Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 820 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hymans, Saul H.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1967
519.2 HYM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fournies, Ferdinand
New York: McGraw-Hill, 2003
658.81 FOU w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Foskett, Nicholas
London: Routledge, 2001
373.18 FOS c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lucia Sukartini
"Penelitian ini bermula dari terbatasnya penelitian yang dilakukan pada salah satu kegiatan manajerial khususnya kemampuan pengambilan keputusan dikaitkan dengan prestasi kerja para manajer. Ini menimbulkan keingintahuan untuk meneliti hubungan antara proses pengambilan keputusan intuitif dan rasional terhadap prestasi kerja para manajer di bidang pemasaran dan produksi.
Manajer selaku ujung tombak perusahaan, semua kegiatan yang dilaksanakan harus diarahkan demi kemajuan perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan prestasi kerja (performance) para manajernya. Dalam penelitian ini faktor yang menentukan prestasi adalah faktor kuantitatif, kualitatif dan karakteristik perorangan.
Proses pengambilan keputusan intuitif yang cenderung menggunakan fungsi belahan otak sebelah kanan diduga banyak dilakukan oleh para manajer pemasaran. Ini disebabkan tugas manajer pemasaran harus berhubungan dengan lingkungan yang berubah cepat dan tidak menentu. Urgensi keputusan yang harus segera diambil menyebabkan mereka tidak dapat rnemperoleh data yang lengkap dan akurat untuk menentukan keputusan. Sehingga dalam proses pengambilan keputusannya lebih mengandalkan pada persepsi, pengalaman, perasaan, dugaan dan sebagainya. Sedangkan pengambilan keputusan rasional cenderung dilakukan manajer produksi karena tugas yang dilaksanakan lebih stabil sehingga menyebabkan mereka mempunyai waktu untuk memikirkan dengan lebih rinci keputusan yang akan dibuat dibandingkan manajer pemasaran. Sehingga dalam prosesnya dimungkinkan dapat diperoleh data yang akurat, lengkap, dilakukan secara rasional dengan menggunakan tahaptahap tertentu. Dalam proses tersebut akan lebih digunakan fungsi belahan otak sebelah kiri.
Penelitian ini berusaha mengungkapkan, pertama, bagaimanakah kecenderungan umum manajer di bidang pemasaran dan produksi dalain proses pengambilan keputusan. Kedua, adakah perbedaan yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan antara manajer pemasaran dan manajer produksi. Ketiga, adakah hubungan antara proses pengambilan keputusan intuitif dan rasional terhadap prestasi kerja manajer tingkat pertama pemasaran dan produksi.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dilakukan studi lapangan, non eksperimental, di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan barang. Sebagai sampel penelitian adalah : 18 manajer tingkat menengah pemasaran, 16 manajer tingkat menengah produksi, 37 manajer tingkat pertama pemasaran dan 35 manajer tingkat pertama produksi. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner dengan pengukuran model Likert yang berskala I sampai 6. Teknik analisis pengolah data yaitu Analisis Varian (Anava) AB Dua Arah, Uji T dan Regresi Berganda dengan taraf signifikansi 0.05.
Hasil olahan data dengan Anava AB Dua Arah menunjukkan bahwa manajer tingkat pertama pemasaran cenderung lebih intuitif dan rasional dibandingkan manajer tingkat pertama produksi dalam pengambilan keputusan. Analisis data dengan Uji T membuktikan bahwa ada perbedaan secara signifikan dalam proses pengambilan keputusan intuitif antara manajer tingkat pertama pemasaran dan produksi. Regresi Berganda membuktikan pengambilan keputusan rasional mempunyai korelasi bermakna terhadap prestasi manajer tingkat pertama produksi. Tetapi korelasi pengambilan keputusan intuitif terhadap prestasi manajer tingkat pertama pemasaran kurang bermakna."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainingsih Hardjo
"Tugas dan panggilan untuk membangun bangsa dan negara adalah konsekuensi logis dari Kemerdekaan yang telah dicapai. Berkenaan dengan itu Pemerintah Orde Baru telah merumuskan Pola Pembangunan Nasional. Pembangunan nasional Indonesia menempatkan manusia Indonesia sebagai fokus, maka manusia Indonesia merupakan pelaku dan tujuan dari Pembangunan Nasional.
