Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahadi
"ABSTRAK
Jakarta dengan kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan pintu gerbang Internasional telah berkembang menjadi kota industri, perdagangan dan pariwisata. Saat ini penduduk Jakarta diperkirakan lebih dari 8 Juta jiwa dan rata-rata pertumbuhannya 2,41 % per tahun, di mana arus urbanisasi diperkirakan rata-rata 3 % per tahun.
Di satu sisi kota Jakarta mengalami proses pembangunan mulai dari industri kecil, industri besar dan kegiatan usaha lain, namun disisi lain juga dihadapkan pada problematik yang sangat rumit yaitu keterbatasan lahan yang tersedia, dan timbulnya limbah sebagai akibat dari kegiatan hidup masyarakat kota Jakarta.
Penanganan Kebersihan lingkungan, khususnya penanganan sampah telah diupayakan Oleh Pemerintah Daerah dari waktu ke waktu untuk meningkatkan pelayanannya agar membuat kota Jakarta bersih, indah, sehat serta tertib.
Perkiraan jumlah sampah yang di hasilkan oleh masyarakat mencapai 3,70 liter/orang/hari , sehingga produksi sampah kota Jakarta saat ini diperkirakan mencapai 25,404 m3/hari. Dan volume sampah tersebut, yang dapat terangkut baru mencapai 21,085m3/hari atau 83 %, sedang sisanya (17 %) dimanfaatkan oleh masyarakat dan didaur ulang oleh pemulung/pengais sampah.
Dengan volume sampah yang tidak tertangani sebesar 17 % dari volume yang diproduksi masyarakat Jakarta, maka dengan pertumbuhan penduduk Jakarta rata-rata diasumsikan sebesar 2 % , secara matematis pada tahun 2005, sampah yang diproduksi volumenya adalah 35.000 m3/hari. Jika dari volume tersebut yang tidak tertangani oleh karena kemampuan dari Dinas Kebersihan yang tidak bertambah, maka volume tersebut adalah 5950 m3/hari. Ini tentu suatu angka yang perlu memperoleh perhatian yang sangat khusus. Masalahnya akan semakin rumit jika bukan hanya volume yang bertambah, tetapi juga kualitas dan sampah yang bertambah, dalam arti memerlukan penanganan yang lebih khusus.
Keadaan yang demikian tentu saja tidak akan dapat teratasi jika struktur organisasi tidak dibenahi dan dikembangkan. Pembenahan dan pengembangan atas kelemahan tersebut terutama antara lain pada bagian penunjang (technostructure) yang tidak terisi, bahkan fungsi tersebut terdapat pada operating core. Kelemahan lainnya yaitu pada sisi mekanisme koordinasi yang dijumpai, seperti terlihat adanya kepentingan pada operating core, namun koordinasinya harus dengan bagian penunjang (support staff) melalui strategic apex. Kondisi demikian tentu saja menjadi kendala dalam kecepatan pelayanan. Dan beberapa keadaan yang digambarkan itu maka salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan dari organisasi oleh karena perubahan yang terjadi pada lingkungan sedemikian besar, maka memperbaiki konfigurasi organisasi serta melakukan penyesuaian struktur pada fungsi yang baru adalah salah satu alternatif penyelesaian, guna mengantisipasi perkembangan sampai pada era 2005."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jemadu, Jemadu
"ABSTRAK
Suatu kenyataan yang hampir terdapat di semua negara berkembang yaitu dominasi birokrasi pemerintah pada semua tingkatan dalam proses administrasi pembangunan baik yang menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan. Akibatnya masyarakat yang kedudukan sosial ekonominya lemah tidak memiliki akses untuk ambil bagian dalam proses pembangunan. Karena itu orang memberi perhatian dan sekaligus menaruh harapan pada organisasi-organisasi non pemerintah seperti LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang, per definisi, mampu menggerakkan partisipasi masyarakat bawah dalam pembangunan.
Permasalahan utama yang dibahas dalam tesis ini melihat peranan dan posisi LPSM dalam proses administrasi pembangunan. Peranan itu dilihat sebagai hasil interaksi LPSM dengan kekuatan-kekuatan dalam lingkungannya. Peneliti juga memberi perhatian terhadap dinamika internal kelembagaan LPSM, karena asumsi yang digunakan adalah bahwa LPSM tidak hanya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan eksternal tetapi juga secara aktif mengembangkan organisasinya.
Karena perspektif utama yang digunakan dalam tesis ini adalah administrasi pembangunan, maka secara teoritis LPSM dilihat sebagai organisasi yang memiliki potensi untuk mengembangkan apa yang disebut "development administration as institution-building". Karena LPSM senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya, maka konsep keterkaitan antar organisasi (interorganizational linkages) juga digunakan.
Temuan pokok dalam penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun LPSM dapat mengembangkan aspek kelembagaan administrasi pembangunan dalam menghadapi kelompok sasarannya, namun perkembangan organisasinya yang semakin besar dan mandiri sebagai tuntutan eksternal dan dinamika internal dapat menciptakan kendala-kendala yang mengurangi posisinya secara teoritis sebagai protagonis birokrasi pemerintah yang justru ingin diperbaikinya.
