Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Giedion, S.
Cambridge, UK: Harvard University Press, 1976
720.9 GIE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Armadina Az Zahra
"ABSTRAK
Permasalahan lingkungan di Kota Pekalongan berupa pencemaran di aliran-aliran sungai yang menjadi sistem drainase kota dan banjir rob menjadi pemantik kemunculan gerakan sosial Komunitas Peduli Kali Loji KPKL . Di tengah permasalahan lingkungan tersebut KPKL bergerak. Mereka berusaha untuk mengatasinya dengan menciptakan ulang konsepsi ruang yang ideal yakni Kota Pekalongan dengan aliran-aliran sungai tanpa limpahan limbah dan kering dari luapan banjir rob. Akan tetapi, keinginan KPKL untuk mewujudkan konsepsi ruang yang ideal berbenturan dengan persepsi warga Kota Pekalongan dalam memanfaatkan ruang kotanya karena keberadaan industri batik disana. Disatu sisi warga Kota Pekalongan sangat bergantung terhadap keberadaan industri batik. Namun, di sisi lain industri ini menjadi salah satu sumber permasalahan lingkungan yang terjadi di Kota Pekalongan karena telah membentuk pondasi kuat bagi warga dalam melihat cara pemanfaatan aliran sungai sebagai tempat pembuangan limbah. Hal ini memicu KPKL untuk melakukan serangkaian praktik politik berdasarkan skema pengetahuan mengenai ruang ideal yang diproduksi dalam tubuh gerakan. Penerapan praktik politik ini diharapkan dapat merealisasikan konsepsi ruang seperti yang dibayangkan oleh KPKL hingga pada akhirnya mendorong terjadinya reproduksi ruang di Kota Pekalongan. Menggunakan pendekatan gerakan sosial dan reproduksi ruang, tulisan ini berupaya menjelaskan runutan produksi skema pengetahuan yang dimiliki oleh KPKL, praktik politik yang dilakukan berdasarkan skema pengetahuan tersebut, dan peranan KPKL dalam proses reproduksi ruang di Kota Pekalongan.

ABSTRACT
Environmental issues in Pekalongan City in the form of pollutions in the river streams that are the city lsquo s drainage system, and tidal flood, are the trigger of the emergence of the social movement that goes with the name Komunitas Peduli Kali Loji or KPKL. Amongst all these environmental issues KPKL played its role. They tried to recreate the conception of ideal space in Pekalongan City, namely, Pekalongan City with the river streams without overflowing waste and water hyacinth, dry from the tidal flood, and free from environmental issues. However, KPKL lsquo s aim to bring their conception of ideal space to reality was clashing with the perception of the people of Pekalongan City in utilizing the city space because of the existance of the batik industry there. On one side, the people of Pekalongan City very dependent on batik industry, yet, on the other side, this industry has became one of the main source of environmental issues in Pekalongan City because it formed a strong foundation for people in seeing how to utilize the river streams as a place to dispose the waste. This has triggered KPKL to do a series of a political practices based on the knowledge scheme about ideal space that is being produced in a form of social movement. The application of this political practice was expected to bring the KPKL lsquo s conception of space to reality, so that eventually it would encourage the reproduction of space in Pekalongan City. Using the social movement approach and the reproduction of space appoach, this thesis tries to explain the trace of the production of knowledge scheme owned by KPKL, the political practices that have been done based on that knowledge scheme, and the KPKL role in the proccess of reproduction of space in Pekalongan City."
