Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
W. Putri Mahardhikartini
Abstrak :
Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang melakukan ekstensifikasi atau perpanjangan produk dari film-film animasi yang disukai anak-anak. Perpanjangan produk itu mencakup berbagai jenis barang, mulai dari mainan untuk dikoleksi yang dipaketkan sebagai merchandise dari makanan kecil atau paket makanan dari restoran tertentu, pakaian, mainan, peralatan sekolah, peralatan makan, asesoris, kaset vcd, sampai kaset Play Statlon. Semua itu merupakan perpanjangan dari film-film animasi yang saat ini sedang disukai anak-anak seperti film Pokemon, Digimon, dan Digimon 2: Adventure. Tugas karya akhir ini berusaha memberi gambaran bagaimana anak-anak dengan pemahaman mereka yang begitu terbatas tanpa disadari menjadi korban konsumtif dari para produsen yang melakukan perpanjangan produk tadi. Selain itu tugas karya akhir ini berusaha memberi gambaran tentang karakteristik anak seperti apa yang cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh budaya konsumtif, dan sebenarnya pengaruh apa yang lebih berperan dalam tindakan anak-anak yang mengkoleksi produk-produk tie-ins tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian observasi karena dianggap dapat memberi gambaran terlengkap tentang masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas. Ada tiga orang subyek penelitian yang berusia 6-8 tahun, dua orang laki-laki dan satu orang perempuan, ketigatiganya datang dari keluarga menengah ke atas. Namun waktu, tenaga, dan peralatan dalam proses observasi yang amat terbatas membuat hasil observasi belum maksimal. Hasil pengamatan terhadap subyek penelitian dikaitkan dengan beberapa pemikiran seperti televisi sebagai sarana hiburan dan sarana komersial, hegemoni televisi, dan juga budaya konsumen. Hal ini karena film animasi yang diputar di televisi mempunyai hubungan yang erat dengan produk-produk tie-ins yang dibicarakan. Selain itu perilaku konsumtif anak dalam membeli produk tie-ins dikaitkan dengan budaya konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa televisi (film animasi) merupakan sarana hegemoni produsen terhadap anak-anak dalam mengkonsumsi produk tie-ins. Anak-anak bahkan keluarganya tanpa disadari ikut mengukuhkan dominasi produsen dengan membeli barang-barang dari film yang menjadi kesukaan anak-anak. Dilihat dari tingkah laku kosumtif anak-anak, dapat dikatakan bahwa tayangan televisi bukanlah hal utama yang mendorong perilaku konsumtif anak terhadap produk tie-ins, melainkan orang tua dan keluarga, serta keadaan keuangan keluarga. Kontrol terbesar ada di tangan orang tua, dan ini yang diharapkan mampu mengendalikan perilaku konsumtif anak-anak terhadap produk-produk tie-ins. Dalam keluarga yang disiplin, dan pengawasan dilakukan oleh orang tua sendiri atau kakak yang sudah dewasa, maka perilaku konsumtif anak-anak cenderung lebih sedikit atau lebih dapat dikendalikan. Sedangkan dalam keluarga yang disiplinnya agak sedikit longgar, Han pengawasan lebih banyak dilakukan pembantu rumah tangga, maka perilaku konsumtif anak-anak cenderung lebih sulit untuk dikendalikan karena yang mengawasi bukan orang tua sendiri. Anakanak kadang sulit untuk mematuhi pembantu rumah tangga karena merasa pembantu rumah tangga tidak berhak untuk mengatur atau memarahi mereka. Sifat anak itu sendiri juga mempengaruhi perilakunya dalam mengkoleksi produk tie-hu. Anak-anak yang tidak mau kalah, selalu ingin menang dari temannya, atau cenderung suka pamer, biasanya akan lebih banyak mengkoleksi produk tie-ins atau produk lain yang sedang dikoleksi oleh teman-temannya. Koleksi itu dilakukan bukan hanya karena ia menyukai produk itu, tapi juga karena ia tidak mau kalah dengan teman-teman lainnya yang sudah mempunyai produk tersebut, anak yang terbuka dan mudah beradaptasi juga cenderung lebih mudah menerima pengaruh dari teman atau lingkungan sekitarnya. Selain itu, pengamatan juga menunjukkan bahwa pilihan anak-anak terhadap produk tieins yang mereka beli bukan didasarkan atas kesetiaan mereka terhadap tokoh atau film tertentu, melainkan terhadap kesukaan mereka terhadap film apapun yang sedang ramai dibicarakan teman-teman sebaya mereka saat itu yang selalu berganti. Dengan demikian pembelian terhadap produk tie-ins juga akan terus berlangsung tanpa henti.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S3746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Astridianingwati
