Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rully C. Iswachyudi
Abstrak :
Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 yang baru saja dilaksanakan menunjukan sakali lagi bahwa ada perubahan dalam pola perebutan kekuasaan. Komunikasi politik melalui pencitraan kandidat seolah menjadi menu wajib baik bagi Challenger maupun Incumbent. Pencitraan tersebut dijabarkan dalam retorika politik yang erat hubungannya dengan media, iklan politik dan survei. Hal tersebut sangat terkait dengan era komunikasi yang terbuka, sehingga para pemilih dan warga negara sangat mudah mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukaon para pemimpinnya. Retorika politik yang diketahui akan digunakan warga negara untuk modal memilih para pemimpinnya ataupun menanyakan kembali tugas para pemimpin setelah mereka menjabat. Retorika poHtik yang ditakukan para challenger dan incumbent tentunya harus sesuai dengan keinginan masyarakat pemilih jika ia ingin terpilih atau dipilih kembali oleh warganya. Untuk itu tulisan ini mengemukakan beberapa pertanyaan bagaimana strategi komunikasi politik challenger dan incumbent dalam mencarl dan mempertahankan kekuasaan, selain itu retorika politik apa yang digunakan oleh challenger dan incumbent terutama yang berhubungannya dengan penggunaan media, iklan politik serta efek survei yang terjadi. Berangkat dari keinginan untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penulis memilih sosok Susilo bambang Yudhoyono (SBY). ......The Presidential Election on 2009 has just done a while ago, it showed, once again, that there is a slight change in power taking patterns. Political communication by candidate image has becomes a regular and compulsory menu for Challenger and/or Incumbent. The image has been explained in political rhetoric that it has close correlation to media, surveys and political campaign. This is highly correlated to open-ended communication era, so voters and citizens can easily find out what have been done and what will be done by their leader. Known political rhetoric shall be used by citizens in order to vote their leader or to re­ questioning the tasks of their leader when he/she hold his/her position. Political rhetoric that being made by challenger and incumbent shall certainly be adjusted to voters' needs if they want to be re-elected by their voters. Therefore, this writing is discussing several questions on what are political communication strategies for challengers and incumbent in order to take and restore their power, beside of that, what are used political rhetoric by challengers and incumbent, in particular to correlate with the usages of media, political campaign and survey effects which have been occurred. From this perspective, in order to reply questioned mentioned above, writer selects the figure of Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T32393
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny J.A.
Jakarta: Jayabaya University Press , 1999
320 DEN v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Insan Fahmi
Abstrak :
Perjalanan politik Masyumi - sejak didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 sampai dibubarkan pada tahun 1960 -- penuh dengan dinamika, baik di dalam internal Masyumi sendiri maupun ketika berhubungan dengan partai politik dan Presiden Sukarno. Hubungan Masyumi dengan Presiden Sukarno misalnya, pernah juga mengalami hubungan yang harmonis, terutama pada masa revolusi. Hubungan itu mengalami pergeseran hingga menjurus kepada konflik. Konflik antara Sukarno dengan Masyumi semakin tajam, terutama sejak adanya keinginan Sukarno mengubur partai politik pada bulan Oktober 1956, dan Konsepsi Presiden pada tahun 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa Demokrasi Terpimpin. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dimulai sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keluarnya Dekrit tersebut semakin memperkuat dan memperbesar kekuasaan Sukarno di satu pihak, sementara di pihak lain semakin melemahkan posisi dan peran Masyumi sebagai partai politik. Bukan hanya peran politik Masyumi yang semakin merosot, tetapi eksistensi Partai Masyumi pun diakhiri Sukarno melalui Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Sukarno membubarkan Masyumi. Pertama, Sukarno ingin merealisasikan pemikiran dan obsesinya yang sudah lama terkubur, terutama mengenai partai politik, demokrasi dan revolusi. Kesimpulan ini didasarkan atas beberapa pernyataan dan pemikiran Sukarno yang sudah berkembang sejak masa pergerakan nasional sampai masa awal Demokrasi Terpimpin. Kesatu, sejak masa pergerakan nasional Sukarno menginginkan partai politik cukup satu. Bahkan pada bulan Oktober 1956 Sukarno menyatakan partai politik adalah penyakit, sehingga hams dikubur. Kedua, Sukarno menginginkan demokrasi yang diterapkan adalah Democratisch-centralisme, yakni suatu demokrasi yang memberi kekuasaan pada pucuk pimpinan buat menghukum tiap penyelewengan, dan menendang bagian partai yang membahayakan massa. Konsep ini disampaikan Sukarno pada tahun 1933. Konsep ini kemudian Sukarno terapkan pada masa Demokrasi Terpimpin. Ketiga, Sukarno berkeyakinan revolusi belum selesai. Setiap revolusi mempunyai musuh. Dalam logika revolusi hares ditarik garis yang tegas antara kawan dan lawan. Perilaku politik Sukarno pada masa Demokrasi Terpimpin - menurut Bernhard Dahm -- dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki tokoh Bima dalam cerita pewayangan, seperti sifat Bima yang tidak mengenal kompromi dengan lawan yang datang dari luar keIuarganya. Faktor kedua, adanya konflik yang berkepanjangan antara Sukarno dengan Masyumi. Konflik itu mulai muncul ketika Perdana Menteri M. Natsir menolak usul Presiden Sukarno tentang cara penyelesaian Irian Barat. Selain itu, Natsir juga mengingatkan Presiden Sukarno supaya jangan mencampuri urusan pemerintah, dan kalau Sukarno terus-terusan mencampuri kebijaksanaan pemerintah