2017
S67401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Sava
"ABSTRAK
Dewasa ini, muncul kebiasaan baru dalam kalangan wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk berburu kuliner. Hal ini menciptakan suatu fenomena yang kemudian disebut sebagai wisata kuliner dimana para wisatawan tidak segan untuk membayar mahal agar dapat mencicipi hidangan khas dari suatu wilayah. Kota Yogyakarta pada umumnya yang mengalami perubahan struktural sektor agrikultur menuju manufaktur (tenaga mesin) hingga akhirnya mencapai sektor jasa, wilayah kota Yogyakarta mengalami loncatan dari sektor agrikultur ke sektor jasa dimana industri pariwisata berada di dalamnya, termasuk pariwisata kuliner dengan makanan-makanan khas Yogyakarta seperti gudek, bakpia, yangko, dan lain sebagainya. Disamping makanan tradisional, terdapat juga makanan-makanan khas Yogyakarta yang merupakan hasil dari akulturasi budaya. Sebagai contoh, terdapat bakmi yogya, bakmi pentil, dan mie des yang merupakan hasil dari perpaduan antara budaya Tiongkok dengan budaya lokal. Akulturasi budaya kuliner tersebut dapat dilihat antara lain dari bahan utama, cara penyajian, serta cara pengemasan makanan. Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, survey lapang akan dilakukan unuk meletakan posisi (plotting) berbagai rumah makan atau restoran di Kota Yogyakarta yang hasilnya kemudian akan diolah untuk menghasilkan sebuah peta pola spasial akulturasi kuliner asing di Kota Yogyakarta dalam jangka waktu antara tahun 2005-2018.

ABSTRACT
New habits among tourists, both from domestic and abroad, in culinary hunt are emerging today. It creates a phenomenon later called culinary tourism where the tourists do not hesitate to pay in a heavy price in order to taste the local dishes of the region. Unlike the Regions of Daerah Istimewa Yogyakarta in general that is undergoing a structural change to agricultural sector towards manufacturing (power machines), the City of Yogyakarta experienced a leap from the agricultural sector to the services sector this is includes the tourism industry which also carries with the culinary tourism with local foods of Yogyakarta as gudek, bakpia, yangko, and so forth. Besides the traditional food, there are also food from Yogyakarta that emerges as the result of acculturation. For example, Bakmie Yogya, Bakmie Pentil and Mie Des. These culinary are the outcome of the combination between Chinese culture with local culture. The culinary culture acculturation can be seen among others from the main material, manner of presentation, as well as a way of packaging food. By paying attention to these aspects, field survey will be conducted by plotting a variety of restaurants in Yogyakarta then processed to produce a map of the spatial pattern of acculturation foreign cuisine in the city of Yogyakarta since 2005-2018."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deby Heratika
"Latar belakang: Seorang pilot yang bertugas di ketinggian dapat terpapar hipoksia, baik ringan maupun berat. Kejadian hipoksia di penerbangan dapat menjadi fatal, terutama jika hipoksia dialami seorang pilot saat bertugas. Salah satu manifestasi hipoksia adalah penurunan fungsi kognitif. Pilot dituntut untuk melakukan operasi multitasking dengan menggunakan fungsi kognitif, terutama saat darurat. Sehingga penurunan fungsi kognitif akibat hipoksia pada seorang pilot saat bertugas dapat menyebabkan kecelakaan dalam penerbangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan fungsi kognitif pada paparan hipoksia di beberapa zona ketinggian.
Metode: Penelitian ini menggunakan uji eksperimental one group pretest-post test . Subjek penelitian adalah pilot militer yang mengikuti Indoktrinasi Latihan Aerofisiologi di Lakespra Saryanto, Jakarta. Subjek mengisi kuesioner 6 CIT pada ground level, physiological efficient zone (10.000 feet) dan physiological defficient zone (25.000feet) dalam hipobarik chamber.
Hasil: Terdapat perubahan score 6 CIT di 10.000ft dibandingkan dengan ground level (Friedman post hoc Wilcoxon, P = 0.001). Terdapat juga perubahan score 6 CIT di 25.000ft dibandingkan dengan ground level (Friedman post hoc Wilcoxon, P < 0.001).
Kesimpulan: Terdapat perubahan fungsi kognitif di physiological efficient zone dan physiological defficient zone jika dibandingkan dengan di ground level.

Background: A pilot on duty at altitude can be exposed to hypoxia, both mild and severe hypoxia. The incidence of hypoxia on flight can be fatal, especially if hypoxia is experienced by pilot on duty. One manifestation of hypoxia is decreased cognitive function. Pilot is required to carry out multitasking operations using cognitive functions, especially at emergency. Therefore, decreased cognitive function due to hypoxia on pilot can cause accidents in flight. The aim of this study was to determine changes in cognitive function in hypoxia exposure at several altitude zones.
Methods: This study used an experimental one group pretest-post test design. The subjects were 31 military pilots who participated in Indoctrination and Aerophysiology Training. Subjects filled 6 CIT questionnaire at ground level, physiological efficient zone (10,000 feet) and physiological defficient zone (25,000 feet) in a hypobaric chamber.
