Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Apriliani
"Self-esteem adalah evaluasi individu terhadap dirinya yang penting untuk dirinya perhatian, terutama bagi dewasa muda yang mulai memiliki banyak tanggung jawab menjawab. Penelitian ini ingin menguji apakah ada hubungan antar keterampilan manajemen waktu dan harga diri dalam kelompok dewasa muda. Peserta yang terlibat dan data yang dapat digunakan dalam penelitian ini berjumlah 312 peserta, terdiri dari 141 perempuan dan 171 laki-laki dengan kriteria pendidikan terkini minimal D3 / Akademi yang telah bekerja minimal 6 bulan di tempat kerja saat ini. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa keterampilan manajemen waktu dengan harga diri berkorelasi signifikan. Pada masing-masing dimensi harga diri juga menunjukkan bahwa keterampilan manajemen waktu berkorelasi signifikan dengan dimensi kinerja, sosial, dan penampilan. Hasil koefisien korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi keterampilan manajemen waktu, itu akan diikuti oleh harga diri yang tinggi pula, begitu pula untuk masing-masing dimensi, di mana dimensi penampilan berkontribusi paling besar harga diri tinggi. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa jika individu memiliki keterampilan manajemen waktu yang tinggi, maka akan diikuti oleh harga diri
yang juga tinggi, terutama pada dimensi tampilan.

Self-esteem is an individual's evaluation of himself which is important for his attention, especially for young adults who begin to have a lot of responsibility to answer. This study wanted to examine whether there is a relationship between time management skills and self-esteem in young adult groups. Participants involved and the data that can be used in this study amounted to 312 participants, consisting of 141 women and 171 men with the latest education criteria of at least D3 / Academy who have worked for at least 6 months in the current workplace. Based on the results of statistical analysis, it shows that time management skills and self-esteem have a significant correlation. In each of the dimensions of self-esteem also shows that time management skills have a significant correlation with the dimensions of performance, social, and appearance. The results of the positive correlation coefficient indicate that the higher the time management skills, it will be followed by high self-esteem as well, as well as for each dimension, where the appearance dimension contributes the most high self-esteem. Thus, it can be seen that if individuals have high time management skills, self-esteem will follow
which is also high, especially in the dimensions of the display.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Theodora Tara
"Keterhubungan sosial merupakan cara pandang seseorang akan hubungan interpersonal dan kedekatannya dengan orang lain. Perilaku prososial merupakan perilaku sukarela yang ditujukan untuk  menguntungkan orang lain dan dimotivasi oleh berbagai alasan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, keterhubungan sosial menjadi salah satu variabel mediasi yang memengaruhi seseorang untuk berperilaku secara prososial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keterhubungan sosial dan perilaku prososial pada dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini diikuti oleh 279 partisipan dewasa muda yang memiliki rentang umur 18 sampai 29 tahun dan berdomisili di Indonesia. Keterhubungan sosial (social connectedness) diukur menggunakan Social Connectedness Scale-Revised dan perilaku prososial diukur menggunakan Prosocial Scale for Adults. Hasil teknik korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keterhubungan sosial dan perilaku prososial (r(247) = 0,456, p < 0.01).

Social connectedness is a person's perspective on interpersonal relationships and their closeness to other people. Prosocial behavior is voluntary behavior(s) that is intended to benefit others and is motivated by various reasons. Based on previous research, social connectedness is one of the mediating variables that influence a person to behave prosocially. Therefore, this study aims to examine the relationship between social connectedness and prosocial behavior among young adults in Indonesia. This study was attended by 279 young adult participants who have an age range of 18 to 29 years and lives in Indonesia. Social connectedness was measured using the Social Connectedness Scale-Revised and prosocial behavior was measured using the Prosocial Scale for Adults. The Spearman correlation technique showed that there is a positive and significant relationship between social connectedness and prosocial behavior (r(247) = 0.456, p <0.01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afini Mutiara Aulia
"Dewasa muda dituntut untuk mampu beradaptasi pada berbagai perubahan dalam hidupnya sehingga fleksibilitas kognitif penting untuk mereka miliki. Tujuan penelitian ini adalah melihat apakah efikasi diri kreatif dapat menjadi prediktor bagi fleksibilitas kognitif pada dewasa muda. Efikasi diri kreatif diukur instrumen yang dikembangkan oleh Tierney dan Farmer (2002) sedangkan fleksibilitas kognitif diukur dengan Cognitive Flexibility Inventory (CFI) oleh Dennis dan Vander Wal (2010). Total partisipan penelitian ini adalah 226 orang yang merupakan dewasa muda berusia 18-25 tahun. Hasil penelitian yang pertama menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara efikasi diri kreatif dan fleksibilitas kognitif. Kedua, efikasi diri kreatif paling mampu memprediksi dimensi alternatif dari fleksibilitas kognitif. Effect size pada temuan pertama termasuk ke dalam large effect dan yang kedua medium effect. Hasil penelitian ini menambah wawasan mengenai topik fleksibilitas berpikir pada dewasa muda dan dapat menjadi bahan pertimbangan pengembangan intervensi peningkatan fleksibilitas kognitif dan efikasi diri kreatif pada orang dewasa muda berusia 18-25 tahun.