Berdasarkan temuan di atas, maka peneliti menyarankan kepada LPSM untuk mulai menerapkan kebijakan desentralisasi dengan memberikan wewenang yang seluas-luasnya kepada unit-unit lapangannya yang berinteraksi secara langsung dengan kelompok sasarannya. Tujuannya adalah supaya LPSM tetap dekat dengan kelompok sasarannya sehingga dapat mengerakkan keswadayaan dan partipasi mereka dalam berbagai program pembangunan.
Kepada pemerintah disarankan agar memberi kesempatan kepada LPSM untuk mewujudkan peranannya dalam mendukung administrasi pembangunan birokrasi formal. Menciptakan berbagai regulasi terhadap LPSM hanya akan membatasi ruang gerak LPSM dalam mewujudkan kontribusinya bagi pembangunan nasional. "
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Mayariani
"PT X adalah perusahaan swasta yang bermitra dengan PT Telkom di bidang usaha jasa telekomunikasi (rincian tentang PT X terdapat pada lampiran 1). Tugas akhir ini berisi rekomendasi bagi perusahaan tersebut untuk mengatasi gejala inefisiensi, rnenurunnya produktivitas dan efektivitas jalannya perusahaan akibat adanya beberapa persoalan mendasar di dalam organisasi, yang gejalanya antara Iain berupa: tidak adanya rencana kerja tahunan serta struktur organisasi yang jelas, tidak adanya peraturan perusahaan dan Standard Operation Procedures (SOP), tidak adanya sistem keuangan yang baik, Serta tidak adanya laporan pertanggungiawaban tertulis tentang pelaksanaan pekerjaan.
Gejala-gejala yang disebutkan di atas secara teoritis dapat disebabkan oleh adanya masalah dalam pola-pola komunikasi, kepernimpinan, power dan politik di dalam organisasi, struktur formal dan budaya organisasi, kebijakan dan praktek sumber daya manusia, serta tingkat konflik yang ada di dalam organisasi. Hasil analisa data awal mengarah pada kesimpulan bahwa sumber masalah adalah adanya konflik pada level manajemen puncak (rincian analisis untuk membuat diagnosa awal ini disajikan pada bagian Uraian Pelengkap di halaman 17 s.d. 31).
Mengacu pada teori tentang manajemen konflik (tinjauan teoritis secara rinci disajikan pada bagian Uraian Pelengkap di halaman 3 s.d. 16), ada beberapa kemungkinan intervensi atau altematif solusi yaitu menggunakan pendekatan problem solving style, forcing style, compromising style, melakukan pendekatan struktural terhadap manajemen konflik, melakukan individual conflict coaching, melaksanakan conflict management training, dan conflict resolution program.
Analisis kelebihan dan kelemahan atau keuntungan dan kerugian masing-masing alternatif solusi (secara rinci disajikan pada bagian Uraian Pelengkap di halaman 32 s.d. 40) menunjukkan bahwa alternatif terbaik yang dapat direkomendasikan adalah program yang dirancang secara khusus (customized program), yang materinya mencakup gabungan dari berbagai alternatif solusi tersebut di atas.
Rincian rekomendasi mengenai implementasi solusi tersebut di atas disajikan pada bagian Uraian Pelengkap di halaman 41 s.d. 49. Program intervensi tersebut dikemas dalam bentuk top management workshop tentang evaluasi kinerja dan peuingkatan produktivitas organisasi, dengan melibatkan peran CEO sebagai penggerak kegiatan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudi Agung RA
"Situasi dan perkembangan external suatu entitas bisnis seperti pasar dan pelanggan, serta kondisi internal - nya akan saling mempengaruhi. Hal ini sangat terkait dengan perkembangan ekonomi, sosial, bahkan politik dan keamanan. Perubahan situasi dan perkembangan pasar dan pelanggan menjadi suatu keniscayaan. Dampak dari hal tersebut, change (perubahan) pada entitas bisnis menjadi strategic objective (kebutuhan strategis). Agar pertumbuhan kinerja suatu entitas bisnis dapat berlangsung dalam kurun waktu jangka panjang, maka diperlukan perencanaan, persiapan dan pengelolaan sumber daya dan setiap faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Memanfaatkan historical data proses dan pelaksanaan perubahan entitas bisnis lain sebagai lessons learned untuk merencanakan, menyiapkan, dan mengelola sumber daya dan faktor - faktor tersebut menjadi salah satu altematif solusi. Penelitian berikut merupakan studi kasus atas pelaksanaan proses perubahan atau transformasi perusahaan yang bergerak di bidang EPC (Engineering, Procurement, and Construction). Tujuan perubahan perusahaan tersebut adalah perbaikan kinerja keuangan dan peruuasan pangsa pasar dalam kerangka perbaikan posisi bisnisnya dari survival menuju stability and growth. Dengan menggunakan data historis pelaksanaan perubahan organisasi bisnis di Amerika dan Eropa serta hasil penelitian faktor keberhasilan dan kegagalannya (Lee, 1995) dilakukan pemetaan organization's change character (karakter) dan organization's change condition (kondisi aktual) perubahan, dalam rangka identifikasi dan rencana penanggulangan resiko. Faktor leadership (kepemimpinan), resistance (penolakan), serta system management change (perubahan sistem pengelolaan) perusahaan merupakan prioritas untuk pencapaian kinerja perubahan.