Pembangunan Nasional tersebut dilaksanakan oleh seluruh manusia Indonesia, termasuk oleh para kaum wanitanya, walaupun dalam kenyataannya, pada konteks sejarah, bahwa kaum wanita belum mendapat mitra sejajar dengan kaum pria. Hal ini tercermin pada panorama sejarah perjuangan wanita Indonesia yang sudah dimulai sejak zaman Hindu hingga zaman pembangunan dewasa ini. Adapun sifat dan bentuk perjuangannya terbagi atas :
1. The Period of Awakening (1909-1942)
2. The Transitional Period (1942-1945)
3. After the Proclamation of Independence.
The Period of Awakening (1903-1942). Pada periode ini pergerakan wanita Indonesia sudah dimulai sejak abad 19, dan dipelapori oleh wanita berbagai bagian negara, antara lain oleh R.A. Kartini dari (Central Java), yang memperjuangkan persamaan hak-hak bagi wanita dalam segala bidang serta dalam ikatan perkawinan menolak poligami.
Perjuangan ini dilanjutkan dengan adanya Konggres Wanita Indonesia, tanggal 22 Desember 1923 di Yogyakarta untuk meningkatkan status kaum Wanita. Konggres Wanita pertama ini, menekankan kebutuhan akan pendidikan bagi anak-anak perempuan dam meningkatkan status wanita dalam perkawinan. Kemudian dilanjutkan dengan Konggres Wanita Indonesia ke-3, yang menekankan pada situasi wanita dalam pekerjaan dan hak wanita untuk bersuara dan sebagai pegawai negeri.
Pada The Transitional Period (1942-1945), Indonesia diduduki oleh Jepang dan Fujinkai (Japanese World for Women's Association), melakukan aktivitas-aktivitas meliputi:
1. Menanamkan patriotisme dikalangan wanita Indonesia
2. Mendirikan dapur umum.
3. Mengurangi pengangguran.
4. Meningkatkan sandang dan hasil pertanian
5. Meningkatkan industri rumah tangga.
6. Mengadakan kursus memberantas buta huruf.
Untuk memikat partisipasi wanita dalam perang Asia Timur Raya, Jepang mendirikan "Persatuan Srikandi" yang anggotanya terdiri dari anak wanita yang berumur antara 15-20 tahun, yang akhirnya membentuk suatu kekuatan yang melahirkan solidaritas dikalangan wanita. Pendudukan Jepang diutamakan bagi pembebasan dari penindasan Kolonial Belanda, sehingga menghambat aktivitas wanita Indonesia untuk berkembang ke dalam suatu pergerakan wanita. Akhirnya wanita bersama pria secara kontinue melakukan pergerakan Nasional.
Selanjutnya After the Proclamation of Independence, pada tanggal 17 Agustus 1945, awal tahun 1946 Organisasi Wanita Indonesia memperoleh identitas dan disatukan kedalam satu federasi yang dinamakan "KOWANI" termasuk diantaranya PERWARI. Dengan demikian berdasarkan sejarah, pergerakan wanita indonesia telah menunjukkan kemampuannya yang tidak saja melakukan pekerjaan yang di pandang hanya pantas dilakukan oleh kaum pria.
Karenanya, penghargaan terhadap partisipasi wanita dalam perjuangan kemerdekaan, UUD 1945 menjamin persamaan hak-hak bagi wanita dan pria di segala bidang. Namun demikian, masih timbul pertanyaan : sampai sejauh mana UUD 1945, pasal 27 (ayat 1 & 2) yang mencerminkan inspirasi persamaan hak bagi wanita di segala bidang pembangunan dapat terwujud. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penulis menyorotinya dari titik sentral pernbangunan nasional beserta aparatur penyelenggaranya, khususnya pada pegawai negeri sipil wanita."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiah Lalboe
"Salah satu keinginan yang diperjuangkan oleh gerakan perempuan adalah bertambahnya pemimpin perempuan, terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, yang selama ini pimpinan atau manajer hampir selalu didominasi oleh laki-laki.
Perempuan memang mempunyai peluang untuk memegang peran melihat jumlahnya yang cukup besar yang bila diikuti dengan kualitas dan kemampuan, akan menjadi suatu potensi pembangunan yang kuat. Namun kenyataanya perempuan masih selalu dianggap sebagai orang kedua (subordinat) dari berbagai bidang. Sementara seorang pimpinan dikatakan baik dan berhasil manakala mampu mengambil keputusan yang rasional dan bijaksana.
Karena pengambilan keputusan merupakan persyaratan keterampilan bagi seorang pemimpin dan menjadi tolok ukur efektivitas kepemimpinan seorang pemimpin apabila mampu dan mahir mengambil keputusan, dan keputusan itu dikatakan baik, apabila memiliki syarat rasional, logic, realistis, dan pragmatis. Keputusan yang realitis dan pragmatis merupakan ciri kaum feminin, (A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, halaman 57).
Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan birokrasi Kota Makassar, mengetahui faktor-faktor yang memungkinkan partisipasi perempuan dalam pembangunan, dan mengetahui pengaruh peran perempuan terhadap ketahanan daerah.
