Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Owen Arigohena
"Telah dilakukan penilaian kualitas air menggunakan ikan sebagai indikator di Situ Salam Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan pada titik inlet, midlet dan outlet dengan dua stasiun pada masing-masing titik. Dari hasil pengamatan didapatkan 5 suku ikan dengan 10 jenis yaitu Channa striata, Amphilophus labiatus, Oreochromis mossambicus, Oreochromis niloticus, Tilapia buttikoferi, Hypostomus plecostomus, Betta splendens, Trichopodus trichopterus, Trichopodus pectoralis, Poecilia reticulata. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan indeks keanekaragaman (H’) pada titik inlet, midlet dan outlet berturut-turut 1,66; 1,88 dan 1,84 yang dikategorikan sedang; hasil indeks dominansi (C) pada titik inlet, midlet dan outlet berturut-turut 0,21; 0,2 dan 0,18 yang juga dikategorikan sedang. Berdasarkan skoring total IBI yang berkisar antara 31-33, mengindikasikan bahwa kesehatan Situ Salam Universitas Indonesia termasuk dalam kategori sedang. Hal ini menggambarkan bahwa Situ Salam Universitas Indonesia telah mengalami perubahan yang disebabkan oleh banyak faktor, terutama aktivitas manusia.

An assessment of water quality has been carried out using fish as an indicator at Situ Salam University of Indonesia, Depok, West Java. Sampling was conducted at three areas which are inlet, midlet and outlet with two stations at each point. From the observations, it has been obtained 5 families with 10 species, namely Channa striata, Amphilophus labiatus, Oreochromis mossambicus, Oreochromis niloticus, Tilapia buttikoferi, Hypostomus plecostomus, Betta splendens, Trichopodus trichopterus, Trichopodus pectoralis, dan Poecilia reticulata. Based on the observations, the diversity index (H”) at inlet, midlet and outlet was 1.66; 1.88 and 1.84, which were categorized as moderate; The results of the dominance index (C) at inlet, midlet and outlet was 0.21; 0.2 and 0.18 which are also categorized as moderate. Based on the total IBI score, which ranges from 31-33, it shows that the health of Situ Salam University of Indonesia is in the moderate category. This illustrates that the University of Indonesia's Situ Salam has undergone changes caused by many factors, especially human activities."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alahi, Md Eshrat E.
"This book presents the design and development of an Internet of Things (IoT) enabled, smart sensor to detect nitrate contamination in natural water. It considers three different sensors designed, fabricated and configured for nitrate detection: a Graphite/PDMS and Si-based MEMS sensors, and aFR4-based sensor. It also introduces a selective polymer material developed by means of the ion imprinting polymerization technique that was used as a coating on the Si-based MEMS sensor. Further, the book discusses the development of a smart sensing system that can be used to remotely monitor the nitrate concentration in any water. Fully explaining all the techniques used, the book is of interest to engineers, researchers and scientists working in the field of the water-quality measurement."
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20509770
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Bandjarnahor, South Mardongan
"Industri pertambangan batubara yang melakukan kegiatan pengolahan dan pencucian batubara cenderung menggunakan rawa sebagai tempat pembuangan limbah batubara yang berasal dari proses pencuciannya. Walaupun di dalam dokumen AMDAL diharuskan melakukan pengelolaan limbah dengan membuat kolam pengendap secara berseri sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan pengendapannya dilakukan secara periodik.
Batubara hasil penambangan (Run of Mine) dari tambang sebelum dipasarkan terlebih dahulu diproses di Instalasi Pengolahan dan Pencucian. Di Instalasi dilakukan proses pengecilan ukuran (antara 0,125 mm s.d. 50 mm) dan selanjutnya dilakukan pencucian dengan menggunakan air supaya partikel pengotornya lepas dari batubara. Partikel-pertikel halus tersebut terdiri dari batubara berukuran < 0,125 mm, batuan lempung, batuan lanau, batuan pasiran dan batuan lainnya yang disebut limbah batubara, dibuang ke Rawa Beloro yang berada di sekitar lnstalasi Pengolahan dan Pencucian.
Tujuan penelitian ini adalah a) Mengetahui parameter kualitas air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam Rawa Beloro; b) Mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di Rawa Beloro akibat pembuangan limbah batubara; c) Mengetahui penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem perairan Rawa Beloro; d) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap struktur komunitas pada perairan Rawa Beloro; e) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap degradasilsuksesi rawa. Penelitian secara ilmiah untuk mengetahui hal.tersebut di atas belum pernah dilakukan, untuk itu perlu dilakukan penelitian. Setelah diketahuinya pengaruh pembuangan limbah batubara ke dalam rawa maka basil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan peraturan atau kebijakan pemerintah di bidang industri pertambangan batubara.
Penekananan pada hipotesis ini bahwa limbah batubara akan mempengaruhi beberapa aspek: a) Parameter fisika (kecerahan, suhu, kecerahan dan padatan tersuspensi) dan kimia (Fe dan pH) dapat menurunkan kualitas perairan akibat pembuangan limbah batubara; b) Rawa Beloro dikategorikan tercemar jika parameter fisika dan kimia perairan melebihi standar Indeks Mutu Kualitas Air (U. S. STORET EPA); c) Dalam penentuan kualitas perairan beberapa parameter fisika dan kimia penyebab utama dapat berkorelasi negatif dengan parameter pendukung lainnya; d) Pembuangan limbah batubara memberi darnpak pada kualitas biota perairan; e) Pembuangan limbah batubara secara terns menerus dapat mengakibatkan suksesi rawa menjadi darat.
Penelitian dilakukan secara survey lapangan dan pengambilan sampel dari Rawa Beloro yang merupakan rawa yang terganggu lingkungannya akibat pembuangan limbah batubara (10 titik stasiun) dan perairan Rawa Ngandang sebagai rawa yang tidak terganggu akibat pembuangan limbah batubara yang merupakan mewakili rona awal (6 titik stasiun).
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengambilan sampel dari lapangan yang kemudian dianalisis di laboratorium: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Samarinda (analisis kualitas air), PT. Geoservices (Ltd) Bandung (sedimea) dan Laboratorium 1PB Bogor (plankton dan benthos). Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, perusahaan, Pemda setempat, dsb. Untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan Rawa Beloro dan Rawa Ngandang mengacu pada Indek Mutu Kualitas Air menurut U. S. STORET-EPA dan PP No. 82 Tabun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air . Untuk mengetahui parameter utama dari kualitas perairan yang mengganggu ekosistem Rawa Beloro dengan cara Analisis Komponen Utama (PCA) serta untuk mengetahui kelompok dari masing-masing stasiun yang mempunyai karakteristik sama atau mendekati digunakan cara Uji Koresponden Analisis. Parameter air yang dianalisis adalah kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi (TSS), suhu, pH, oksigen terlarut (DO), CO2 terlarut, bahan organik (BOD dan COD), nutrient (NO2, N03 , NH3 dan P04), sulfat (S042-), besi (Fe) dan logam berat (Cd dan Zn).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa a) Parameter air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam rawa yaitu kecerahan, suhu, kekeruhan, Fe, padatan tersuspensi (TSS) dan derajat keasaman (pH). b) Kualitas air Rawa Beloro sangat buruk dengan skor -45 c) Penyebab utama degradasi Rawa Beloro adalah TSS, kadar Fe, kekeruhan dan pH.yang berkorelasi negatif dengan suhu dan kecerahan. d) Kegiatan pembuangan limbah batubara mengakibatkan kualitas biota perairan (fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos) sangat rendah. e) Rawa Beloro akan berubah menjadi daratan dalam waktu 15 tahun lagi (2016) akibat dibuangnya limbah batubara sebanyak 140,000 ton/tahun dengan laju sedimentasi 4,6 x 10‾4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/tahun.