Abstrak :
ABSTRAK
Anak merupakan generasi penerus bangsa, dan merupakan tanggung jawab orang tua untuk membimbing anak-anak mereka agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Namun dengan semakin berkembangnya dunia, tak dapat dipungkiri berbagai hal turut mempengaruhi perkembangan anak, misalnya dengan kehadiran televisi Sebagai suatu media, televisi membawa berbagai pengaruh, baik yang buruk maupun bermanfaat Hal yang patut diwaspadai dari televisi adalah adanya jenis tayangan yang kiranya dapat membawa pengaruh kurang baik pada anakanak. Salah satu tayangan yang mengundang banyak pendapat pro dan kontra akhir-akhir ini adalah film animasi Crayon Shinchan. Film Crayon Shinchan sering kali menayangkan cerita yang menampilkan hal-hal kurang baik, misalnya yang bersifat kurang ajar, porno hingga yang membahayakan nyawa. Melihat bagaimana tayangan yang ditujukkan untuk dikonsumsi oleh anak-anak ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap ibu yang memiliki anak usia prasekolah dan usia sekolah terhadap film animasi Crayon Shinchan ini. Penelitian ditujukan untuk melihat perbandingan sikap antara dua kelompok ibu-ibu tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi para ibu untuk lebih memahami tayangan animasi ini dan menentukan anak usia berapakah yang boleh menontonnya. Subyek dalam penelitian adalah 83 ibu yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok ibu-ibu dari anak usia sekolah, sedangkan kelompok kedua merupakan ibu-ibu dari anak usia prasekolah. Kedua kelompok ini, kecuali dalam hal usia anak yang dimiliki, disamakan karakteristiknya, yaitu merupakan ibu rumah tangga (tidak bekeija), pendidikan minimal tamat SMP dan memiliki anak yang tidak buta, bisu serta tuli Untuk mendapatkan gambaran sikap para ibu dalam penelitian kuantitatif ini, digunakan alat skala Likert dengan 6 pilihan jawaban, berkisar antara sangat setuju hingga sangat tidak setuju. Jawaban yang diperoleh atas 33 pernyataan, diolah dengan menggunakan SPSS 10.0. Pengolahan dengan SPSS tersebut memberikan nilai 2,8995 untuk rata-rata sikap subyek kelompok usia prasekolah dan nilai 3,5714 untuk subyek kelompok sekolah. Pengujian perbandingan sikap antara kedua kelompok subyek menghasilkan nilai t yang signifikan yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara sikap ibu dari anak usia prasekolah dengan sikap ibu dari anak usia sekolah terhadap film animasi Crayon Shinchan. Dimana dalam penelitian ini ibu dari anak usia prasekolah memiliki sikap lebih negatif terhadap film animasi Crayon Shichan bila dibandingkan dengan ibu dari anak usia sekolah. Mengetahui bagaimana sikap para ibu dalam penelitian ini, ibu-ibu yang belum memiliki informasi cukup tentang film Crayon Shinchan dapat . menggunakan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan layak tidaknya film animasi ini ditonton oleh anak-anak mereka.
2002
S3169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sulistyaningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini memberikan gambaran mengenai bagaimana elemen budaya Indonesia digambarkan dalam serial animasi ?Keluarga Somat?. Penelitian ini juga menggembarkan bagaimana peran serial animasi tersebut sebagai media edukasi anak mengenai budaya Indonesia. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode analisis konten dengan metode framing Gamson dan Modigliani dan wawancara mendalam dengan produser dan penyiar tayangan. Peneliti melakukan pengamatan terhadap dua puluh judul episode ?Keluarga Somat? yang dapat ditemukan di internet, kemudian peneliti melakukan transkrip dan intepretasi terhadap 5 episode yang paling mewakili elemen budaya Samovar. Peneliti menemukan 5 bingkai utama yang mewakili elemen budaya Samovar, antara lain:agama sebagai dasar sikap dan tindakan masyarakat, perjuangan kemerdekaan sebagai pengetahuan sejarah yang penting, universalism sebagai nilai budaya Indonesia, keluarga sebagai organisasi sosial yang utama, dan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Peneliti juga menemukan jika cerita dan format tayangan sesuai dengan asumsi pembelajaran tematik 2013 sehingga dapat menjadi media edukasi alternatif anak mengenai budaya Indonesia.