Result: There was change of 6 CIT score at 10.000ft compared to ground level (Friedman post hoc Wilcoxon, P = 0.001). There was also change of 6 CIT score at 25,000 ft compared to ground level (Friedman post hoc Wilcoxon P <0.001).
Conclusion: There was change in cognitive function in physiological efficient zone and physiological defficient zone, compared to ground level.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Mardas Saputra
"Latar Belakang: Salah satu aspek dalam fungsi fisiologis manusia yang berperan penting dalam penerbangan adalah fungsi visuospasial. Fungsi visuospasial merupakan kemampuan persepsi visual tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk identifikasi, integrasi informasi, menganalisa bentuk visual dan spasial, detail, struktur, dan hubungan spasial antara bentuk dua dengan tiga dimensi. Paparan hipoksia merupakan hazard spesifik yang terdapat dalam dunia penerbangan dan dampaknya terhadap fungsi visuospasial dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan dalam penerbangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan fungsi visuospasial terhadap paparan hipoksia di zona ketinggian yang berbeda.
Metode: Penelitian ini menggunakan uji eksprimen one-group pretest-postest. Subjek penelitian adalah awak terbang militer yang mengikuti Indoktrinasi Latihan Aerofisiologi (ILA) di Lakespra Saryanto, Jakarta. Subjek mengerjakan tes Clock Drawing Test (CDT) pada ground level, physiological efficient zone (10.000 ft) dan physiological deficient zone (25.000 ft.) di dalam hypobaric chamber.
Hasil: Terdapat peningkatan angka kejadian gangguan fungsi visuospasial di 10.000 kaki dibandingkan dengan ground level (McNmear = 0.031), 10.000 kaki dengan 25.000 kaki (McNemar = 0.0001) dan ground level dengan 25.000 kaki (McNemar = 0.0001).
Kesimpulan: terdapat peningkatan angka kejadian gangguan fungsi visuospasial yang signifikan antara ketinggian ground level, 10.000 kaki dan 25.000 kaki.

Background: One of many aspects of human physiological function that has an important role in aviation is visuospatial function. Visuospatial function is a high-level visual perception that is required for identification, information integration, analyzing visual and spatial form, detail, structure and spatial relation between two-dimensional and three-dimensional form. Hypoxia exposure is considered to be a specific hazard in the aviation environment and its impact against visuospatial function can potentially increase the risk of aviation-related accident. The purpose of this study was to investigate changes in visuospatial function on hypoxia exposure in different altitude zones.
Metode: This study used an experimental one-group pretest-posttest design. The subjects were 42 military aircrews who participated in Indoctrination and Aerophysiology Training. Subjects completed The Clock Drawing Test (CDT) at ground level, physiological efficient zone (10.000 ft) and physiological deficient zone (25.000 ft) in a hypobaric chamber.
Hasil: There was an increase of the number of impaired visuospatial function at 10.000 ft compared to ground level (McNemar = 0.031), 10.000 to 25.000 ft (McNemar = 0.0001) and ground level to 25.000 ft (McNemar = 0.0001).
Kesimpulan: There was a significant change in the number of impaired visuospatial function between ground level, 10.000 ft, and 25.000 ft.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sussman, Ann
New York: Routledge, 2015
720.19 SUS c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Rania Boer
"Tulisan ini menginvestigasi efek kognitif dari penggunaan peta orientasi skematik untuk meningkatkan wayfinding eksploratif di ruang yang tidak dikenal. Diperlukan alat navigasi yang tidak hanya memandu pengguna tetapi juga mendorong perkembangan peta kognitif yang penting untuk keterampilan navigasi jangka panjang. Penulis berpendapat bahwa peta orientasi skematik lebih unggul daripada alat navigasi modern berbasis turn-by-turn dalam membentuk peta kognitif dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini tidak hanya meningkatkan efisiensi navigasi tetapi juga memperkaya pengalaman eksplorasi dengan mendorong keterlibatan aktif dengan lingkungan. Studi ini didasarkan pada konsep teoritis seperti peta skematis, penjelajahan eksploratif, dan strategi orientasi. Peta skematis menyederhanakan lingkungan, membantu dalam pembentukan peta kognitif dan orientasi spasial (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Penjelajahan eksploratif melibatkan navigasi yang didorong oleh rasa ingin tahu, yang didukung oleh peta skematis yang menyoroti fitur-fitur kunci (Allen, 1999). Peta kognitif, representasi mental dari lingkungan spasial, membimbing navigasi dan dipengaruhi oleh landmark visual, semantik, dan struktural yang berbeda (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). Studi ini menggunakan analisis tematik dan identifikasi pola untuk memahami perilaku navigasi dan pembentukan peta kognitif. Temuan utama menunjukkan bahwa peta skematik secara signifikan meningkatkan navigasi dengan menyederhanakan informasi spasial yang kompleks dan menekankan landmark utama, mendukung pembentukan peta kognitif, dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini juga mendorong keterlibatan yang lebih mendalam dengan lingkungan dengan menghilangkan beberapa detail, mendorong pengguna untuk lebih aktif mengeksplorasi.