Dalam rangka mempertahankan fungsi Rawa Beloro (Rawa R1 dan Rawa R2) sebagai rawa disarankan agar Rawa Belor (R2) direhabilitasi dan ditingkatkan fungsinya sebagai indikator kualitas air limbah batubara dengan cara limbah batubara yang mengendap di Rawa Rl supaya dikeruk dan diiimbun ke bekas tambang. Selanjutnya air yang keluar dari Rawa Rl ke Rawa R2 terlebih dahulu diolah sebingga parameter kualitas air yang masuk ke Rawa R2 memenuhi kualitas air untuk perikanan sesuai dengan Baku Mutu Limbah kelas EI dari (PP No. 82 Tahun 2001). Pada rawa R2 dapat ditanami tanaman air dan di budidayakan ikan rawa. Limbah batubara yang terdiri dari batubara halus dan material yang terendap di Rawa Beloro (R1) supaya dikeruk secara berkala dan dtimbun ke bekas tambang serta batubaranya dimanfaatkan sebagai bahan briket karena jumlah batubara yang dibuang ke Rawa Beloro setiap tahunnya sebanyak 70.000 ton.

Coal mining industries which include processing and washing activities tend to use swamp as place for dumping waste in the process. Although in EIA document the project is obligated to perform management of waste by making a series of precipitation pond with certain capacity and its dredging conducted periodically.
Coal product of mining (Run of Mine Coal) prior to be marketed should be processed first in the processing and washing plant. In washing plant performed granulation (between 0,125 mm to 50 mm) and then will be processed in the washing plant by using water in order that dirt particles detached from the coal sized < 0,125 mm, clay, silt stone, sand stone and other kind of rock called waste, dumping to Rawa Beloro which is located surround of washing plant.
The purposes of this research are (a) to measure water quality parameter which is polluted caused by dumping waste at Rawa Beloro; (b) to measure pollution grade at Rawa Beloro caused by dumping waste; (c) to determine what is the main factor for ecosystem degradation at Rawa Beloro; (d) to determine what is the impact of dumping waste disposal on communities structure at Rawa Beloro; (e) to determine what is the impact of dumping waste on degradation of swamp. Scientific research of the above items has never been conducted yet, therefore it is necessary to be performed. By knowing the impact of dumping waste disposal into the swamp as key point of this research and so far could be used as regulation making material or government policies in coal mining industry.
The stressing of this hypothesis that dumping waste will impact some aspects as follows: (a) A physic parameters (transparent, temperature, turbidity and total suspension solid) and chemistry parameters (Fe and pH) can decrease water quality caused by dumping waste disposal; (b) swamp quality of Rawa Beloro could be categorized polluted when physics and chemist parameters on swamp is higher than Water Quality Index based on U. S. STORET EPA; (c) in determining water quality some physics and chemistry parameter as the main factor can also correlated into negative impact with its support parameter; (d) dumping waste can also impact the quality of swamp biota; (e) sustainable of dumping waste will cause swamp succession become land. Research is conducted by field surveying and sampling from Rawa Beloro where its environment disturbed by dumping waste (10 station coordinates) and Rawa Ngandang as the undisturbed swamp which represent initial color (6 station coordinates).
The data from this research included primary and secondary data. Primary data obtained from field sampling which then analyzed in the Laboratory of Industry research and development Bureau of Samarinda (water quality analysis), PT. Geoservices (Ltd) Bandung (sediment) and Laboratory of IPB Bogor (plankton and benthos). Secondary data obtained from library study, company, local government, etc. To determine the grade of swamp polluted at Rawa Beloro and Rawa Ngandang, applied on Water Quality Index by U. S. STORET EPA and Government Regulation No. 8212001 concerning Water Quality Management and Water Pollution Control. To determine dominant parameter of swamp quality which is impact the ecosystem of Rawa Beloro is by done Principal Component Analysis (PCA) and so far to know group of each station which has the same characteristic or approximately is done by using Correspondent Assessment Analysis. Water parameters which is to be analyzed are the transparent and turbidity, suspension solid (TSS), temperature, pH, diluted oxygen (DO), diluted CO2, organic material (BOD and COD), nutrient (NO2, NO3, NH3, and PO4), sulfate (SO42'), iron (Fe) and heavy metal (Cd and Zn).
Based on this research conclusion that: (a) polluted water parameters caused by dumping waste into swamp as follows: temperature, transparent, turbidity, total suspension solid (TSS), Fe and pH; (b) the water quality at Rawa Beloro is very polluted and the score is -45; (c) the main factor of Rawa Beloro' degradation are total suspended solid (TSS), Fe, turbidity negative correlation to temperature and transparent; (d) dumping waste disposal activity causes the quality of swamp biota (phytoplankton, zooplankton and makrozoobenthos) is very low; (e) the swamp of Rawa Beloro will change to be land within 14 years causing by dumping waste of capacity 140.000 ton annually with the grade of sediment 4,6 x 10‾4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/year.
In order to maintain the function of Rawa Beloro (Swamp R1 and Swamp R2) as swamp it is suggested that Rawa Beloro (R2) should be rehabilitated and increased its function as waste water quality indicator by dredging the waste in Swamp R1 and piled to the ex-mined area. And then the outlet of Swamp (R1) to Swamp (R2) firstly processed so that water quality parameter incoming to swamp (R2) (inlet), meet water quality to fishery in accordance with Standard III class of Government Regulation No. 821200I concerning Water Quality Management and Water Pollution Control. In Swamp R2 could be planted with water plant and bred swamp fish. The waste contains of fine coal and material precipitated in Rawa Seloro (R1) should be dredged periodically, dumping into ex-mined area and fine coal of approximately 70.000 ton per year can be used as coal briquette material.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Heintje Ndahawali
"Danau Tondano yang terletak di Kabupaten Minahasa merupakan salah satu sumber daya alam perairan yang sangat strategis dan penting bagi perkembangan perekonomian di Propinsi Sulawesi Utara. Hal ini dapat dilihat dari manfaatnya sebagai sumber bahan pangan (ikan), sumber air minum (PDAM Manado), pengairan sawah, kebun, keperluan rumah tangga penduduk sekitar danau, sumber air untuk industri, sumber energi PLTA, media transportasi dan pariwisata. Saat ini salah satu kegiatan masyarakat yang menonjol di sekitar Danau Tondano adalah memelihara ikan dalam budidaya jaring apung (BJA). Kegiatan tersebut berdampak positif karena dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pelaku usaha budidaya dan juga meningkatkan produksi perikanan di Kabupaten Minahasa. Selain berdampak positif, jika berkembang tanpa kendali kegiatan BJA yang kelewat intensif ini bisa menimbulkan dampak negatif karena kegiatan tersebut menghasilkan limbah organik (terutama pencemaran unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efisien sehingga sisa pakan dan kotoran ikan akan menumpuk di dasar perairan. Penumpukan limbah organik ini akan mencemari danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti eceng gondok (Eiclzhornia crasssipes (Mart.) Solms), Hydrilla verticillata ((L.F.) Royle), Ceratophyllum demersum (L.) , dan lain-lain diikuti dengan terbentuknya gas-gas yang dapat menyebabkan kematian organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.
Penelitian ini bertujuan: (a) membandingkan kualitas perairan pada wilayah yang ada kegiatan BJA dan yang tidak ada kegiatan BJA, (b) mengetahui kualitas dan tingkat kesuburan perairan Danau Tondano, (c) mengetahui jumlah limbah organik dan kegiatan budidaya ikan jaring apung dan. daya dukung serta daya tampung perairan Danau Tondano terhadap kegiatan tersebut, (d) mengetahui dampak pencemaran air terhadap ekosistem danau yang meliputi keberadaan dan fungsi Danau Tondano serta terhadap lingkungan dan kehidupan manusia yang memanfaatkannya.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (a) kegiatan budidaya ikan jaring apung paling mempengaruhi kualitas dan tingkat kesuburan perairan Danau Tondano, (b) Apabila kegiatan BJA berlangsung terus tanpa terkendali maka akan berdampak terhadap keberadaan dan fungsi Danau Tondano serta bagi kehidupan manusia yang memanfaatkannya.
Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dan ekspos fakto selama 1 bulan dari tanggal 11 Juni sampai 16 Juli 2001. Pengambilan sampel air dilakukan di empat stasiun pengamatan. Tiga stasiun di mana terdapat aktivitas BJA dan satu stasiun tidak terdapat kegiatan BJA. Stasiun-stasiun yang dimaksud adalah: Stasiun I di Desa Eris (2078 unit jaring apung), Stasiun II di Desa Kakas (350 unit jaring apung) , Stasiun III di Desa Remboken (40 unit jaring apung) dan Stasiun IV di Desa Tolour (tidak BJA). Pengambilan data kualitas air dilakukan sebanyak tiga kali meliputi: suhu, kecerahan, pH, DO, BOD, nitrat, nitrit, amoniak dan fosfat. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan membandingkannya dengan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kelas III (pembudidayaan ikan air tawar) dan pendapat para ahli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk parameter kualitas air tertentu yaitu: BOD, NH3, NO3, dan P04 di stasiun I, II, dan III telah melewati ambang batas (daya tampung) yang dipersyaratkan dalam PP Nomor 82 tahun 2001 untuk kelas III dan menurut pendapat para ahli. Hal ini diduga disebabkan oleh limbah organik dari aktivitas BJA yang telah berlangsung dari tahun ke tahun. Stasiun IV (tidak ada kegiatan BJA) masih menunjukkan kualitas air yang lebih baik dibandingkan stasiun I, II, dan III. Selama tahun 1994-2000, jumlah rata-rata beban pencemar yang dihasilkan dari aktivitas BJA di Danau Tondano adalah sebanyak 2.951,5 ton limbah organik yang mengandung 138,8 ton nitrogen dan 29,004 ton fosfor.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan: (a) Perlu adanya peraturan daerah (PERDA) yang mengatur tentang zonasi (pewilayahan) perairan Danau Tondano untuk usaha budidaya ikan, penangkapan, reservat/perlindungan, dan zona penyangga berdasarkan pada fungsi, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta kesesuaian ruang dengan mengacu pada UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan , UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, memperbaiki cara pemberian pakan dan jumlah pakan yakni 3% dari bobot ikan peliharaan per hari dan diberikan tiga kali sehari. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan, sehingga dapat mencegah pencemaran perairan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pakan yang tepat untuk satu unit jaring apung dengan padat penebaran 1750 ekor ikan, berat awal total biomassa ikan 50 kg, dan masa pemeliharaan tiga bulan adalah 337,5 kg pakan, tidak seperti yang terjadi sekarang di mana selama masa pemeliharaan tersebut jumlah pakan yang dihabiskan rata-rata sebanyak 450 kg pakan/unit. Metode budidaya ini akan dapat terlaksana dengan baik jika disosialisasikan kepada para petani ikan melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan, memperbaiki konstruksi BJA dan jarak antarunit jaring apung sebaiknya 10-30 m agar supaya reaerasi dapat berlangsung dengan baik di samping perlu dilakukan pengaturan musim tanam dan panen serta diversifikasi jenis ikan yang dipelihara (ikan gurami, ikan nila dan ikan patin), (d) Perlunya pengembangan teknologi BJA yang ramah iingkungan sebagai suatu teknologi yang efektif, efisien dengan produktivitas tinggi serta dampak negatifnya terhadap lingkungan perairan diupayakan seminimal mungkin. Teknologi yang dimaksud contohnya adalah satu petak keramba dengan 2 tingkat jaring (ganda), jaring pertama (lapisan atas) berukuran 5 x 5 x 3 m dengan ukuran mata jaring 1 atau 1,5 inci dipelihara ikan mas (Cyprinus carpio) dengan padat penebaran 50-105 kg/unit dan jaring kedua (di lapisan bawah) berukuran 7 x 7 x 4 m dengan ukuran mata jaring 0,5 atau 0,75 inci dipelihara ikan nila (Tylapia niloiica) dengan padat penebaran 18-50 kg/unit. Dengan rasio konversi pakan untuk ikan mas 1,3-1,68 dan ikan nila 0,5-0,9 dan masa pemeliharaan 2,5-3,5 bulan, diperoleh produksi ikan mas antara 944-1276 kg dan ikan nila 143-263 kg. Selanjutnya disarankan perlunya penelitian lanjutan tentang penggunaan jaring apung rangkap tiga yang mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik di mana bisa meningkatkan efisiensi pemberian pakan dan produksi ikan, (e) sebagai salah satu upaya untuk mengurangi populasi eceng gondok di Danau Tondano maka disarankan untuk melakukan studi tentang pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan makanan ternak, pemupukan, penghasil gas bio, penyerap limbah, dan bahan baku untuk pembuatan kertas, (f) perlu penelitian lanjutan tentang jumlah limbah organik dari aktivitas permukiman, pertanian, pariwisata dan lain-lain sehingga dapat diketahui kegiatan apa yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pencemaran di Danau Tondano. Dengan demikian dapat dilakukan tindakan penanggulangan menurut skala prioritas, dan (g) untuk pengelolaan Danau Tondano ke depan maka peneliti menyarankan agar dibentuknya semacam badan kaordinasi (pengelola) yang bertugas untuk mengintegrasikan semua kepentingan para stakeholder dengan konsep one lake, one plan, one management.

Tondano Lake located in Minahasa Regency is one of the strategic and important natural resource for the economic development in North Sulawesi Province. This is due to its multifunction such as sources of food stuff (fish), drinking water, water for industries, water for PLTA, transportation media and tourism object. One of the prominent community activities at Tondano lakeside is floating net fish culture (BJA). This activity provides positive impact on the increase of fishery production and increasing the fish farmer income in Minahasa. On the other side, this activity also creates negative impact on water quality since by the inefficiency of feed consumption by fish population, a lot of organic waste will pollute the water quality and as the results of fish metabolism which will accumulate on the lake's bed. This accumulation will deteriorate water quality of the lake from eutrophication that stimulates blooming of phytoplankton and water hyacinth such as Eichhornia crassipes ((Mart.) Solms), Hydrilla verticilata ((L.F.) Royle), Ceratophylum demersum (L.) followed by the emergency of poisonous gases that may kill aquatic organisms (especially cultured fishes) and finally ended by thickness of anaerobic layer in the water body.
The objectives of this research are: (a) to compare water quality in the area which has BJA activity and in the area which has no BJA activity, (b) to find out the water quality and the eutrophication level of Tondano Lake, (c) to find out the amount of organic waste produced by floating net fish culture and the carrying and absorbing capacity of Tondano Lake on this activity, (d) to find out the impact of deteriorated water on the lake ecosystem which include the existence and function of Tondano Lake for human life.
The hypotheses of this research were: (a) fish floating net culture most influence the quality and fertilization level of Tondano Lake, (b) the quality and fertilization level of water will influence the existence and function of Tondano Lake and for the human life.
Survey was conducted for one month from 11 June - 16 July 2001. Water samples were taken at four stations. Three of them were used for BJA activity and one station has no BJA activity. The stations were in Eris Village (2078 units of floating net), Kakas Village (350 units of floating net), Remboken Village (40 units of floating net) and Tolour Village. Sampling of water quality was conducted three times a day including: temperature, pH, dissolved oxygen, biological oxygen demand, carbon dioxide nitrate, nitrite, ammonia and phosphate then the obtained data were analyzed descriptively and compared with Government Regulation No. 82 of 2001 about Water Quality Management and Water Pollution Control for class III (freshwater fish culture).
