Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gaudentius Simon Devung
"Penelitian yang diadakan untuk penulisan tesis ini bertujuan mengungkapkan : mengapa pranata tradisional bisa berlaku atau tidak berlaku dalam praktik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan tertentu, baik pada tingkat individu maupun pada tingkat komunitas, sebagaimana terlihat di daerah Sungai Bahau, pada komunitas di Long Tebulo dan Long Uli.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan kontekstual. Data diperoleh dengan teknik : dokumentasi, wawancara (perorangan maupun kelompok), dan observasi (tanpa partisipasi dan dengan partisipasi). Untuk analisis digunakan struktur penjelasan kausal (structure of causal explanation) dari Sayer {1984).
Hasi1 penelitian menunjukkan bahwa fenomena kesesuaian antara praktik dan pranata lebih banyak terjadi dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan untuk keperluan subsistensi. Sedangkan fenomena ketidaksesuaian lebih banyak terlihat dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan komersial. Kedua fenomena tersebut ternyata berkaitan erat dengan kondisi kesalingtergantungan antar warga, pengaruh kelompok terhadap individu, transparansi kegiatan serta sifat kontrol dalam masing-masing kegiatan.
Kondisi kesalingtergantungan antar warga, pengaruh kelompok terhadap individu, transparansi kegiatan serta sifat kontrol dalam masing-masing kegiatan dipengaruhi oleh mekanisme kerja sama dan pengaturan bersama dalam konteks sosial produksi, serta saling bantu dan saling bagi hasil dalam konteks sosial konsumsi hasil hutan. Adanya mekanisme tersebut dipengaruhi oleh salah satu atau kombinasi dari beberapa faktor situasional : keadaan lingkungan, karakteristik sumber daya hutan, keadaan penduduk, keadaan ekonomi, organisasi social dan kepemimpinan lokal, sistem produksi (pemanfaatan sumber daya hutan yang bersangkutan), keadaan teknologi dan hubungan dengan aktor lain di luar warga komunitas, dengan porsi dan intensitas yang berbeda dalam masing-masing kegiatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Sardjito
"Dalam tesis ini saya ingin menunjukkan bahwa hukum tertulis tentang sewa tanah beserta pelaksanaannya adalah sebagai perwujudan nilai-nilai budaya kolonialisme Belanda yang menekankan pada kapitalisme dan penguasaan pasar dunia, yang dijalankan sesuai dengan keadaan setempat di residentie Banyumas. Hukum tertulis tentang sewa tanah tersebut mengatur mengenai penyewaan tanah milik pribumi oleh non-pribumi.
Kajian tentang hal tersebut di atas dibatasi pada tiga hal yaitu: (1) pengaturan penyewaan tanah, (2) wilayah berlakunya pengaturan tersebut, dan (3) masa berlakunya. Adanya penyewaan tanah milik pribumi oleh non-pribumi sebagaimana diatur oleh ordonansi-ordonansi yang berdasarkan pada Agrarische Wet (Undang-undang Agraria tahun 1570) yang keberlakuannya dipaksakan sesuai dengan kepentingan kolonial Belanda, maka yang menjadi pusat perhatian dalam tesis ini adalah :
1.1. pengaturan sewa tanah serta latar belakangnya;
1.2. hubungan antara penguasa Belanda dan pribumi, pengusaha non-pribumi yang menyewa tanah dan penduduk pribumi yang menyewakan tanah;
1.3. akibat yang timbul di bidang pertanian penduduk pribumi dan reaksi yang dilakukan penduduk pribumi terhadap praktek penyewaan tanah.
Masalah pertama menyangkut analisa tentang peraturan sewa tanah yang diatur dalam Agrarische Wet dan perubahan-perubahan yang terdapat dalam ordonansi tentang sewa tanah. Mengingat Agrarische Wet merupakan satu kesatuan yang berisikan pengaturan tentang sewa tanah dan hak-hak lainnya atas tanah, maka kajian mengenai masalah ini dilakukan sejalan dengan pembahasan yang dilakukan oleh para anggota parlemen Belanda pada saat pembentukan undang-undang tersebut. Mengenai perubahan-perubahan yang terdapat dalam ordonansi sewa tanah, dalam kajian ini dipusatkan pada penelusuran faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan-perubahan yang terdapat dalam ordonansi tersebut. Dalam hal ini kajian dilakukan secara umum yang menyangkut pelaksanaan sewa tanah di Jawa dan Madura. Mengenai masalah kedua dan ketiga, perhatian sepenuhnya dicurahkan kepada wilayah penelitian residentie Banyumas, Jawa Tengah.
