"Fenomena munculnya berbagai aliran Islam lain yang melenceng cendrung menodai dan agama Islam. Munculnya aliran-aliran berbahaya berbasis Islam seperti Al-Qaeda atau ISIS ditengarai sebagai akibat dari konflik timur tengah yang tidak kunjung usai. Tidak hanya itu, Negara-negara yang bukan bagian dari timur tengah juga terkena efek jalur imbas pengaruh aliran tersebut, khususnya aliran yang dianut kelompok ISIS (Kelompok Federasi Iraq dan Syria). Dengan aturan dan hukum agama mereka sendiri, Islam diombak-ambik menjadi agama yang menganut kekhalifahan global dan dan seirama dengan anarkisme. Hal ini sangat berbahaya bagi umat Islam di Indonesia karena minimnya pengetahuan agama masyarakat Indonesia dan kebebasan beragama di negara tersebut. Oleh sebab itu tulisan ini berusaha menguraikan bagaimana ISIS dapat menjadi ancaman dan mempengaruhi umat muslim di Indonesia melalui ideologi yang mereka anut. The phenomenon of the emergence of a variety of other Islamic sects and religions deviated tends to tarnish Islam. The emergence of streams based Islamic dangerous as Al-Qaeda or ISIS suspected as a result of the Middle East conflict is not ended. Not only that, countries that are not part of the middle east are also affected by the influence of flow-induced pathways, especially the flow adopted ISIS group (Group Federation of Iraq and Syria). With the rules and laws of their own religion, Islam became the religion that pushes and embracing global caliphate and in tune with anarchism. It is very dangerous for Muslims in Indonesia because of the lack of knowledge of religious communities in Indonesia and religious freedom in the country. Therefore, this paper tried to describe how ISIS can be a threat and influence of Muslims in Indonesia through the ideology that they profess."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
"Teroris memberikan puzzle baru dalam penggentaran karena sifatnya yang berbeda dengan negara. Teoris penggentaran arus keempat membuat inovasi baru dengan menggunakan tiga pendekatan dan dua cara dalam penggentaran. Tiga pendekatan dalam penggentaran arus keempat adalah pendekatan neoklasik, pendekatan intepretif, dan pendekatan pemecahan. Dua cara dalam penggentaran adalah penangkalan dan hukuman. Kajian literatur ini akan membahas preskripsi yang diberikan oleh teoris penggentaran arus keempat dengan mengelompokannya sesuai dengan pendekatan dan cara. Terrorists puzzle deterrence theorist because their characteristics are different from state's characteristics. Fourth wave deterrence theorist invented new innovation using three approaches and two means in deterrence. The three approaches are neoclassic approach, interpretive approach, and decomposing approach. The two means in deterrence are deterrence by denial and deterrence by punishment. This literature review will elaborate various fourth wave deterrence theorists prescriptions and categorizing it by the approaches and means"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
"Tesis ini membahas tentang efektivitas metode penggalangan terhadap mantan narapidana teroris di Indonesia. Terorisme di Indonesia terbukti masih ada bahkan berkembang dalam bentuk dan kelompok-kelompok baru. Penelitian ini berupaya mengukur efektivitas metode penggalangan yang sudah dilakukan oleh penegak hukum maupun yang dilakukan oleh kalangan lembaga swadaya masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik analisa triangulasi yang membandingkan data dan hasil wawancara dari beberapa narasumber. Responden yang diwawancarai adalah sumber utama yang terlibat langsung baik sebagai subjek maupun objek penggalangan intelijen. Hasil penelitian ini menyarankan adanya upaya terkoordinasi antara aparat negara dalam memberdayakan mantan narapidana kasus terorisme. Selain itu, pendekatan lunak dengan metode RASCLS dinilai efektif dan dianjurkan untuk digunakan. This thesis discusses a method of raising the effectiveness of the intelligence conditioning for ex-convict terrorists in Indonesia. Terrorism in Indonesia has proven to still exist and even thrive in the form of new groups. This research seeks to measure the effectiveness of intelligence conditioning methods that have been carried out by law enforcement as well as those carried out by the nongovernmental organizations. This study is a qualitative study using techniques that compare data triangulation analysis and interviews from several sources. Respondents were interviewed is the main source directly involved either as the subject or object of intelligence conditioning. These results suggest the existence of a coordinated effort between state agencies to empower ex-convict terrorism cases. In addition, the soft approach RASCLS method is considered effective and is recommended for use."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"Makalah ini mencoba mengelaborasi penggunaan elemen-elemen kekuatan nasional untuk memberantas kegiatan terorisme di Indonesia. Pakar strategi perang Sun-Tzu mengatakan bahwa keberhasilan yang paling utama adalah apabila kita dapat mengalahkan musuh kita tanpa berperang sehingga konflik bersenjata yang merenggut nyawa dapat dicegah."