It was concluded that water quality parameters such as BOD, NH3, NO3, and PO4 in station I, station II and station III have exceeded the threshold level as required by Government Regulation No. 82 of 2001 (class III) and according to the experts opinion. Station IV showed better water quality than station I, station II and station III. Since 1994-2000, the average amount of organic waste produced by B.IA in each year was of 2.951,5 tons that content 138, 8 tons of nitrogen and 29,004 tons of phosphor.
Based on these results, it was suggested that: (a) Regional regulation (PERDA) is needed to regulate the zoning of fish culture activity, fish catching, reservation and buffer zone based on the function, carrying capacity, absorbing capacity of living environment and space conformity according to Act No. 9 of 1985 about Fishery, Act No. 24 of 1992 about Spatial Management, Act No. 23 of 1997 about Management of Living Environment, and Government Regulation No. 82 of 2001 about Water Quality Management and Water Pollution Control, (b) improving of fish feeding accordance efficiently up to 3% of fish weight and feeding is done three times in a day. According to the method, the requirement of fish food (pellet) to culture 1.750 of fish seeds which have initial weight 50 kg and culture time 3 months was 337,5 kg of pellet, (c) improving of KJA construction and the distance between each unit must be 10-30 m so that aeration take place continuously, arrange the harvest time and diversification of fish culture (i.e. gurami, nila and Patin fishes), (d) it is needed to develop BJA with an environmental friendly attitude namely by double floating net technique to minimize food waste into water. This technique has been tested to gold fish (Cyprinus carpio) and nila fish (lyalapia nilotica) and showed satisfied result. Furthermore it is suggested that three layers of nets may provide and increase efficiency in this net fish culture, balancing fish production and fish feeding pellets, (e) as an effort to minimize the water hyacinth population in Tondano Lake, it is suggested to make research the utilization of eceng gondok as livestock food, fertilizer, biogases producer and waste absorbing, (f) further study is needed the extend of organic waste produced by agriculture, settlement, tourism and other activities at Tondano Lake so that water pollution control can be carried out according to its priority scale, and (g) it is suggested to form a management coordination board of Tondano Lake that function to integrate all the interests of the stakeholder based on the concept of one lake, one plan, and one management.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T5211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty Suhartini
"Hepatitis E adalah peradangan yang menyerang organ hati yang disebabkan virus hepatitis E (HEV), yang ditularkan secara "fecal oral" melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja manusia yang mengandung HEV.
Di Indonesia Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis E pernah terjadi di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, pada tahun 1987, 1989, dan 1991 dan di Kabupaten Bondowoso Jawa Timur pada tahun 1998. Sampai dengan akhir April 2001 masih ditemukan penderita Hepatitis E yang berobat ke Puskesmas Sukosari dan Wonosari Kabupaten Bondowoso.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas bakteriologi air yang digunakan oleh masyarakat dengan kejadian Hepatitis E di Puskesmas Sukosari dan Wonosari Kabupaten Bondowoso tahun 2000 - 2001.
Disain penelitian menggunakan disain kasus kontrol tidak berpadanan, dengan perbandingan kasus dan kontrol 1 : 1. Jumlah sampel minimal yang diperlukan sebanyak 88 kasus dan 88 kontrol. Populasi kasus adalah penderita Hepatitis E yang berobat ke Puskesmas Sukosari dan Wonosari sedang populasi kontrol adalah penderita bukan penyakit Hepatitis E yang berobat ke Puskesmas Wonosari dan Sukosari sejak 1 Januari 2000 sampai dengan 31 April 2001.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Hepatitis E, sedangkan variabel independen utamanya adalah, kualitas bakteriologi air.
Hasil penelitian menunjukkan air yang terkontaminasi coliform berhubungan dengan kejadian HEV setelah dikontrol oleh faktor konfounder (OR : 2.45 (95% CI : 1.23 - 4.89; p = 0.01)). Variabel konfounder tersebut adalah kebiasaan minum air masak, kebiasaan jajan, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.
Jadi orang yang menggunakan air yang terkontaminasi coliform berisiko terkena HEV 2 kali dibanding orang yang menggunakan air yang tidak terkontamininasi tinja/coliform.
Bila kelompok kontrol diasumsikan mewakili populasinya, maka upaya perbaikan kualitas bakteriologi air yang digunakan masyarakat, penerapan kebiasaan minum air masak, dan mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan, maka diperkirakan dapat menurunkan proporsi kejadian HEV sebesar 55%.

Water quality and Hepatitis E Virus at the Health Center of Sukosari and Wonosari, District of Bondowoso, for period 2000 ? 2001Hepatitis E is known as one of the liver inflammation, caused by Hepatitis E virus. The disease is transmitted by the fecal - oral route and fecally contaminated water and food.
The outbreaks of Hepatitis E have been reported from District of Sintang, West Kalimantan, in the year of 1987, 1989 and 1991. So did from District of Bondowoso, Provincial of East Java in 1998.
Up to the end of April 2001, there were still found the patients of Hepatitis E who were treated at the Health Center of Sukosari and Wonosari, District of Bondowoso.
The Objective of this study is to identify the association between the microbiological water qualities used by community with the occurrence of Hepatitis E.
The research design use unmatched case control study, with control to case ratio 1 : 1.
The minimum sample size used is 88 cases and 88 controls respectively. The sources of case are patients of Hepatitis E who were treated at the Health Center of Sukosari and Wonosari. On the other hand, the sources of control are non Hepatitis E patients who were treated in both of the Health Centers mentioned before.
Dependent variable in this study is the occurrence of Hepatitis E, and its main independent variable is microbiological water quality.
The result of this study shown that the microbiological water quality has a significant association with the occurrence of HEV after has been adjusted by the confounder factors. (OR : 2.45; 95% CI 1.23 - 4.89; p = 0.01). Those factors are, the habit of drinking boiled water, and hand washing before eating. Therefore, respondent who used fecally contaminated water has a risk infected by HEV 2 times bigger than the respondent who used safe water.
Referring to the result of this study, if control group is assumed represent its population, a water quality improvement, practical of drinking boiled water and hand washing before eating, are predicted reduce the proportion of HEV occurrence about 55%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 8178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutardjo
"Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (WA), marupakan salah satu kegiatan yang berkembang pesat di waduk Jatiluhur. Dasar pertimbangan pengembangan BJA ialah untuk pemanfaatan sumber air waduk dan untuk memberikan sumber pendapatan altematif bagi masyarakat di sekitamya. Dampak positif dari pengembangan BJA antara lain meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya dan meningkatnya produksi ikan untuk konsumsi dalam negeri. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) yang beroperasi di waduk Jatiluhur terus mengalami peningkatan dari 15 unit KJA pada tahun 1988 menjadi 2.100 unit KJA pada tahun 1997 dengan total produksi ikan yang di panen hingga tahun 1997 sebanyak 1.545.32 ton.
Namun demikian perkembangan WA tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, dan menyebabkan kegagalan panen akibat kematian ikan budidaya secara masal pada tahun 1996 dan 1997.
Dalam rangka pengendalian dampak negatif BJA tersebut, telah dilakukan berbagai upaya antara lain : penataan ruang waduk dan pengembangan KJA sistem ganda. Kematian ikan akibat perubahan kualitas air biasanya terjadi pada awal musim penghujan saat cuaca mendung, dimana intensitas cahaya matahari sangat rendah, sehingga menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan rendahnya produksi oksigen (02) dalam air. Berdasarkan data time series kualitas air di Ciganea terdapat peningkatan kandungan nutrien yang dihasilkan dari dekomposisi limbah organik yang berasal dari BJA. Peningkatan nutrien tersebut mengakibatkan meningkatnya kesuburan perairan dan densitas fitoplankton, sehingga akan meningkatkan kebutuhan 02 yang diperlukan fitoplankton pada malam hari. Pada kondisi populasi fitoplankton yang padat dan padatnya ikan dalam KJA, menyebabkan terjadinya defisit 02 yang lebih besar, akibatnya jumlah ikan dalam KJA yang mengalami kematian juga meningkat.
