Penertiban Pedagang Kaki Lima (untuk selanjutnya disingkat dengan PKL) di tepian Sungai Jawi, Kelurahan Sungai Jawi, Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan Surat Keputususan Walikota Pontianak Nomor 14 Tahun 2004 telah dibentuk Tim Penertiban Bangunan/Kios Liar Dalam Wilayah Kota Pontianak salah satu kegiatannya adalah melakukan penertiban terhadap PKL di tepian Sungai Jawi Kota Iontianak. Penertiban ini pada dasarnya bertujuan untuk menata wajah Kota Pontianak sesuai dengan Visi Kota Pontianak yaitu kota khatulistiwa berwawasan lingkungan sebagai pusat perdagangan dan jasa yang bertaraf internasional. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan kebijakan penertiban PKL mulai dari tahap persiapan, tahap sosialisasi, tahap pelaksanaanloperasi penertiban dan tahap pasca pelaksanaan untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan.
Penelitian ini difokuskan di tepian Sungai Jawi Kota Pontianak di sepanjang jalan Hasanudin dan H. Rais A. Rahman, Kelurahan Sungai Jawi, Kecamatan Pontianak Barat sebagai lokasi yang terkena kebijakan penertiban PKL sesuai dengan Pengumuman Walikota Pontianak Nomor 6 Tabun 2001 mengenai larangan membangun tanpa ijin dan berjualan di tempat-tempat terlarang serta Keputusan Walikota Pontianak Nomor 299 Tabun 2003 mengenai larangan membangun kios/los dan berjualan di atas badan jalan/ parit/berem dan di atas trotoar pada ruas jalan dalam wilayah Kota Pontianak.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan
informan dan pengamatan serta dokumentasi di lapangan. lnforman penelitian ini adalah beberapa pejabat di Pemerintahan Kota Pontianak dan beberapa PKL yang terkena pelaksanaan program kebijakan.
Menurut hasil penelitian ini, Pemerintah Kota Pontianak merasa bahwa dalam pelaksanaan kebijakan Penertiban PKL di tepian Sungai Jawi Kota Pontianak melalui penertiban dan penataan PKL jika dibandingkan dengan penertiban sebelumnya telah dilakukan secara persuasif, hal ini dilihat dari jumlah 624 PKL yang terkena operasi penertiban, hanya sekitar 30 PKL atau sebesar 4,81% saja PKL yang bertahan untuk tetap melakukan jualan di sekitar tepian Sungai Jawi Kota Pontianak, selebihnya sebanyak 594 orang atau 95,19% bersedia untuk ditertibkan oleh pemerintah Kota Pontianak. Namun jika dilihat dari pihak PKL dalam pelaksanaan kebijakan penertiban terlihat bahwa Pemerintah kota Pontianak hanya memperhatikan keberhasilan pembangunan fisik saja, pelaksanaan kebijakan penertiban PKL tersebut bersifat top down, menempatkan PKL hanya sebagai penerima dan obyek dari program kebijakan. Hal ini terlihat jelas dari pembentukan tiro penertiban, dimana asosiasi PKL tidak dilibatkan, termasuk dalam hal penentuan lokasi yang akan dijadikan tempat penampungan PKL, sama sekali tidak dibicarakan terlebih dahulu.
Dari berbagai tahapan pelaksanaan kebijakan Penertiban PKL tersebut, terdapat beberapa kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Pontianak yaitu kurangnya keterlibatan seluruh unsur yang terkait sebagai stakeholder dari kebijakan dalam keanggotaan tim penertiban, kurangnya validitas data PKL yang akan ditertibkan, terbatasnya lokasi yang representatif di Kota Pontianak untuk tempat penampungan PKL yang telah ditertibkan, belum adanya dialog yang komunikatif dan transparan antara Pemerintah Kota Pontianak dengan pars PKL, kurangnya transparansi Pemerintah Kota Pontianak dalam mensosialisasikan kebijakan Program Penertiban PKL kepada para PKL, kurangnya konsistensi dan ketegasan Pemerintah Kota Pontianak beserta aparatnya di lapangan dalam menegakkan ketentuan dan peraturan yang ada.
Berkenaan dengan kendala tersebut, disarankan dalam penelitian ini kepada Pemerintah Kota Pontianak agar merevisi SK Walikota Nomor 14 tahun 2004 dengan mengikutsertakan asosiasi PKL dalam keanggotaan tim penertiban PKL, melakukan berbagai dialog yang komunikatif, dan perlunya penegakan hokum serta ketegasan terhadap aparatnya di lapangan. Sementara saran yang diberikan kepada PKL, yaitu perlunya membangun rasa solidaritas bersama yaitu rasa saling percaya, saling ketergantungan dan tolong menolong di antara sesama PKL serta perlu membangun kerjasama dengan asosiasi yang ada, khususnya asosiasi PKL sebagai jembatan dalam menyampaikan berbagai keinginan dan aspirasi PKL tersebut dengan berbagai pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Tornagogo
"ABSTRAK
Melihat kondisi Ambon pasca konflik, yang antara lain ditandai dengan lemahnya kebijakan manajemen pelayanan publik; masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; pertumbuhan ekonomi yang belum merata; dinamika ketenagakerjaan, bursa tenaga kerja yang belum memadai; belum tuntasnya penanganan pengungsi; lemahnya proses penegakan hukum menyangkut hak-hak perdata pengungsi; masih kentalnya kondisi segregasi sosial berdasarkan garis agama; penataan kota dan pedagang kaki lima yang masih semerawut; perebutan lahan proyek yang masih tinggi; serta lemahnya akses publik terhadap kontrol pengelolaan sumber daya alam, menunjukkan bahwa penanganan konflik Ambon memang tidak berorientasi pada rekonstruksi modal sosial. Penanganan konflik yang berorientasi pada rekonstruksi modal sosial mencerminkan pada tujuan untuk kerjasama yang muncul dalam struktur sosial, norma-norma, dan otoritas dengan aturan yang diakui umum. Kondisi yang demikian berasal dari hubungan antara anggota unit sosial dan dengan demikian, eksistensinya muncul dalam tindakan nyata.