maka perdana menteri bisa menangkapnya. Kasus ini menimbulkan dendam pribadi Sukarno kepada M. Natsir. Selain dendam pribadi, Sukarno juga menyimpan dendam sejarah kepada Partai Masyumi. Partai Masyumi seringkali mengkritisi dan menentang gagasan dan kebijaksanaan Sukarno. Adanya penentangan dan perlawanan Masyumi yang tidak putus-putusnya kepada Presiden Sukamo yang semakin mendorong dan meyakinkan Sukarno untuk membubarkan Masyumi. Faktor ketiga adalah untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan melestarikan kekuasaannya. Sukamokhawatir kalau Masyumi tetap dibiarkan hidup, maka akan mengancam kekuasaannya, dan menghambat jalannya Demokrasi Terpimpin. Dengan demikian, Masyumi dibubarkan bukan karena terlibat PRRI. Hal ini diakui sendiri oleh Sukarno kepada Bernhard Dahm pada tahun 1966. Sukarno mengatakan tidak dapat menyalahkan suatu partai karena kesalahan beberapa orang. Kalau begitu, keluarnya Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960 merupakan bentuk sikap kesewenang-wenangan Sukarno terhadap Partai Masyurni. Konflik Masyumi dengan Presiden Sukarno disebabkan beberapa hal. Pertama, masalah kedudukan dan kekuasaan dalam pemerintahan. Kedudukan dan kekuasaan Masyumi dalam pemerintahan sangat besar pada masa Demokrasi Parlementer, sementara pengaruh dan kekuasaan Presiden Sukarno sangat keciI. Mengingat kedudukan seperti itu, maka Presiden Sukarno ingin merebut kedudukan itu, dan terlibat secara langsung dalam pemerintahan. Sebab kedua, adanya perbedaan yang prinsipil mengenai demokrasi. Sukarno menginginkan Demokrasi Terpimpin, sementara Masyumi menolak dan menentang Demokrasi Terpimpin. Sebab ketiga, adanya perbedaan ideologi. Presiden Sukarno menggalang kerjasama dengan PKI yang berhaluan komunis. Sementara itu, Partai Masyumi mempunyai ideologi Islam yang tidak mau bekerjasama dengan PKI, dan sangat kerns menentang komunisme. Adanya pcrbcdaaan ideologi antara PKI dan Masyumi, berimplikasi terhadap hubungan Masyumi dengan Presiden Sukarno. Sukarno lebih memilih PKI, dan konsekuensinya Sukarno hams menyingkirkan Masyumi. Usaha Sukarno untuk menyingkirkan Masyumi dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan politik, dengan cara mengurangi dan menghilangkan peran politik Masyumi dalam pemerintahan dan legeslatif. Kedua, pendekatan hukum, dengan membuat beberapa peraturan yang menjurus kepada pembubaran Partai Masyumi. Partai Masyumi menghadapi Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960 dengan dua cara. Pertama, Pimpinan Partai Masyumi menyatakan Masyumi bubar, melalui suratnya No. 1801BNI-25/60 tanggal 13 September 1960. Partai Masyumi membubarkan diri untuk menghindari cap sebagai partai terlarang, dan korban yang tidak perlu, baik terhadap anggota Masyumi dan keluarganya, maupun aset-aset Masyumi. Kedua, menggugat Sukarno di pengadilan. Usaha Masyumi mencari keadilan di pengadilan menemui jalan buntu. Kebuntuan itu terjadi karena adanya intervensi Sukarno terhadap pengadilan. Keputusan Pimpinan Partai Masyumi yang membubarkan diri, temyata bisa diterima anggota Masyumi. Anggota Masyumi tidak melakukan pembangkangan terhadap Pimpinan Masyumi. Meskipun Partai Masyumi sudah bubar secara material, namun di kalangan anggota Masyumi masih merasa Masyumi tetap hidup dalam jiwa mereka. Oleh karena itu, mereka tetap memandang para pemimpin mantan Masyumi sebagai pemimpin mereka. Dengan demikian, pernyataan Faith mengenai sifat Bapakisme dalam kepemimpinan partai di Indonesia terbukti, setidaknya untuk kasus Partai Masyumi.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T7205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debbie Affianty
Abstrak :
Tesis ini berupaya memperlihatkan bagaimana proses rekrutmen politik dilakukan oleh panai politik di Kota Depok menjelang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tahun 2005. Studi ini hanya memfokuskan pembahasan mengenai proses rekrutmen yang dilakukan oleh tiga parpol (PKS, PD dan PAN) untuk pcncalonan Walikota dan Wakil Walikota di Kota Depok. Analisis terhadap rekrutmen dilakukan dengan menggunakan teori rekrutmen yang mengkaji sifat proses rekrutmen, apakah bersifat terbuka atau tertutup, berorientasi pada achievement oriented style (kecakapan) atau ascriptive style (ketokohan). Studi ini melihat bahwa keputusan untuk merekrut atau tidak merekrut seseorang berkaitan dengan beberapa faktor seperti ketokohan, kemampuan finansial, keturunan, latar belakang organisasi, agama, gender serta pendidikan dan pengalaman. Proses penelitian dilakukan melalui berbagai tahapan, Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan para informan kunci dan telaah terhadap dokumen tertulis yang bersumber dari dokumen partai maupun artikel Surat kabar. Berdasarkan studi yang dilakukan, diketahui bahwa rekrutmen untuk menjadi calon Walikota dan Wakil Walikota Depok yang dilakukan oleh partai politik pada dasarnya tidak melibatkan masyarakat secara mendalam sehingga menimbulkan protes dan pengalihan dukungan dari kader partai politik kepada calon lain di luar yang ditetapkan partainya. Studi ini memperlihatkan bahwa teori-teori rekrutmen relevan dalam memahami proses rekrutmen yang dilakukan di negara-negara yang berada dalam tahap konsolidasi demokrasi seperti Indonesia.