Business entities internal condition significantly be effected by its external market and customer situation and changes. Economic, social, politics, and security are driven aspects of market and customer change. Changing then is a natural and continuous event. In this situation business entities have their own strategic objective and necessities to change. Considering long term company performance the change must be planned, prepared, and managed property on company's resources and every influence factors. Change process and implementation of some business organizations which documented as historical data could be utilized as lessons learned by other company in planning, preparing, and managing its resources and influence factors to change. This research is a case study of an EPC company change implementation and transformation. The objective of its change is to improve financial performance, market expanding and its business position from survival to stability and growth. Historical data of American and European business organization change process and implementation and research on change success and failure factors (Lee, 1995) is utilize in recognizing and determining organization's change character and condition to identify and manage risk factors. Leadership, resistance, and system management change are identified as prioritize aspects to manage in order to achieve company performance improvement in change."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Juli Andayanie
"Sekolah "X" sebagai suatu sekolah nasional plus berdiri sejak tahun 1995. Saat ini telah banyak berdiri sekolah-sekolah nasional plus di Indonesia. Dunia pendidikan juga telah mengalami perkembangan pesat, yang menuntut sekolah "X" harus selalu membuat perubahan yang sesuai dengan perkembangan pendidikan, perubahan yang bertujuan meningkatkan efektivitas sekolah. Perubahan yang terjadi tidak selalu ditanggapi dengan profesional oleh seluruh pihak sekolah maka dari itu sekolah harus mengubah budaya organisasi menjadi sebuah learning organization (organisasi pembelajaran). Dengan perubahan sekolah menjadi sebuah organisasi pembelajaran maka seluruh pihak di sekolah dapat mengembangkan dan mempersiapkan diri mereka secara terns menerus dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi balk dari dalam maupun luar sekolah. Dengan membuat strategi yang mengubah sekolah menjadi organisasi belajar maka akan dengan mudah sekolah dapat meningkatkan efektivitasnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Widyanto
"Kotak pandora itu terbuka pada tahun 1998, menyusul jatuhnya Soeharto dari kursi presiden. Asosiasi etnis dan alit lokal Baru bermunculan di banyak daerah dengan meneriakkan ketidakadilan yang dirasakannya selama tiga dasawarsa pemerintahan sentralistis rezim Orde Baru pimpinan Soeharto. Mereka memobilisasi identitas etnis dan isu Putra Daerah sebagai strategi perjuangannya. Di sejumlah daerah, kekacauan dan kekerasan politik menjalar yang dibumbui adanya konflik antar kelompok di masyarakat. Dalam situasi institutional distrust seperti inilah semakin meningkat aktivitas kelompok preman serta kelompok lainnya yang menjadi broker politik dan tukang pukul. Di antara mereka ada yang mengusung simbol-simbol jago yang ada dalam tradisi etnisnya. Ada pula yang multi sebagai kelompok bayaran untuk melakukan jasa penagihan, penguasaan lahan, pengamanan tempat hiburan dan sebagainya.
Sebagai suatu fenomena yang menyertai perjalanan demokrasi di Indonesia pasca-Soeharto, keberadaan premanisme yang terkait dengan munculnya asosiasi etnis menarik untuk dikaji. Maklum, tuntutan dan aktivitas mereka yang kerap diwarnai kekerasan selalu mewarnai pemberitaan media cetak dan elektronik. Apalagi di tengah-tengah pelaksanaan pemilihan umum legislatif dan presiden, serta pemilihan kepala daerah yang tahun 2005 ini mulai bergulir di seluruh provinsi, kota dan kabupaten.
Tesis ini memfokuskan pada habitus premanisme yang ada pada organisasi Forum Betawi Rempug (FBR). Selain FBR yang lahir tahun 2001, puluhan organisasi etnis Betawi juga bermunculan pasca-Soeharto sehingga jumlahnya menjadi 71. Padahal sebelum pergantian pemerintahan, jumlahnya hanya sekitar 20 organisasi. Sejumlah pengamat menyebut ada kebangkitan Betawi atau rekacipta tradisi dari etnis yang mengklaim sebagai penduduk asli tanah Jakarta. Salah satu sisi dari dinamika itu adalah penggunaan cara-cara kekerasan pada sejumlah organisasi etnis Betawi. Misalnya FBR, Forum Komunikasi Anak Betawi, Perkumpulan Orang Betawi, Gerak Betawi, dan beberapa lainnya. Mereka menolak cara itu disebut premanisme, karena kekerasan dilakukan sebagai bagian strateginya menjadi jagoan di kampung halamannya.
