Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 302 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Muhammad Prakoso
"Mukopolisakaridosis IVA (MPS IVA; Sindrom Morquio A) merupakan penyakit metabolik yang diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit MPS IVA terjadi akibat defisiensi enzim N-acetylgalactosamine-6-sulfatase (GALNS) yang menyebabkan senyawa keratan sulfat (KS) dan kondroitin-6-sulfat (K6S) tidak terdegradasi dan terakumulasi di dalam lisosom. Defisiensi enzim GALNS terjadi karena varian patogenik pada gen galactosamine (N-Acetyl)-6-sulfatase (GALNS) yang terletak di lokus 16q24.3. Jenis varian yang ditemukan pada penelitian sebelumnya meliputi single nucleotide variation (SNV) dan varian frameshift. Namun sampai saat ini belum ada penelitian analisis varian yang telah dilakukan pada pasien MPS IVA di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik ekson 1--7 gen GALNS pada pasien MPS IVA di Indonesia. Penelitian dilakukan menggunakan empat pasien MPS IVA dan 50 individu normal sebagai kontrol. Daerah ekson 1--7 gen GALNS dari seluruh sampel yang telah diamplifikasi menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) lalu disekuensing menggunakan teknik automated fluorescence DNA sequencing. Berdasarkan hasil analisis sekuensing DNA, variasi genetik ekson 1--7 gen GALNS pada populasi Indonesia berhasil diidentifikasi. Sebanyak 11 varian intronik, yaitu yaitu c.121 – 139G>A, c.244 + 86G>A, c.566 + 5T>C, IVS5 + 134G>A, c.633 + 85C>T, c.633 + 91T>C, c.633 + 125A>G, c.633 + 138C>A, c.634 – 20C>T, c.634 – 19G>A, dan c.634 – 130T>C berhasil diidentifikasi. Sementara itu, sebanyak empat varian eksonik berhasil ditemukan, yaitu c.503G>T (p.(Gly168Val)), c.510C>T (p.Tyr170=), c.751C>T (p.Arg251*), dan c.708C>T (p.His236=).

Mucopolysaccharidosis IVA (MPS IVA) or Morquio A Syndrome, is a lysosomal storage disorder caused by the deficiency of N-acetylgalactosamine-6-sulfatase (GALNS) enzyme, resulting in accumulation of keratan sulfate (KS) and chondroitin-6-sulfate (C6S) in the lysosome and leads to tissue or organ damage. The enzyme deficiency occurs due to mutations in the galactosamine (N-Acetyl)-6-sulfatase (GALNS) gene located at locus 16q24.3. Variants identified by previous studies consisted of single nucleotide variation (SNV) and frameshift. This study aims to identify the genetic variation of exon 1--7 of GALNS gene in MPS IVA patients in Indonesia. The study was conducted using previously diagnosed MPS IVA patients and 50 normal individuals as controls. Based on the results of DNA sequencing analysis, genetic variations of exon 1--7 of GALNS gene in MPS IVA patients in Indonesian population have been identified. A total of 11 intronic variants, namely c.121 – 139G>A, c.244 + 86G>A, c.566 + 5T>C, IVS5 + 134G>A, c.633 + 84C>T, c.633 + 91T>C, c.633 + 125A>G, c.633 + 138C>A, c.634 – 20C>T, c.634 – 19G>A, and c.634 – 130T>C. Four exonic variants were also found, namely c.503G>T (p.(Gly168Val)), c.510C>T (p.Tyr170=), c.751C>T (p.Arg251*), and c.708C>T (p.His236=)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Deasi Wulandari
"Ikan badut merupakan salah satu jenis dari ikan hias laut yang menjadi primadona di pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini mempengaruhi ketersediaan ikan badut di alam sehingga perlu ditunjang dengan usaha budidaya. Pendekatan secara molekuler sebagai penunjang pendekatan secara morfologi dibutuhkan untuk mendapatkan induk dan benih yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies ikan badut menggunakan teknik DNA barcode dengan gen penanda 16S rRNA dan merekonstruksi pohon filogenetik molekuler ikan badut. Hasil amplifikasi PCR menghasilkan fragmen DNA berukuran 600 panjang basa (pb). Hasil analisa jarak genetik menunjukkan nilai antara 0,00-0,07. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik membentuk pohon kekerabatan dengan 7 kluster utama. Hasil penelitian berupa informasi genetik dan hubungan kekerabatan molekuler dari tiap sampel ikan badut dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk upaya pengelolaan, pemuliaan, dan konservasi lebih lanjut.

