Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Mukhlisina Ramadhan
"Terkenalnya Kota Pekalongan sebagai “The World City of Batik” membawa konsekuensi meningkatnya permintaan pasar yang mendorong peningkatan produksi. Hal tersebut menyebabkan masalah pencemaran lingkungan hingga sekarang akibat limbah hasil produksi industri batik yang dibuang sembarangan tanpa melalui tahap pengelolaan atau penetralisiran limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Usaha pemerintah memberikan sosialisasi, pembuatan regulasi, dan membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah Komunal (IPAL) ternyata belum dapat menyelesaikan masalah pencemaran limbah batik. Pengetahuan dan perilaku aktor industri batik menjadi salah satu penyebab pencemaran limbah batik. Tulisan ini menggunakan teori rational choice (Bennet, 1980) dan ecological tragedy (Henley, 2008) serta metode etnografi untuk melihat bagaimana pengetahuan dan perilaku ekologi aktor usaha batik mikro, kecil, dan menengah terkait limbah “batik” di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pengetahuan dan perilaku aktor industri tersebut belum dapat mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik karena pengetahuan mereka yang minim atau tidak tahu sama sekali, memiliki pengetahuan namun memilih tidak melakukan pengelolaan limbah, dan memiliki kemauan atau keinginan untuk mengelola limbah namun kemampuan mereka terbatas.

Pekalongan City known as "The World City of Batik" has led to an increase in market demand, which has led to an increase in production. This has caused environmental pollution problems until now due to the waste produced by the batik industry which is disposed of carelessly without going through the waste management or neutralization stage first before being discharged into the river. Government efforts to provide socialization, make regulations, and build a Communal Wastewater Disposal Installation (IPAL) have not been able to solve the problem of batik waste pollution. The knowledge and behavior of batik industry actors is one of the causes of batik waste pollution. This paper uses rational choice theory (Bennet, 1980) and ecological tragedy (Henley, 2008) as well as ethnographic methods to see how the ecological knowledge and behavior of micro, small and medium batik business actors related to "batik" waste in Jenggot Village, South Pekalongan Subistrict, Pekalongan City, Central Java, Indonesia. The conclusion of this paper is that the knowledge and behavior of these industry actors have not been able to support better waste management because they have minimal knowledge or do not know at all, have knowledge but choose not to carry out waste management, and have the willingness or desire to manage waste but their abilities are limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athia Dewi Fadhlina
"Tujuan makalah ini adalah mengeksplorasi hubungan co-evolusi antara Industri Batik dan Pemerintah Indonesia. Studi ini disusun menggunakan kombinasi dua metode: kajian literatur dan studi kasus. Landasan teoritis berfokus pada variasi, seleksi dan retensi (VSR) proses perubahan dan teori ‘path dependency’. Metode studi kasus diggunakan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi dalam industri batik Indonesia dan pemerintah Indonesia selama enam tahun terakhir (2006-2012). Pada bagian hasil, makalah ini menganalisa apakah landasan teoritis yang dipakai dapat diterapkan pada fenomena kehidupan nyata. Pada akhirnya, studi ini akan menjelaskan kemungkinan dan keterbatasan kedua entitas untuk beradaptasi dan mengintegrasikan lingkungan mereka untuk memastikan perkembangan masa depan sektor warisan budaya Indonesia.

The purpose of this paper is to explore the co-evolutionary relationship between the Indonesian batik industry and the Indonesian government. The study uses a combination of both literature review and case study. The theoretical foundation focuses on variation, selection and retention (VSR) process of change and the path dependency framework. The case research identifies the changes that occur in the Indonesian batik industry and the Indonesian government. The results analyze whether the theoretical foundation can be applied to the real-life phenomenon and explain the possibilities and limitations for both entities to adapt and integrate their environment to ensure future developments for the Indonesian heritage sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"While the Government is heavily promoting batik abroad, it turned out the conditions within the country is not much supportive. Many of the younger generation are not interested in acquiring the art of batik since batik artisans are still largely dominated by the old. Not to mention the problem of the patent of a few motifs that turns out to have been intercepted by Malaysia. Seeing the dark future of this batik, it needs an effort to preserve the traditional batik by not to be drown in the flood of modern life that lacks of appreciation of traditional batik. In anticipating of that, Indonesian batik needs web information that supports and provides satisfactory service for the visitors of the website.
"
621 COMMIT 6 (1-2) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kitley, Philip
Queensland: Darling Downs Institute Press, 1986
R 746.662 KIT m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Soegeng Toekio M.