This thesis aims to discuss the process of political recruitment conducted by political parties in Depok for the Direct Mayoral Election in 2005. This study only focuses on the discussion of recruitment process conducted by three political parties' (PKS, PD and PAN) to select the candidates for the election. Analysis to the recruitment process employs theories of recruitment that analyze the nature of recruitment process, whether it is open or closed, achievement oriented style or astrictive style. The study shows that the decision to recruit or not to recruit someone is related with several factors such as figure, financial capability, descends, organizational background, religion, gender as well as education and experience. The research undergoes several phases; data collection is conducted through in-depth interview with key informants and a review of some documents from the parties or articles in the newspaper. The study finds that recruitment for the prospective Mayor and Deputy Mayor of Depok does not involve the community at large so it triggers protests and shift in support from the cadres that eventually give their votes to the candidates from other parties. This study shows that the theories of political recruitment are still relevant in analyzing recruitment process in the countries that are still in the stage of consolidation towards democracy, including Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margolang, Raja Surya Darma
Abstrak :
Bisnis militer TNI-AL merupakan bagian integral dari institusi bisnis TNI menjadi salah satu fokus terpenting bersama-sama dengan isu reformasi TNI. UU TNI No. 34 Tahun 2004 dalam salah satu pasal menyatakan TNI harus melepaskan bisnisnya pada tahun 2009. TNI-AL adalah institusi yang mengawaki alat utama yang berbasis telmologi tinggi, biaya mahal, dan besar serta diawaki oleh prajurit yang membutuhkan kesejahteraan. Penghapusan bisnis militer menimbulkan pertanyaan, bagaimana kelanjutan keberadaan TNI-AL di masa depan, sedangkan selama ini anggaran militer kurang. Oleh karena itu agar penelitian lebih terarah penelitian memfokuskan pada studi kasus bisnis militer TNI-AL Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan TNI-AL terjun dalam bisnis dan kebijakan apa saja yang telah dilakukan TNI-AL dalam rangka pembenahan bisnisnya. Agar diperoleh interpretasi dan kesimpulan menganalisa studi tentang bisnis militer, digunakan tiga kerangka teori yang dijadikan landasan studi, yaitu, teori tentang Bisnis Militer, teori Transisi Demokrasi, dan teori Tentara Revolusioner. Untuk menjawab permasalahan di atas penelitian ini menggunakan metode kualitatif sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) studi kepustakaan, dan (2) studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam (indepth-interview) dengan informan yang dipilih secara purposive. Hasil penelitian yang didapatkan penulis sebagai berikut : Perbedaan kebijakan pimpinan lama dan baru terhadap bisnis militer; Pihak TNI-AL berpandangan bisnis militer dapat dihapuskan, namun negara harus dapat memberikan jaminan kebutuhan TNI. Di lain pihak pandangan para pengamat/politisi menyatakan bisnis militer harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan alam demokrasi, Penyelesaian masalah bisnis militer TNI-AL kurang berjalan dengan semestinya, UU Yayasan No. 16 Tahun 2001 merupakan dasar pijakan bisnis TNI yang tidak mencerminkan kegiatan bisnis pada umumnya justru lebih menguntungkan pada mitra dan segelintir pribadi petinggi militer ketimbang kesejahteraan prajurit secara umum. Kesimpulannya bahwa Yayasan Bhumyamca TNI-AL memang diperuntukkan kesejahteraan prajurit semata, walaupun tersamar masih ada hidden agenda dibalik pendiriannya, yaitu untuk keperluan para petinggi TNI-AL.
The business runs by Navy-TNI is an integral part of the TNI business institution which became one of the most important focus within TNI reformation issues. In one of the article of UU TNI No. 34/ 2004 states that TNI has to release its business by the year of 2009. Navy is an institution which basically uses high and expensive technology tools and appliances and operated by soldiers who need the maintenance of welfare. The closing of military business then raised a question, how to maintain the existence of the Navy in the future when there is a very limited budget to cover the expenses. Hence, this research will focus on the case study of Navy military business. The main problem posed in this research is what factors that caused the Navy to be involved in business and what policy taken by the Navy to reform its business. Three framework theories are used as a study basis, in order to get an interpretation and result on the study of military business, the theory on Military Business, Democracy Transition and Revolutionary Soldier. The results of this research are as follow: there is a different of policy between the old and the new leaders on military business. The Navy military business can be abolished; however the state has to be able to guarantee the fulfillment of the military needs. On the other hand, the military observer/ politician state that the military business has to be abolished because it is not in accordance to democracy. The completion of the Navy military business problem did not proceed as it supposed to. UU Yayasan No. 1612001 as the basis for TNT's business does not represent the general business activities instead gives more advantages to the partners and several military leaders personal rather than the general welfare of soldiers. In order to answer it, this research used a qualitative method with data collection technique done by: (1) literature study and (2) field research by in-depth interviews with informants selected by purposive sampling. In conclusion, Yayasan Bhumyamca owned by the Navy is indeed aimed for the welfare of soldiers although there is still a hidden agenda of the Navy leaders' advantages behind the establishment of the cooperation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisyaroh
Abstrak :
Gagasan dernokrasi merupakan hal yang senantiasa aktual unmk diperbincangkan. Penghargaannya atas prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan, dianggap memiliki nilai universal dan relevan dengan hakikat kehidupan umat manusia. Di Indonesia, tumbangnya rezim Orde Baru menghidupkan kembali ide-ide demokrasi. Sistem politik pun berangsur-angsur berubah. Demokrasi menjadi slogan utama dan tema di setiap pembicaraan sosial dan politik, bahkan demokrasi pun dikaitkan dengan realitas dan tradisi keagamaan.