Modal sosial dalam perspektif ini adalah fungsi dari totalitas hubungan horizontal dan vertikal, formal dan informal dan jaringan dalam suatu unit sosial tertentu (kerangka kerja makro). Modal sosial dapat diakumulasikan pada tingkat yang berbeda dan dalam berbagai bentuk. Efek positif pada masyarakat hanya dapat dicapai jika tingkat mikro, meso dan makro terjadi dalam interaksi yang dinamis dan koheren, serta lingkup yang cocok.
Membangun struktur pada meso dan tingkat makro adalah tindakan yang diperlukan dalam proses rekonstruksi, tetapi tidak bisa sukses jika tidak memiliki dasar yang stabil dari tingkat mikro masing-masing pihak yang berkonflik. Tingkat mikro dari nilai-nilai bersama, sikap, hubungan, kepercayaan, dan lainlain tidak dapat diimpor, atau berubah seketika atau dipaksakan dari luar.
Dalam situasi pasca konflik, sangat tidak mungkin untuk merehabilitasi modal sosial yang sudah ada sebelumnya, oleh karena itu modal sosial yang baru perlu dibangun. Untuk mendukung pernyataan bahwa rekonstruksi muncul tergantung pada tingkat mikro, bukti-bukti yang menunjukkan bahwa ukuran dan kepadatan jaringan dan lembaga-lembaga sosial, dan sifat interaksi interpersonal, secara signifikan mempengaruhi efisiensi dan keberlanjutan program pembangunan. Pengaturan kelembagaan juga harus dipertimbangkan ketika merancang intervensi, upaya diarahkan untuk membantu orang tetap terhubung dengan partisipasi masyarakat, hubungan antara masyarakat sipil dan pemerintah, dan evolusi lembaga-lembaga demokratis

ABSTRAK
Observing the condition of Ambon postconflict, which characterized by weak public service management policies; the low participation in public service; uneven economic growth; dynamics of employment, the labor market has not been adequately; unresolved problems of refugees; lack of law enforcement regarding civil rights of refugees; still strong conditions of social segregation based on religion; arrangement of the city and street vendors are still not organized; land grabbing project is still high; as well as the lack of public access to natural resources management control, indicates that the Ambon conflict resolution is not oriented on the reconstruction of social capital. Handling conflict oriented social capital reconstruction reflects the purpose of the agreement emerged in the social structure, norms, and authority that are recognized by the general rule. Such conditions derived from the relationship between the members of a social unit, and thus existence appeared in the action.
Social capital in this perspective is a function of the totality of the relationship of horizontal and vertical, formal and informal, and social networks in a particular unit (macro framework). Social capital can be accumulated at different levels and in various forms. Positive effect on society can only be achieved if the level micro, meso, and macro occurs in a dynamic and coherent interactions, and the proper scope.
Build structures at meso and macro levels are necessary actions in the reconstruction process, but it can not be successful if it does not have a stable base of micro-level of each party to the conflict. Micro level of shared values, attitudes, relationships, trust, and others can not be imported or change instantly or imposed from outside.
In postconflict situations, to rehabilitate existing social capital is impossible, therefore, the new social capital needs to be built. To promote the statement that the reconstruction occurs depending on the micro level, evidence suggests that the size and density of the network, and social institutions, and the nature of interpersonal interaction, significantly affect the efficiency and sustainability of development programs. Institutional regulating should be considered when designing interventions, attempt directed to help people stay connected with community participation, the relationship between civil society and government, and the evolution of democratic institutions"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1898
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufan Radityo
"Dalam dunia yang serba cepat ini penggunaan teknologi sebagai instrumen penunjang kehidupan manusia, telah membuat masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan atau yang biasa disebut kaum urban menjadi lebih cepat untuk mengakses informasi. Informasi ini menjadi sebuah daya yang dapat menghadirkan persepsi-persepsi dalam pola pikir masyarakat urban, baik dari segi ekonomi hingga hasrat kebendaan. Informasi dianggap menjadi komoditas, karena dengan memiliki informasi masyarakat dapat berkomunikasi dengan apa yang terjadi di dunia sekitar. Instagram menjadi salah satu platform yang menunjang kebutuhan informasi masyarakat urban dalam bentuk visual yang bertujuan untuk berkomunikasi antar satu pengguna dengan pengguna lain.

In the world where everything is moving so fast, the usage of technology as an instrument that supports every aspects of human life, makes every single step that people who lived in the city which usually called the urban society, is fond of accessing the information. The strength of the information could represent the perceptions of urban society, from their economical activities to their desire of matters. Information is considered as a commodity because by having a certain information you could communicate with other person that have the same currency as you do, which is the information itself. Instagram came as a platform that provide our daily needs of information. The form of communications that Instagram provides is the visual information that aims the needs to communicate with others."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S63591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: Foundation for Advanced Studies on International Development, 2001
333.715 EVO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Filsafat UI Press, 2007
305.4 Wom
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
s.l.: 1986
323.4 PEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diamond, Louise
America: Kumarian Press, 1996
327.172 DIA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loekito Santoso
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
327.17 LOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bois, W.E.B. Du
New York: Harcourt, Brace and Company, 1945
323.1 BOI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Routledge, 2012
303.66 PEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>