Jadi masalah utama yang menyebabkan menurunnya kualitas air di lingkungan budidaya adalah limbah organik dari kegiatan BJA, sehingga permasalahan yang di kaji pada studi ini ialah terjadinya perubahan kualitas air waduk akibat kegiatan BJA, dan proses terjadinya kematian ikan budidaya secara masal dalam KJA.
Tujuan dari studi ini ialah untuk mengetahui : 1) pengaruh kegiatan BJA terhadap perubahan kualitas air di lingkungan budidaya, waduk Jatiluhur, 2) perubahan kualitas air dari waktu ke waktu melalui indikator parameter kunci kualitas air yang terkait dengan kegiatan BJA, dan 3) perbedaan kualitas air antara daerah WA (Ciganea) dan non BJA (Ubrug) di waduk Jatiluhur.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam studi ini dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
Pertama : Tidak ada perbedaan kualitas air antara daerah BJA dan daerah non BJA.
Kedua : Ada kecenderungan penurunan kualitas air dari waktu ke waktu di Ciganea, mulai sebelum ada kegiatan BJA sampai timbul masalah kematian ikan.
Studi ini dilaksanakan di perairan waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, dari tanggal 12 Pebruari - 5 Maret 1999. Lokasi penelitian berada di perairan Ciganea yang merupakan areal BJA dan perairan Ubrug yang merupakan areal non budidaya. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ialah metode surval dengan pendekatan observasi lapang di daerah terpapar dan daerah non terpapar pada kedalaman yang berbeda. Luas perairan Ciganea sekitar 40 ha dengan kedalaman ± (34 - 50) m, keadaan perairan relatif tenang karena jauh dari masukari air sungai, sedangkan perairan Ubrug luasnya sekitar 50 ha dengan kedalaman } (16 - 30) m terletak di sebelah selatan Ciganea, keadaan perairan relatif dangkal dan berarus sedang karena merupakan muara sungai Cilalawi dan Cisomang. Pengambilan sampel air dilakukan di perairan Ciganea pada 5 titik pengamatan (stasiun) dengan jarak antar titik 750 m dan di perairan Ubrug pada 3 titik pengamatan yang dianggap mewakili dengan jarak antar titik 1500 m. Pengambilan dilaksanakan sekali seminggu, selama satu bulan dan dilakukan secara vertikal untuk 3 lapisan kedalaman yang berbeda (permukaan, tengah dan dasar perairan) dengan menggunakan Bottle Water Sampler volume 3,5 L. Pengambilan sampel dilakukan dari pagi hingga siang hari, dengan
1) Perlu pengendalian jumlah KJA yang terdapat di perairan Ciganea, waduk Jatiluhur, karena jumlah KJA yang ada telah melampaui dada dukung lingkungan atau jumlah optimum yang di perbolehkan yaitu 400 unit KJAlwilayah. Pengendalian tersebut harus dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab yaitu Dinas Perikanan Propinsi Dati I Jawa Barat, dengan menerapkan sangsi hukum antara lain dengan tidak menerbitkan Surat ljin Usaha Perikanan (SIUP) untuk BJA dan mengurangi jumlah KJA yang ada dengan memindahkan ke lokasi lain diluar Ciganea sesuai dengan Rencana Tata Ruang Waduk yang ada seperti di daerah Cipariuk, Pasir Jangkung, Batu Kerong, Tegal Malaka dan Cilingga. Hal tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakatlpetani BJA, dengan pendekatan penyuluhan, pelatihan dan peningkatan kesadaran, agar mereka ikut berperanserta aktif dalam menjaga pelestarian perairan waduk.
2) Perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan, yaitu sebanyak 3 % dari berat badan ikan yang dibudidayakan. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan, sehingga dapat mencegah terjadinya pencemaran perairan. Berdasarkan hasil penelitian jumlah sisa pakan yang terbuang ke perairan waduk adalah sekitar 5 kgMari, sehingga agar supaya tidak menimbulkan pencemaran perairan, maka jumlah sisa pakan yang terbuang harus lebih kecil dari 5 kg/hari (< 5 kg/hari) atau sekitar (1-1,5) kg/hari, sehingga hal itulah yang menjadi pedoman yang harus dipatuhi oleh semua prang yang melakukan kegiatan WA di waduk Jatiluhur. Agar hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka harus disosialisasikan kepada masyarakat khususnya kelompok usaha BJA/petani BJA melalui berbagai pendidikan/pelatihan dan percontohan agar ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dapat dipatuhi dan dilaksanakan.
3) Perlu peningkatan pemantauan, pengendalian dan pengawasan, terhadap kegiatan BJA di Ciganea, waduk Jatiluhur, balk dari aspek kualitas air maupun jumlah KJA yang beroperasi. Untuk pemantauan kualitas air tersebut harus dilakukan secara rutin, diikuti dengan pengendalian jumlah KJA yang beroperasi yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait dan melibatkan lembaga masyarakat yang ada di daerah tersebut, dengan Dinas Perikanan sebagai koordinator dan penanggung jawabnya. Selanjutnya dalam pelaksanaan pengawasan perlu peningkatan penegakan hukum (law enforcement) baik kepada pengusaha BJAlpetani BJA maupun kepada aparat pemerintah. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan balk, perlu diterapkan sanksi hukum yang tegas bagi setiap pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (UU. No. 911985 tentang Perikanan, 2311997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan apabila perlu pencabutan S1UPBJA agar mereka patuh. Disamping hal tersebut perlu dibarengi dengan upaya pemberdayaan kepada kelompok usaha BJAI petani BJA melalui sosialisasi, penyuluhan, pendidikan/pelatihan dan penyadaran hukum, sehingga diharapkan mereka dapat ikut berperan serta aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan perairan dan mengawasi tindak pelanggaran yang terjadi.
4) Perlu pengembangan teknik BJA yang ramah lingkungan yaitu Keramba Jaring Apung Ganda (Berlapis) untuk mengurangi Iimbah pakan yang masuk ke perairan waduk. Berdasarkan hasil penelitian teknik budidaya ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan mencegah pencemaran perairan. Namun demikian untuk dapat dikembangkan dimasyarakat, hal tersebut masih perlu dikaji lebih mendalam terutama dari aspek ekonomi agar dapat terjangkau oleh masyarakatlpetani BJA dan aspek kemudahannya agar dapat dicontohldipraktekkan, dan sebelum dikembangkan secara luas hangs disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat melalui kelompok usaha BJA/petani BJA.

The Effects of Fish Culture on the Water Quality of Reservoir (A Case Study on Fish Cage Culture in Ciganea, Jatiluhur Reservoir, Purwakarta, West Java)Fish cage culture was carried out intensively in Jatiluhur reservoir. This activity was developed to utilize the available water resources in the reservoir and to provide alternative income source for the community around the reservoir. Beside that, positive impact the development of cages culture such us the increasing fish production for domestic consumtion and job opportunity for local community. Based on the statistical data the number of cage culture used for fish culture increased steadily for 15 unit in 1988 to 2.100 unit in 1997. Total production of fish harvested in 1997 is 1.545,32 tones. However, this considerable development of the cage culture has resulted in an adverse impact of water quality which in few resulted in the failure of production. It is reported that in 1977 about 50 % of the cages could not be hatvested as the fishes were died. The collaps of production resulting from the low water quality, usually happens during early raining season where the solar radiation is quite low. This results in the low rate of photosynthesis and consequently low oxygen production. In order to control the adverse impact of the cage culture the spatial planning was set up by reservoir management authority in collaboration with the provincial government and interrelated institution.
Based on the time series data of water quality in Ciganea, there is increase in the concentration nutrient resulted of the decomposition of the great concentration production waste of cage culture. Increases in concentration nutrient resulted in eutrophication and increasing phytoplankton density, which In few increase consentration of oxygen required by phytoplankton during night time. Increasing phytoplankton and fish densities resulted in hightly defisit oxygen, consequently the number of fish cultivated in the cage that were dead also increase.
