Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 405 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjetjep Muljana
Abstrak :
ABSTRAK
Industri minyak dan gas bumi yang merupakan tulang punggung pembangunan Indonesia, dikelola oleh Pertamina bersama dengan Kontraktor Asing dalam bentuk Kontrak Production Sharing, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, ?Undang Undang No.44/PRP/1960 dan No.8/1971. Dalam kontrak tersebut Kontraktor Asing membiayai semua operasi perminyakan yang akan diganti dan hasil minyak/gas yang dihasilkan, sedang sisanya akan dibagi antara Pertamina dan Kontraktor Asing dengan rasio yang ditentukan dalam kontrak.

Dalam melaksanakan bisnisnya, Kontraktor Asing dan Pertamina melaksanakan pengendalian biaya melalui prosedur program kerja dan anggaran, pelaporan keuangan dan statistik, serta pengadaan barang dan jasa. Sistem pengendalian biaya yang digariskan oleh Pertamina bertujuan mengendalikan biaya seefisien mungkin bagi kepentingan Pertamina sesual dengan misi yang ditetapkan dalam Undang Undang No.8/1971. Sedangkan ?X? Petroleum Company (sebagai salah satu kontraktor yang menjadi tempat penelitian) melaksanakan sistem pengendalian biayanya sesuai ketentuan dan kantor pusatnya, yang kemudian dijabarkan dan disesuaikan dengan sistem yang ditentukan Pertamina.

Dengan adanya perbedaan misi antara Pertamina dan Kontraktornya, maka pelaksanaan sistem pengendalian biaya tidak dapat berjalan secara optimal dan tujuan agar biaya dapat dikeluarkan secara efisien tidak sepenuhnya dapat dicapai.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada ?X? Petroleum Company, ada beberapa hal dalam sistem pengendalian biaya yang dapat diperbaiki agar sistem ini bekerja secara optimal baik bagi kepentingan Pertamina maupun Kontraktornya. Kesimpulan dan saran bagi perbaikan sistem pengendalian pada Kontrak Production Sharing adalah sebagai berikut:

1. Secara umum sistem pengendalian biaya pada Kontrak Production Sharing tidak disesuaikan dengan perkembangan lingkungan yang kadang bergejolak (misalnya perkembangan harga minyak). Untuk itu sebaiknya dibuat sistem yang dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan tidak kaku.

2. Perlakuan akuntansi yang digabung dengan negosiasi bisnis dapat mengakibatkan rancunya sistem pengendalian biaya, sebaiknya perlakuan akuntansi tetap mengacu kepada Standard Akuntansi Keuangan sedangkan insentif bisnis dapat diberikan dalam bentuk lain. Dengan demikian pengendalian biaya tidak dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.

3. Saat ini Pertamina hanya menerima laporan keuangan dan Kontraktor, sehingga Pertamina tidak mengetahui sistem alokasi biaya yang dilaksanakan Kontraktornya dan mengakibatkan salah interpretasi. Hal ini dapat diatasi bila Pertamina menerapkan Accounting Procedure yang terdapat dalam kontrak, yaitu menentukan daftar perkiraan (Chart of Accounts) serta sistem alokasi biayanya bagi seluruh Kontraktor di Indonesia.

4. Perbedaan kepentingan antara Pertamina dan Kontraktornya dalam hal-hal tertentu dapat menghambat lancarnya operasi. Hal ini hanya dapat ditanggulangi dengan keterbukaan antara Pertamina dan Kontraktor dalam merumuskan tujuan perusahaan balk jangka panjang, menengah maupun pendek dalam bentuk program kerja dan anggaran.

5. Pengukuran kinerja dengan cara benchmarking melalui laporan operasional statistik kurang dapat dipergunakan karena kniteria maupun kiasiflkasi biayanya belum seragam. Untuk ¡tu sebaiknya semua Kontraktor Production Sharing dipertemukan dan bersama-sama membuat bench marking, agar dapat dihasilkan suatu tolok ukur yang benar dan perbaikan yang menuju kearah efisiensi biaya dapat dllaksanakan dengan Iebih akurat.

6. Persetujuan pengeluaran biaya melalui anggaran, AFE (Authorization For Expenditure) dan penetapan lelang yang sering memerlukan waktu yang lama membuat anggaran sebagai salah satu sistem pengendalian biaya tidak dapat melaksanakan fungsinya dan . perencanaan sering tertunda dan mengakibatkan membesarnya pengeluaran biaya. Hal ini hams segera ditunggulangi dengan mengurangi waktu dan jenjang tingkat persetujuan.