ABSTRACT
This study provides an overview of how the elements of Indonesian culture depicted in the animated series "Keluarga Somat". The study also describes how the role of the animated series as media of child education on Indonesian culture. This study assessed using content analysis method with framing method by Gamson and Modigliani and in-depth interviews with producers and broadcasters. Researcher did observation to twenty episodes of ?Keluarga Somat? which can found in internet, then do transcript and interpret to five episodes whose content most represent Samovar?s culture element. Researcher found 5 basic frames which represent those five Samovar?s culture element, which are: religion as society?s basic idea, national struggle history is relevant knowledge, universalism as Indonesia culture value, family as main social organization and the need to use Bahasa Indonesia as national language. Researchers found that framing of the importance of intact families and Indonesian pluralism as the main theme raised in the series. Researchers also found that the story and display form in accordance with the assumption of thematic learning in 2013 so that it can be an alternative media of child education on Indonesian culture
2016
S64908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Iksan Fauzi
Abstrak :
Penelitian ini berfokus kepada representasi perpustakaan dalam serial animasi Avatar: The Last AirBender. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes yaitu hubungan analisis sintagmatik dan paradigmatik yang bertujuan untuk mendeskripsikan representasi perpustakaan dalam serial animasi Avatar: The Last AirBender dengan memahami gambaran komponen perpustakaan dan pemanfaatan informasi yang ditampilkan dalam serial animasi tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perpustakaan yang ditampilkan dalam serial animasi Avatar: The Last AirBender adalah sebuah pusat informasi yang tidak mudah untuk dikunjungi oleh pengguna. Perpustakaan tersebut memiliki planetarium memiliki pengaruh kepada isi cerita dalam serial animasi tersebut. ...... This study focus on representation of libraries in the serial animation Avatar: The Last Airbender. This study applying qualitative research method with semiotic method stated by Rolad Barthes namely analysis relationship of syntagmatic and paradigmatic which intend to describe representation of libraries in the serial animation Avatar: The Last AirBender by understanding the library component and information usage which shown in the serial animation. The conclution of this study that the library which shown in the serial animation was an information center that was hard to be visited by the user. The library have a planetarium that have a major influence in the entire story.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S65755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Hanifannisaa
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini memaparkan visualisasi Pertempuran Okinawa yang terjadi pada tahun 1945 dalam animasi Gegege no Kitaro: Yokai Daisenso (1968) karya Mizuki Shigeru. Pembahasan ini berfokus kepada pengkajian visual animasi menggunakan teori film milik Joseph M. Boggs (2008) yang didukung oleh teori sinematografi milik Blain Brown (2012). Visualisasi Pertempuran Okinawa dalam animasi Gegege No Kitaro: Yokai Daisensou merupakan salah satu bentuk produk budaya populer yang berfungsi untuk membentuk memori kolektif masyarakat. Gegege No Kitaro: Yokai Daisensou menceritakan perang antara yokai barat yang ingin menjajah Jepang dan yokai Jepang yang mempertahankan Jepang. Analisis menghasilkan kesimpulan bahwa visualisasi Pertempuran Okinawa mengandung ideologi resistensi Jepang terhadap negara Barat, terutama Amerika.
ABSTRACT
This research will discuss about how Battle of Okinawa which happened in 1945 is visualized in the animation titled ?Gegege no Kitaro: Yokai Daisenso (1968)? by Mizuki Shigeru. The discussion will focus on animated visual study using Joseph M. Boggs? (2008) film theory supported by Blain Brown?s (2012) cinematography theory. The visualization of Battle of Okinawa in the animation titled Gegege no Kitaro: Yokai Daisenso is one of popular culture product that serves as Japanese collective memory constructor. Gegege No Kitaro: Yokai Daisensou narrates a war between western yokais aiming to colonize Japan and the Japanese yokais who defend Japan. This research generates conclusion that visualization of Battle of Okinawa contains Japan?s ideology of resistence against Western country, especially The Unites States of America.