Clownfish is one type of marine ornamental fish that is excellent in the market both domestically and abroad. This affects the availability of clownfish in nature so that it needs to be supported by cultivation efforts. A molecular approach to support the morphological approach is needed to get quality broodstock and seeds. This study aims to identify clownfish species using DNA barcode techniques with 16S rRNA marker genes and reconstruct the clownfish's molecular phylogenetic tree. The results of PCR amplification produced DNA fragments measuring 600 base pair (bp). The results of genetic distance analysis showed a value between 0.00-0.07. The results of the reconstruction of phylogenetic trees formed a family tree with 7 main clusters. The results of the research in the form of genetic information and molecular relationships from each clownfish sample can be used as a basic reference for further management, breeding, and conservation efforts."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Charlotte Verina
"Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus (Jacq.) Kumm 1871) diketahui mengandung senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Salah satunya adalah senyawa beta glukan (β-glukan) yang memiliki kemampuan imunomodulator dengan meningkatkan jumlah sel natural killer dan mendukung perkembangan respons imun. Senyawa β-glukan dikode oleh gen FKS, yaitu gen spesifik pada kompleks β-1,3-glukan sintase. Gen FKS terekspresi di fase miselia, primordia, bakal tubuh buah, dan tubuh buah dewasa P. ostreatus dan paling tinggi pada fase tubuh buah dewasa. Studi mengenai desain primer, isolasi, dan optimasi primer untuk amplifikasi gen FKS dari P. ostreatus yang dibudidayakan di Indonesia belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mendesain dua pasang primer (FKS-A dan FKS-B) secara in silico, mengisolasi gen FKS dari tubuh buah P. ostreatus, dan optimasi primer untuk amplifikasi gen FKS. Penelitian diawali dengan desain primer yang dibantu oleh NCBI PrimerBlast dan Primer3Plus, kemudian DNA diisolasi dari tubuh buah P. osteatus. Konsentrasi dan kemurnian isolat DNA diukur menggunakan spektrofotometer. Gen target diamplifikasi dengan teknik PCR yang kemudian divisualisasikan dengan elektroforesis gel agarosa. Isolat DNA dari tubuh buah P. ostreatus memiliki konsentrasi senilai 2,803—22,616 ng/μL dengan rerata 14,819 ng/μL dan kemurnian di rentang 1,815—2,083. Pasangan primer FKS-A dan primer FKS-B berhasil mengamplifikasi dan menghasilkan amplikon berukuran 100—200 bp dan 300—400 bp yang diduga sebagai gen FKS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa desain primer, isolasi dan optimasi primer untuk amplifikasi yang diduga sebagai gen FKS dari P. ostreatus berhasil dilakukan.

