Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagas Wahyu Andika
"Penelitian ini mengkaji konsep koherensi dan kompleksitas dalam penempatan billboard sebagai elemen pembentuk estetika kota. Keberagaman pada penempatan billboard menciptakan ruang estetika kompleks dalam perkotaan, mempengaruhi pengalaman visual manusia terhadap lingkungan kota. Penelitian ini juga mengeksplorasi bagaimana pola pada tata letak billboard berperan dalam membentuk visual estetika kota, dengan fokus pada koherensi dan kompleksitas yang tercipta dari penempatan elemen-elemen kota tersebut. Keseluruhan penataan billboard di Las Vegas Strip menunjukkan keseimbangan antara keteraturan dan kompleksitas, menciptakan daya tarik visual yang kuat dan pengalaman estetika yang mendalam bagi pengunjung. Penelitian ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam penataan elemen kota untuk mencapai estetika visual kota yang baik dan pengalaman perkotaan yang menarik bagi manusia.

This study examines the concept of coherence and complexity in billboard placement as an element of urban aesthetics. The diversity in billboard placement creates a complex aesthetic space within urban environments, influencing human visual experiences of the cityscape. The research also explores how patterns in billboard layout contribute to the formation of urban visual aesthetics, focusing on the coherence and complexity generated by the placement of urban elements. The overall arrangement of billboards on the Las Vegas Strip demonstrates a balance between order and complexity, creating a strong visual appeal and a profound aesthetic experience for visitors. This study emphasizes the importance of balance in the arrangement of urban elements to achieve good visual aesthetics and an engaging urban experience for people."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Febrina Ernungtyas
"ABSTRAK
Pengalaman emosional terhadap medium komunikasi dari sisi user belum banyak dikaji terutama mengenai website pada perangkat non mobile dan mobile. Oleh karena itu, penelitian ini membandingkan pengalaman emosional user mengakses website dalam menggunakan perangkat non mobile dan mobile. Penelitian ini menggunakan konsep user experience dari berbagai pendekatan ilmu, tradisi komunikasi dan memfokuskan pada dimensi estetika visual dan website interface. Dengan desain eksperimen The Equivalent Time-Samples dan skala semantik diferensial menunjukkan terdapat sembilan indikator yang valid dan reliabel dari 43 indikator yang diproposisi. Kemudian uji hipotesis T dependen membuktikan pengalaman emosional user mengakses website pada perangkat non mobile dan mobile memiliki perbedaan tetapi tidak signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan transisi website dari statis menuju mobile dan perangkat mobile berbasis keyboard menjadi layar sentuh.

ABSTRACT
Emotional experience toward communication medium based on user perspective has not been yet studied especially about website on non mobile and mobile device. Therefore, this research compared emotional user experience accessed website using non mobile and mobile device. This research used user experience concept from various dicipline approach, communication tradition and focused on aesthethic visual and website interface dimensions. By using The Equivalent Time-Samples and semantic differential scale, there are nine indicators valid and reliable statistically from 43 indicators that is proposed. Then, hypothesis testing dependent T-Test proved emotional user experience accessed website on non mobile and mobile device was different but not significant. This research also showed the website transition from static to mobile and the mobile device transition from keyboard to touchscreen."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Cinta Rimandya Marezi
"Film Ini Kisah Tiga Dara merupakan karya adaptasi dari film drama musikal klasik di tahun 1956, Tiga Dara karya Usmar Ismail. Dengan latar cerita yang serupa, produser dan sutradara Nia Dinata mengemas filmnya menyesuaikan dengan konteks zaman ini. Nia Dinata menggambarkan adanya ketegangan antara kehidupan perempuan muda abad 21 di Indonesia dan nilai-nilai tradisi, khususnya dalam soal perjodohan, pernikahan dan kebebasan perempuan untuk memilih hidupnya. Film ini dianggap cukup kontroversial bagi masyarakat Indonesia karena mengangkat soal seks pranikah. Dari kacamata feminis, Ini Kisah Tiga Dara menawarkan wacana/ diskursus positif bagi representasi perempuan. Penelitian ini melihat bagaimana film Ini Kisah Tiga Dara adalah sebuah karya yang mengandung nilai estetika dan film feminis. Estetika feminis mengdepankan konsep-konsep teori film feminis antara lain: kritik terhadap male gaze, menguatkan suara perempuan, dan teknologi gender. Selain aspek teknis film, tesis ini menggunakan metode analisis wacana kritis, feminist stylistics dari Sara Mills. Feminist stylistics, Mills membongkar wacana bias gender melalui enam tahap yaitu: genre dan teks, gender dan penulisan, gender dan teks, gender dan butir bahasa, gender dan level kalimat, gender dan wacana. Pembuktian bahwa film ini merupakan karya feminis juga dilengkapi dengan pembahasan teori feminisme tentang seksualitas, otonomi, dan subjektivitas perempuan. Film ini adalah karya estetika dan film feminis yang memiliki tujuan melakukan perubahan sosial menuju masyarakat yang berkeadilan gender.