Residentie Banyumas merupakan salah satu wilayah berlakunya pengaturan sewa tanah yang saya pilih, berdasarkan alasan bahwa hampir dalam setiap laporan pemerintah Belanda mengenai pelaksanaan sewa tanah, wilayah tersebut kurang mendapat perhatian, dalam arti tidak begitu banyak masalah di mata pemerintah Belanda. Pada hal pada tahun 1882, dalam regerings almanak tercatat 11 perusahaan di bidang tembakau (nicotiana tabacum) yang menyewa tanah dari kaum pribumi. Pada tahun 1883, jumlah perusahaan yang menyewa tanah dari kaum pribumi menyusut menjadi tujuh perusahaan. Pada tahun-tahun berikutnya, jumlah perusahaan, baik di bidang tembakau, gula dan tarum (indigofera tinctoria), tidak melebihi 11 perusahaan. Hal tersebut menarik perhatian saya, dalam arti apakah memang benar-benar tidak terdapat masalah ataukah terdapat masalah tetapi tidak dipandang penting oleh pemerintah Belanda. Pada hal apabila dikaji lebih teliti, pengaturan sewa tanah sebagaimana diatur dalam hukum tertulis ciptaan pemerintah Belanda, merupakan suatu unsur kebudayaan asing yang diterapkan pada masyarakat pribumi residentie Banyumas. Hal ini berarti bahwa hal tersebut sedikit banyak akan menimbulkan masalah dalam arti pertama, penyesuaian unsur kebudayaan yang asing tersebut dengan nilai-nilai budaya setempat. Kedua, timbulnya dampak dari penerapan unsur-unsur asing tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rosa Kuntari
"Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman haruss ditangani secara nasional karena tanah merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkanr bagi kesejahteraan masyarakat. Proses pengadaan tanah harus dikelola dan dikendalikan pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata.
Sumber daya alam berupa tanah sangat diperlukan sebagai lokasi pembangunan. Dalam mengelola suatu proyek yang didalamnya terdapat pembebasan tanah, perlu adanya keterlibatan pengetahuan manajemen proyek dalam mengendalikan biaya, mutu dan waktu suatu proyek. Karena dalam proses pengadaan tanah memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar. Proses pengadaan tanah mencakup kegiatan proses penyusunan daftar normatif yang termasuk didalamnya inventaris bangunan, tanaman, ukuran tanah, pekerjaan potret udara, proses pembuatan peta rincik, proses rnusyawarah harga serta negosiasi harga dan proses jual beli hingga proses sertifikasi.
Penelitan irni bertujuan untuk menilai pengaruh proses pembebasan tanah terhadap kinerja proyek perumahan. data perihal proses pembebasan tanah diperoleh melalui kuesioner yang disampaikan oleh petugas/pejabat yang bertanggungjawab terhadap proses pembebasan tanah. Dari penyebaran kuesioner sebanyak 35 angket dan kembali sebanyak 28 angket. Hasil seleksi angket kuesioner, didapatkan 26 angket yang dapat digunakan sebagai sampel yang layak untuk dilakukan analisis statistik.
Model regresi berganda linier berhasil menggambarkan hubungan antara variabel terikat, yaitu kinerja biaya pembebasan tanah terhadap 3 (tiga) variabel bebas penentu yang terpengaruh, yaitu : pendataan status kepemilikan tanah, kesepakatan harga ganti kerugian atas tanah, dan musyawarah mufakat untuk menentukan ganti rugi tanah. Selain temuan model, suatu variabel dummy yang mungkin berpengaruh pada kinerja biaya pembebasan tanah diperhatikan dalam penelitian lanjutan, yailu Pemahaman peraturan prosedur pembebasan tanah dan adanya kenaikan harga tanah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Rahardjo
"ABSTRAK
Benturan kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan sering kali sulit atau tidak dikompromikan, sehingga menjadi beban fungsi lingkungan hidup (LH). Lingkungan hidup sebagai pendukung sistem kehidupan yang terdiri atas kesatuan ruang dengan segenap pengada(entity), berupa Benda(materi) serta makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, akhir-akhir ini mengalami penurunan kualitas yang mulai mengkhawatirkan. Ruang (tanah) di suatu wilayah, ada yang diutamakan untuk keperluan permukiman, sehingga bergesekan dengan kepentingan lain yaitu untuk keperluan pelayanan yang dimaksudkan untuk mencari daya atau peluang yang lebih baik. Salah satu gejala yang perlu mendapat perhatian untuk ditelaah di dalam penelitian ini adalah kebutuhan penduduk di Kota Metropolitan Jakarta akan rumah yang terus meningkat, sementara ruang (tanah) yang tersedia makin menyempit, sehingga permukiman menebar ke wilayah di pinggirannya.
