Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agnes Setyowati
"Pajak pengambilan bahan galian golongan C memiliki dua fungsi pajak yaitu budgetair dan regulerend. Selain sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, pajak pengambilan bahan galian golongan C juga berfungsi sebagai salah satu upaya untuk meminimalisir eksternalitas negatif berupa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari penambangan bahan galian golongan C. Untuk menjalankan kedua fungsi pajak tersebut, dibutuhkan administrasi pajak secara tepat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator administrasi pajak daerah yang dikemukakan oleh McMaster yang dikombinasikan dengan teori yang disampaikan oleh Roy S. Salomo dan Iksan. Tahapan administrasi pajak terdiri dari identifikasi pajak, penetapan pajak, pemungutan pajak, biaya, dan penegakan hukum.
Berdasarkan hasil penelitian, selama melakukan pengenaan pajak pengambilan bahan galian galian golongan C sejak 2001, Pemerintah Kabupaten Kebumen belum menjalankan administrasi pajak daerah pada pajak pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan indikator yang ada. Pengadministrasian yang selama ini dilakukan justru menimbulkan dampak, yaitu realisasi penerimaan pajak yang tidak mampu mencapai target, eksternalitas negatif berupa kerusakan lingkungan yang tidak mampu diminimalisir, dan ketidakseimbangan penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisis secara deskriptif.
Metode pencarian data dilakukan secara kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka.

This research explain about implementation tax administration at section C mining tax in Kebumen Regency. Section C mining tax has budgetair and regulerend function. Apart from being a source of local revenues, section C mining tax also serves as an effort to minimize the negative externalities of environmental degradation resulted by mining mineral exploration section C. To perform both functions the tax , tax administration needs appropriately. In this study, researchers used indicators of local tax administration proposed by McMaster which combined with the theory presented by Roy S Solomo and Iksan. The stages of the administration of a tax consist of tax identification, tax assesment, tax collection, cost, and law enforcement.
Based on the results of research, during the taxation decision mineral mining category C since 2001, the Government of Kebumen has not carry out local tax administration on section C mining tax in accordance with existing indicators. Administration which has been done precisely cause bad effect, namely the realization of tax revenues which is not able to reach the target, the negative externalities of environmental degradation are not able to be minimized, and the imbalance in revenue of section C mining tax with the environmental degradation.
This research using a quantitative approach with descriptive design. The methods of qualitative data search conducted through in-depth interviews, observation, and literature study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanti Kusuma Wardhani
"Skripsi ini membahas karakteristik penghasilan yang timbul atas transaksi melalui kabel optik bawah laut yang melintasi batas teritorial antar negara dan bagaimana analisis perpajakannya. Globalisasi secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya pemajakan berganda secara yurisdis, dalam hal ini adalah dispute mengenai karakterisasi penghasilan yang muncul (royalti atau business profit) atas transaksi kabel optik antara negara sumber dan negara domisili. Hal ini menjadi isu yang krusial, mengingat karakterisasi tersebut menentukan negara mana yang berhak untuk memajaki penghasilan tersebut. Lebih lanjut, skripsi ini menggunakan metode studi pustaka dari berbagai macam jurnal, buku dan sumber lain yang terkait, serta wawancara dengan pihak-pihak yang kompeten. Kesimpulan yang didapatkan adalah royalti maupun business profit dapat digunakan untuk menjustifikasi jenis penghasilan yang muncul, tergantung nature dari transaksi dan treaty antara kedua negara yang bertransaksi.