Para pemikir, cendikiawan dan pengamat demokrasi tak henti-hentinya mengusung gagasan demokrasi yang relevan dengan konteks kehidupan bangsa Indonesia. Tentu saja, nilai-nilai tradisi sosial dan keagamaan tidak lepas dari pertimbangan. Dalam konteks inilah, pemikiran Gus Dur memiliki kontribusi yang sangat panting. Tesis ini hendak menjelaskan pemikirannya tentang demokrasi, sejauh mana pemikiran keagamaan membentuk pemikiran Gus Dur dan menyesuaikannya dengan gagasan demokrasi dan implikasi pemikirannya bagi pcrkembangan demokrasi di Indonesia.

Pemikiran Gus Dur ditelaah berdasarkan teori dan konsep tentang demokrasi, demokratisasi, civil society dan sosialisasi politik. Dari uraian gagasan dan pemikirannya, tampak bahwa Gus Dur menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Proses menuju terciptanya suasana demokratis diperjuangkan olehnya lewat berbagai peran sosial dan politik yang ia jalani. Latar belakang kultur agama yang kuat turut memperkuat dukungannya terhadap konsep demokrasinya. Bahkan ia berani, tegas dan teguh menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Islam memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan demokrasi.

Sikap kritis terhadap pemerintah menunjukkan penghargaan atas kedaulatan rakyat. Konsep masyarakat sipil terwujud jika kedaulatan berada di Iangan rakyat. Sentuhan pemikiran Islam dan Barat dalam karir intelektualnya turut mempengaruhi sikap toleransi yang ia miliki. Karena itu pula, pemikirannya seringkali dianggap sebagai representasi dari kehendak rakyat pada level bawah. Meski demikian, ia juga sosok yang unik dan kontroversial. Dalam keteguhan pendirian, terkadang ia harus berbenturan dengan berbagai pihak. Baginya, hal ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi.