Untuk memperoleh informasi tentang peran perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi perempuan dalam pembangunan dengan kaitannya terhadap ketahanan daerah, dilakukan penelitian dengan metode analisis deskriptif analitik kualitatif terhadap aparat birokrasi di sepuluh instansi Kota Makassar.
Dari basil penelitian diketahui bahwa kurangnya perempuan menduduki jabatan di Kota Makassar karena masih kuatnya faktor budaya, kodrat dan ruang gerak yang masih terbatas, sedangkan perempuan sangat dibutuhkan kehadirannya dalam organisasi. Bahkan dalam ketahanan daerah karena semakin banyak perempuan yang aktif dalam berbagai kegiatan semakin kuat dan aman daerah tersebut. OIeh karena itu pemerintah Kota Makassar sudah saatnya membuka lebar memberikan kesempatan (affirmative action) yang luas terhadap perempuan, dan melibatkan pada setiap pengambilan keputusan, untuk berbagi peran bersama laki-laki dalam berbagai bidang.
Sekaitan dengan ketahanan daerah, Pemerintah Daerah Kota Makassar masih jarang meminta keterangan kepada masyarakat tentang pengawasan dan pengendalian daerahnya. Namun demikian dianggap sudah ada perhatian karena pemerintah daerah setempat sudah pernah melakukan permintaan keterangan kepada masyarakat walaupun itu jarang dilakukan.
Tentang hal penyelidikan ketahanan dan keamanan sudah ada perhatian, namun perlu ditingkatkan, karena apabila hal ini lebih ditingkatkan tentunya mengurangi tindak kriminal dan meningkatkan keamanan yang muaranya peningkatan ketahanan daerah.

One of the struggled wishes by women movement is the increasing women leaders, as well as the opportunity of them to participate in terms of taking place in the decision making process and making decision whereas rational, logical, realistic the Ieader and the manager's position are always dominated by men.
Indeed, women have opportunity for playing a role in many sectors, because the huge number of women, moreover if they have capability and good potency to participate in development, therefore they will become the main player in development. But in fact, women are still recognised as subordinate person for some fields. Meanwhile, a leader can be deemed good and success if he/she makes decision rationally and wisely, because making decision is a requirement based on skill/ capability as a leader and this is a starting point of the efectiveness for the leadership if his/her leadership would be rational, logical, realistic and pragmatic. The real and pragmatic decision is the character of feminism.
For those reasons, this research has the objective to get the information about the role of women in decision making process at bureaucarcy of the city of Makassar and to know how , some factors which may women have the chance to participate in development, as well as the influence of women's role for regional defence.
To obtain the information about the role of women in making a decision and also women participation in development related to regional defence, therefore this research is conducted with descriptive qualitatif analysis over bureaucracy methode of apparatus at ten instancies in the city of Makassar.
From the result of the research is knowed that the lack of number of women who are in higher level in the city of Makassar is caused by many factors i.e : strong culture, destiny and also opportunity from men tc women nevertheless their partcipation are needed in organisation actively, and the condition of region would be safer.
However, it is time for the government of the city of Makassar to give as much as possible opportunity (affirmative action) for women to involve in decision making process and to shift the role as will as men in development.
Related to regional defence, the government of the city of Makassar doesn't involve the community actively in controlling and supervision their area.
Nevertheless, the government has already involved the community to participate in development regarding to defence and secure, but not much enough. If there's increasing the number of the women in participation in terms of save and secure from the crime condition in this area, if will reduce the crime cases and increase the regional defence.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T19334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Afandi
"Sebelum tahun 1950-an hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik, yaitu pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokternya tanpa bertanya apapun, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sehingga mulai tahun 1970-an dikembangkan hubungan kontraktual. Konsep ini muncul berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia dan hak atas informasi yang dimiiiki pasien tentang penyakitnya sebagai mana yang tertuang dalam Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American Hospital Association,1972)- pada intinya menyatakan "pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari doktemya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik".