White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus (Jacq.) Kumm) is known to contain bioactive compounds that are beneficial to health. One of them is the beta glucan compound (β-glucan) which has immunomodulatory abilities by increasing the number of natural killer cells and supporting the development of the immune response. β-glucan compounds are encoded by the FKS gene, which is a specific gene in the β-1,3-glucan synthase complex. The FKS gene is expressed in the mycelia, primordia, young fruiting body, and mature fruiting body phases of P. ostreatus and is highest in the mature fruiting body phase. Studies on primer design, isolation, and primer optimization for FKS gene amplification of P. ostreatus cultivated in Indonesia have never been conducted. Therefore, this study was conducted to design two pairs of primers (FKS-A and FKS-B) in silico, isolate the FKS gene from the fruiting body of P. ostreatus, and optimize the primers for the amplification of the FKS gene. The research began with a primer design assisted by NCBI PrimerBlast and Primer3Plus, then DNA was isolated from the fruit body of P. osteatus. The concentration and purity of DNA isolates were measured using a spectrophotometer. The target gene was amplified by PCR technique which was then visualized by agarose gel electrophoresis. DNA isolates from the fruit body of P. ostreatus had concentrations of 2,803—22,616 ng/μL with an average of 14,819 ng/μL and purity in the range of 1,815—2,083 with an average of 1,978. Primer pairs of FKS-A and FKS-B successfully amplified and produced amplicons measuring 100-200 bp and 300-400 bp which are suspected to be FKS genes. The results showed that the primer design, isolation and primer optimization for the amplification of the suspected FKS gene from P. ostreatus were successfully carried out."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Reinata
"Jamur tiram putih atau Pleurotus ostreatus merupakan salah satu jamur tiram konsumsi dengan kandungan senyawa bioaktif, salah satunya adalah α-glukan yang berpotensi sebagai imunomodulator. Gen yang mengkode pembentukan α-glukan pada P. Ostreatus adalah gen α-glucan synthase (AGS1). Konstruksi primer, isolasi, dan optimasi primer untuk amplifikasi gen AGS1 dari P. ostreatus yang dibudidaya di Indonesia belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengamplifikasi gen AGS1 menggunakan dua pasang primer yang dikonstruksi secara in silico, mengisolasi DNA dari P. ostreatus, dan optimasi suhu annealing menggunakan dua pasang primer (AGS1-1 dan AGS1-2). Penelitian ini diawali dengan konstruksi primer gen AGS1 yang dilakukan dengan bantuan laman NCBI Primer-BLAST, Primer3Plus, dan FastPCR. Isolasi DNA dilakukan dari tubuh buah P. ostreatus menggunakan kit, kemudian konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi diukur dengan spektrofotometer. Tahapan amplifikasi gen target dilakukan dengan teknik PCR, lalu amplifikasi PCR divisualisasikan dengan elektroforesis gel agarosa dan dilakukan analisis data. Isolat DNA dari tubuh buah P. ostreatus memiliki konsentrasi sebesar 4,561—23,539 ng/μL dengan kemurnian 1,778—2,226. Pasangan primer AGS1-1 dan AGS1-2 berhasil mengamplifikasi dan menghasilkan amplikon berukuran 700—800 pb dan 600—700 pb pada suhu annealing 57 oC yang diduga sebagai gen AGS1.

White oyster mushroom or Pleurotus ostreatus is an edible mushroom containing bioactive compounds, one of which is alpha glucan which has potential as an immunomodulator. One of the genes that encodes the formation of alpha glucan is the α-Glucan Synthase (AGS1). Currently, there has been no primer construction, isolation, and primer optimization in the amplification of the AGS1 gene from P. ostreatus cultivated in Indonesia. Therfore, this study aims to amplify the AGS1 gene using two pairs of primers constructed in silico, isolate DNA from P. ostreatus, and optimize the annealing temperature using two pairs of primers (AGS1-1 dan AGS1-2). This research began with the construction of AGS1 gene primers with the help of NCBI Primer-BLAST, Primer3Plus, and FastPCR. DNA isolation from the fuiting body of P. ostreatus was done using a kit, then the concentration and purity of the isolation results were measured with a spectrophotometer. The amplification of the target gene was carried out by PCR technique, then the PCR amplification results were visualized by agarose gel electrophoresis and data analysis was performed. The concentration of DNA isolates from P. ostreatus fruiting bodies amounted to 4,561—23,539 ng/μL with a purity of 1,778—2,226. Primer pairs AGS1-1 and AGS1-2 successfully amplified and produced amplicons with a range of 700—800 bp dan 600—700 bp at annealing temperature of 57 oC, which is suspected to be AGS1 gene."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giampapa, Vincent C