This thesis investigates the cognitive effects of using schematized orientation maps to enhance exploratory wayfinding in unfamiliar spaces. The urgency lies in the need for navigation aids that not only guide users but also foster the development of cognitive maps, which are crucial for long-term navigation skills. The thesis posits that schematized orientation maps are superior to modern turn-by-turn navigation aids in fostering cognitive map formation and enhancing spatial orientation. It argues that these maps not only improve navigational efficiency but also enrich the exploratory experience by encouraging active engagement with the environment. The study is grounded in theoretical concepts such as schematic maps, exploratory wayfinding, and orientation strategies. Schematic maps simplify environments, aiding in cognitive mapping and spatial orientation (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Exploratory wayfinding involves curiosity-driven navigation, supported by schematic maps that highlight key features (Allen, 1999). Cognitive maps, mental representations of spatial environments, guide navigation and are influenced by distinct visual, semantic, and structural landmarks (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). The study employs thematic analysis and pattern identification to understand navigational behaviors and cognitive map formation. Key findings indicate that schematized maps significantly enhance navigation by simplifying complex spatial information and emphasizing key landmarks, supporting cognitive map formation, and improving spatial orientation. These maps also foster deeper engagement with the environment by omitting certain details, prompting users to explore more actively. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duanti Anthea Roselin
"Tulisan ini membahas tentang kehadiran interactivity sebagai konsep yang menjelaskan hubungan aktif antara pengguna sebagai pelaku, dengan ruang digital yang dimediasi oleh sistem. Tulisan Ini bertujuan menjelaskan bagaimana feedback dari sistem di suatu ruang atau lingkungan membuat manusia menjadi pelaku aktif (active participants) dan bukan sekedar pengguna pasif (passive users). Feedback proses eksplorasi yang berdampak langsung kepada pengalaman ruang yang dialami oleh pelaku, feedback memungkinkan pelaku untuk melakukan tindakannya secara real-time dalam menciptakan pengalaman ruang yang Interaktif. Dalam hal ini, feedback yang tidak sepenuhnya diprediksi penting dalam menjaga keberlanjutan dari interaksi. Tulisan ini menganalisis kasus Minecraft sebagai mediated environment, yang menyajikan ruang responsif terhadap berbagai aksi dari pelaku melalui timbal balik feedback dan constraint sebagai pembatas pada permainan. Hasil dari studi yang dilakukan menunjukan feedback tidak hanya memperkuat persepsi pelaku terhadap aksi yang dilakukan, namun juga menciptakan kondisi yang mendorong eksplorasi lebih lanjut. Ketika feedback yang tidak sepenuhnya dapat diprediksi hadir, pengalaman spasial dapat menjadi lebih aktif dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Dalam konteks Minecraft, batasan (constraint) dan ketidakpastian respons menjadi kunci dalam membangun interaksi yang bermakna dan eksploratif. Interaktivitas ditentukan oleh seberapa banyak dimensi ruang yang dapat diubah dan dieksplorasi oleh pelaku, di mana semakin luas parameter yang dapat dimodifikasi, semakin tinggi pula interaktivitas yang terbentuk.