This under-graduate thesis discusses the characteristics of revenue arising on a transaction through optical cable across the territorial boundaries between countries and how is the tax analysis. Globalization indirectly lead to the occurrence of juridical double taxation, in which case is a dispute about the characterization of income that arises (royalties or business profit) over optical cable deals between the source and domicile country. This has become a crucial issue, given the characterization of determining which country has the right to tax the earnings. Further, the methods used in this under-graduate thesis are library research and interview with competent experts. In the end, royalty and business profit can be used to justify the kind of earnings that appear; depending on the nature of the transactions and the treaty between the two countries engaged."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Yohannah
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan sosialisasi peraturan perpajakan dan kinerja Account Representative dalam membantu Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya di salah satu kantor pajak di Jakarta Utara, yaitu KPP Pratama Jakarta Pademangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan cara-cara dan kendala sosialisasi yang dihadapi oleh KPP Pratama Jakarta Pademangan serta menggambarkan peran Account Representative dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kebanyakan dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan enam petugas pajak (Account Representative dan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi) serta sepuluh orang Wajib Pajak efektif yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Pademangan yang juga menjadi fokus dalam pembahasan penelitian ini. Data lainnya yang berupa hasil tabulasi dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan masih kurangnya kesadaran dan penolakan Wajib Pajak untuk memahami perpajakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan demikian diharapkan adanya peran aktif Account Representative dan sosialisasi yang masih harus terus dilakukan dan ditingkatkan, baik dari segi media/cara sosialisasi, materi, dan frekuensi sosialisasi.

This research discusses the implementation of socialization of laws and regulations on taxation and Account Representative's performance in helping taxpayers meet the obligations of taxation in one of the tax offices in North Jakarta, KPP Pratama Jakarta Pademangan. The purposes of this study are to describe the ways of socialization and constraints faced by the KPP Pratama Jakarta Pademangan and to describe the roles of Account Representative in improving taxpayers? compliance. This study is a descriptive qualitative research design. The approach used in this research is mostly conducted through structured interviews with six officers taxes (Account Representative and Head of Supervision and Consultation), and ten effective taxpayers listed on KPP Pratama Jakarta Pademangan who also became a focus in the discussion of this research. Other data in the form of tabulated results were analyzed descriptively. The results show that there is still a lack of awareness and denial of the taxpayers to understand about taxation and to fulfill taxation obligations. It is expected that the active role of Account Representative and socialization still need to be done and improved continuously, in terms of media /socialization methods , material, and frequency of socialization."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Wesly
"Upaya hukum dalam Sengketa Pajak dengan Peninjauan Kembali adalah merupakan hak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan apabila kemudian salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Pajak terhadap suatu Sengketa Pajak. Terhadap putusan Pengadilan Pajak yang memenangkan Banding Wajib Pajak dan membebankan kewajiban Imbalan Bunga sebesar 2% (dua persen) kepada Fiskus diatur dalam Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Fiskus dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Namun dalam Kententuan Pasal 43 ayat (6) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mengamanatkan bahwa dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Banding, imbalan bunga diberikan apabila terhadap Putusan Banding tidak diajukan Permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan dalam hal Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan bunga diberikan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung. Maka apabila Pemerintah berlindung pada ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 akan mempunyai akibat hukum yakni tertundanya pembayaran imbalan bunga yang merupakan amanat putusan Pengadilan Pajak, penundaan tersebut adalah bertentangan dengan ilmu hukum terkait dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 33 ayat (1) Pasal 86, Pasal 77 ayat (1) dan Pasal 89 ayat (2) bahwa Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang dan Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap serta Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak. Dari uraian d atas, bahwa imbalan bunga yang dibebankan kepada Fiskus terhadap amanat putusan Pengadilan Pajak yang memenangkan Banding Wajib Pajak yang merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir dapat menimbulkan multi tafsir dalam hal penyelesaian kewajiban perpajakan dan dapat pula menimbulkan ketidakpastian penerapan hukum dalam bidang perpajakan serta dapat merugikan Wajib Pajak.