Surakarta: Institut Seni Indonesia, 2007
709.598 SOE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ananda Moersid
"Masalah penelitian ini adalah bagaimana produksi batik, khususnya batik keratonan Yogyakarta di tengah masyarakat yang sedang berubah secara dinamis. Apa peran agen sebagai perantara kebudayaan yaitu para pembentuk "selera" dan trend setters,
orang-orang yang menterjemahkan konsep-konsep pemikiran baru ke dalam gaya hidup dan bagaimana proses kreatif yang dinamis terbentuk pada masyarakat yang terus berubah.
Fokus penelitian adalah: bagaimana para agen berperan dalam arena produksi budaya batik gaya keratonan Yogyakarta. Hal tersebut menuntut diperhitungkannya tak hanya produk-produk budaya tersebut saja, namun juga mereka-mereka yang memproduksinya, dengan segala kemampuan dan posisi mereka di dalam arena produksi budaya di mana mereka berada.
Tujuan penelitian secara teoritis adalah menemukan konstruksi teori tentang bagaimana peran agen produsen produk kebudayaan dalam masyarakat yang sedang berubah, dengan agen sebagai bagian dari, dan sekaligus pembentuk perubahan struktur obyektif, yaitu kebudayaan. Temuan penelitian secara praktis diharapkan menghasilkan kajian tentang proses penciptaan dan transformasi identitas juga bagaimana mengkonstruksikan identitas baru yang berangkat dari tradisi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan peneliti sebagai instrumen, mempertahankan kewajaran konteks, menekankan pada proses, dan makna merupakan yang esensial.
Satuan kajian penelitian adalah kelompok orang-orang yang berpengaruh pada perubahan batik gaya keratonan Yogyakarta yaitu: para abdidalem, penjaga dan perawat Pajimatan Imogiri, pemakaman raja-raja Mataram II yang yang juga adalah pembatik dan bermukim di Giriloyo, Imogiri, Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengelola, abdidalem, dan pekerja batik pada usaha batik Tamanan Karaton Ngayogyakarta Hadingrat.yang berada di bawah patronase Keraton Yogyakarta. Perancang batik dan busana batik Iwan Tirta dan Adjie Notonegoro di Jakarta.
Dengan mempelajari kerangka pemikiran Pierre Bourdieu bahwa selera adalah mekanisme kunci untuk mengatur distribusi sumber-sumber simbolik dan kerangka pemikiran Arjun Appadurai yang memberi tekanan pada dimensionalitas kebudayaan saat orientasi budaya meluas ke global dengan serangkaian nilai dan norma baru, maka digunakan kerangka pemikiran Pierre Bordieu (1977, 1984,1990, 1993)dan Arjun Appadurai (2000,2002)
Temuan penelitian menunjukkan pertama, dalam arena produksi budaya batik keratonan Yogyakarta, para agen dengan mengakumulasi kapital dan kekuatan sosial yang membuahkan hasil, selain mereka sendiri berubah karena tekanan pasar juga mampu mengubah, membentuk dan mengkondisikan arena. Telah terjadi "internalisasi dari eksternalitas dan eksternalisasi dari internalitas".
Kedua,ada hubungan dinamis atau dialektika antara produk budaya dan selera. Perubahan pada produk batik keratonan Yogyakarta selain menimbulkan perubahan selera, pada perkembangannya perubahan selera juga menimbulkan perubahan pada produk batik keratonan Yogyakarta dalam cakupan yang berbeda-beda.
Ketiga, dengan re-invensi dan re-kreasi, dikendalikan lewat promosi dan pengkondisian selera oleh Iwan Tirta dan Adjie Notonegoro, batik keratonan Yogyakarta yang semula kapital sosial-budaya bagi lokalitas terbatas kini menjadi kapital material-ekonomi, dan direproduksi secara luas hingga habitus diperluas keluar keraton.
Keempat, proses "glokalisasi" adalah sebuah negosiasi antara budaya global dan budaya lokal. Dalam produksi batik keratonan gaya Yogyakarta, proses negosiasi terus menerus yang diterjemahkan sebagai praksis atau strategi menjadi sumber kreativitas para agen perubahan, hingga terjadi perluasan arena dari keraton ke arena negara ( Indonesia) bahkan dunia, sekaligus penegasan akan identitas lokal.

The research problem is how batik textile production, batik keratonan Yogyakarta (originated from the royal palace of Yogyakarta) in particular takes place in a dynamically changing society. This dissertation attempts to identify the role of agents as cultural intermediaries, taste creators and trend setters. How they translate new concepts into lifestyle and how their dynamic creative process take shape in a changing society.
By analyzing agents and their dynamic creative process in the field of batik keratonan Yogyakarta cultural production, this study evolves not only around batik as a cultural product, but also those who produce them, with all their dispositions, position takings and strategies in the field of cultural production.