Konsep habitus dalam studi ini diambil dari pemikiran sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu. Habitus atau kebiasaan adalah struktur mental atau kognitif yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi seseorang dalam kehidupan sosial yang diduduki dan menjadi fenomena kolektif karena orang yang menduduki posisi yang sama cenderung mempunyai kebiasaan yang sama. Menurut Bourdieu, habitus yang merupakan produk historis menciptakan tindakan individu dan kolektif, dan karenanya sesuai dengan pola yang ditimbulkan oleh sejarah. Dalam bahasa lain, terbentuknya habitus terjadi dalarn lingkaran berupa gerak timbal balik antara struktur objektif yang dibatinkan dan gerak subjektif (persepsi, pengelompokkan, evaluasi) yang menyingkap hasil pembatinan. Di sini individu membuka dan melatih dalam hubungan-hubungan sosial dan mengasimilasi norma¬norma, nilai-nilai, dan keyakinan suatu masyarakat.
Dari pengumpulan data yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa sebagai suatu produk sejarah, habitus premanisme dalam FBR lahir sebagai reaksi dan posisi sosial etnis Betawi yang terpinggirkan secara ekonomi, sosial, kultural dan politik. Mereka merasa dizalimi dan dianiaya oleh kaum pendatang, ealit politik dan pemerintah. Di sisi lain, dalam tradisi Betawi semenjak zaman kolonial Belanda ada nilai-nilai jago yang antipenjajah dan membantu kaum yang lemah. Internalisasi nilai-nilai jago, pengalaman "dizalimi" dan keterbatasan modal ekonomi, sosial, kultural dan politik inilah yang membuat mereka melakukan tindak kekerasan. Main hajar, ambil jalan pintas dan memaksakan kehendak menjadi sifat-sifat jagoan zaman sekarang.
Dalam konteks inilah premanisme akhimya menjadi habitus dalam tubuh FBR, artinya berperan sebagai prinsip penggerak pemikiran dan pengatur praktik-praktik hidup dan representasi anggotanya. Alhasil habitus sebagai etos terbentuk dan dalam kategori ini tidak ada lagi ukuran norma dan moralitas. Jago yang tadinya memiliki nilai-¬nilai positif menjadi terdegradasi, dan saat ini tidak ada lagi beda yang prinsipil antara FBR dengan kelompok-kelompok preman, seperti kelompok Ambon (Mon Kei dan Basri Sangaji), Herkules dan Papua.
Penelitian ini juga mendapati sejumlah strategi yang dilakukan FBR untuk menambah modal. Pada strategi investasi ekonomi, FBR menggunakan keberadaan Gardu dan Korwil menjadi basis menambah modal, baik itu ekonomi dan sosial. Begitu juga dengan jaringan yang mereka bangun dengan kelompok etnis lainnya. Lalu pada strategi investasi simbolik yang merujuk pada ranah budaya dan politik, FBR berperan sebagai broker, tukang pukul dan jagoan. Sebagai broker, FBR memainkan perannya mendukung talon presiden Wiranto di putaran pertama, dan Megawati di putaran kedua. Peran tukang pukul dimainkan dengan dukungannya pada kebijakan Gubernur Jakarta Sutiyoso. Sernentara peran kejagoan dimainkan dalam upayanya membantu masalah yang dihadapi etnis Betawi.
Dalam konteks makro, penelitian ini menyimpulkan bahwa premanisme muncul dan bertahan dalam kondisi institutional distrust. Premanisme merupakan gejala sosial, bukannya individual. Berangkat dari temuan tersebut, tesis ini mempertanyakan teori modernisasi yang mengasumsikan bahwa situasi chaos yang memunculkan premanisme merupakan fenomena pada periode transisi. Teori modernisasi ini berangkat dan teori evolusi dan fungsionalisme serta konsep Emile Durkheim tentang perkembangan masyarakat. Dilihat clan sejarahnya, premanisme di Indonesia selalu muncul sejak zaman kolonial Belanda sampai saat ini. Dan saat ini masih ada warisan penjajahan seperti premanisme dan kekerasan yang terus menerus dipelihara atau direproduksi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Hatri
"Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menjelaskan bagaimana komitmen bekerja yang ada di PT. Pasaraya Nusakarya (PNK) sesuai dengan iklim komunikasi yang berkembang di perusahaan ini. Dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kondisi perusahaan Pasaraya yang sedang mengalami krisis sedikit banyak mempengaruhi individu untuk tetap bertahan atau meninggalkan pekerjaannya. lklim komunikasi yang terjadi pada saat krisis turut mempengaruhi interaksi komunikasi dalam menunjang atau memperlemah komitmen bekerja paxa karyawan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat perputaran karyawan (turn over) yang cukup tinggi di saat krisis terjadi.