Nirt Bergen: Basic Helath Publication. INC, 2003
613 GIA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalina Fajriani
"Hubungan infeksi fungi pada penderita asma ditemukan pada sekitar satu per tiga kasus asma. Spesies yang paling umum menyerang saluran pernapasan adalah Aspergillus fumigatus, diikuti oleh A. flavus, A. niger, dan A. terreus. Metode identifikasi yang dapat dilakukan adalah identifikasi molekuler, namun, standar identifikasi fungi pada sampel klinis belum ditetapkan. Gen calmodulin (CaM) direkomendasikan sebagai barcode untuk identifikasi fungi pada genus Aspergillus karena kemampuan membedakan antarspesies yang tinggi. Pada penelitian ini, kemampuan CaM sebagai DNA barcode Aspergillus spp. dan kandidat diagnosis molekuler aspergillosis dianalisis dengan melakukan identifikasi spesies dan analisis variasi sekuens CaM pada isolat klinis asma. Metode yang dilakukan adalah kultur isolat menggunakan sabouraud dextrose agar (SDA) dan sabouraud dextrose broth (SDB), ekstraksi DNA menggunakan phenol chloroform isoamyl alcohol (PCI), amplifikasi CaM, visualisasi menggunakan elektroforesis, sekuensing, dan analisis sekuens. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CaM dapat mengidentifikasi 13 isolat. Gen CaM juga berhasil membedakan A. niger dan A. welwitschiae yang memiliki kemiripan genetik tinggi. Multiple alignment dari sekuens isolat menunjukkan variasi yang tinggi dengan persentase kemiripan antarspesies Aspergillus sebesar 55—65,5% dan 79,2—86,4% khusus untuk kemiripan antarspesies kelompok Nigri. Tingkat diskriminasi CaM pada genus Aspergillus juga mendukung potensi sebagai kandidat diagnosis molekuler fungal asthma atau aspergillosis secara umum.

Fungal infection on asthmatic patients is found about one third of asthma cases. The main species infecting respiratory organs is Aspergillus fumigatus, followed by A. flavus, A. niger, and A. terreus. Fungal on clinical isolate can be identified through molecular identification, however, there is no standardized method. Calmodulin gene (CaM) is a barcode recommended for Aspergillus identification because of its ability to differentiate between species. In this research, CaM ability as DNA barcode and candidate for aspergillosis molecular diagnosis is analyzed through species identification and CaM sequence variation analysis on clinical isolate derived from asthmatic patients. The procedures include isolate culture using sabouraud dextrose agar (SDA) and broth (SDB), DNA extraction using phenol chloroform isoamyl alcohol (PCI), CaM amplification, visualization using electrophoresis, sequencing, and sequence analysis. Results show that CaM is able to identify all of 13 isolates. CaM is also able to differentiate A. niger and A welwitschiae that have high genetic similarity. Multiple alignment of isolate sequence shows high variation with interspecies similarity of 55—65,5% and 79,2—86,4% for interspecies similarity of Nigri section. Discriminate level of CaM on the genus Aspergillus also promotes the potential as a candidate for molecular diagnosis of fungal asthma or aspergillosis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Identifikasi nyamuk sebagai vektor penyakit bagi manusia
dengan pendekatan morfologi memiliki banyak keterbatasan karena karakteristik nyamuk yang susah dibedakan hingga tingkat spesies. Pendekatan molekuler dengan gen mitokondria sitokrom c oksidase subunit 1 (mtCOI) sebagai penanda molekuler (DNA barcode) diketahui memiliki potensi untuk dijadikan sistem identifikasi universal. Penelitian bertujuan mengembangkan penggunaan gen mtCOI sebagai DNA barcode untuk identifikasi spesies nyamuk. Penelitian dilakukan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, selama sembilan bulan. Gen mtCOI diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer LCO 1490 dan HCO 2198. Sejumlah 16 sekuen barcode gen mtCOI nyamuk sepanjang 648 pb diperoleh dengan teknik sequencing. Hasil BOLD-IDS dan BLASTn menunjukkan tingkat kemiripan sampel sebesar 97--100% dengan database. Analisis filogenetik menunjukkan setiap spesies dapat membentuk cluster dengan spesies kerabatnya. Rata-rata perbedaan sekuen interspesifik lebih tinggi 9 kali dibandingkan rata-rata variasi sekuen intraspesifiknya, mengindikasikan keunggulan gen mtCOI sebagai DNA barcode. Hasil penelitian berhasil menyumbangkan 4 pustaka DNA barcode spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. Kochi, An. sundaicus, An. subpictus, dan
iv
An. maculatus. Penambahan jumlah sampel yang lebih banyak, terutama untuk anggota genus Anopheles diperlukan untuk menguji efektifitas dan validasi gen mtCOI sebagai DNA barcode universal."