Pembangunan dapat mengakibatkan penggunaan tanah yang beragam, untuk mendukung dinamika kehidupan secara keseluruhan. Tetapi ada kecenderungan juga yang justru dikembangkan ke arah penggunaan tanah tunggal yakni untuk permukiman. Tanah pada umumnya dikuasai oleh perorangan atau oleh pengembang skala besar, sedang akibatnya terhadap penduduk lokal, seperti penggusuran, dan kehilangan pekerjaaan tidak cukup mendapat perhatian, sehingga mereka makin miskin.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola penggunaan tanah yang memungkinkan penduduk lokal dapat memperoleh makna dan manfaat pembangunan, sehingga kualitas hidupnya menjadi lebih baik.
Perluasan permukiman yang tidak menghemat ruang pada berbagai wilayah menunjukkan bahwa dapat mempengaruhi kualitas hidup penduduk. Gejala itu dapat ditelaah dari penelusuran kejadian pemanfaatan sumber daya alam (SDA) oleh manusia melalui lingkungan hidup buatan atau binaan berupa penggunaan tanah. Dari pola penggunaan tanah dapat ditelaah juga interaksi antara fungsi sosial, ekonomi, dan ekologi. Interaksi antarfungsi yang kompleks memerlukan pemikiran tentang usaha kompromi dan koordinasi untuk mencapai pembangunan yang sustainable. Jadi konsep dasar dalam penelitian ini adalah penghematan ruang (tanah), peningkatan nilai tambah SDA, pengelompokan wilayah yang disusun atas dasar kesamaan karakteristik daerah, dan indikator kualitas hidup.
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah perluasan penggunaan tanah permukiman yang terus berlangsung ke wilayah pinggiran kota metropolitan mengakibatkan penduduk lokal kehilangan pekerjaan dan menjadi miskin. Hipotesis kedua adalah pembangunan yang tidak memperhatikan kegiatan penduduk lokal dalam memanfaatkan tanah, mengakibatkan penurunan pada kualitas hidup. Interaksi fungsi pelayanan dari segi pendidikan, peluang kerja, proporsi hasil, keadilan dalam RT/RW yang memungkinkan penggunaan tanah beragam memberi pengaruh pada peningkatan kualitas hidup penduduk lokal.
Penelitian ini dilakukan di Depok, Serpong, dan Pacet, karena daerah itu menunjukkan perbedaan fisik, dan juga terdapat berbagai variasi dari kegiatan sosial-ekonomi penduduknya.
Analisis faktor yang disertai penerapan analisis komponen utama, analisis pengelompokan, dan analisis pembeda digunakan untuk mengolah berbagai variabel, seperti kepadatan penduduk, persentase petani, penduduk miskin, sawah, kebun campuran, permukiman, industri, jasa, jarak ke pasar dan lain-lain. Hasilnya menunjukkan terdapat lima tipe wilayah di Depok, dan di Serpong, yaitu kampung miskin, perumahan pengembang, perumahan tradisional, pertanian, dan industri. Sedangkan Pacet tergolong sebagai wilayah usaha pertanian.