Iklim komunikasi dipandang sebagai suatu kualitas pengalaman yang subyektif yang timbul dari persepsi karyawan terhadap interaksi dalam organisasi. Dimensi dalam iklirn komunikasi organisasi adalah dukungan, kepercayaan dan keterbukaan, tujuan kinerja tinggi dan partisipasi dalam keputusan (Redding, 1988). Sedangkan komitmen berorganisasi merupakan keadaan psikologis yang memberi ciri hubungan karyawan dengan organisasi tempatnya bekerja dan berimplikasi pada pengambilan keputusan untuk melanjutkan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi. Allen dan Meyer menggolongkan komitmen berorganisasi ke dalam. tiga komponen yaitu, komitmen afektzf yaitu komitmen yang mengacu pada kedekatan emosional, keterlibatan dan identifikasi diri individu terhadap organisasi; komitmen berkesinambungan yaitu, komitmen yang didasarkan pada persepsi individu terhadap kerugian yang diasosiasikan oleh individu jika meninggalkan organisasi; komitrnen normatif yaitu komitmen yang mengacu pada perasaan kewajiban untuk tetap berada pada organisasi. Ketiga komponen ini merefleksikan keadaan psikologis tertentu (want to, need to dan ought to) dimana seorang individu dapat berada dalam keadaan psikologis yang berbeda derajat kekuatannya pada masing-masing komponen tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengamatan berperan serta (participant observation) yang berlokasi di Pasaraya Grande, salah satu toko ritel serba ada di Jakarta. Menggunakan paradigma interpretif untuk melihat bagaimana individu yang terlibat dalam organisasi mengartikan proses komunikasi yang terjadi di ruang lingkup kerjanya, sehingga dapat dilihat komitmen berorganisasi yang ada merupakan hasil dari proses interaksi komunikasi tersebut. Penelitian ini memfokuskan bagaimana iklim komunikasi pada saat krisis di perusahaan dapat membentuk suatu komitmen para anggota, yaitu untuk bertahan atau memutuskan keluar dari PT. Pasaraya Nusakarya.
Data primer diperoleh dan wawancara mendalam (in depth interview) dan pengamatan (obeservation) terhadap lima informan para eksekutif tingkat menengah di PT. Pasaraya Nusakarya. Pemilihan informan ini didasarkan pada kriteria yaitu eksekutif menengah yang sudah bekerja minimal lima tahun, kinerj a karyawan tidak pernah bermasalah terhadap perusahaan, telah mengikuti pelatihan minimal tiga kali sehingga internalisasi nilai terwujud baik dan dapat memberikan keterangan yang pasti dan terinci sehingga dapat menunjukkan bukti-bukti atas apa yang dilakukannya. Pemilihan informan ini disebabkan karena sebagian besar karyawan non eksekutif adalah karyawan kontrak dan pekerja paruh waktu sehingga hal yang lumrah jika perputaran karyawan non eksekutif lebih tinggi dibanding eksekutif.
Dari hasil penelitian, didapati bahwa komitmen berkaitan erat dengan nilai organisasi dan iklim komunikasi yang terjalin di antara anggota organisasi. Dari lima informan yang diwawancarai dan diamati, terbagi menjadi tiga kelompok komitmen, yaitu kelompok pertama, informan yang berkomitrnen afektif yang mendasarkan komitmennya pada kenyamanan dan mempunyai pemahaman nilai organisasi yang rendah. Kedua, adalah kelompok informan yang berkomitmen berkesinambungan yang mendasarkan komitmen pada kesempatan, mereka akan berkomitrnen jika ada sesuatu yang bisa diharapkan dan diperoleh dari organisasi dengan atau tanpa internalisasi nilai organisasi. Ketiga, kelompok informan dengan komitmen normatif, yaitu mereka yang tetap memegang teguh komitraen karena faktor keharusan dan atas kebanggaan diri dalam diri mereka. Nilai organisasi cenderung tertanam kuat sebagai akibat dari internalisasi nilai yang cukup lama.
Interaksi komunikasi yang terbuka dan suportif juga mempengaruhi individu dalam meneruskan komitmennya pada perusahaan, terutanna dan aspek lingkungan dan rekan sekerja. Hal ini membentuk iklim komunikasi yang mendorong individu untuk dapat menikmati keanggotaannya dalam organisasi walaupun kondisi krisis terjadi dalam perusahaan dimana hal ini mampu meningkatkan komitmen mereka untuk tetap bertahan di suatu organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily
"Birokrasi menurut Weber adalah unit sosial yang memiliki tujuan, struktur hierarki, dan aturan/prosedur yang jelas. Organisasi birokrasi hadir dengan tujuan untuk melayani kepentingan publik. Struktur hierarki organisasi tersebut terdiri dari bagian-¬bagian yang dimaksudkan untuk memperjelas peran, kewenangan dan tanggungjawab masing-masing bagian. Aturan/prosedur dalam birokrasi menjamin setiap bagian agar berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, setiap peran, kewenangan dan tanggungjawab dalam birokrasi melekat pada jabatan tertentu.