Emerging adults are urged to be able to adapt to the various changes in their lives so it is important for them to have cognitive flexibility. This research was conducted to investigate the potentiality of creative self-efficacy as a predictor to cognitive flexibility among emerging adults. Creative self-efficacy is assessed with a measurement invented by Tierney and Farmer (2002) and cognitive flexibility is measured by Cognitive Flexibility Inventory (CFI) developed by Dennis and Vander Wal (2010). The total data we analyzed came from 226 Indonesian emerging adults ranging from age 18-25. This study revealed two important results. First, there is a positive and significant relationship between creative self-efficacy and cognitive flexibility among emerging adults. Second, creative self-efficacy predicts the “alternatives” dimension of cognitive flexibility better. The effect size we found in the first result can be categorized as large effect while the second one is medium effect. The results of this research could become a contribution in cognitive flexibility literature and a suggestion for the authority to improve emerging adults’ creative self-efficacy in order to raise their cognitive flexibility respectively."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emir Haryono Adjie
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkait hubungan antara gaya pengasuhan orang tua yang dipersepsikan oleh dewasa muda dan sikap terhadap perdamaian. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu oleh Canegallo, dkk. (2020). Gaya pengasuhan mengacu pada tipologi Baumrind (1971) yaitu authoritative, authoritarian, dan permissive dan diukur menggunakan Parental Authority Questionnaire (PAQ). Sementara itu, sikap terhadap perdamaian diukur menggunakan Peace Attitude Scale (PAS). Partisipan dari penelitian ini terdiri dari 140 dewasa muda pada rentang usia 17-40 tahun dan merupakan warga negara Indonesia. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa gaya pengasuhan authoritative memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan sikap terhadap perdamaian. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian dan permissive dengan sikap terhadap perdamaian. Gaya pengasuhan authoritative juga ditemukan berkorelasi secara signifikan dan positif dengan beberapa faktor sikap terhadap perdamaian yaitu sociopolitical, personal well-being, ease with diversity, dan caring. Dengan demikian, semakin authoritative gaya pengasuhan orang tua maka semakin positif sikap terhadap perdamaian dewasa muda, utamanya pada faktor sociopolitical, personal well-being, ease with diversity, dan caring.

This study aims to provide an overview of the relationship between parenting styles perceived by young adults and attitudes towards peace. This study is a replication one of Canegallo, et al. (2020). Parenting style refers to Baumrind's (1971) typology: authoritative, authoritarian, and permissive, measured by Parental Authority Questionnaire (PAQ). Meanwhile, attitudes towards peace were measured using the Peace Attitude Scale (PAS). The participants of this study were 140 Indonesian citizens young adults, between 17-40 years old. Pearson correlation test results showed that authoritative parenting style had a significant and positive relationship with attitudes towards peace. There were no significant relationships between authoritarian and permissive parenting styles with attitudes towards peace. Moreover, authoritative parenting style correlatedsignificantly and positively with most dimensions of attitude towards peace, specifically: sociopolitical, personal well-being, ease with diversity, and caring. To sum up, the more perceived authoritative parenting style, the more positive the attitude towards peace among young adults, especially on the dimensions of sociopolitical, personal well- being, ease with diversity, and caring."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisya Salsabila
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pemahaman mengenai persetujuan seksual pada laki-laki dan perempuan dewasa muda Indonesia menggunakan metode penelitian kualitatif. Partisipan merupakan dewasa muda berusia 18 – 40 tahun yang pernah atau sedang menjalin hubungan romantis/seksual, serta pernah mendapat pendidikan seksual secara formal/informal. Enam partisipan yang terdiri dari tiga laki-laki dan tiga perempuan diwawancara, kemudian hasilnya dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menemukan bahwa perjalanan memproses dan memahami persetujuan seksual dipengaruhi oleh beberapa hal: minimnya pendidikan seksual formal yang didapat ketika sekolah, sulitnya membuka pembicaraan mengenai seksualitas dengan orang tua, kesadaran diri setelah terpapar pengetahuan seksual yang bersumber dari internet, serta pengalaman yang didapat dari menjalin hubungan romantis atau seksual.