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medik terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.(1,2,3,4,5,6,)
Di Indonesia, penghormatan atas otonomi pasien ini telah diatur dan dirumuskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) khususnya pasal 7a, 7b dan 7c, dimana seluruh dokter di Indonesia harus menghormati hak-hak pasien. Penghormatan atas hak ini lebih lanjut juga diatur dalam peraturan perundang-undangan RI secara implisit terdapat dalam amandemen UUD 1945 pass! 28G ayat (1) yang menyebutkan "setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,...dst"."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnah
"Perawatan selama persalinan dan kehamilan yang telah diperbaiki dapat mengurangi kematian maternal dan kematian perinatal. Perbaikan aspek sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan dapat membantu mengatasi 64 persen penyebab kematian ibu. Perbaikan penangganan klinis dapat mengatasi 36 persen kematian ibu. Kesadaran masyarakat akan tanda tanda bahaya pada kehamilan dan pengetahuan mengenai kehamilan akan meminimalkan kegawatdaruratan obstetri, namun banyak kepercayaan tradisional dan praktek penundaan pengambilan keputusan untuk mencari perawatan pada fasilitas kesehatan, masih dilakukan masyarakat. Tujuan studi ini yaitu menelusuri 4 kasus kegawatdaruratan obsterti yang terjadi di masyarakat, serta bagaimana peran dan pengetahuan anggota keluarga terhadap masalah ini. Penelitian kualitatid ini dilakukan degnan wawancara mendalam terhada suami dang anggota keluarga serta melibatkan tujuh informasi kunci. Keempat kehamilan diseleksi secara purposif. Kematian ibu terjadi karena faktor media dan non medis. Faktor medis adalah kenyataan bahwa suami dan anggota senior keluarga tidak mengenal adanya tanda bahaya selama kehamilan dan terjadiny keterlambatan menggunakan fasilitas medis. Fasilitas medis seperti persediaan darah di rumah sakti yang minim, akan mempengaruhi proses selanjutnyapada kasus kasus tersebut. Faktor kepercayaan dan tradisi disamping keadaan sosio-ekonomi juga memberi sumbangan kepada teradinya keadaan fatal bagi ibu. Faktor medis dan non medis, mungkin juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pada kedaruratan media yang memyebabkan kematian pada keempat kasus ini."
Politeknik Kesehatan. Jurusan Keperawatan ; Universitas Gadjah Mada. Fakultas Ilmu Budaya, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Andaryadi
"Penelitian ini berfokus pada persoalan pencegahan dan penangkalan Keimigrasian yang terjadi di Indonesia, sejak diberlakukannya Undang-undang No 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian sampai dengan sekarang. Banyaknya permasalahan yang timbul mengenai pencegahan dan penangkalan yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya fenomena sosial tersendiri yang menjadi perhatian publik.
Persoalan yang terjadi pada umumnya adalah masalah kepastian hukum, terkait masa berlaku keputusan pencegahan dan penangkalan serta batasan kewenangan yang tidak pasti dari masing-masing instansi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penangkalan. Hal ini disebabkan karena tidak jelasnya status dari keputusan pencegahan dan penangkalan itu sendiri, apakah suatu keputusan hukum ataukah keputusan administrasi.
Pencegahan dan penangkalan merupakan salah satu bentuk dari kewenangan negara dalam mengatur lalu lintas orang yang keluar masuk wilayah negara. Negara mempunyai kewenangan mencegah dan menangkal seseorang karena dasar asas kedaulatan yang dimiliki oleh sebuah negara yang berdaulat.
Dari hasil pengolahan data dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa keputusan pencegahan dan penangkalan merupakan suatu keputusan administrasi negara, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atas dasar wewenang yang sah dan dilandasi oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang dimiliki oleh instansi-instansi merupakan kewenangan atribusi dari pemerintah. Dalam pelaksanaan pencegahan dan penangkalan masih ditemukan beberapa permasalahan antara lain kepastian hukum dan batasan kewenangan dari status pencegahan dan penangkalan yang dimiliki oleh beberapa instansi. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu dilakukan revisi dasar hukum yang mengatur mengenai pencegahan dan penangkalan serta dibentuknya peraturan pelaksana pencegahan dan penangkalan yang lebih pasti mengatur mengenai batasan kewenangan instansi.

This research focuses on the issue of entry and exit prohibition on immigration matters in Indonesia since the establishment of the Law number 9 in the year of 1992 on immigration matters until current situation. In line with this, there have been many issues rising given certain serious conditions caused by the government policy on entry and exit prohibition which attract the public attention.
The common related issue is about the application on the rule of law, concerning the duration of the prohibition and also the absence of the clear limitation on the scope of authority. This predicament is caused on the confusion whether the decision on exit and entry prohibition is a decision based on the legal decision or the administrative decision.
On this point, the entry and exit prohibition is one of the state?s authorities in managing the flow of people within their territory. The state has the absolute authority to prohibit a person either to enter or exit the country based on the law of sovereignty principle.
From the data derived within interviews and library research, it is concluded that the decision on the entry and exit prohibition is an administrative decision which issued by credential immigration authority based on law and regulations. On the other hand, such authority possessed by other governmental institutions is merely a complementary attribution given by the state. Interestingly however, at the practical level the problem on the legal status of the decision and the limitation on the scope of authority to make such decision. The research therefore suggests the government to revise the legal aspect on this issue, especially concerning the entry and exit prohibition and also the complementary regulations that can manage the scope of the probation authority."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25040
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library