Dalam organisasi birokrasi, komunikasi dilakukan dengan mengikuti alur formal, bahkan komunikasi tulis-menulis lebih dominan daripada komunikasi tatap muka. Tujuan dan pola komunikasi semacam ini agar wewenang yang melekat pada jabatan tertentu tidak disalahgunakan. Dengan demikian, praktek komunikasi keorganisasian dalam birokrasi dapat dipertanggungjawabkan.
Praktek-praktek komunikasi keorganisasian dapat dipahami melalui teori strukturasi organisasi. Struktur dalam teori strukturasi didefinisikan sebagai aturan dan sumberdaya yang dibawa dan digunakan para anggota organisasi dalam berinteraksi, dalam hal ini meliputi ekspektasi relasional, peranan-peranan kelompok, norma-norma, jaringan-jaringan komunikasi dan institusi-institusi kemasyarakatan. Teori strukturasi organisasi menyatakan bahwa komunikasi sebagai dasar tindakan sosial merupakan proses produksi dan reproduksi sejumlah sistem sosial. Organisasi birokrasi sebagai sistem sosial merupakan basil dari tindakan sosial para anggotanya. Dinyatakan juga bahwa struktur memberikan pedoman bagi individu dalam memahami sesuatu, bertindak, dan mencapai tujuan organisasi. Tindakan sosial tersebut pada akhirnya akan menciptakan struktur-struktur baru.
Strukturasi dalam organisasi dapat diarahkan pada 3 (tiga) situs metaforik, yaitu conception, implementation, reception. Conception adalah tahap pendefinisian konsep organisasi termasuk norma, kesepakatan, mekanisme dan etika. Implementation adalah tahap kodifikasi formal yaitu, ketika semua konsep diputuskan dan dilembagakan. Reception adalah tahap ketika para anggota organisasi menerima keputusan atau kebijakan organisasi. Proses strukturasi tersebut tidak berjalan secara sederhana, melainkan merefleksikan hubungan-hubungan dan praktek-praktek keorganisasian yang kompleks dan mengandung muatan konflik.
Penelitian ini bermaksud mengetahui bagaimana proses strukturasi dalam organisasi birokrasi Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat). Rentang waktu penelitian ini adalah 6 (enam) bulan, yaitu mulai bulan Mei sampai dengan Oktober 2006. Janis dan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan strategi penelitian studi kasus yang bertujuan untuk memberikan gambaran dan pemahaman yang komprehensif atas fenomena yang diteliti. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan analisis terhadap dokumen, arsip dan hasil rekaman. Dalam penelitian ini, pilihan terhadap sumber data didasarkan pada informasi yang ingin digali. Informan yang diwawancara meliputi Komisioner, Asisten Ahli, Pegawai Negeri Sipil dan Karyawan Non Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan observasi dilakukan atas praktek-praktek komunikasi keorganisasian yang dijalankan di KPI Pusat. Melalui metode-metode tersebut, semua data yang diperoleh dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hambatan-hambatan dan permasalahan-permasalahan yang bersifat individual dan organisasional dalam proses strukturasi organisasi. Faktor-faktor seperti kecemasan komunikasi, kredibilitas informasi maupun peran anggota dalam jaringan mempengaruhi hubungan dan praktek praktek komunikasi keorganisasian yang dijalankan di KPI Pusat.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah institusionalisasi dalam organisasi birokrasi KPI Pusat belum memadai. Hal ini terlihat pada saat mendefinisian konsep organisasi dan keputusannya. Keputusan organisasi hanya merupakan kesepakatan aksiomatik sehingga para anggota tidak sepenuhnya menerima dan melaksanakan apa yang menjadi keputusan organisasi. Kenyataan tersebut turut mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi karena para anggota cenderung mendefinisikan, melaksanakan dan menerima keputusan berdasarkan tolak ukur pribadi bukan tolak ukur organisasi. Singkatnya, KPI Pusat sebagai organisasi birokrasi belum mencerminkan sebuah lembaga yang mapan. Bahkan dari beberapa kasus yang muncul, tidak menunjukkan adanya penyelesaian kasus secara tuntas, sebaliknya yang terlihat adalah conflict avoidance yang justru memproduksi dan mereproduksi masalah dan membuka peluang timbulnya konflik laten.
Implikasi dari penelitian ini mencakup implikasi akademik dan praktis. Secara akademik dapat menegaskan teori komunikasi keorganisasian terutama proses strukturasi organisasi yang menunjukkan peran komunikasi sebagai dasar tindakan sosial para anggotanya yang sangat menentukan kelangsungan hidup organisasi. Secara praktis diarahkan pada 3 (tiga) situs metaforik strukturasi yang bersifat kompleks dan penuh muatan konflik. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi KPI Pusat untuk mengevaluasi kegiatan komunikasi dan kebijakan komunikasi organisasinya.