Implikasi teori dari penelitian ini menunjuldcan bahwa pada umumnya pemikiran Gus Dur tentang demokrasi relevan dengan demolcrasi itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai pluralisme. Hal ini sekaligus mendukung teori demokrasi sebagai salah satu sistem politik yang paling relevan bagi kehidupan sosial-politik yang sangat majemuk di Indonesia.
Democracy is always actual idea to be discussed. Its appreciation of freedom and equal principles is assumed to have a universal value. They are also relevant with the substance of human life. In Indonesia, the fall of New Order has generated the idea of democracy. Democracy becomes main topic and slogan in every social and political discussion, and it is also tried to be linked with religious tradition and reality.

Thinkers, scholars, and academicians always support the idea of democracy which is said as relevant with the life of Indonesia. Of course, socio-religious traditional values are still considered. In that context, the idea of Gus Dur has an important contribution. This thesis tries to explain the idea on democracy; the role of religious values which is shaped GuDur ideas on democracy and adjust it with democracy; and its implication on democracy in Indonesia.

The idea of Gus Dur is examined with theory and concept of democracy, democratization, civil society, and political socialization. From the description of his ideas and thoughts, it seems that Gus Dur supports the values of democracy. Process in realizing democratic situation in fought by him through his social and political role. His strong background on religious culture strengthens his support on his concept of democracy. Even he is brave, assertive, and tough to state that Islam is compatible with democracy. Islam has significant contribution for the advancement of democracy.

His critical perception toward the government shows his appreciation on peop|e's sovereignty. The concept of civil society will be realized if the people have the sovereignty. His experience with Islamic and Westem ideas contributes to his tolerance attitude. Because of that , his ideas represent people's aspiration. Even tough, sometimes he is also unique and controversial because he must oppose other's opinion.

Theoretical implication of the research is that generally the ideas of Gus Dur on democracy relevant with democracy it sel£ especially pluralism. It is relevant with theory of democracy as a political system with plural social and political life of Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Suswantoro
Abstrak :
Penelitian ini berupaya untuk memahami agenda partai politik nasionalis dan Islam dalam menyikapi boleh tidaknya bekas anggota PKI dan organisasi massanya dan yang terlibat langsung G30S/ PKI ikut serta dalam pemilu atau mendapatkan haknya untuk dipilih. Dinamika politik yang teljadi selama pembahasan inilah yang menarik untuk diteliti.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Teori Fungsi Parpol dari Carl J. Friedrich, Teori Kekuasaan dari Weber, Teori Keterwakilan dari Miriam Budiardjo, Teori Kebijakan dan Agenda dari Dewey serta Teori Konflik dalam melihat pemilahan struktur masyarakat Indonesia dari Clifford Geertz. Dari teori-teori tersebut bisa dilihat bagaimana masing-masing partai politik yang terlibat dalam pembahasan RUU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD ini memainkan peran, fungsi, maupun agenda politiknya guna memperoleh kekuasaan dan menambah jumlah keterwakilannya di parlemen. penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan lebih menekankan pada analisis penulis terhadap data dan referensi yang diperoleh melalui wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya agenda politik yang dimainkan oleh semua partai politik baik yang berlatar belakang ideologi nasionalis maupun Islam. Agenda politik itu menyangkut potensi tambahan perolehan suara yang dapat diperoleh PDI Perjuangan jika usulannya untuk menghapus salah satu aturan RUU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD ini disetujui. Butir aturan yang dimaksud adalah pasal yang mengatur persyaratan calon anggota legislatif yang berbunyi: Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "G30S/ PKI " atau organisasi terlarang Iainnya.