The study aims to observe how young Indonesian male and female adults comprehend sexual consent using qualitative research methods. Participants are young adults between 18 – 40 years old who have been or are in a romantic/sexual relationship and have received formal or informal sexual education. Six participants consisting of three men and women were interviewed, and the results were analyzed using thematic analysis. The results of the study found that the journey of processing and understanding the concept of sexual consent was influenced by several things: the lack of formal sexual education obtained at school, the difficulty of talking about sexuality with parents, self-awareness after being exposed to sexual knowledge from the internet, and their romantic or sexual relationship history."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisya Humaira
"Dengan perkembangan teknologi, semakin meluasnya kesempatan dan sarana untuk melakukan perselingkuhan, salah satunya dengan dimediasi oleh internet. Namun sejauh ini lebih banyak penelitian yang membahas fenomena perselingkuhan dan perselingkuhan online secara terpisah, meskipun perselingkuhan online membahas bahayanya bila terjadi perselingkuhan di dunia nyata. Dalam penelitian ini yang menggunakan metode k, menemukan adanya dinamika perselingkuhan dan peran internet dalam memfasilitasi perilaku selingkuh (seperti selingkuh online yang dapat berlanjut ke dunia nyata, selingkuh di dunia nyata lalu berlanjut ke online, dan selingkuh online dengan orang yang sudah dikenal di dunia nyata). Selain itu, penelitian ini juga membahas bagaimana pelaku perselingkuhan laki-laki dan perempuan dalam mendefinisikan perilaku selingkuh, pandangan akan komitmen cinta ideal dalam hubungan romantis dan hubungannya dengan perilaku selingkuh yang dilakukan, serta persepsi akan kepuasan hubungan.

With the development of technology, the opportunities and means for having an affair have expanded, one of which is mediated by the internet. However, so far research discussed the phenomenon of infidelity and online infidelity separately, although it is mentioned the dangers of having an online infidelity that can lead into an affair it the “real world”. In this research using qualitative methods, we found the dynamics of infidelity and the role of the internet in facilitating infidelity behavior (such as online infidelity which can continue in the real world, infidelity in the real world then continue online, and online infidelity with people who are already known in the real world). In addition, this study also discuss how male and female perpetrators of infidelity define their infidelity behavior, giving view of ideal love commitment in romantic relationships and its relation with infidelity behavior, and perception of relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felisitas Gemma Setyowati
"Dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal lebih rentan terhadap berbagai masalah psikologis, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk bertahan dalam situasi ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberfungsian keluarga sebagai prediktor resiliensi anak usia dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal. Resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan bangkit dari kemalangan yang diukur dengan Resilience Scale-14 (RS-14). Keberfungsian keluarga ialah bagaimana setiap anggota keluarga menjalankan fungsinya dengan efektif yang tercermin dalam enam dimensi utama (penyelesaian masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku) dan dimensi tambahan yaitu keberfungsian keluarga umum, dengan pengukuran melalui Family Assessment Device (FAD). Analisis terhadap seluruh dimensi dilakukan agar diperoleh pemahaman yang komprehensif terkait persepsi keberfungsian keluarga orangtua tunggal. Partisipan penelitian yaitu 118 dewasa muda usia 18-29 tahun (28 laki-laki dan 90 perempuan) yang tinggal bersama orangtua tunggal. Metode analisis statistik menggunakan teknik simple regression dan multiple regression membuktikan bahwa keberfungsian keluarga merupakan prediktor resiliensi yang signifikan (21.4%). Dimensi penyelesaian masalah menjadi dimensi yang paling signifikan berkontribusi terhadap resiliensi dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal. Maka dalam konteks ini keterampilan penyelesaian masalah penting untuk dikembangkan oleh para dewasa muda, khususnya ketika tinggal bersama orangtua tunggal.