7. Keppres No.16 tahun 1994 beserta semua petunjuk teknis pelaksanaan yang bertujuan untuk mengetatkan pengeluaran biaya, ternyata dapat juga mengakibatkan bertambah besarnya biaya yang disebabkan oleh adanya syarat kandungan lokal yang memberikan toleransi harga yang lebih mahal dan prosedur penunjukan pemenang lelang yang berjenjang dan makan waktu. Hal ¡ni hams segera ditanggulangi dengan tidak sepenuhnya menerapkan Keppres no.16 tahun 1994 terhadap Kontraktor Production Sharing, atau segera menetapkan peraturan yang bersifat debirokratisasi dan deregulasi untuk menyederhanakan rantai persetujuan pengadaan barang dan jasa, agar biaya clapat ditekan serendah mungkin.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Iskandar Putra
Abstrak :

Kegiatan  penyaluran  dana  melalui  kredit  terhadap  masyarakat,  dituangkan  dalam suatu bentuk perjanjian, sehingga terdapat suatu alat bukti bagi pihak bank sebagai kreditur ataupun bagi nasabah sebagai debitur. Dalam praktik perbankan mengenai 2 (dua) bentuk perjanjian kredit yakni perjanjian kredit dibawah tangan  yaitu  suatu  tulisan  atau  perjanjian  yang dibuat dan ditanda tangani oleh para pihak dan perjanjian kredit secara notariil yaitu perjanjian kredit yang  dibuat di  hadapan  pejabat  umum  yang  berwenang  untuk  itu, dalam hal ini adalah notaris. Permasalahan kredit macet yang menimpa  dunia  perbankan  sebagai  akibat dari adanya wanprestasi maupun keterlambatan dalam pembayaran oleh debitur, merupakan suatu prioritas utama yang menjadi fokus perhatian dari bank dalam hal penyelesaiannya, sehingga dapat diwujudkan sebuah dunia perbankan yang sehat. Permasalahan  yang  dibahas  antara lain adalah akibat wanprestasi yang dilakukan oleh  debitur dalam  pelaksanaan  novasi subyektif  pasif  dalam  perjanjian  kredit,  perlindungan  hukum  terhadap  kreditur   apabila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan novasi subyektif pasif dalam perjanjian kredit, dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengalihan hutang melalui cesie yang pada praktiknya menggunakan  skema  novasi  subjektif pasif. Kesimpulan  dari  penulisan  ini adalah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI. Jakarta Nomor 780/Pdt/2018/Pt.DKI perbuatan yang dilakukan oleh PT. Gading Mega Jaya dan PT. Mega Kirana Utama adalah ingkar janji atau wanprestasi.

 

Kata Kunci:

Perjanjian Kredit, Wanprestasi, Novasi

 


The activities of channeling funds through credit to the public are set forth in an agreement, so that there is evidence for the bank as a creditor or for the customer as a debtor. 
In banking practice regarding 2 (two) forms of credit agreement, namely an underhand credit agreement, namely a writing or agreement that is made and signed by the parties and a notarized credit agreement, namely a credit agreement made before a public official authorized to do so, in the event that this is a notary. 
The problem of bad credit that has befallen the banking sector as a result of default or delays in payments by debtors is a major priority that has become the focus of attention of banks in terms of resolution, so that a healthy banking world can be realized. 
The issues discussed include, among others, the result of default by debtors in implementing passive subjective innovation in credit agreements, legal protection for creditors in the event of default in implementing passive subjective innovations in credit agreements, and the responsibility of notaries in drafting deeds of debt transfer through cesie which in in practice using passive subjective innovation schemes. 
The conclusion of this paper is based on the decision of the DKI High Court. Jakarta Number 780 / Pdt / 2018 / Pt.DKI actions committed by PT. Gading Mega Jaya and PT. Mega Kirana Utama is broken promise or default.

 

Keyword:

Credit Agreement, Breach of Contract, Novation

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Widyasari
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data primer melalui wawancara dan data sekunder. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagimanakah pengaturan asas nailed down diatur dalam KK?. Penerapan asas nailed down dalam KK dalam perkembangannya tidak selamanya bersifat baku, dan dilakukan penyesuaian sesuai dengan situasi dan kondisi serta berdasarkan itikad baik dan kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini juga didasari dengan ketentuan dalam KK yang mengatur bahwa pelaksanaan KK diatur, tunduk kepada dan ditafsirkan sesuai dengan hukum Republik Indonesia Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah, pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah secara tidak langsung akan membuat ketidakpastian pihak investor akan jaminan kontraknya (security of title), sehingga semua pelaksanaan kewenangan oleh Pemerintah Daerah harus mengacu pada ketentuan baku dalam azas berkontrak berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan di bidang mineral, batubara dan panas bumi. ......This research methodology is normative legal analysis. It uses the prime data along with the interview and secondary data. This research issues are how the principle of setting of nailed down regulated in Contract of Law (CoW)? Application of the principles nailed down within families in their development are not permanently fixed, and made adjustments according to circumstances and based on good faith and the agreement of both parties. It is also based on the provisions governing the CoW. CoW that governed the implementation, subject to and construed in accordance with the laws of the Republic of Indonesia (this Agreement and its implementation this operation to be governed and construed and interpreted in accordance with the laws of Republic of Indonesia). Related to the implementation of regional autonomy, delegation of authority from the central government to local governments will indirectly create investor uncertainty will guarantee of the contract (security of title), so that?s all operations by the local government authority must refer to the standard conditions of contract based on the principle of mutual agreement parties and do not conflict with existing regulations in the field of minerals, coal and geothermal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T38148
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arina Novizas Shebubakar
Abstrak :
Industri migas merupakan industri yang beresiko, mahal dan rumit. Industri migas yang mempunyai karakteristik high cost dan high risk technology, harus dikelola oleh tenaga-tenaga ahli dibidang minyak dan gas bumi. Sesuai dengan Undang-undang no. 44 Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi dan Undang-undang No. 8 Tahun 1971 tentang PERTAMINA, pengusahaan minyak dan gas bumi dapat dikerjasamakan dengan kontraktor dalam bentuk kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract). Masalah utama dalam kontrak bagi hasil ditinjau dari kepentingan Nasional adalah bagaimana mengoptimalkan sumbangan pengusahaan sumber daya minyak dan gas bumi bagi perekonomian Negara, pemerataan kesempatan kerja, menciptakan peluang bagi perusahaan Swasta Nasional untuk berpartisipasi serta terjaminnya suplai BBM dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, kepentingan Investor Asing dan pengusaha Swasta Nasional untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Berkenaan dengan pengelolaan migas dalam Production Sharing Contract, terdapat masalah tentang pengaturan perpajakan pada sektor migas khususnya kebijakan uplift berkaitan dengan pengenaan pajak penghasilan dalam sumber penerimaan Negara. Permasalahan ini menjadi kontroversi berkaitan dengan pengembalian biaya operasional yang diakui oleh kontraktor (cost recovery claim). Pajak uplift yang berbuntut kontroversi ini hanya dipungut atas mitra BUMN migas yang berkontrak dalam skema Joint Operation Body (JOB) terutama yang mengelola lapangan tua dengan teknologi lanjutan (Enhanced Oil Recovery/EOR). Kontroversi yang berkembang sejalan dengan menurunnya jumlah produksi dan meningkatnya biaya produksi yang diakui oleh kontraktor sehubungan dengan kewajaran dari biaya-biaya operasional yang dibebankan oleh kontraktor, baik dari segi jumlah maupun klasifikasi biaya. ...... Oil and gas industry is an industry that is risky, expensive and complicated. Oil and gas industry which has the characteristics of high cost and high risk technology should be managed by experts in the field of oil and gas. In accordance with Law No.44 Year 1960 regarding oil and gas mining and Law No.8 year 1971 regarding Pertamina, exploitation of oil and gas can be cooperated with the contractor in the form of a Production Sharing Contract. The main problem in terms of the production sharing contracts viewed from national interest is how to optimize resource utilization contribution of oil and gas for the State's economy, employment opportunities, creating opportunities for national private companies to participate and ensuring the supply of fuel and gas for domestic needs. Meanwhile, the interest of foreign investors and national private entrepreneurs are to gain the profit as much as possible. With regard to the management of oil and gas in the Production Sharing Contract, there is problem of setting the tax on oil and gas sector particularly uplift policy relating to the taxation of income in the state revenue sources. This issue is related to the return of controversy of operational costs recognized by the contractor (cost recovery claim). Uplift tax culminated by this controversy is only levied at state-owned enterprises as partners in the oil and gas with contracting scheme of Joint Operation Body (JOB), especially the old fields with advanced technology (Enhanced Oil Recovery/EOR). The controversy that developed in line with the declining number of production and increased production costs are recognized by the contractor with respect to the reasonableness of operational expenses charged by contractors, both in terms of quantity and cost classification.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
D2215
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Hapsari
Abstrak :
