Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 230 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta : Kanisius, 2012
336.3 KOO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Syahrial
"This paper tries to estimate the relationship between fiscal decentralization and government size in Indonesia by employing de Mello?s model. The impact of fiscal decentralization on government size is estimated by doing a regression on the government size indicator (as a dependent variable) that is affected by: the decentralization indicator, local government collusion indicator, and the control variable (as independent variables). The results indicated that there is a positive relation between the government size and decentralization indicators when we use the relative size of local government expenditures and fragmentation ratios as a proxy. On the other hand, the author found an irrelevant and even negative relationship between tax/non-tax autonomy and the government size. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
EFIN-53-2-August2005-177
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu K. Romadhoni
"Dana Alokasi Umum merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah bersifat "Block Grant" yang berarti kepada daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan antar daerah. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai persoalan yang mengakibatkan DAU belum secara efektif mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah.
Secara teoritis transfer fiskal mempunyai fungsi ekualisasi kemampuan keuangan antar daerah, penelitian ini akan menjawab apakah kebijakan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang dilaksanakan selama TA 2001 sampai dengan TA- 2005-telah mampu mengurangi horizontal fiscal-imbalance-antar-kabupaten kota di Indonesia.
Selama periode tahun 2001 - 2005, peranan DAU pada masing -masing kabupatenikota secara konsisten relatif tetap yaitu berkisar 70%. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi ketergantungan yang sangat besar di hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia terhadap transfer fiskal terutama DAU.
Hasil analisis koefisien variasi selama periode 2001 - 2005 menunjukkan bahwa angka koefisien variasi cenderung meningkat sampai dengan tahun 2003, namun kembali mengecil sampai dengan tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan fiskal semakin meningkat sampai dengan tahun 2003 namun kemudian mengecil. Keadaan ini berhubungan dengan perubahan porsi Alokasi Minimum (AM) yang semakin mengecil dari tahun ke tahun.
Hasil analisis lndeks Williamson juga menunjukan kecenderungan yang sama dengan koefisien variasi namun cenderung konstan. Artinya alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan selama tahun 2001 - 2005 belum mampu secara signifikan mempengaruhi kesenjangan fiskal kabupaten/kota di Indonesia.

General Allocation Fund (DAU) is the transfer of central government to local government has the character of ?Block Grant" meaning to local government given by facility in its use as according to priority and requirement of local government as a mean to balance interregional fiscal ability. But, in the execution of there were various problem resulting DAU not yet effectively lessened interregional fiscal disparities.
This research would answer how the allocation of General Allocation Fund (DAU) during FY 2001 up to FY 2005 had been able to lessen horizontal fiscal imbalance across districts and municipalities in Indonesia.
During period of fiscal year 2001 - 2005, role of DAU of municipaties/districts consistently is gyrating 70%. This matter prove that have happened a high depended to fiscal transfer especially DAU, in entire municipaties/districts in Indonesia
The Result of analysis of coefficient variation during period FY 2001 - 2005 indicated that coefficient variation number tend to increase up to year 2003, but again minimize up to FY 2005. This matter indicated that fiscal disparities progressively mount up to year 2003 but later then minimize. This situation relate to change of Minimum Allocation (AM) portion which progressively minimize.