It is clear that the main problem causing dateriotation of water quality is production waste that consisted of feed waste and metabolite. Therefore, this study is focused on the changes of the water quality in aquaculture areas of reservoir resuldted by cage culture activity. The objectives of the study are, {1) to find out the effects of cage culture activity on water quality change in waters environment; (2) to evaluate of the environmental impact of the cage culture on the water quality in Ciganea areas Jatiluhur reservoir.
The objectives of the study are, (1) to find out the effects of cage culture activity on water quality change in waters environment; (2) to evaluate of the environmental impact of the cage culture on the water quality in Ciganea waters, Jatiluhur reservoir.
The hypothesis in this study to be tested are :
First There are not the differences of water quality in both the cage culture compared with in non cage culture areas.
Second : There are the tendences of water quality decrease on periodically in Ciganea areas, before cage culture development until case of death fishes.
The area of sudy are Ciganea and Ubrug waters of Jatiluhur reservoir, Purwakarta, West Java. The study was conducted during February 12 to March 5 1999. The Ciganea waters was used for cage culture, while Ubrug waters was free of cage culture activity. The methode of study used are survey methode, survey was conducted to collect water samples and to observe aquaculture activities reservoir and environment condition.
The Area of Ciganea waters was about 40 ha, it's depth varied between (35-50) m. The waters was relatively stagnant quaite a far from the inlet of reservoir. Area of Ubrug waters was about 50 ha, it's depth varied between (16-30) m, it is south word of Ciganea. The waters condition relatively shalow, moderate curent and as the estuary from Cilalawi and Cisomang rivers. The water samples were collected weekly from 5 stations in Ciganea and 3 stations in Ubrug, using 3.5 liters Kemmerer Bottle sampler in vertical depth of surface, centre and at the bottom water. Distance between station in Ciganea and ubrug are about 750 m and 1500 m representatively. The depth of water sampled were the (0-0,5) m layer, the (1,4-1,8) m layer and the (34-49) m layer. Sampling was carried out during the day time. The physico-chemical characteristic of the water quality measured ware temperature, transparancy, pH, DO, BOD, alkalinity, amonia, amonium, nitrite, nitrate, posphate, and suspended of organic matter. Water samples ware analysed in the chemical laboratory belong to the Research Institute of Fresh Water Fisheries, compared to the standard quality of C catagory, stipulated through Governor of West Java Decree No. 38/1991. The hypothesis were tested by using statistical analysis.
Results of the study show that :
1. The water quality in Ciganea waters to degradation as long as cage cultures activity development. It is indicated by condition of water quality parameters such us NO2, NO3, NF14, NH3 and P04, have been over of threshold value for water quality standard (C criteria), it was caused by input of feeding to waters and number of feeding tend to increases as long as cage cultures activities on going.
The water quality in Ubrug is better than Ciganea waters, it is indicated by condition of water quality parameters such us NO2, NO3, NH4, NH3 and P04, was still good and still under threshold value of water quality standard (C criteria), It is because no pollutant from feeding to waters.
The result of this study can be used. to sugestion of waters environment management in Jatiluhur reservoir, as follow :
1) It is nacessary for local government (Fisheries of Services Office) to control of number cage cultures was operated in Jatiluhur reservoirs, it is because have been carying capacity over. Base on the research, the number of cage culture recommended to operation is 400 unit/areas. Ways to control of cage culture through letter of effort, limitation of cage culture operating in waters through moving of cage culture to other areas and implemented of monitoring and surveillance.
2) It is nacessary for local government (Fisheries of Services Office) to control of number feeding to water a number of 3 °Io from weight of fish biomass to culture. Its means to prevent of polluted waters from feeding. Base on the research the number of feeding waste to waters is 5 kg/day, so recommended that less than 5 kg/day or (1-1,5) kglday of feeding waste to guiden of water quality. To impernented this program mus be following to law enforcement, extention and public awerenees to local community, especially to group of fish farmers in Jatiluhur reservoir.
3) it is necessary to enhancment of monitoring, controling and surveillance for net cage culture activity in Jatiluhur reservoir, it is involving the water quality and number of net cage culture aspect and also strengthening of law enforcement through doubt of law to farmers and official government. In order to implematation this activity is needed coordination with inter instituation and non government organisation. Biside that it is needed empowerment to local community so they can do self management and surveillance of violance to cage culture activity in Jatiluhur reservoir.
4) One of alternative to decrease of organic waste to waters is development of technical culture of environmental friendly. This technical was called double net cage cultures. Base on the research this technical can increase of use feeding efficiency and prevention of pollutted waters. Howerver it is necessary to study in detail especially including economic and assesibility aspect before introduced to community.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Widayanto
"Air bersih merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya ketersediaan air bersih ini masih merupakan masalah. Hal ini karena terjadi ketimpangan antara kebutuhan dan penawaran air bersih. PDAM sebagai pemasok utama air bersih bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya masih menghadapi kendala dengan biaya pengolahan air baku yang semakin mahal. Hal ini karena air baku yang sebagian besar diperoleh dari Kali Brantas kondisinya semakin hari semakin memburuk kualitasnya.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas air Kali Brantas, seperti melalui PROKASIH untuk meningkatkan kualitas air sungai hingga mencapai golongan mutu air tertentu yang sesuai dengan peruntukan sungai tersebut. Namun demikian kebijakan tersebut belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan. Berbagai program implementasi PROKASIH lebih menunjukkan keberhasilan dalam jangka pendek, sedang dalam jangka panjang kurang berhasil. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman mengenai seberapa besar manfaat atau nilai air Kali Brantas bagi masyarakat maupun pemerintah.
Untuk mengetahui nilai air Kali Brantas digunakan metode Contingent Valuation. Metode ini adalah metode survei secara langsung bertanya kepada masyarakat tentang kemauan bayar (WTP) untuk peningkatan kualitas air Kali Brantas, setelah terlebih dahulu memberikan penjelasan mengenai karakteristik Kali Brantas.
Metode Contingent Valuation adalah metode yang tepat untuk mengetahui nilai air sungai, karena air sungai merupakan produk yang tidak dijual di pasar (non market good). Metode Contingent Valuation mampu mengukur nilai dari suatu barang yang tidak ada di pasar. Dalam metode Contingent Valuation, untuk dapat mengetahui maksimum kemauan bayar, cukup dengan memberikan informasi yang jelas mengenai barang tersebut kepada penerima manfaat. Dalam hal ini WTP akan berarti nilai kemauan untuk membayar masyarakat untuk mendapatkan kenaikan kualitas air sungai. Selanjutnya, informasi demografi masyarakat dikembangkan untuk mengetahui latar belakang penilaian masyarakat terhadap air sungai bersih.
Survei ini berhasil mendapatkan 1.114 responden rumah tangga dengan karakteristik sebagian besar tingkat pendidikan SD; pendapatan rumah tangga kurang dari Rp. 300.000,- per bulan; jumlah anggota rumah tangga rata-rata 4 orang; Jenis pekerjaan pedagang dan wiraswasta. Dari survei ini dapat diestimasi nilai ekonomi Kali Brantas adalah sebesar Rp. 3,179 milyar per tahun untuk masyarakat di sekitar Kali Brantas.
Berbagai kebijakan meningkatkan kualitas Kali Brantas dapat dilakukan dengan memanfaatkan temuan penilaian Kali Brantas. Kebijakan secara langsung dapat dilakukan dengan merealisasikan nilai kemauan bayar masyarakat dalam bentuk iuran/pungutan, misalnya untuk membangun instalasi pengolah limbah rumah tangga secara kolektif di suatu komunitas permukiman di sekitar Kali Brantas. Sedangkan kebijakan tidak langsung dilakukan dengan mempengaruhi variabel yang berhubungan dengan tingginya WTP masyarakat terhadap Kali Brantas. Dari model regresi logistik diketahui bahwa tingginya WTP dipengaruhi tingkat pendidikan dan pendapatan rumah tangga.