Ini Kisah Tiga Dara Three Sassy Sisters is a musical drama film inspired by Usmar Ismail rsquo s classical movie, Tiga Dara Three Maidens in 1956. With a similiar setting and background story, producer and director, Nia Dinata made her film by adjusting the context of the film in this modern era. Nia Dinata confronts the tension between women rsquo s being in the 21th century in Indonesia and traditional values in particular issues in marriage, women rsquo s autonomy and women rsquo s rights to choose her own life. This film is controversial because it discusses premarital sex which is still a taboo in the Indonesian context. This research looks at Ini Kisah Tiga Dara Three Sassy Sisters from a feminist perspective. This film offers a positive and empowered representation of women. This research discusses in depth feminist aesthetics and film and discusses feminist concepts for example, male gaze, female voice, and gender technology. This research also uses feminist critical discourse analysis method, and Sara Mills rsquo s six steps feminist stylistics genre and text, gender and writing, gender and reading, gender and individual lexical items, gender and clause level sentence level, gender and discourse level. This research uses feminist theory to look at feminist issues such as sexuality, women rsquo s autonomy, and women rsquo s subjectivity. I conclude that this film Ini Kisah Tiga Dara Three Sassy Sisters is a feminist film with a feminist project for social change."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Kusumaningrum
"
ABSTRAK
Sinema merupakan salah satu bidang seni yang meskipun baru tumbuh sekitar seratus taham, namun perkembangannya sangat pesat Sinema juga sangat menarik karena ia merupakan media audio sekaligus visual sehingga sangat mendekati realitas. Kedekatan dengan realitas itulah yang membuat sinema merapunyai pengarnh yang kuat terhadap masyarakat. Tidak jarang sinema lah yang memulai suatu trend seperti misalnya trend gaya rambut ataupim gaya berpakaian.
Dalam sejarahnya, perfilman Francis mengalami masa naik-turun. Berbagai aliran pun muncul silih berganti. Nouvelle Vague merupakan sebuah aliran yang muncul pada akhir 50-an dan berkembang pada tahun '60-an. Nouvelle Vague merupakan fenomena yang menarik karena ia sangat berkaitan erat dengan kondisi masyarakat pada masa itu. Nouvelle Vague berbicara tentang realitas masyarakat Francis yang sedang berada dalam proses transformasi, realitas khas periode '60-an. Selain itu, Nouvelle Vague bukan hanya bagian dari perubahan yang sedang terjadi tetapi juga aktor perubahan yang memunculkan alternatif-alternatif barn dalam perfilman Francis baik dari segi etik maupun estetik.
"
1997
S14386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T.M. Sjahriar Halim
"Dalam menelusuri pemikiran fenomenologik Ortega Y Gasset di bidang estetika, kita jumpai bahwa pada awalnya ia berpijak pada batu loncatan epistemologik yaitu bahwa yang dicari filsafat maupun ilmu pengetahuan adalah kebenaran. la menemukan bahwa metode yang cocok untuk mencapai kebenaran adalah metode fenomenologik dengan gagasan intuisi tetapi ia menolak lembaga reduksi eiditis karena ia menyadari bahwa ia berhaluan anti-idealistis. Metode fenomenologik mencakup struktur unsur-unsur subjek dan objek yang selalu berada dalam hubungan saling berkaitan, memerlukan, dan kerja sama, tetapi dua ini tidak pernah dan tidak mungkin melebur jadi satu. Jadi kebenaran tergantung dari kebenaran hubungan-hubungan tadi. Demikian dalam tinjauan fenomenologiknya tentang estetika yang mencakup seni ia mengemukakan terus menerus unsur-unsur kerja sama antara subjek kreatif dan objek estetik. Hakekat sesuatu ia temukan melalui kegiatan rasio atau berpikir yaitu melalui berpikir secara dialektik yang sekaligus merupakan berpikir fenomenologik, dengan ini ia artikan bahwa objek itu yang akan memimpin pikiran kita ke benda pada dirinya. Karena Ortega y Gasset mengutamakan realitas hidup,ia menghargai dan mencintai kemajemukan dan keanekaragaman. Bukan begitu saja, ia menghargai secara tersendiri setiap unsur yang tampil kepada subjek dalam realitas hidup itu, dengan sendirinya ia menghargai juga setiap sudut pandangan. Sudut pandangan ini bergantung pada keadaan seseorang, maka keadaan seseorang berperan sangat besar dalam kehidupan seseorang. Jika kita melihat lebih dekat keadaan itu, maka ternyata bahwa keadaan dari setiap bagian dalam keadaan itu terikat pada banyak hal yang