2016
S65982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Rakhma Putri
Abstrak :
Skripsi ini secara khusus membahas dan menganalisis tanda-tanda akan Jepang dalam film animasi era Perang Dunia II yang berjudul The Ducktator 1942 dan Tokio Jokio 1943 yang diproduksi oleh Looney Tunes. Tanda yang dianalisis dibagi menjadi tanda verbal dan tanda visual. Kerangka teori yang digunakan adalah teori semiotik Peirce dengan proses semiosisnya. Analisis juga tidak terbatas dengan mengetahui makna dari tiap tanda yang muncul saja, tetapi juga mengaitkannya dengan konteks historis, sosial, dan budaya yang menyebabkan tanda tersebut muncul, yaitu Perang Dunia II, yang di dalamnya termasuk perang ras dan perang propaganda. Hasil analisis keseluruhan dari tanda Jepang dalam kedua data film adalah meskipun berdasarkan pada latar belakang yang riil, karena konteks besar dibuatnya kedua data film adalah Perang Dunia II yang sedang berkecamuk, tanda Jepang yang muncul merupakan pesan propaganda Amerika Serikat mengenai gambaran Jepang, membentuk persepsi akan Jepang, dan mendorong untuk membenci Jepang kepada masyarakatnya pada saat itu. ......This thesis is focusing to discuss and analyze the signs of Japan in the US World War II animation movies, The Ducktator 1942 and Tokio Jokio 1943 by Looney Tunes. The signs of Japan are divided into two categories there are verbal signs and visual signs. The frame of theories in this thesis is Peircean Semiotics with its semiosis process. The analysis process in this thesis is not limited by only knowing the meaning of each signs, furthermore connect it within the historical, social, and cultural context of which those sign are arose. These contexts are the World War II with its race war and propaganda war included in it. The whole result of the analysis process in the data movies is all the signs of Japan in the movies contains propaganda messages which gave the image of Japan, created perception of Japan, and encourage the US people at that time to hate Japan as the enemy, regardless all the real backgrounds because the war is the main event at that time.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatut Priyowidodo
Depok: Rajawali Press, 2023
658.562 GAT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Ratnasari
Abstrak :
Skripsi ini menganalisis perbedaan representasi Disney Princess yang terjadi pada kedua film animasi Disney, yaitu The Princess and the Frog dan Tangled. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kecurigaan terhadap Disney Princess versi modern yang terkesan mendekonstruksi bentuk klasiknya. Untuk menganalisis masalah tersebut penulis menggunakan teori dekonstruksi dan feminisme pada bentuk arketipenya. Hasil penelitian membuktikan bahwa untuk beberapa dekade konsep Disney Princess telah mengalami perubahan di beberapa bagiannya. Penulis menganggap perubahan yang parsial tersebut bukanlah sebuah dekonstruksi melainkan sebuah inovasi dalam pembentukan Disney Princess dilihat dari sudut pandang feminisme. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep Disney Princess tidak mengalami dekonstruksi. ......This undergraduate thesis focuses on Disney Princess different representation at both Disney animated movies, The Princess and the Frog and Tangled. The aim of this research is to find out the truth about modern Disney Princess which seems to deconstruct the classical form. To analyze the problem, deconstruction and feminism theory are used toward the archetype. The result of this research indicates that in some decades, Disney Princess concept has partially changed. The changes aren’t considered as a deconstruction but an innovation regarding feminism’s point of view. Therefore, it is assumed that deconstruction doesn’t occur toward Disney Princess concept.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S138
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka Sangianglili
Abstrak :
Skripsi ini menganalisis dekonstruksi yang terjadi dalam film animasi bergenre superhero, Megamind. Melalui perbandingan antara film ini dengan film-film superhero klasik, diperoleh hasil bahwa film ini telah medekonstruksi konvensi cerita superhero dalam aspek penokohan, alur cerita, dan sudut pandang. Namun, melalui pengkajian postkolonialisme dan gender, upaya dekonstruksi dalam film ini mengandung dualisme. Pada satu sisi, upaya tersebut terlihat telah melawan supremasi kulit putih serta nilai maskulinitas dan femininitas konvensional yang kerap kali muncul dalam film superhero pada umumnya. Tapi, di sisi lain, terjadi ambivalensi dalam upaya dekonstruksi tersebut karena pada akhirnya malah menekankan pola-pola tersebut. Lebih lanjut, dekonstruksi tersebut ternyata bertujuan untuk merekonstruksi