Tulisan ini membahas tentang kehadiran interactivity sebagai konsep yang menjelaskan hubungan aktif antara pengguna sebagai pelaku, dengan ruang digital yang dimediasi oleh sistem. Tulisan Ini bertujuan menjelaskan bagaimana feedback dari sistem di suatu ruang atau lingkungan membuat manusia menjadi pelaku aktif (active participants) dan bukan sekedar pengguna pasif (passive users). Feedback proses eksplorasi yang berdampak langsung kepada pengalaman ruang yang dialami oleh pelaku, feedback memungkinkan pelaku untuk melakukan tindakannya secara real-time dalam menciptakan pengalaman ruang yang Interaktif. Dalam hal ini, feedback yang tidak sepenuhnya diprediksi penting dalam menjaga keberlanjutan dari interaksi. Tulisan ini menganalisis kasus Minecraft sebagai mediated environment, yang menyajikan ruang responsif terhadap berbagai aksi dari pelaku melalui timbal balik feedback dan constraint sebagai pembatas pada permainan. Hasil dari studi yang dilakukan menunjukan feedback tidak hanya memperkuat persepsi pelaku terhadap aksi yang dilakukan, namun juga menciptakan kondisi yang mendorong eksplorasi lebih lanjut. Ketika feedback yang tidak sepenuhnya dapat diprediksi hadir, pengalaman spasial dapat menjadi lebih aktif dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Dalam konteks Minecraft, batasan (constraint) dan ketidakpastian respons menjadi kunci dalam membangun interaksi yang bermakna dan eksploratif. Interaktivitas ditentukan oleh seberapa banyak dimensi ruang yang dapat diubah dan dieksplorasi oleh pelaku, di mana semakin luas parameter yang dapat dimodifikasi, semakin tinggi pula interaktivitas yang terbentuk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Berliana Yandikaputri
"ABSTRAK
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menemukan bagaimana cara orang yang terpengaruh oleh buta warna melihat dengan tujuan untuk menentukan bagaimana mereka menjelajahi ruang tertutup dan terbuka sebagai buta warna. Pemahaman yang tepat tentang pengalaman mereka dalam menjelajahi ruang tiga dimensi di industri kreatif sekarang harus dianggap sebagai persyaratan penting. Penelitian dilakukan dengan meminta satu responden dari protanomaly dan satu responden dari protanopia berjalan melalui ruang tertutup monokromatik dan berwarna-warni serta ruang terbuka supaya mereka dapat merasakan kesan dalam ruang tiga dimensi. Menganalisis teori dengan pernyataan yang diperoleh dari pengalaman mereka melalui wawancara, penelitian menunjukkan bahwa keberadaan kontras dan bayangan sangat penting dalam membentuk pengalaman spasial orang yang terpengaruh oleh buta warna melalui kedalaman dalam tiga dimensi. Hasilnya menunjukkan bagaimana ruang terbuka yang mereka alami membuat mereka merasa lebih nyaman daripada ruang tertutup. Disebabkan oleh jumlah penetrasi cahaya dan bayangan yang dihasilkan di ruang terbuka lebih signifikan dibandingkan dengan yang ada di ruang tertutup. Temuan ini menunjukkan perlunya meningkatkan kesadaran dan pendidikan dalam industri kreatif menuju buta warna untuk merancang ruang yang dapat sepenuhnya dialami oleh buta warna.

ABSTRACT
The aim of this writing is to discover how people who affected by colour-blindness see, to determine how they explore enclosed and open space as colour-blinds. Appropriate understanding of their experience in exploring three-dimensional spaces in the creative industries should now be considered as an essential requirement. Research is carried out by having one respondent from the protanomaly and one respondent from the protanopia walking through a monochromatic and colourful enclosed space and an outdoor space for them to feel the impression in three dimensions. Analysing the theory with the statements gained from their experience through interviews, the study shows that the existence of contrast and shadow is crucial in making colour-blinds experience space through depth in three dimensions. The result shows how the outdoor space they experienced makes them feel more comfortable than the enclosed space. Caused by the amount of light penetration and the shadows produced in the open space are more significant compared to the one in the enclosed space. These findings suggest the need to improve awareness and education within the creative industries towards colour-blindness in order to design a space that can be fully experienced by colour-blinds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soja, Edward W.
Malden: Blackwell, 1998
304.23 SOJ t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>