The objective of this research is to formulate a theory regarding the role of agents in the field of cultural production in a changing society, with the agents being part of, as well as agents of change of the objective structures or culture. The research findings are also expected to generate a study about the process of creation and identity transformation, as well as how to construct new identities based on tradition.
This research takes a qualitative approach which emphasizes the researcher as an instrument, always maintaining the context, emphasizing on process and meaning considered essential.
The research study unit is a group of people who has influence in the change of batik keratonan Yogyakarta style: 1) abdidalem ( royal guards and caretakers) of Pajimatan Imogiri " the cemetery of Mataram II kings, who are also batik artists and reside in Giriloyo, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 2) managers, batik workers and abdidalem who are also batik artists in Tamanan Karaton Yogyakarta Hadiningrat enterprise, under the patronage of Keraton Yogyakarta, 3) batik and fashion designers Iwan Tirta and Adjie Notonegoro in Jakarta. Regarding Pierre Bourdieu"s theory that taste is the key element in controlling symbolic resources distribution and Arjun Apadurai"s theory which emphasized cultural dimensionality when cultural orientation expands globally with a series of new norms and values, this study is based upon Pierre Bourdieu"s (1977, 1984, 1990, 1993) and Arjun Appadurai"s (2000, 2002) frame of thinking.
Research findings showed that , first, agents accumulated capital and social power which resulted in the change of their strategies in anticipating the market pressure while at the same time also capable of changing, shaping, and conditioning the field of batik keratonan Yogyakarta cultural production. There occurs the dialectic of the internalization in externality and externalization of internality.
Second, there are dynamic dialectics between cultural production and taste. The change in batik keratonan Yogyakarta production leads to a change of taste, and the change of taste generates new forms of products. Change occurs from within a limited scope in the production of batik alusan Giriloyo, Imogiri and Tamanan, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, to an extensive and wider scope in the production of batik created by Iwan Tirta and Adjie Notonegoro.
Third, by reinvention, pushed by promotion and taste conditioning by Iwan Tirta and Adjie Notonegoro, batik keratonan Yogyakarta which previously is a socio-cultural capital for a limited locality, now has become a material-economic capital and reproduced extensively, and therefore, habitus is expanded beyond the keraton.
Fourth, the process of "glocalization" is a continous negotiation between global culture and local culture. In batik keratonan Yogyakarta production, continuous global-local negotiation process which is translated as praxis or strategy becomes the creativity source for the agents of change, which results in the expansion of the cultural field from keraton (the royal palace of Yogyakarta) to nation (Indonesia) and even the world, while still maintaining the local identity affirmation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D736
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasrin Zabidi
"Usaha Wono Batik Jumputan pada dasarnya merupakan usaha rintisan ibu-ibu PKK Wonokromo I berbasis rumahan yang masih kebingungan dalam menjalankan usaha dengan baik, khususnya kurangnya pengetahuan dalam perencanan bisnis batik (aspek pasar meliputi konsumen, pasar, pesaing, aspek teknik meliputi perencanaan bahan baku utama dan pendukung, alat, sumber daya manusia), implementasi bisnis (cara memasarkan produk), pengelolaan keuangan, pengembangan/inovasi produk, sehingga berdampak tidak optimalnya usaha yang dijalankan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan, keterampilan sumber daya manusia dalam menjalankan suatu usaha/bisnis. Selain itu usaha rintisan ini relatif masih lambat untuk berkembang karena faktor modal usaha yang sangat terbatas. Solusi untuk mengatasi permasalahan kurangnya pengetahuan, keterampilan sumber daya manusia dalam menjalankan suatu usaha/bisnis adalah dengan memberikan pendampingan bimbingan usaha. Oleh karena itu dalam kegiatan Pengabdian pada Masyarakat T.A. 2018/2019 ini, pengusul melakukan kegiatan pendampingan untuk membina dan membimbing ibu-ibu PKK di RT 04, Wonokromo I, Wonokromo, Pleret, Bantul dalam melakukan perencanaan bisnis batik (aspek pasar meliputi konsumen, pasar, pesaing, aspek teknik meliputi perencanaan bahan baku utama dan pendukung, alat, sumber daya manusia), implementasi bisnis batik (cara dan media promosi, cara memasarkan produk batik, analisis SWOT, analisis kinerja), mampu melakukan proses pembuatan batik jumputan, membuat laporan keuangan yang sederhana serta mampu memunculkan ide-ide motif batik jumputan agar usaha rintisan ini berkembang dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat."
Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, 2020
600 JPM 3:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soedarmo
Jakarta: Yayasan Warna warni Indonesia, 2006
927.466 SOE m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tirtawening, supervisor
Jakarta : Gaya Favorit Press, 2009
R 746.662 IWA b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>