"Banyak pihak memuji keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menjalankan strategi kontra-terorismenya. Keberhasilan ini antara lain ditunjukkan dengan kemampuan densus 88 menangkap para pelaku, anggota serta pendukungnya. Keberhasilan ini didukung pula dengan kemampuan intelejen nasional dalam mengumpulkan informasi. Walaupun begitu pemerintah harus melakukan strategi yang lebih komprehensif, tidak hanya menggunakan pendekatan secara 'hard' namun juga 'soft'. Strategi ini harus dibuat secara terpadu dan menyeluruh, mulai dari upaya preventif, penangkapan, rehabilitasi sampai pada program pengawasan."
"This research is about the antiterrorism cooperation between the National Agency for Counterterrorism (BNPT) and civil society with case study of Muhammadiyah disengagement in the signing of the MoU between BNPT and Islamic organizations in 2011."
"Dalam operasi penangkapan di Palembang, polisi menemukan puluhan bom yang siap diiledakkan, amunisi dan bahan pembuat bom. Para tersangka umumnya masih sangat muda dan mempunyai profesi beragam, mulai pegawai negeri, mahasiswa, buruh. Teroris ternyata sudah demikian mudah masuk ke wilayah-wilayah di Sumatera Selatan, seperti OKI. Islam tidak mengajarkan terror. Indonesia adalah medan damai bukan medan perang, jika ingin perang maka seharusnya masuk medan perang yang sesungguhnya di Afganishtan ataupun Irak. Indonesia kini telah menjadi korban terorisme…. "
"DI era globalisasi seperti era ini , terorisme semakin terinternasionalisasi. Tidak cukup satu lembaga pemerintah untuk mampu menangani terorisme sendirian. Skla ancaman terorisme sering memerlukan keputusan di tingkat cabinet. Hal tersebut menuntut adanya struktur pengambilan keptusan strategis. Artikel ini mengulas sturuktur sewan kemanana Nasional di empat Negara yaitu : Malysia, Singapura, Australia dan Amerika serikat ; sebagai referensi dalam pembentukan struktur koordinasi penanganan terorisme di Indonesia , walaupun tanpa keberadaan UU Keamanan Nasional dan Revisi UU tentang Pemberantasan Terorisme. "
"Serangan terorisme ke AS pada 11 September 2001 telah menandai perkembangan baru gerakan terorisme, yang membawa implikasi terhadap perspektif keamanan globa} dan kawasan. Dalam rangka merespons aksi-aksi terorisme yang sungguh-sungguh telah mengancam eksistensi negaranya, serta stabilitas dan keamanan dunia dewasa ini, pemerintah AS telah mengintroduksi kebijakan luar negeri dan militer baru di atas prinsip zero-sum game. Dalam konteks ini, Indonesia di tengah-tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan dan ancaman instabilitas keamanan dalam negeri, menghadapi dilema yang sulit antara harus memenuhi tekanan AS dan koalisi global melawan terorisme dan memperhatikan tuntutan kekuatan-kekuatan politik domestik. Sebagai sebuah masalah yang kontroversial, terorisme semakin membuat nyata paradigma "baru" keamanan internasional pasca Perang Dingin, yang kini tidak lagi terfokus pada isu-isu tradisional berupa ancaman militer dari sebuah negara, tetapi pada isu-isu non-tradisional yang datang dari para pelaku non-negara. "