konsep hero yang berbeda. Melalui tokoh Megamind, terdapat beberapa hal yang berusaha ditekankan yaitu proses untuk menjadi hero dan kekuatan yang tidak sekedar mengandalkan fisik. ......This undergraduate thesis analyses the deconstruction which happens in Megamind, an animated superhero movie. By comparing this movie and several classic superhero movies, it can be concluded that Megamind has changed the basic convention of superhero stories through its characters, plot, and point of view. However, there is a dualism meaning in the deconstruction. On one hand, this movie seems to oppose the white supremacy, and also the conventional masculinities and femininities which usually can be seen in superhero movies in general. On the other hand, it also confirms those values again. Furthermore, the movie reconstructs different concept of hero as the result of the ambivalence in the deconstruction. Megamind shows some hero's qualities that rarely appear in the classic superhero movies such as the process to be a hero and other kind of powers beside the physical power.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43374
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jessika Nadya Ogesveltry
Abstrak :
BAB 1: Analisis SituasiSaat ini, film menjadi salah satu media massa yang erat dengan masyarakat Indonesia. Film animasi menjadi salah satu film yang digemari. Faktanya, film animasi tidak hanya menghibur, tapi juga mengandung pesan moral yang baik bagi penonton. Berdasarkan hal tersebut, penulis memutuskan membuat sebuah prototype video apresiasi film animasi yang dibahas dari sudut pandang teori semiotika komunikasi. BAB 2: Manfaat dan Tujuan Pengembangan Video Apresiasi FilmManfaat utama dari pengembangan video apresiasi film ini ialah sebagai medium yang menunjukkan pesan moral dalam film animasi yang disajikan dengan cara menarik. Tujuannya menjadi salah satu tayangan informatif, sekaligus menghibur dan membawa pesan positif melalui penggunaan teori semiotika dalam membaca pesan moral dalam film animasi. BAB 3: Prototype Apresiasi Film yang DikembangkanPrototype yang dikembangkan adalah tayangan video apresiasi film dengan melihat pesan moral dari sebuah film animasi, yang disajikan melalui penjelasan narasi, pembawa acara, testimoni serta sentuhan infografis dan musik yang mendukung. BAB 4: Pre-Test dan EvaluasiMetode pre-test yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menyebarkan kuesioner online pada target khalayak. Untuk evaluasi, penulis menggunakan metode Focus Group Discussion untuk mengetahui apakah program sudah sesuai dengan harapan target khalayak. BAB 5: Anggaran Anggaran dalam pembuatan prototype, menghabiskan dana sebesar Rp. 800.000. Untuk anggaran penerbitan media dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.000.000 per musim dan Rp.1.300.000 per episode . Total prakiraan pendapatan sebesar Rp. 1.700.000/episode. Anggaran Evaluasi diperkirakan akan memakan dana sebesar Rp. 200.000. ......PART 1: Situation AnalyzeNowadays, the film became one of the mass media closely with the Indonesian people. Animated film became one of the popular movie. In fact, animated films not only entertain, but also contains a good moral message for the audience. Based on this argument, the authors decided to create a prototype animated film appreciation video that discusses from the standpoint of semiotic communication theory. PART 2: Function and Purpose in Developing The Movie Appreciation VideoThe main benefit of the development of this appreciation movie video is as medium that shows moral message in the animated film presented in interesting way. The goal became one of the shows of informative, entertaining and carry a positive message through the use semiotic theory that reading moral messages in the animated film. PART 3: Prototype Movie Appreciation Video that DevelopedPrototype that developed are film appreciation video content with seeing the moral messages from an animated film, which is presented through a narrative explanation, MC, testimonials and a touch of infographics and music support. PART 4: Pre Test and EvaluationA pre test is counducted by distributing questionnaires online on the target audience. For the evaluation, the writer used the Focus Group Discussion to determine whether the program is in accordance with expectations of the target audience. PART 5: BudgetTo finish this prototype, the writer has to spend Rp 800.000 in total. To publish the program, writer spent for about Rp 4.000.000 for each season and Rp 1.300.000 for each episode. The total forecast revenue of Rp. 1,700,000 episode. Budget for evaluation is predicted to be about Rp. 200.000.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>