Rezim fiskal merupakan salah satu faktor terpenting yang harus dipertimbangakan dalam melakukan keputusan investasi dalam industri minyak dan gas bumi. Besaran nilai royalti, cost recovery, bagi hasil untuk kontraktor, domestic market obligation, investment credit, First Tranche Petroleum, dan tarif pajak memiliki efek yang cukup signifikan dalam keputusan investasi. Fokus dalam penelitian ini adalah membandingkan rezim fiskal PSC di Indonesia dan PSC di Malaysia. Untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan dari tiap rezim fiskal, maka digunakan data yang sama untuk menganalisa keekonomian dari rezim fiskal yang berbeda. Informasi dalam penelitian ini berguna bagi pemerintah terutama ketika pemerintah ingin membandingkan tingkat efektifitas dari rezim fiskal yang ada, terutama dengan rezim fiskal Malaysia. Hal yang paling penting adalah untuk bahan pertimbangan dalam mengatasi situasi saat ini, dimana cost recovery semakin meningkat namun produksi minyak dalam negeri semakin menurun. Kesimpulan dari karya akhir ini, Pemerintah sebaiknya mengontrol cost recovery yang ada baik melalui kebijakan pemerintah maupun dengan mengubah kebijakan dalam rezim fiskal menjadi lebih progresif dan fleksibel. ......Fiscal Regimes is one of the most important factors to be considered for investment decisions in oil and gas industry. Royalty rate, cost recovery, contractor share, domestic market obligation, investment credit, first tranche petroleum and tax rate have a significant effect on the investment decisions. The focus of this study to compares the fiscal regimes PSC in Indonesia, and PSC in Malaysia. In order to analyze the advantages and disadvantages of each fiscal regime, the economic analysis of the same fields with the applications of those different fiscal regimes. The information of this paper is useful for the governments when they want to assess their fiscal regime competitiveness compared to other fiscal regime especially Malaysia. The most important is to handle the current situations in Indonesia which are the cost recoveries are increasing but the productions and oil price are getting decrease. Conclusion Indonesia should control the cost recovery either by government's policy or by their fiscal regime.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44727
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Hendrik Samuel Jouwena
Abstrak :
[ABSTRAK
Masyarakat sering memanfaatkan jasa perbankan maka banyak hubungan yang terjadi antara masyarakat dan bank dengan perjanjian tertulis atau tidak tertulis. Namun nasabah atau calon nasabah tidak selalu memperhatikan klausula di dalam perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu oleh Bank. UUPK telah mengatur larangan penggunaan klausula tertentu di dalam perjanjian nasabah dan bank, tapi dalam prakteknya terdapat Bank yang mencantumkan klausula baku seperti melepas tanggungjawab atas kerugian yang dialami nasabah saat sedang atau setelah memanfaatkan jasa perbankan. Bank tidak bisa berlindung dengan perjanjian baku yang telah dibuat sebelumnya apabila klausula perjanjian tersebut mencantumkan hal-hal yang dilarang untuk dicantumkan oleh UUPK.
ABSTRACT
People often using banking services, therefore lots of relations happen between individuals and banks, either in the form of written agreement or unwritten consent. However, customers or prospects are not always aware of the contents in the agreement whereas the clauses has already been provisioned by the bank. UUPK prohibits the usage of such particular clause in the mentioned above agreement, in common practice, there are banks that include prohibited clauses. One of the clause that is prohibited by UUPK to be included in the bank-customer agreement is ?bank is not responsible for customer?s loss while and/or after using the bank?s services?. In fact, Bank that cause loss to customers has to be responsible for customer?s loss and can not protect itself using the standard clauses that has been made before by the bank, if such clauses are prohibited by UUPK to be included in the bank-customers agreement.;People often using banking services, therefore lots of relations happen between individuals and banks, either in the form of written agreement or unwritten consent. However, customers or prospects are not always aware of the contents in the agreement whereas the clauses has already been provisioned by the bank. UUPK prohibits the usage of such particular clause in the mentioned above agreement, in common practice, there are banks that include prohibited clauses. One of the clause that is prohibited by UUPK to be included in the bank-customer agreement is ?bank is not responsible for customer?s loss while and/or after using the bank?s services?. In fact, Bank that cause loss to customers has to be responsible for customer?s loss and can not protect itself using the standard clauses that has been made before by the bank, if such clauses are prohibited by UUPK to be included in the bank-customers agreement., People often using banking services, therefore lots of relations happen between individuals and banks, either in the form of written agreement or unwritten consent. However, customers or prospects are not always aware of the contents in the agreement whereas the clauses has already been provisioned by the bank. UUPK prohibits the usage of such particular clause in the mentioned above agreement, in common practice, there are banks that include prohibited clauses. One of the clause that is prohibited by UUPK to be included in the bank-customer agreement is “bank is not responsible for customer’s loss while and/or after using the bank’s services”. In fact, Bank that cause loss to customers has to be responsible for customer’s loss and can not protect itself using the standard clauses that has been made before by the bank, if such clauses are prohibited by UUPK to be included in the bank-customers agreement.]
2015
S60593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Craswell, Richard
New York: Oxford University Press, 1994
346.730 2 CRA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alsagoff, Syed Ahmad
Singapore: LexisNexis, 2010
346.595 ALS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Seeley, Ivor H.
London: Macmillan Press, 1993
624.068 SEE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thampapillai, Dilan
South Melbourne, Vic. : Oxford University Press, 2011
346.022 THA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library