Untuk melakukan proses analisis yang berikutnya telah dilakukan wawancara terhadap 176 responden di Depok, 70 responden di Serpong, serta 50 responden di Pacet. Jumlah responden dihitung berdasarkan proporsi penduduk miskin. Bahan wawancara yang digunakan adalah indikator kualitas hidup yang terdiri atas tingkat kesehatan, kemiskinan, pendidikan, kesempatan kerja, proporsi hasil, keamanan sosial, serta daya dukung SDA,
Kelompok wilayah dan waktu tempuh dari permukiman ke daerah pelayanan umum (DPU) menggambarkan struktur ruang wilayah. Di Depok DPU terletak berdekatan dengan perumahan pengembang, perumahan tradisional, industri dan pertanian. Sementara di Serpong DPU terletak di sekitar perumahan mewah yang berdampingan (hanya dibatasi tembok) dengan perumahan penduduk miskin. Keadaan ini mencerminkan bahwa pengembang besar membangun permukiman di wilayah (yang 20 tahun sebelumnya) merupakan kampung miskin. Sedangkan di Pacet DPU terletak di sekitar perumahan tradisional, dan daerah pertanian.
Korelasi fungsi yang cukup kuat menunjukkan bahwa penguasaan tanah yang disertai oleh perluasan permukiman diikuti peningkatan persentase penduduk miskin, karena kegiatan yang dapat ditekuni penduduk menghilang, sementara untuk memasuki bidang formal tidak cukup tingkat pendidikannya. Hasil analisis ini menjelaskan bahwa hipotesis pertama dapat diterima. Sebaliknya pada wilayah yang tetap dapat memberi peluang kerja untuk penduduk yang rendah tingkat pendidikannya, persentase penduduk miskin rendah. Keadaan itu menyebabkan kualitas hidup di Depok adalah baik, sementara di Pacet adalah cukup, dan di Serpong adalah sedang. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua dapat diterima. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa pada wilayah dengan penggunaan tanah beragam dapat berkembang pelayanan jasa, dan industri yang mendukung pertumbuhan penduduk yang tinggi, disertai fungsi ekologi dan sosial yang tetap baik, sehingga kualitas hidup penduduk baik. Hasil analisis ini menjelaskan bahwa hipotesis ketiga dapat diterima, dan menjadi dasar dari teori jejak penggunaan tanah.
Oleh karena itu pemerintah perlu membatasi izin penguasaan tanah untuk perluasan permukiman. Pengusaha perlu mengembangkan tanggung jawab sosial perusahaannya, untuk memberi nilai tambah hasil pembangunan, dengan turut serta dan membantu upaya masyarakat dalam peningkatan pendidikan, peluang kerja, keamanan sosial, serta membantu memasarkan hasil pascapanen, maupun pemanfaatan SDA yang tersia-siakan seperti meningkatkan nilai produk yang dihasilkannya, pembuatan dan pemanfaatan kompos. Selanjutnya diperlukan peningkatan kemitraan dalam menumbuhkan hubungan serasi dan setara antara penduduk yang memperoleh manfaat dari pembangunan permukiman dengan penduduk lokal untuk memperoleh dasar penataan ruang yang baru.

ABSTRACT
Conflict of interest in the development is often difficult and un-compromised, and these conditions became a burden of the environmental function. Environment that supported a living system consist of spatial unit with the whole entity such as material and other organism included human and its behaviors, in the recent time began a bothered experience of degradation of its quality. There were a space of land on one region, which prioritized for the residential area, until it scratching with other interest such as service for various interests, which intended to search for better strength and possibilities. One phenomenon, which has to be considered to study in this research, was the increasing need of Jakarta Metropolitan citizens, of housing; meanwhile, the accessible land space was decreasing, until the residential area spread to the edge area of Jakarta.
The development could cause the diversity of land use, to support the dynamic of total living entity. But there were a tendency that had been developed to use the land one way that was a settlement area. Land authorized by individual or big scale developer generally, while the local people received negative results such as residential removal, and occupational lost. This negative effect was not received attention enough and as a result the people were getting poorer.
The intention of this research is to study the land use patterns, which gave possibility for local people to obtain the benefit of development and to improve their quality of life.
The expansion of residential area is not using space (land) economically on some regions showed an influence on the quality of life of the local people. The phenomena can be examined through the study of incidence of natural resources or natural capital utilization through the made of man-made environment by land utilization, Based on land use pattern can be studied the interaction of function such as economic, social, and ecological functions. Inter-functional interaction needed a consideration on compromise and coordination efforts, to reach sustainable development. Thus, the basic concepts of this research were the save or efficient utilization of space (land), increasing of natural resources additional value, regional classification which based on homogeneities characteristic of area, and quality of life indicators.