Young adults who live with single-parent are more vulnerable to various psychological problems. Ability to survive in these situations is needed. This study aims to identify family functioning as predictor of psychological resilience in young adult children who live with single parents. Psychological resilience is the ability to adapt and rise from adversity as measured by Resilience Scale-14 (RS-14). Family functioning is how each family member do their function effectively in six main dimensions (problem solving, communication, role, affective responsiveness, affective involvement, and behavior control) and additional dimension named general functioning, measured through Family Assessment Device (FAD). This study analyzed all of dimensions to obtain a comprehensive understanding related to single parent family functioning. The study participants were 118 young adults (18-29 years old, with 28 male and 90 female) who live with single-parent. Statistical analysis method with simple regression and multiple regression techniques were used to prove that family functioning is a significant resilience predictor (21.4%). The results show that problem-solving dimension becomes the most significant dimension that contribute to the resilience of young adults who live with single-parents. In this context, problem-solving skill are important to be developed by young adults, especially when living with single parent."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Adliya Rifai
"Isu kesehatan mental di Indonesia masih dikelilingi oleh banyak stigma negatif. Padahal angka prevalensi gangguan mental ringan cukup banyak, terutama pada kelompok usia 18-25 tahun. Oleh karena itu, penulis ingin membuat tayangan terkait kesehatan mental, yang sesuai dengan prefensi khalayak sasaran.

Mental health issues in Indonesia, up until now, are still being surrounded by some disabling stigma. While the prevalence number of the moderate mental disorder in the age group of 18-25 years old, is quite high. Therefore, the writer wants to create an audiovisual product related to mental health to help tackle this issue, which will also be adjusted to the targeted audience rsquo;s preferences."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Igari Tatiana Shaya Rani
"Obesitas pada dewasa muda dikaitkan dengan keadaan transisi emosional dan pola hidup dari masa remaja yang mempengaruhi pada citra tubuh dan harga diri. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan citra tubuh dengan harga diri pada dewasa muda obesitas di Jakarta. Desain penelitian menggunakan cross sectional. Jumlah sampel 100 orang dengan kriteria inklusi Dewasa muda Laki-laki dan Perempuan (berusia antara 18 sampai 29 tahun) yang memiliki IMT ≥30 kg/m2 dan berdomisili di kota Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah Multidimensional Body–Self Relations Questionnaire - Appearance Scales (MBSRQ-AS) dan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Analisis menggunakan univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square. Hasil penelitian didapatkan karakteristik usia responden terbanyak pada 22 tahun, median IMT 32 kg/m2, IMT terendah 30 dan tertinggi 41 kg/m2. Citra tubuh rendah dialami oleh 32 orang dan harga diri rendah dialami oleh 26 orang. Terdapat hubungan citra tubuh dengan harga diri (p = 0,001). Penelitian merekomendasi dewasa muda berfokus kepada kesehatan keseluruhan jiwa dan raga, menjaga kesehatan mental, bijak dalam memproses informasi, dan berfokus kepada pengembangan diri serta penghargaan terhadap kemampuan dan pencapaian diri, bukan hanya pada penampilan fisik untuk meningkatkan citra tubuh dan harga diri rendah.