Penilaian ekonomi Kali Brantas dapat juga digunakan untuk melihat efektifitas dari program peningkatan kualitas Kali Brantas selama ini, menentukan biaya kerugian akibat menurunnya kualitas Kali Brantas, serta dapat pula digunakan sebagai masukan bagi penetapan tarif retribusi iuran atas penggunaan dan pencemaran air Kali Brantas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrilia Harjanti
"Makin banyaknya pencemaran di hulu DAS Citarum dapat menyebabkan perubahan kualitas air ketiga waduk yang menampungnya, yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Waduk Saguling berfungsi sebagai penyaring (filter) limbah dan bak pengendap sehingga beban pencemaran dan pendangkalan yang terjadi di Waduk Cirata dan Jatiluhur dapat berkurang. Namun kenyataannya adalah mum air Waduk Cirata ternyata tidak kalah rendahnya dengan dari Waduk Saguling. Kenyataan ini sekaligus mengindikasikan bahwa sumber pencemaran bukan hanya berasal dari aktivitas manusia di daerah hulu, melainkan juga berasal dari kegiatan manusia di sekitar Waduk Cirata, terutama budidaya ikan jaring terapung.
Adanya pencemaran ini dapat mengubah sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi air, diantaranya adalah temperatur air, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan jumlah plankton yang merupakan parameter penting kualitas air Waduk Cirata yang diperoleh dari hasil Analisis Komponen Utama (Principal Component AnalysisIPCA), yang membagi 22 parameter kualitas air kedalam 6 faktor. Faktor pertama merupakan faktor utama dengan nilai akar ciri terbesar. Variabel dalam faktor pertama tersebut adalah temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan plankton, jumlah plankton, E. coil, dan Cotjform. Namun, karena E. coil dan Coliform tidak memiliki keterkaitan secara teoretis dengan proses korosi yang akan dibahas, maka kedua variabel ini tidak diikutsertakan dalam penelitian ini, dan diganti oleh bakteri pereduksi sulfat. Selain itu, variabel indeks keanekaan dan jumlah plankton difokuskan kepada plankton yang melekat di lempeng logam, menjadi indeks keanekaan dan kepadatan perifiton.
Adanya perubahan sifat-sifat air ini (dalam hal ini adalah parameter penting), diduga dapat mempengaruhi proses korosi. Proses korosi ini merupakan proses alami yang terjadi di alam, dan diperparah dengan keberadaan mikroorganisme penyebab korosi, terutama bakteri pereduksi sulfat yang anaerobik. Proses korosi ini telah merugikan manusia, baik secara ekonomi maupun lingkungan. Adanya korosi ini diperkirakan akan mempengaruhi fungsi waduk, terutama sebagai pembangkit tenaga listrik. Disamping itu, proses korosi juga dapat memberikan pengaruh yang buruk terhadap fungsi waduk lainnya, baik sebagai reservoir, pariwisata, maupun budidaya ikan jaring terapung.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton berpengaruh terhadap laju korosi baja berkarbon rendah.
2. Mengetahui apakah ditemukan bakteri pereduksi sulfat pada lempeng logam yang didedah di Waduk Cirata.
Dengan diketahuinya hal-hal diatas diharapkan dapat mempermudah upaya penanganan masalah korosi dan kualitas air di Waduk Cirata.
Berdasarkan uraian di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
1. Temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton berpengaruh terhadap laju korosi baja berkarbon rendah.
2. Ditemukan bakteri pereduksi sulfat pada lempeng logam yang dibedah di Waduk Cirata.
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di alam dengan perlakuan stasiun dan kedalaman, Pengambilan sampel dilakukan di 5 stasiun dan 3 kedalaman, setiap seminggu sekali selama 8 minggu, kecuali untuk isolasi bakteri pereduksi sulfat yang dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara kuantitatif dan disajikan dalam berituk deskriptif analitik. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton, sedangkan variabel terikatnya adalah laju korosi baja berkarbon rendah (Low Carbon Steel).
Untuk mengetahui pengaruh parameter kimia, fisika dan biologi air terhadap laju korosi baja berkarbon rendah, digunakan analisis korelasi berganda dan parsial. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton berpengaruh terhadap laju korosi baja berkarbon rendah (korelasi positif kuat dan bermakna; R=0,695), dan parameter yang benar-benar berpengaruh terhadap laju korosi adalah oksigen terlarut, kepadatan perifiton dan temperatur air.
2. Ditemukan bakteri pereduksi sulfat pada lempeng logam yang didedah di Waduk Cirata.
Daftar Kepustakaan: 88 (1957-2002)

Changes of water quality in the upstream of Citarum Watershed will affect water quality of 3 reservoirs received its water flow, respectively Saguling, Cirata, and Jatiluhur Reservoir. Saguling Reservoir served as waste filter and settling basin to reduce pollution level and sedimentation in Cirata and Jatiluhur Reservoir. Current monitor showed that water quality in Citarum Reservoir is as poor as those in Saguling Reservoir. It is indicating that pollution source is not only in upstream of the watershed but in locality as well. It is including fish cultivation in floating-net.
Water pollution indicated by the physical, chemical and biological characters/parameters of the water. There are 6 important parameter, those are water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), plankton variety index (5), and plankton amount (6). These 6 important parameters were extracted from 22 parameters observed in Cirata Reservoir using Principal Component Analysis (PCA) method. E. Toll and Coliform become important parameters too, but since there is no theoretically correlation between those two parameters with corrosion process being discussed, Sulphate Reduction Bacteria was used instead. Plankton variety index and plankton amount parameters were specified on plankton live on metal bar surface (periphyton variety index and periphyton density).
Corrosion is a natural' process. This process will proceed stronger with the presence of bacteria influence corrosion, especially anaerobic Sulphate Reduction Bacteria. This process has ' threatened human life, economically and environmentally. Due to the corrosion process in water reservoir that might lead to electric plant failure and damage to fish cultivation. Beside that, the corrosion process is affected the worsening toward other function of the reservoir.
Aims of this research are:
1. Figure out the influence of water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6) to corrosion rate of low carbon steel.
2. To find the existence of sulphate reduction bacteria on metal bar surface being exposed in Cirata Reservoir.
This research is expected to provide some alternatives to solve corrosion and water quality problems in Cirata Reservoir.
Hypothesis being preceded and tested in this research are:
1. Water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6) has influence to corrosion rate of low carbon steel.
2. Sulphate reduction bacteria existence could be found on metal bar surface being exposed in Cirata Reservoir.
This research was conducted experimentally in Cirata Reservoir. Water sample were collected from 5 different stations in 3 different depths every week for 8 weeks except for sulphate reduction bacteria. Sulphate reduction bacteria isolation was conducted on the 4th and 8`h week. Independent variables being examined in this study are water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6). Corrosion rate of low carbon steel was used as dependent variable.
Multiple Correlation and Partial Analyses methods were used to study the influence of independent variables to dependent variable. The result could be concluded as following:
1. Corrosion rate of low carbon steel were influenced by water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6) together with a high positive correlation and significant (R=0,695). The most influencing parameters are dissolved oxygen, periphyton density and water temperature.
2. Sulphate Reduction Bacteria existence was found on metal bar surface being exposed in Cirata Reservoir.
Literature: 88 (1957-2002)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doloksaribu, Jasukar Edison
"Kota pada umumnya berkembang secara laissez-faire, yaitu tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh, terpadu, dan tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu yang relatif pendek.