Universitas Indonesia, 2008
S31520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Agung Pratama
"Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. WHO memperkirakan lebih dari sepertiga populasi di dunia terinfeksi oleh kuman ini dengan angka kematian mencapai 1.3 juta orang per tahunnya. Usaha pencegahan terhadap TB sangat penting, salah satunya melalui penggunaan vaksin. Vaksin BCG adalah satu satunya vaksin TB yang ada dan digunakan saat ini, walaupun demikian vaksin ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya daya proteksi yang berbeda pada setiap individu, tidak memberikan perlindungan dari infeksi TB paru serta perlindungan dari reaktivasi infeksi TB laten. Hal ini mendorong dikembangkannya alternatif vaksin selain vaksin BCG. Protein RpfD M. tuberculosis merupakan protein berukuran 16 kDa yang diekspresikan pada tahapan resusitasi dan terbukti bersifat imunogenik serta telah banyak dikembangkan sebagai antigen TB untuk tujuan vaksin maupun diagnostik. Penelitian ini mengkaji mengenai respon imunitas humoral yang diberikan oleh plasmid rekombinan pcDNA3.1-rpfD menitik beratkan pada sub-kelas imunoglobulin-G (IgG) pada hewan coba mencit Balb/C melalui pendekatan metode serologi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa sub-kelas IgG2a merupakan respon IgG tertinggi yang berhasil diinduksi oleh pcDNA3.1-rpfD yang mengindikasikan adanya potensi proteksi terhadap infeksi M.tuberculosis.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. WHO predicts more than one-third of the worlds population is infected by this bacteria with mortality rate of 1.3 million per year. Therefore, prevention of tuberculosis is very important, one of which is through the use of vaccines. Now, the BCG vaccine is the only TB vaccine available and used, but the vaccine has disadvantages like doesnt provide pretection from pulmonary TB infection in adults as well as protection from reactivation of latent TB infection which encourages the development of TB vaccine alternative to BCG. The RpfD M. tuberculosis protein is a 16 kDa protein expressed at the resuscitation stage and immunogenic so it has been widely developed as a TB antigen for vaccine and diagnostic purposes. This study examines the humoral immune response induced by recombinant plasmid pcDNA3.1-rpfD (plasmid pcDNA3.1 that carries rpfD gene from M. tuberculosis Beijing strain, Aprilia, 2017), Immunoglobulin-G (IgG) subclasses were detected by serological method. The results of this study indicate that the IgG2a sub-class is the highest IgG response successfully induced by pcDNA3.1-rpfD which indicates the potential for protection against M. tuberculosis infection."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aden Dhana Rizkita
"Penelitian ini ingin membuktikan terjadinya kesinergisan pembentukan DNA Adduct secara in-vivo pada urin dan plasma tikus yang diberi paparan Nonil fenol (NP) dan Tembaga (Cu) ditandai dengan terbentuknya 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHdG) sebagai produk awal terjadinya kerusakan DNA dan juga secara in-vitro melalui reaksi Fenton dengan mereaksikan 2deoxyguanosine (dG) dengan NP dan Cu dengan bantuan H2O2 pada suhu 37˚C dan variasi waktu inkubasi 7 jam dan 24 jam. Treatment hewan dilakukan selama 21 hari untuk mendapatkan kumpulan plasma dan urin. Plasma tikus dianalisis menggunakan kit ELISA sedangkan urin tikus dan hasil invitro dianalisa menggunakan HPLC untuk mengetahui konsentrasi 8-OHdG yang terbentuk. Dari hasil penelitian, baik in vivo dan in vitro sama sama ditemukan pembentukan 8-OHdG. Pada sampel urin terdapat kesinergisan 8-OHdG yang terbentuk sejak pertama kali paparan sampai akhir paparan ditandai dengan meningkatknya konsentrasi 8-OHdG pada kombinasi paparan NP dan Cu sebesar 331,93 ppb dibanding dengan paparan NP saja sebesar 282,70 ppb. Hasil yang sama di temukan pada uji in vitro dengan variasi waktu inkubasi kelompok reaksi tanpa menggunakan Cu konsentrasi 8-OHdG nya lebih rendah dari kelompok paparan yang menggunakan Cu yakni masing-masing sebesar 867,52 ppb dan 926,97 ppb. Pada plasma tidak ditemukan efek sinergis antara NP dan Cu pada pembentukan 8-OHdG dikarenakan pada saat pemisahan plasma dari darah, terjadi lisis darah sehingga kurang optimal dalam analisa.