Obesity in young adults is associated with emotional and lifestyle transition states from adolescence that affect body image and self-esteem. The purpose of the study was to identify the relationship between body image and self-esteem in obese young adults in Jakarta. The research design uses cross sectional. The sample size of 100 people with inclusion criteria is young adults, males and females (aged between 18 and 29 years) with a BMI of ≥30 kg/m2 and are domiciled in Jakarta. The instruments used are the Multidimensional Body–Self Relations Questionnaire - Appearance Scales (MBSRQ-AS) and the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). The analysis used univariate and bivariate with the Chi Square statistical test. The study results were obtained with the characteristics of the age of the most respondents at 22 years, the median BMI was 32 kg/m2, the lowest BMI was 30 and the highest was 41 kg/m2. Low body image was experienced by 32 people and 26 people experienced low self-esteem. There was a relationship between body image and self-esteem (p = 0.001). Research recommends that young adults focus on overall physical and mental health, maintain mental health, be wise in processing information, and focus on self-development and appreciation of abilities and achievements, not just physical appearance to improve body image and low self-esteem."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Gemala
"Masa dewasa muda ditandai dengan tugas perkembangan intimacy vs isolation, yaitu individu membuat komitmen yang mendalam dcngan orang lain agar mereka tidak terisolasi (Enikson, dalam Papalia et al., 2001). Menurut Erikson, mengembangkan hubungan intim merupakan tugas yang krusial pada masa ini. Bagi sebagian besar manusia, pernikahan merupakan ekspresi utama/ultimate expression dalam suatu hubungan intim ( Brehm, 1992).
Pria dan wanita biasanya menikah atas dasar cinta dan memiliki anak adalah ekspresi dari cinta mereka kepada satu sama lainnya (Duvall & Miller, 1985). Cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang terdapat dalam hubungan intim (Baron & Bymc, 2000).
Stcrnberg mendefinisikan cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy, commitment, dan passion (Stemberg & Barnes, 1988). Intimacy, yang merupakan komponen emosional, adalah perasaan dekat, terikat yang dirasakan seseorang dalam hubungan cinta. Passion, yang merupakan komponen motivasional, adalah dorongan-dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan iisik, dan seksual. Komponen yang terakhir yaitu commiirnenl yang merupakan komponen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai seseorang (jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut (iangka panjang).
Dalam suatu hubungan, tidak selalu terdapat keseimbangan dalam ketiga komponen cinta sebagaimana yang diketemukakan oieh Stemberg. Geometri pada segitiga cinta tergantung pada intensitas dan keseimbangan dari cinta (Stemberg &. Bames, 1988). lntensitas cinta dalam suatu hubungan dapat dilihat dari area atau ukuran dari segitiga cinta, yakni semakin besar intensitas cinta yang dirasakan seseorang terhadap orang lain maka scgitiga cintanya pun akan semakin besar. Sedangkan keseimbangan cinta dalam suam hubungan dapat dilihat dari bentuk segitiga cinta. Hubungan yang seimbang (dalam ketiga komponen cinta) akan dipresentasikan dalam segidga yang seirnbang. Sedangkan hubungan yang tidak seimbang direpresentasikan dalam bentuk segitiga yang tidak sama sisi, yang didalamnya terdapat salah satu komponen yang paling besar atau dominan.
Dalarn suatu hubungan, tidak hanya terdapat segitiga yang
menggambarkan cinta terhadap orang lain (bentuk nyata), namun juga merepresentasikan bcntuk yang ideal dalam hubungan terscbut (bentuk ideal). Semakin besar perbedaan pada ukuran maupun bentuk dari segitiga cenderung diasosiasikan dengan rendah atau berkurangnya tingkat kepuasan dalam suatu hubungan (Stemberg & Bames, 1988).
Dalam rangka membantu pasangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hubungan mereka terkait dengan komponen-komponen cinta, maka Stemberg mcngembangl-can suatu skala yang disebut The Triangular Love Scale (Stemberg, 1988). Skala ini ditujukan untuk mengukur masing-masing komponen dari cinta, namun juga memiliki dua aplikasi praktis. Pertama, dengan adanya skaia ini, dapat membantn pasangan mendapatkan basil yang lebih baik dalam hubungan mereka. Kedua, skala ini juga merumuskan perbedaan-perbedaan di antara pasangan sehingga dapat disarankan perubahan-perubahan apa yang mungkin diperlukan untuk membuat hubungan menjadi Iebih berhasil Pasangan juga dapat mcnjadi lebih dekat atau setidaknya mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mercka satu sama lain.
Melihat kedua fungsi dari Stemberg's Triangular Love Scale. maka dirasakan sangat bermanfaat bila skaia ini diaplikasikan dalam penelitian mengenai gambaran cinta terkait dengan keseimbangan ketiga komponen cinta Stemberg. Dengan mengetahui gambaran dan keseimbangan dari komponen cinta Sternberg, maka dapat juga diiihat bagaimana kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut akan hubungan yang rnereka jalani dengan pasangan. Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan sebagai pengembangan alat tes psikologi, yaitu dengan melakukan validasi alat tes hanya pada individu dewasa muda. Validasi yang dilakukan adalah dengan meiihat validitas dan reliabilitas dari Slemberg’s Triangular Love Scale. Selain validasi alat tes, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran cinta pada individu dewasa muda yang menikah, dengan memberikan skala pada sampel yang cukup bcsar, yaitu 100 subjek yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Sebagai ilustrasi akan dilakukan wawancara dengan sepasang suami istri dewasa muda untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara segitiga cinta mereka dengan kepuasan dalam hubungan mereka.
Hasil uji validitas per item menunjukkan bahwa hampir semua item memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total dimensinya, kccuali pada item no.2 dan 5 pada dimensi intimacy, yang memiliki tingkat korelasi lebih tinggi dengan komponen passion (item no.2) dan komponcn commilmem (item 1105). Kedua item ini tidak valid karena saling tumpang tindih antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, dan hal ini dapat dilihat dari tingkat korelasi yang signifikan antar dimensi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>