Remedies in Tax Dispute with judicial review is a right granted by legislation in the field of taxation if the later one is not satisfied with the decision of the Tax Court for a Tax Dispute. The decision of the Appeal Tax Court that taxpayer wins and imposes a duty of 2% interest expense (two percent) to the tax authorities provided for in Article 27A paragraph (1) of Law Number 28 Year 2007 regarding General Provisions and Tax Procedures. Tax authorities may file judicial review remedies, as provided for in Article 27 of Law No. 28 of 2007. But in these Terms of Article 43 paragraph (6) letter b and c of Government Regulation Number 74 Year 2011 Concerning the Implementation of the Rights and Obligations Tax Compliance, which mandates that the Taxpayer Appeals to apply, if the interest expense given to the Appeal Decision has not been filed Revision Petition to the Supreme Court, and Appeal Decision in the case of judicial review petition filed, if the exchange rate ruling granted judicial review upon receipt by the Director General of Taxes of the Supreme Court. when the Government took refuge to the provisions of Article 43 paragraph (6) letter b and c of Government Regulation Number 74 Year 2011 has caused the delay in payment of interest expense in return is a mandate Tax Court's decision, the delay is contrary to the law relating to the decision of legally binding as stated in law No. 14 of 2002 concerning the Tax Court, Article 33 paragraph (1), Article 86, Article 77 paragraph (1) and Article 89 paragraph (2) that the Tax Court decision can be implemented immediately with no need for the competent authority's decision and the Tax Court Decision final decision and have the force of the permanent and judicial review application does not suspend or stop the implementation of the Tax Court Decision. From the description above, that the interest expense charged to the tax authorities against the decision of the Tax Court's mandate that won the Taxpayer Appeals is the first and final decision can lead to multiple interpretations in terms of settlement of tax liabilities and may also cause uncertainty in the application of taxation law and can detrimental to the taxpayer.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30327
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rony Ricardo Parlindungan
"Dalam pelaksanaannya, proses pemungutan pajak oleh Fiskus tidak selamanya berlangsung mulus, adakalanya proses pemungutan tersebut bergejolak sehingga menimbulkan sengketa antara Fiskus dengan Wajib Pajak. Keberadaan dan kedudukan Pengadilan Pajak dalam Undang-undang adalah untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman, melakukan pemeriksaan, dan memutus sengketa pajak bagi Wajib Pajak yang mencari keadilan. Pengadilan Pajak berfungsi sebagai peredam gejolak sekaligus sebagai pengawal proses pemungutan pajak sehingga jumlah penerimaan pajak yang masuk ke kas negara merupakan jumlah yang neto atau jumlah yang bersih dari sengketa. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa Wajib Pajak lebih banyak memenangkan persengketaan pajak di Pengadilan Pajak dibandingkan Fiskus.
Penelitian ini mengkaji tentang penyebab permohonan banding Wajib Pajak dimenangkan di Pengadilan Pajak yang artinya Wajib Pajak memenangkan persengketaan di Pengadilan pajak dan upaya-upaya DJP untuk meminimalisir hal tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan agar DJP meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan dan penelitian keberatannya dengan mengimplementasikan prinsip reward and punishment dimana DJP tidak perlu lagi menggunakan realisasi penerimaan dari hasil pemeriksaan sebagai alat ukur kinerja, DJP melakukan pertemuan rutin secara periodik dengan Pengadilan Pajak sehingga terbentuk kesepahaman yang sama tentang suatu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, DJP langsung menggunakan hasil evaluasi Putusan Pengadilan Pajak untuk merevisi suatu peraturan yang dianggap tidak adil dan membuat peraturan terhadap suatu proses bisnis yang belum diatur, dan DJP melakukan pembahasan dengan Pengadilan pajak untuk menciptakan sinergi mengenai penilaian pembuktian.
In practice, the process of tax collection by the tax authorities do not always go smoothly, sometimes the process of collecting is volatile, giving rise to disputes between tax authorities and taxpayers. The existence and position of the Tax Court in the Law is to implement the judicial authorities, conduct, and decide tax disputes for taxpayers who seek justice. Tax court serves as a dampening volatility as well as the guardian of the tax collection process so that the amount of tax revenue coming into the state treasury is the net amount or the amount exclude the dispute. Based on existing data, more taxpayers wins tax dispute in the Tax Court than the tax authorities.
This research examine the causes of Taxpayers appeals won in Tax Court which means taxpayers won the dispute in Tax Court and DJP efforts to minimize that. This research is a qualitative research with descriptive design.