Pencantuman syarat itulah yang kemudian ditentang oleh Fraksi PDI Perjuangan meski ditentang oleh fraksi-fraksi lain. Harus diakui, semua partai politik yang terlibat dalam penyusunan RUU tentang Pemilihan Umum DPR, memainkan agenda kepentingannya masing-masing. Latar belakang kesamaan ideologi, agama, kesamaan plat form, atau kedekatan besaran perolehan jumlah kursi masing-masing partai politik sangat kental mewarnai kesepakatan-kesepakatan substansi yang dibahas dalam RUU Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Terkait dengan implikasi teori dalam penelitian ini, maka semua teori yang digunakan sebagai alat analisis dikuatkan atau confirm dengan temuan di lapangan...
This research aims to understand the agenda of nationalist and Islamic political parties in facing the issue of ex-communist party member and other its mass organisation to involve in election or get back their right to be chosen. The dynamic of the issue is interesting to explore.

Theories applies in the research are theory of function of political party from Carl Friedrich, theory of power from Webber, theory of representation from Miriam Budiardjo, theory of policy and agenda from Dewey, and theory of conflict to identify the structure of Indonesian society from Clifford Geertz. From those theories it can be seen that each parties involved in the coditication of the law of election for DPR, DPD and DPRD play their own role, function, or also political agenda to get more power and increase their numbers in the parliament. This research applies qualitative research method and emphasizes on analysis of data and reference from interview.

The result shows that there is political agenda played by all nationalist or Islamic political parties. The political agenda relates to the raise of voters gained by PDI for Struggle if their proposal to avoid one of the article in the law. The article arranges the requirements of candidates of legislative member as, They are not ex-member of prohibited organisation that is Indonesian Communist Party, or not directly or indirectly involve with the tragedy of G30S/PKI or other prohibited organisations.

The insertion of that requirement is opposed by PDI for struggle; however its position is also opposed by other parties. In fact, all political parties involved in the codification of the law play their own political agenda. The background of ideology, religion, platform, or their representation in the parliament influences the substantial agreements in the codification. Relate to the implication of theories mentioned above, all of the theories applied in the research relevant with the fact found in the research....
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian M. Noer
1987
S17787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Arif Sumantri
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1978
S5492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Ridwansyah
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kemenangan Barisan Nasional pada Pemilihan Umum 2004 yang disebabkan oleh kepemimpinan Mahathir dan Badawi. Kepemimpinan Mahathir yang kuat melalui kebijakan pemulihan ekonomi pasca krisis 1997 dan pelemahan oposisi demi menjaga stabilitas politik telah menjadi fondasi awal kemenangan Barisan Nasional menjelang Pemilihan Umum 2004. Abdullah Badawi sebagai penerus Mahathir mampu memastikan kemenangan Barisan Nasional pada Pemilihan Umum 2004 melalui kebijakan pemberantasan korupsi dan perbaikan pelayanan publik. Badawi juga mengenalkan gaya kepemimpinan yang santun, toleran dan hangat seperti yang ia tampilkan pada konsep Islam Hadhari.
This thesis discusses the Barisan Nasional victory in the 2004 general election due to the leadership of Mahathir and Badawi. Mahathir's strong leadership through a policy of economic recovery after the 1997 crisis and the weakening of the opposition in order to maintain political stability had been the initial strategy towards the Barisan Nasional won the 2004 General Election. Mahathir's successor Abdullah Badawi was capable of ensuring the victory of the Barisan Nasional in the 2004 general election with a policy to eradicate corruption and improving public services. Badawi also introduced his leadership style, Islam Hadhari which polite, tolerant and warm as he carried on that concept.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S45079
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>