Saran dari penelitian ini, KPI Pusat seharusnya mendefmisikan kembali institutional building yang merupakan pedoman bagi para anggota organisasi untuk berpikir, bertindak, berprilaku dan mencapai tujuan. Dengan adanya orientasi yang sama di antara anggota organisasi, niscaya apa yang menjadi keputusan KPI Pusat mencerminkan keputusan lembaga sepenuhnya. Di samping itu, perlu adanya penyelesaian kasus secara tuntas yang dapat diterima pihak-pihak yang terlihat konflik dan dibutuhkan juga sanksi yang jelas atas pelanggarannya. Dengan demikian dapat mencegah munculnya kasus serupa di kemudian hari.

Weber defines bureaucracy as a social unit with explicitly defined goals, hierarchical structure, and a set of rules or procedures. Bureaucracy organization has to allocate goods and services for public. The essence of bureaucracy is hierarchy, consisting number of positions. Such rules or procedures allow the solution of problems, standardization and equality in the organizations. So that, members of bureaucracy organization accomplish their role based on their position.
In bureaucracy organizations, a related aspect of transformation of interpersonal relations is that face to face communication is frequently subordinated to communication in writing. Written records as a defining characteristic of bureaucracy, are functional for organizations because they insulate from illegitimates influences, or indeed from any direct influence of individuals and groups.
In structuration theory, structures are the rules and resources people use in interaction. Structures in this theory like relational expectations, group roles and norms, + communication networks, and social institutions both affect and are affected by social action. Structuration theory states that human action is a process of producing and { reproducing various social systems. Organization, like any other social system are produced through actions and interactions among individuals. Structuration always involves three modalities or dimensions. These are (1) an interpretation or understanding, (2) a sense of morality or proper conduct, and (3) a sense of power in action. The rules we use to guide our actions, in other words, tell us how something should be understood, what should be done, and how to get things accomplished. All of those activities in turn create new structures and reproduce old ones.
Organizational structure is created when individuals communicate with others in three metaphorical "sites," or centers of structuration. The first includes all those episodes of organizational life in which people make decisions and choices that limit what can happen within the organization. This is the site of conception. The second site of organizational structuration is the formal codification and announcement of decisions and choices, the site of implementation. Finally, structuration occurs as organizational members act in accordance with the organizational decisions, which is the site reception. The communication activities at these three sites are often difficult and conflict laden
Research on structuration in bureaucracy organization has added much to our knowledge about how the structuration process being applied in the bureaucracy organization- KPI Pusat. The characteristics of bureaucracy organization described ' above, help us to understand those three sites of structuration.
This qualitative research is under gone for 6 (six) months time, starting from May until October 2006. Case study is chosen for this research to have a comprehensive understanding of phenomenon. Interview, observation and analysis the documents, files and records is the measure to collect data. The informations obtained from the data source will depend on purposeful selection principle. Informants interviewed in this research are Commissioners, Assistants, Civil Servants and Non Civil Servants. The observation is focuses on communication and organization activities in KPI Pusat. After all the data collected, the next step is to analysis and to reach conclusion.
The result of this research shows there are 2 (two) barriers in structuration process. Barriers that come from individual characteristics and differences and barriers that come from organization's structures, systems and processes. Certain factors such as communication apprehension, information credibility and networks contribute the complexity of this process.
As it shown above has led the conclusion that institutional building in KPI Pusat is not mature yet. The definition of organization concept and all the policy taken are just an axiomatic concensus. So that, the organization policy that have been taken are often not fully accepted and implemented by the members of organization. Member of organizations tends to make a decision based on her/his interest and not for organizational purposes. In some cases, the solution that are offered by the members of organizations is not satisfying for each other. This condition make a repetitive situation for some cases.
Finally, there is a recommendation for KPI Pusat. KPI must redefine its institutional form and purposes because it will become a guidance for organizational members to think, to act, to behave and to accomplish the main goals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Setiawan
"Untuk mencapai reputasi yang baik, perusahaan melakukan berbagai kegiatan strategis. Salah satunya melalui program community relations. Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), program community relations yang dapat dilakukan adalah program corporate social responsibility (CSR) dan community development (Comdev).
Prinsip yang terkandung dalam CSR adalah charity dan stewardship. CSR adalah kewajiban perusahaan untuk melindungi dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Comdev Iebih menitikberatkan pada prinsip pemberdayaan masyarakat.
Reputasi perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain visi, kebijakan formal perusahaan, budaya organisasi, komunikasi, identitas perusahaan dan citra negara atau industri. Faktor-faktor ini harus dapat dikon;unikasikan dengan baik melalui strategi komunikasi korporasi. Dalam kaitan dengan perubahan lingkungan yaitu implementasi otonomi daerah, BUMN dapat menerapkan strategi untuk mengharmoniskan tujuan perusahaan dengan perubahan dan tujuan perusahaan dengan harapan publik. Strategi respon sosial ini relevan dalam strategi komunikasi dan implementasi program CSR dan Comdev dan bisa dikaitkan dengan strategi buffering dan bridging ketika perusahaan berhubungan dengan lingkungan.