Result of the research suggest DJP improve the quality of the tax audit or verification result and objection settlement by implementing the rewards and punishment principle where DJP no longer necessity to use actual revenues from the tax audit or verification results as a performance measurement tool, DJP periodically conduct regular meetings with the Tax Court to form a same understanding of tax regulations, DJP immediately tap the evaluation result of Tax Court Decision to revise a regulation that are considered not fair and make new regulation against a business process which not yet regulated, and DJP make a discussion with Tax Court to create synergy about assessment of the evidence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30789
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bohari
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
343.04 BOH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S22944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bohari
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
343.04 BOH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Resty Ronalisco
"Girik sebagai jaminan pada Bank untuk memperbesar kegiatan usaha adalah salah satu pilihan dalam usaha peningkatan modal. Namun pada kenyataannya tidak semua Bank mau menerima tanah mereka yang masih berstatus Girik tersebut sebagai jaminan. Pertimbangan pihak Bank adalah tidak memiliki hak preferensi atas tanah. Oleh karena itu perlunya kajian untuk properti yang masih belum berstatus hak dengan tujuan jaminan kredit yang preferen. Dimana properti yang dijadikan agunan tersebut harus memiliki kualifikasi legalitas yang jelas, haknya dapat dipindah tangankan atau dibebani hak tanggungan. Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah satu penyebab dari minimnya proses pendaftaran hak atas tanah. Hal lain yang menjadi penyebab yakni juga minimnya pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya bukti kepemilikan hak atas tanah. Untuk proses pembuatan sertipikat maka mereka harus memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah yang mereka miliki, akan tetapi pada kenyataannya tanah-tanah yang dimiliki masyarakat pedesaan atau masyarakat adat itu dimiliki secara turun temurun dari nenek moyang mereka, sehingga surat kepemilikan tanah yang mereka miliki sangat minim bahkan ada yang tidak memiliki sama sekali.Untuk tanah yang memiliki surat minim itu biasanya berupa Letter C. Letter C ini diperoleh dari kantor desa dimana tanah itu berada. Letter C ini merupakan tanda bukti berupa catatan yang berada di Kantor Desa atau Kelurahan. Banyak yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan buku Letter C, karena didalam literatur ataupun Perundang-undangan mengenai pertanahan sangat jarang dibahas atau dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya berupa bukti pembayaran pajak saja. Namun demikian, Petuk Pajak Bumi/ Landrente, Girik, Pipil, Kekitir dan Verponding Indonesia ini adalah salah satu alat bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pensertipikatan hak atas tanah ini lah menjadi salah satu penunjang perbaikan investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan percepatan pembangunan sektor riil serta pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah.

The use of Girik, i.e. former land tax registry, as collateral for banking loans to augment business activities should be an eligible option for working capital increase. However, in the field, not all banking institutions are available to accept Girik secured land as collateral. They are of opinion that under such temporary land title deed banks have no preference rights over the secured parcels. In light of that, it is deemed necessary to review properties without permanent ownership titles to be bankable to access banking facilities. These properties to be secured as collateral must have clear legality quality. Their inherent rights must be assignable. They must reserve security rights. Lack of and minimum evidence has been the grave contributing factor for the relatively low land title registration. Another factor concerns inadequate awareness of the land owners about the significance of possessing land title certificates to corroborate the ownership of their lands. To acquire land certificates they must furnish evidence supporting their land ownership. The problem is that the lands owned by villagers or traditional communities are descended from their ancestors. The current owners have lack of land title evidence; even some of them have no any proof. For these inadequately secured lands, the owners just keep the so-called Letter C certificates. This kind of certificate is issued by village office, where the land locates. Letter C certificate confirms that a parcel of land has been registered in Village Office or Kelurahan Office in case of city. Letter C is relatively unfamiliar among many people. It is rarely discussed or prescribed in agrarian literatures or laws. Girik certificate is not proprietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificates of Petuk Pajak Bumi/ Landrente, Girik, Pipil, Kekitir and Verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No. 24 of 1997 concerning Land Registration. Land title certification is a way to bolster investments in order to boost national economic growth and accelerate real sector development on top of micro, small and medium scale enterprise empowerment."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31902
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>