First hypothesis said that the continuous expansion of settlement from Jakarta Metropolitan to the areas in its vicinity causes the local people loosing their job, and made poorer. Second hypothesis said that the development which unconsidered without local people activities which was done on the land, it will result in the decreasing the local people quality of life. And third hypothesis said that the interaction of services function, in term of education, job opportunity, proportion of income, justice of spatial planning which allowed to various used of land utilization, gave influence on increasing of the local people quality of life.
The study was conducted at Depok, Serpong, and Pacet based on their different physical character, and the variety of the socio-economic activities of the people.
Factor analysis, which is followed by principal components analysis, and also cluster analysis, discriminant analysis are used to examine and classify the area using some variables. Those variables are population density, percentage of farmer, percentage of poor people, percentage of area of rice field, mixed garden, settlement, industry, services, trading, waste land, distance to the market place, and so on. The result showed that there were five regions in Depok and Serpong, Those are poor villages or poor kampong, real estate areas, and traditional housing areas, agricultural areas, and industrial area. On the contrary, some villages at Pacet are classified into agricultural region, with most of the people lived as a local farmer.
Furthermore, the interviews were done at random to 170 respondents in Depok, 70 respondents in Serpong, and 50 respondents in Pacet. The samples size was calculated based on the poor people proportion at that region. The interview substances are the quality of life indicators that comprise level of health, poverty, education, and job opportunity, proportion of income, social security, and also the carrying capacity of natural resources.
Type of regions and distance to travel from the settlement areas to the central business district (CBD) explained the urban spatial structure. In Depok, the real estate, traditional housing, industrial areas, and farming areas are located consecutively closed to CBD. Meanwhile, in Serpong, the luxury housing region and the low class housing areas both only separated by a wall are located consecutively close to the new CBD. This phenomenon shows that, 20 years ago, the real estate built by the large-scale developers were developed in the poor village region. While in Pacet, the CBD was closed to the traditional housing areas and farming areas.
The strong enough functional correlation showed that the land authority and the expansion of real estate built by the large-scale developers was accompanied by the higher percentage of poor people, because there was no more opportunity for the less-educated people to utilize the land for their activity, meanwhile the less-education competence of the local people cannot support to find other jobs. This analysis showed that the first hypothesis could be accepted. On the other hand or opposite, at the region where the job opportunity for the less-educated people exist, the percentage of poor people are still low. This condition leads the quality of life for the local people in Depok is good, while in Pact is quite good, meanwhile in Serpong is modest. This analysis showed that the second hypothesis could be accepted. This research also explains that the region with multiple land use could be developed services industry, and manufacturing industry, which are able to support the high population growth, followed by continuing good social and ecological function, so that the quality of life for the local people is good. This analysis showed that the third hypothesis can be accepted, and can be a foundation of the footprints of land use theory.
Due to these facts, the local government should control the permit of land acquisition for settlement expansion. The private sectors are in need to develop a corporate social responsibility to take their role on giving the value added on development by joining and supporting the efforts of societies to increase their level of education, social security, and also to assist on marketing of post-harvest agriculture product and recycling the wasted resource such as producing compost. Furthermore, there is an urgent need to develop a friendly partnership of the relationship between the people, who lived in the luxury house areas with the local people in order to stimulate a new optimal spatial planning.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
D563
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hosack, Walter M.