tak dapat terlepas darinya. Setiap bagian dikelilingi pula oleh suatu keadaannya. Begitulah suatu benda terikat secara sambung-menyambung dan secara kait-berkaitan dengan banyak hal dan benda lain dalam keseluruhan yang karenanya terus menerus berubah-ubah. Tak mungkinlah melihat suatu benda atau hal secara terisolir dari keadaannya, secara fragmentaris. Mungkin yang dimaksud Ortega y Gasset: harus ditanggapi secara holistik atau seperti dalam teori Gestalt. Setiap objek berada dalam dialektika dari benda-benda nyata. Bukan dalam dialektika teoritis dari satu konsep ke konsep lain dalam kesadaran. Juga bukan dalam perenungan dan perumusan belaka dalam rasio murni. Demikian juga dalam bidang estetika, dengan berpikir dialektik dari pihak subjek (sebagai kesadaran yang aktif dalam kehidupan praktis), subjek ini menemukan konsep objek estetik; dalam tahap kedua konsep dalam kesadaran subjek, menimbulkan keinginan pada subjek untuk mengekspresikannya dalam satu ujud kebendaan; akhirnya ia mengkreasi suatu karya seni. Kiranya tahapan-tahapan ini sejajar dengan tahapan-tahapan cipta, rasa, karsa. Dalam satu dialektika dari benda-benda nyata, mungkin saja subjek kreatif sendiri ikut serta di sini, begitu juga subjek pemirsa dan penilai, karena semua memang berada dalam satu masyarakat yang saling mengakibatkan gerak secara praktis. Yang paling berperan dalam proses kreativitas ialah jarak antara subjek kreatif dan objek estetik yang menimbulkan jarak pula antara karya seni dan subjek pemirsa. Jarak ini dapat mengakibatkan terjadi keterasingan cirri-ciri manusiawi dalam seni yaitu, subjek kreatif tidak berhasil membawakan ciri-ciri manusiawi melalui karya seninya kepada subjek pemirsa. Ortega Y Gasset juga mengemukakan persoalan jarak agar kepada subjek pemirsa dapat diterapkan predikat nilai memirsa dengan sikap estetis, dimana ada dua patokan memirsa, yaitu secara tanpa pamrih dan secara tanpa prasangka atau terjarak. Ortega y Gasset berulang kali menekankan bahwa patokan-patokan untuk sikap estetis berlaku pula untuk sikap etis. Yang dipersoalkan dalam estetika adalah dialog antara unsur subjek kreatif dan objek estetik maupun karya seni dan subjek pemirsa dan menyangkut keindahan. Yang dipersoalkan etika adalah subjek pelaku dan menyangkut kebaikan. Dan memang, sebagai mana di Timur ada pendapat-bahwa yang indah itu baru indah jika baik dan yang baik itu baru baik jika indah, maka apa yang berlaku untuk yang indah berlaku juga untuk yang baik, bahkan sekaligus berguna. Dan karena pengalaman estetik adalah sejajar dengan pengalaman religius, maka sikap yang seharusnya dikejar adalah satu sikap dimana sikap estetis, sikap etis dan sikap religius berdialektika dengan kesamaan hak. Hal ini memang wajar karena wilayah seni, etika maupun religiusitas, bahkan kegunaan, berada dalam keadaan kait-berkaitan, saling memerlukan dan saling menunjang secara keseluruhan dalam realitas yang disebut kehidupan manusia. Contohnya: fenomena dehumanisasi dalam seni oleh angkatan muda, kita harus hadapi dengan tanpa pamrih dan dengan jangan terjarak terhadap anak muda, tanpa marah dan dengan pengertian, serta menghargai anak muda yang ingin bergaya memberi satu kejutan, dan membimbingnya melihat nilai-nilai luhur dalam kehidupan nyata melalui seni. Demikianlah Ortega Y Gasset memperlihatkan bagaimana Subjek kreatif, Objek estetik dan Subjek pemirsa merupakan tiga unsur yang selalu berada dalam dialektika di bidang estetika, dan bahwa subjek kreatif dengan objek estetik, dan karya seni dengan subjek pemirsa selalu berdialog dalam satu fenomena seni."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Nadya Ardiyani
"ABSTRAK
Sebagai bagian dari Jakarta dan sekitarnya, masyarakat menengah memiliki kebutuhan terhadap hunian dan prestise. Pengembang berusaha mengakomodasi kebutuhan tersebut dengan menawarkan efficiency apartment yang sesuai daya beli masyarakat menengah dan terlihat prestisius melalui desainnya. Dalam desain, apartemen tersusun atas elemen-elemen estetika yaitu: garis dan bidang, bentuk dan massa, tekstur dan pola, serta warna. Elemen estetika tersebut dikomposisikan dengan memperhatikan keseimbangan dan keselarasan. Dari penelusuran kasus apartemen Grand Pakubuwono Terrace melalui studi literatur, pengumpulan dokumen, dan kuesioner terhadap 30 orang responden didapatkan kesimpulan bahwa karakter, makna, dan komposisi elemen estetika yang sesuai dengan tren desain masa kini menjadi faktor internal dalam membentuk kesan prestisius pada apartemen. Adapun faktor eksternal hadir ketika desain apartemen direspon oleh masyarakat menengah sebagai sesuatu yang indah dan dapat menjadi simbol status. Oleh karena itu, keindahan dan kesan prestisius pada apartemen dapat memicu masyarakat untuk melakukan pembelian.