Melalui penelitian kualitatif, peneliti mencoba mengkaji strategi komunikasi dan implementasi program CSR dan Comdev BUMN dikaitkan dengan adanya implementasi otonomi daerah. Penelitian evaluatif ini dilakukan di PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk. Data didapat melalui kajian kepustakaan dan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang telah ditentukan. Data tersebut dianalisis dengan mengikuti prooposisi teoritis atau kerangka konsep yang membawa pada studi evaluasi dan dengan mengembangkan kerangka kerja deskripitif untuk mengorganisasikan studi evaluasi.
Dari analisis data ditemukan bahwa perubahan lingkungan dengan adanya implementasi otonomi daerah membawa perubahan kebijakan dan konsep bagi BUMN dalam strategi komunikasi dan implementasi program CSR dan Comdev. Strategi komunikasi yang awalnya low profile dibenahi menjadi lebih proaktif dengan penguatan aspek-aspek kualitatif komunikasi formal dan memperbaiki komunikasi informal dengan .stakeholder. Sedangkan implementasi program Comdev mengalami perubahan, balk fokus daerah binaan maupun alokasi dana.
Keberhasilan BUMN, khususnya dalam melaksanakan program Comdev tidak serta merta dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan program Comdev yang lebih komprehensif untuk diterapkan di sebuah daerah. Perbedaan kepentingan antara pe-nerintah, perusahaan dan stakeholder keduanya bisa menjadikan program ini kurang berjalan dengan baik. Salah satu perubahan lingkungan yang membawa dampak dalam strategi komunikasi program ini adalah dengan diterapkannya otonomi daerah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan praktis bagi BUMN dan perusahaan lainnya dalam menata dan membenahi program CSR dan Comdev. Perubahan yang dapat dilakukan adalah menempatkan program CSR yang mengandung prinsip charity dan stewardship sebagal investasi sosial perusahaan (corporate social investment) sehingga dapat menumbuhkan kemandirian bagi masyarakat. Dengan demikian, program CSR akan sinergi dengan program Comdev sebagal upaya perusahaan untuk mencapai reputasi yang balk. Dari sisi akademis, bidang kajian Comdev yang relatif lebih banyak dibahas dalam perspektif ilmu kesejahteraan sosial atau social welfare dengan menitikberatkan pada pendekatan kemasyarakatan. Karena BUMN juga melakukan program ini, maka diharapkan Comdev juga bisa dikembangkan dalam perspektif ilmu komunikasi sehingga menjadi bidang yang menarik dalam kajian corporate communications."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hastuti Sri Kandini
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada analisis perencanaan Kerja Sama Direktorat Kerja Sama dan pengembangan tahun 2007 dalam melaksanakan kegiatan kerja sama dalam memenuhi segala kewajiban Indonesia dalam World Intellectual Property Organization (WIPO) dan World Trade Organization (WTO). Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif.
Penelitian menggunakan analisis perencanaan menurut stoner. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 orang responden dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan 50 orang lain dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Luar Negeri, Konsultan dan Sentra HKI Universitas Indonesia.
Dari analisis terhadap basil kuesioner, disimpulkan bahwa : 1) Masih banyak pegawai di Direktorat Jenderal HKI yang belum mengetahui proses perencanaan di Direktorat Jenderal MI; 2) Begitu pula dengan responden dari pihak eksternal yang rata-rata belum mengetahui kegiatan di Direktorat Kerja sama dan Pengembangan;.. 3) Kegiatan Kerja Sama Intemasional dilaksanakan untuk memenuhi kewiban Indonesia sebagai anggota WTO dan WIPO; 4) Dengan Analisis SWOT maka Ditjen HKI dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada pada organisasinya; 4) Proses Perencanaan hares dilakukan oleh Ditjen HKI, berdasarkan hasil analisa data didapat perbedaan antara pihak internal dan eksternal mengenai kegiatan di Direktorat Jenderal HKI.

ABSTRACT
The Focus of this study is about international cooperation planning analisis at Directorate Cooperation and Development in the year of 2007 in case doing the cooperation in a Indonesia respect to the WIPO and WTO as a member. This is a Kuantitatif Research.
This Research is using planning analisis by Stoner. 100 Responden in this research which 50 responden from Directorate General Intellectual Property Rights and 50 responden are from Trade Department, Foreign Department, Intellectual Property Consultant and Intellectual Property Clinic from University of Indonesia.
From the quesioner, The following are the research results: 1) Employee in Directorate General Intellectual Property Rights does not knowing about the planning in their office; 2) From the Employee of Ekstemai they do not knowing about the system in Directorate General of Intellectual Property Rights; 3) The International Cooperation was built because Indonesia as a member of WIPO and WTO and must respect to the WTO and WIPO agreement; 4) By the SWOT analisis data Directorate General of intellectual Property Rights must do the planning program because from planning analisis we know the strongess and the weakness of our organization.
"
2007
T20806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library