This study wanted to prove the synergy of the formation of DNA adduct in-vivo in the urine and plasma of rats given exposure to Nonyl phenol (NP) and Copper (Cu) marked by the formation of 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHdG) as the initial product DNA damage and also in vitro through the Fenton reaction by reacting 2 deoxyguanosine with NP and Cu with the help of H2O2 at 37C and varying incubation times 7 hours and 24 hours. Animal treatment is carried out for 21 days to get a collection of plasma and urine. Plasma, urine, and in vitro results were then analyzed using ELISA kits and HPLC to determine the concentration of 8-OHdG formed. From the results of the study, both in vivo and in vitro were found to form 8-OHdG. In the urine sample there is a synergy of 8-OHdG that is formed from the first exposure to the end of the exposure marked by an increase in the concentration of 8-OHdG in a combination of NP and Cu exposure of 331,93 ppb compared to NP exposure alone of 282,70 ppb. The same results were found in the in vitro test with the incubation time variation of the reaction group without using Cu the concentration of 8-OHdG was lower than the exposure group using Cu which were 867,52 ppb and 926,97 ppb, respectively. In the plasma there is no synergistic effect between NP and Cu in the formation of 8-OHdG because during the separation of plasma from the blood, blood lysis occurs so that it is less than optimal in the analysis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T54794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Humaida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik lima spesies ikan cupang menggunakan DNA mitokondria 16S rRNA sebagai DNA target. Amplifikasi daerah 16S rRNA dilakukan menggunakan primer 16S rRNA forward dan 16S rRNA reverse. Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan bahwa daerah 16S rRNA lima spesies ikan cupang berukuran 500?600 bp. Berdasarkan hasil alignment sekuens sampel, menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik dari kelima spesies ikan cupang. Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining (NJ), menunjukan kekerabatan lima spesies ikan cupang. Betta unimaculata, Betta pallifina, dan Betta strohi yang merupakan spesies dari Kalimantan berkerabat dekat dibandingkan dengan Betta bellica dan Betta imbellis yang berasal dari Sumatera. Kekerabatan spesies ikan cupang yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera cukup jauh, yaitu ditunjukkan dengan perbedaan percabangan dalam pohon filogenetik.

This study aims to determine the genetic variation of five species Betta fish using mitochondrial DNA 16S rRNA as the DNA target. The primer set of 16S rRNA forward and 16S rRNA reverse were used to amplify the 16S rRNA region. Gel electrophoresis result showed that the size of 16S rRNA of those Betta fish were 500?600 base pair. Based on sequence alignment result that showed genetic diversity of five spesies Betta fish. Phylogenetic analysis by Neighbor Joining (NJ) method showed a genetic relationship or kinship of five spesies Betta fish. Betta unimaculata, Betta pallifina, and Betta strohi from Kalimantan are related more closely compared to Betta imbellis and Betta bellica from Sumatera. Kinship of Betta fish from Kalimantan is far enough with Betta fish from Sumatera, that indicated by the difference in the cluster of phylogenetic tree.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library