ABSTRACT
As a part of Jakarta and surrounding cities, middle-class society has the need of dwelling place and prestige. The real estate developers try to accomodate the need by offering efficiency apartments that meet society's purchase power and look prestigious through its design. In design, the apartment consists of aesthetic elements such as: line and plane, shape and mass, texture and pattern, and also color. Those aesthetic elements are composed by considering balance and harmony. From the case search of Grand Pakubuwono Terrace apartment through literature review, document collection, and 30-respondents questionnaire, it can be concluded that the character, meaning, and composition of aesthetic elements that suits the current design trend are the internal factors in making prestigious image of apartment. Meanwhile, the external factors occur when the apartment's design is responded by middle-class society as something beautiful that could be considered as status symbol. Therefore, the beauty and prestigious image of apartment could trigger society to purchase.
"
2014
S54731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saktiana Dwi Hastuti
"Skripsi ini membahas latar belakang lahirnya Manifes Kebudayaan dan ide-ide yang terdapat di dalam naskah Manifes Kebudayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dan kepustakaan dengan pendekatan sosiologi sastra dan historis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Manifes Kebudayaan lahir sebagai reaksi atas Lekra. Ide-ide yang diusung dalam naskah Manifes Kebudayaan yaitu menolak adanya subordinasi bidang kebudayaan, menolak semboyan 'politik di atas estetika' dan 'estetika di atas politik', menolak semboyan 'tujuan menghalalkan cara' serta menerima paham humanisme universal.

This thesis tells about the background of the birth of the Manifes Kebudayaan and the ideas in its script. The method which is used in this research are analytical description and bibiliography with sociological literature and historical approach. The result of this research concludes that the Manifes Kebudayaan born as the reaction of Lekra. The ideas carried in the Manifes Kebudayaan's script are rejecting the existence of subordinate in culture, rejecting the slogan 'politic on aesthetic' and 'aesthetic on politic', rejecting the slogan 'the end justifies the means', and approving the universal humanism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11101
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marselio Ganesa Gumilar
"Humor pada dasarnya dipahami sebagai hal-hal lucu yang dapat membangkitkan rasa gembira dan memicu gelak tawa bagi setiap individu tanpa menyakiti perasaan individu lainnya, tetapi di sisi lain terdapat jenis humor yang justru bersifat offensive dan cenderung dapat menyakiti perasaan, humor seperti itu biasa dikenal dengan istilah Dark joke atau humor gelap. Mayoritas orang tidak menyukai jenis humor tersebut, karena cenderung bersifat kasar, tabu, dan melanggar norma-norma yang ada dalam kehidupan. Sigmund Freud yang merupakan seorang pendiri aliran Psikoanalisis melihat bahwa adanya keterkaitan antara humor dengan mimpi yang sama-sama dapat terbentuk dari keinginan terlarang yang terletak pada alam tidak sadar, yang sewaktu-waktu dapat muncul ke alam sadar. Melalui penelitian ini, penulis akan menggunakan metode kajian literatur dalam memperoleh sumber data yang terkait dengan tema penelitian, yakni dapat berupa buku, artikel, jurnal, karya ilmiah, dan sumber literatur lainnya. Lalu setelah itu penulis akan melakukan analisis kritis melalui pendekatan Estetika Psikoanalisis Sigmund Freud yang akan dikaitkan dengan Teori Humor Pelepasan dan Inkongruitas dalam upaya untuk menjelaskan keterkaitan antara humor dengan trauma yang terdapat pada alam tidak sadar. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengalaman traumatik yang pernah dialami oleh seseorang akan mempengaruhi selera humor mereka menjadi lebih gelap. Hal itu dikarenakan humor sebagai sebuah seni mampu berperan sebagai mekanisme koping dan katharsis terhadap emosi-emosi negatif yang ditimbulkan dari pengalaman traumatis yang pernah dialami.