New York: McGraw-Hill , 2010
333HOSL001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Arifin
"Pemberian kuasa secara sosiologis dapat dikatakan sebagai lembaga yang terbentuk di dalam kehidupan kemasyarakatan. Pada perkembangan selanjutnya dimana kegiatan manusia semakin berkembang, pemberian kuasa merupakan perbuatan hukum yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat dalam proses hubungan hukum di mana seseorang menghendaki dirinya diwakili oleh orang lain untuk menjadi kuasanya melaksanakan segala kepentingannya. Sejak berkembang dan bertambahnya kebutuhan hukum, seseorang memanfaatkan lembaga pemberian kuasa. Pemberian kuasa pada awalnya diberikan untuk kepentingan pemberi kuasa, tapi kemudian diberikan justru untuk melindungi kepentingan pemegang kuasa (penerima kuasa). Pemberian kuasa untuk kepentingan pemegang kuasa (penerima kuasa) ternyata dalam praktek dapat dipenuhi dengan bentuk kuasa mutlak. Berkaitan dengan bidang Hukum Agraria, pemberian kuasa mutlak dibatasi oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 tentang larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Pemberian kuasa dalam perkembangannya menjadi luas, tetapi dalam penelitian ini hanya mengkaji mengenai kuasa mutlak notariil dalam pengalihan hak atas tanah.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan permasalahan mengenai pembuatan akta pengalihan hak atas tanah berdasarkan kuasa mutlak oleh notaris. Metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis normatif yang menjadi data sekunder berupa hukum positif yang berkaitan dengan kuasa mutlak. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pemberian kuasa mutlak dalam pengalihan hak atas tanah dalam prakteknya dapat merugikan si pemberi kuasa karena banyak diantara penerima kuasa mutlak ini menyalahgunakan kuasa yang diterimanya untuk kepentingan yang berlainan atau untuk kepentingan pribadi semata. Sebenarnya pemberian kuasa mutlak itu, apabila benar-benar dipergunakan untuk tujuan yang semestinya dan ada dasar hukumnya, maka tidak akan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan memang dibutuhkan oleh masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Indrayani
"Secara garis besar, proses perubahan penggunaan lahan ditentukan oleh faktor-faktor universal seperti pertumbuhan penduduk, urbanisasi, industrialisasi dan lain-lain. Sebagian besar penduduk dunia diramalkan akan menempati wilayah perkotaan. Oleh karena itu penting untuk rnengetahui pola perubahan penggunaan lahan perkotaan. Wilayah penelitian yang diambil adalah Kotamadya Jakarta Selatan, dengan alasan bahwa Jakarta Selatan menurut Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010, sebagian wilayahnya diperuntukkan sebagai konservasi resapan air. Akhir-akhir ini wilayah DKI Jakarta semakin rawan banjir, hal ini disebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasannya. Sebagai kawasan resapan air, Kotamadya Jakarta Selatan harus benar-benar dijaga agar pemakaian lahannya sesuai dengan fungsi kawasan. Tujuan penelitan tesis ini adalah untuk melihat pada perubahan penggunaan lahan dan mengestimasi faktor-faktor penyebab terjadinya ketidaksesuaian lahan. Metode yang digunakan adalah Sistem Informasi Geografis untuk mendapatkan gambaran grafis yang akurat, serta analisa statistik regresi berganda untuk mengestimasi faktor¬-faktor penyebab ketidaksesuaian penggunaan lahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan luas penggunaan tanah perumahan, tanah perusahaan dan tanah industri. Sedangkan tanah jasa dan tanah tidak ada bangunan bertambah luas penggunaan lahannya. Hal ini men gindikasikan bahwa Kotamadya Jakarta Selatan saat ini cenderung terjadi peningkatan kegiatan di bidang jasa, seperti yang ditunjukkan dalam PDRB dimana sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor-sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB, yaitu sebesar 27% dan 23,8%.
Kondisi lahan eksisting dikaitkan dengan RTRW 2010 ternyata 40% penggunaan lahannya tidak sesuai, dan terjadi ketidakkonsistenan antara rencana tata ruang dengan penggunaan lahan. Ketidaksesuaian lahan didominasi oleh peningkatan perumahan tidak teratur. Kondisi ini jka tidak segera diantisipasi akan mengakibatkan rusaknya lingkungan, seperti banjir, kemacetan lalu lintas, ketidaknyamanan, dan lain-lain. Hasil estimasi dengan regresi berganda menyatakan bahwa variabel jenis-jenis penggunaan lahan, pertumbuhan penduduk, penduduk yang datang serta harga tanah (NJOP) mempengaruhi ketidaksesuaian penggunaan lahan.
Usulan kebijakan bagi Pemerintah adalah peningkatan peran Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator kegiatan pembangunan dalam rangka upaya pencapaian tata ruang yang ideal sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah, meningkatkan law inforcement, dan mengikutsertakan masyarakat supaya turut serta meningkatkan penggunaan lahan yang optimal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Hardjono
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990
333.73 JOA l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gilg, Andrew
London : Routledge, 1996
333.76 GLI c (1);333.76 GLI c (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Calthorpe, Peter
Washington, DC: Island Press, 2001
307.121 6 CAL r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>