Oleh karena itu, bukanlah suatu pemandangan yang aneh jika kota-kota di Indonesia menampilkan wajah ganda. Terlihat perkembangan pembangunan yang serba mengesankan dalam wujud arsitektur modern dan pasca modern di sepanjang tepi jalan kota. Sungai yang semula mengalir jernih dan mengemban fungsi sebagai salah satu sumber kehidupan penduduk, tidak dapat lagi melanjutkan fungsinya karena kadar pencemaran yang melampaui baku mutu.
Lingkungan resapan air yang strategis pun menjalankan tugasnya secara prima sebagai penjaga gawang ekologis, dengan serta merta berubah menjadi kawasan permukiman, perdagangan, perhotelan dan kegiatan komersial lainnya.
Kota Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau, banyak melakukan pembangunan fisik. Pembangunan fisik di Kota Pekanbaru berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup, yaitu semakin menurunnya kualitas air sungai di Kota Pekanbaru terutama Sungai Siak sebagai sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pekanbaru, semakin menyulitkan masyarakat memperoleh air bersih.
Pembangunan fisik Kota Pekanbaru membawa implikasi perubahan fungsi lahan dan kepadatan penduduk, baik secara alamiah maupun pertambahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Dengan tingkat pertumbuhan rata rata (4,6%). Dengan pertambahan peduduk yang tinggi ini semakin menyulitkan PDAM dalam pelayanan air bersih, sehingga masyarakat memilih alternatif lain yaitu air tanah.
Pengambilan air tanah yang berlebihan atau tidak dikelola dengan baik, dampak lingkungan adalah penurunan tinggi permukaan air tanah dan bentuk cekungan permukaan air tanah (cone of depression), dampaknya pada penurunan permukaan tanah (amblasan).
Jika air tanah turut tercemar maka semakin memperparah keadaan masyarakat, dan akan berdampak pada timbulnya berbagai penyakit, dan biaya mahal yang dikeluarkan oleh masyakat. Hal ini dapat memicu konflik sosial antara yang mampu dengan yang tidak mampu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menganalisis ketidak mampuan PDAM dalam penyediaan air bersih bagi kebutuhan masyarakat kota Pekanbaru,
2. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara pengambilan air tanah oleh penduduk dengan kondisi air tanah,
3. Mengetahui hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan perubahan fungsi lahan/tanah,
4. Mengetahui kualitas hidup masyarakat yang tidak mendapatkan air dari PDAM.
Berdasarkan teori dan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara pertambahan jumlah penduduk dengan eksploitasi air tanah oleh masyarakat.
2. Terdapat hubungan pertambahan penduduk dengan kondisi air tanah. Tempat penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru, sebagai ibu kota Provinsi Riau. Peneliti memilih kota Pekanbaru sebagai wilayah penelitian, karena kota ini menunjukkan pertumbuhan penduduk dan pembangunan fisik yang relatif tinggi yang berdampak pada sumberdaya air dan lingkungan.
Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Jumlah penduduk, kemampuan PDAM sebagai variabel bebas,
2. Perubahan fungsi lahan, kondisi air tanah, pengambilan air tanah sebagai variabel terikat.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara purposive, sample ditentukan dengan acak sederhana (random sample). Pengumpulan data sekunder dengan cara penelaahan kepustakaan yakni berupa buku-buku, karangan ilmiah, serta tulisan-tulisan dan dengan instansi yang ada hubungan dengan tujuan penelitian ini. Penyampaian data dilakukan secara deskriptif dengan data kuantitatif yaitu korelasi dengan rumus pearson, untuk memudahkan operasi perhitungan menggunakan perangkat lunak komputer.
Berdasarkan uji korelasi, memperlihatkan bahwa adanya hubungan negatif antara ketidak mampuan PDAM dengan eksploitasi air tanah oleh masyarakat, dan hubungan positif antara pertambahan penduduk dengan penurunan permukaan air tanah.

A city in general is expanding in laissez faire way, this means has not been based on a comprehensive, integrated city plan, and not simply prepared or planned to be able accommodate the growth of massive population in relatively short time.
Therefore it is not, a strange view when cities in Indonesia put forward a double fold face. The development of construction seems to be very impressed in the form of modern architectures and ultra modern along the main cities streets. The rivers, which are originally, flows fresh water and bearing the function of people's life source, presently, are no more having the function due to contamination level beyond standard quality.
The environmental water absorption naturally has been for centuries functioning primarily as ecological equilibrium, is now changed all of sudden to become area of settlement, trades, hotels and other commercial activities.
The city of Pekanbaru as the capital city of Riau Province, had much to do with physical constructions, because the impact of the decrease in the quality of river water mainly in Soak River that supply raw water for PDAM (Public Water Supply Company) has become increasingly difficult to treat, in producing potable water.
The physical development of Pekanbaru city has brought implication to functional change of soil and population density both naturally and the increase in migration from rural to urban area the average growth rate of 4, 6%. With this high growth rate is becoming more and more difficult to PDAM in supplying ample clean water, so that people prefer to choose alternative i.e. ground water.
Excessive exploitation of ground water and it doesn't managed perfectly will result in the lowering of ground water level and the cone of depression, the impact in lowering of land surface (subsidence).
If the ground water is contaminated it would aggravated the people's condition and to have impact in the spreading of various water borne diseases, which in turn able to trigger a social conflict between the have and the have not.
This research is intended to identify the following matters:
1. To find out and to analyze the incapability of PDAM in supplying clean water to the people of Pekanbaru.
2. To find out and to analyze relationship between ground water exploitation by inhabitant and the condition of ground water.
3. To identify the relationship between the growth of people and the change of soil function.
4. To identify the quality of people's life who are not getting enough water supply from PDAM.
Based on the theory and the problems able to put forward put to the front in this research the following hypothesis:
1. There is relationship between the population growth and exploitation ground water.
2. There are relationship between the population growth and the condition of ground water.
This research was conducted in the City of Pekanbaru, the capital city of Riau Province. This city is selected as area of research, because it indicated the population growth and relative-high physical development that bring the impact to water resources and surroundings.
Variables are found in this research as follows:
1. Growth populations and the capacity of PDAM, are as independent variable;
2. Change in soil function, the condition of ground water, and water exploitation, are as dependent variable.
The primary data collection that was performed by way of purposive manner was defined by random sample. The secondary data by way of bibliography research that is bound from books, scientific papers, and writings from existing agency in relation to the goal of this research.
The presentation of data is conducted descriptively with quantitative data with correlation by applying person formulation. To make the counting operation easy using computer soft ware.
Based on correlation-test, it indicated that there are negative correlation between the incapability of PDAM and the exploitation of ground water by people, and positive correlation between the growth of population and the lowering of ground water surface.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Paranna
"Salah satu sasaran pembangunan adalah tersedianya air bersih yang memenuhi syarat kesehatan maupun dari segi kuantitas dan kualitasnya memadai serta terjangkau harganya oleh masyarakat dari segala lapisan. Air bersih yang memenuhi syarat kesehatan adalah air bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan baik secara kuantitas maupun kualitas sesuai dengan persyaratan kesehatan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SKIVU/2002, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, sehingga air yang dikonsumsi oleh masyarakat terasa aman dan sehat.
Untuk Kotamadya Jakarta Timur, ternyata tertinggi di DKI Jakarta dalam hal ketergantungan sumber air dari air sumur untuk 32.130 rumah tangga dan terbesar untuk jarak antar septic tank pada jarak kurang dari 6 M sebesar 149.226 rumah tangga. Peningkatan pengambilan air tanah oleh penduduk di sekitarnya tidak diiringi dengan menjaga kualitas air tanah yang dikonsumsi, sehingga akhirnya berakibat kepada penduduk itu sendiri. Laju pembangunan yang terus meningkat di semua sektor serta pertambahan penduduk maka berakibat akan meningkatkan kebutuhan air bersih, sehingga pengambilan air tanah di wilayah DKI Jakarta akan selalu meningkat, melalui pemompaan air tanah yang melebihi kapasitasnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>