Humor is basically understood as funny things that can arouse feelings of joy and trigger laughter without hurting each other, on the other hand there are types of humor that are actually offensive and tend to hurt each other, this humor is usually known as Dark joke or dark humor. Many people don't like this type of humor, because it tends to be rude, taboo and violates existing norms in life. Sigmund Freud, who was the founder of Psychoanalysis, saw that there was a connection between humor and dreams, which were both formed from forbidden desires in the unconscious, which at any time could emerge into the conscious. Through this research, the author will use the literature review method to obtain data sources related to the research theme, which can be books, journals, articles, scientific papers and other literature sources. After that the author will make a critical analysis through Sigmund Freud Psychoanalytic Aesthetic Theory which will be linked to the Humor Theory Relief and Incongruity with the intention to explain the relations between humor and trauma that exists in the unconscious. The results of this research found that the traumatic experiences in a person will influence their sense of humor to become darker. This is because humor as an art is able to act as a coping mechanism and catharsis for negative emotions which appear from traumatic experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fairuz Julia Elfitri
"Bedah kosmetik estetika merupakan fenomena sosial dan gaya hidup yang sudah tidak asing lagi dilakukan di Korea Selatan. Berdasarkan data statistik The International Society of Plastic Surgery (ISAPS) tahun 2015, sebanyak 1.156.234 tindakan bedah kosmetik estetika dilakukan di Korea. Bedah kosmetik estetika yang dilakukan untuk kepuasan diri memiliki persamaan dengan nilai budaya chemyeon. Budaya chemyeon yang merupakan bagian dari nilai Konfusianisme memiliki dua unsur dasar, yaitu kebutuhan untuk pemenuhan diri dan kebutuhan untuk pencapaian sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku bedah kosmetik estetika di Korea dan kaitannya dengan nilai-nilai budaya chemyeon. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui analisis dengan berdasarkan sumber data sekunder seperti buku, jurnal penelitian, dan sumber daring. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa unsur dasar dan nilai-nilai budaya chemyeon terdapat dalam perilaku bedah kosmetik estetika di Korea. Melalui bedah kosmetik estetika, masyarakat dapat menunjukkan kemampuan individu serta menjaga kehormatan dan martabatnya dalam lingkungan sosial. Keinginan masyarakat Korea untuk menjaga chemyeon mendorong individu untuk melakukan bedah kosmetik estetika.

Cosmetic surgery is a social and lifestyle phenomenon that is already familiar in South Korea. Based on the statistical data of The International Society of Plastic Surgery (ISAPS) in 2015, a total of 1,156,234 aesthetic cosmetic surgical measures were performed in Korea. Cosmetic surgery done to self-satisfaction has similarities to the value of chemyeon culture. The chemyeon culture that is part of Confucian value has two basic elements, the need for self-fulfillment and the need for social achievement. The purpose of this research is to analyse cosmetic surgery behaviour in Korea and its relation to chemyeon cultural values. This research uses qualitative methods of descriptive through analysis based on secondary data sources such as books, research journals, and online sources. The results of this study show that the basic elements and values of chemyeon culture are reflected in the conduct of cosmetic surgery in Korea. Through cosmetic surgery, the public can demonstrate individual ability, maintain honor and dignity in the social environment. Korean People's desire to maintain honor (chemyeon) encourages individuals to do cosmetic surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku yang berjudul Issledovaniya po estetike slova i stilistike khudozhestvennoj literatury : sbornik statej ini membahas tentang estetika kata-kata dan literatura bahasa Rusia. Editor, I. S. Yavorskaya; teknik editor, S. D. Vodolagina; korektor, Yu. P. Adrejkov, dan M. V. Unkovskaya."
Leningrad: Leningradskogo Universiteta, 1964
RUS 491.7 ISS
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8   >>