The result of analysis with Index Williamson also tendency equal to coefficient variation analysis but tend to constantly. Its mean the allocation of General Allocation Fund (DAU) during FY 2001 - 2005 not yet can influence fiscal disparity of municipalities/districts in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairani Sukmaningtias
"Peningkatan emisi gas rumah kaca menimbulkan berbagai eksternalitas negatif seperti pencemaran udara, masalah kesehatan, bencana alam dan lain sebagainya. Indonesia berupaya menekan emisi dengan percepatan program motor listrik karena sektor transportasi yang menyumbang emisi terbesar kedua melalui insentif fiskal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan pemerintah merumuskan kebijakan insentif fiskal untuk produksi motor listrik dan menganalisis kebijakan tersebut ditinjau dari perspektif eksternalitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif fiskal untuk produksi motor listrik yaitu implementasi rencana pemerintah terkait target penurunan emisi, upaya dalam meningkatkan peluang usaha dan pengembangan industri motor listrik di Indonesia, dan upaya mendorong masyarakat beralih ke motor listrik. Ditinjau dari perspektif eksternalitas, kebijakan pemberian insentif fiskal untuk mendorong motor listrik menjadi cara pemerintah mengatasi eksternalitas negatif yang ditimbulkan motor konvensional karena motor listrik itu sendiri tidak menghasilkan emisi. Namun, eksternalitas negatif timbul dari emisi yang bersumber dari pembangkit listrik batu bara, limbah baterai yang berpotensi mencemari lingkungan, dan peningkatan kemacetan. Sementara dari sisi eksternalitas positif, adanya manfaat eksternal (benefit eksternal) dalam kebijakan ini yang menghemat konsumsi bahan bakar sehingga menghemat biaya yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat. Selain itu, meningkatkan kepedulian atas isu pemanasan global dan pencemaran lingkungan.

The Increase in greenhouse gas emissions occur has resulted in various negative externalities such as air pollution, health problems, natural disasters and so on. Indonesia is trying to reduce emissions by accelerating the electric motorcycle program because the transportation sector contributes the second largest emission through fiscal incentives. This study aims to analyze the government's considerations in formulating fiscal incentive policies for the production of electric motorcycle and to analyze these policies from an externality perspective. This study used a qualitative approach with data collection methods through literature studies and in-depth interviews. The results of the study show that the government's considerations are issuing fiscal incentive policies for the production of electric motorcycle, namely the implementation of government plans related to emission reduction targets, efforts to increase business opportunities and the development of the electric motorcycle industry in Indonesia, and efforts to encourage people to switch to electric motorcycle. From an externality perspective, the policy of providing fiscal incentives to encourage electric motors is a way for the government to overcome the negative externalities caused by conventional motors because electric motorcycles themselves do not produce emissions. However, negative externalities arise from coal-fired power plant emissions, battery waste which has the potential to pollute the environment, and increased congestion. Meanwhile, in terms of positive externalities, there are external benefits in this policy which save fuel consumption thereby saving costs incurred by the government and society. In addition, increasing awareness of the issue of global warming and environmental pollution."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"FDI in the last four years has been decreasing. There are two key factors that can influence FDI behavior . ....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mera Nuringsih
"Kebijakan desentralisasi fiskal telah berjalan 3 tahun sejak diberlakukan secara efektif pada Januari 2001. Komitmen kebijakan desentralisasi fiskal tersebut dilandasi UU No. 22 Tabun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU tersebut memuat herbagai perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang Administrasi Pemerintahan maupun dalam hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan melalui Desentralisasi Piskal, dengan desentralisasi fiskal mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan Pendapatan Asli Daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi NAD sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di Propinsi NAD. Jenis data yang digunakan adalaha data sekunder dan data primer, data sekunder diperoleh dari laporan APBD Propinsi NAD dan data primer didapat dari narasumber tetpilih melalui wawancara. Teknis analisis data yang digunakan adalah dengan pengujian Hipotesis dengan menggunakan Uji Beda Dua Rata-Rata (uji t).
Berdasarkan basil analisis yang dilakukan, didapatkan penerimaan rata-rata pajak daerah meningkat secara signifikan setelah desentralisasi fiskal, peningkatannya sebesar 101,53%. Jenis pajak yang mendominasi selama enam tahun adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), kontribusi rata-rata penerimaan sebelum desentralisasi sebesar 60,72% dan setelah desentralisasi 40,48%, kontribusi tertinggi pada tahun 2000/2001 sebesar 68,29%. Pertumbuhan penerimaan jenis pajak tertinggi selama enam tahun diperoleh dari pajak bahan baker kendaraan bermotor (PBB-K13) sebesar 332%. Penerimaan pajak daerah sebelum desentralisasi maupun setelah desentralisasi didominasi oleh tiga jenis pajak yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB).
Faktor-faktor yang berpengaruh terbadap penerimaan pajak kendaraan bermotor, bea batik nama kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah : (a) Jumlah kendaraan bermotor, (b) Jumlah pemakaian bahan bakar minyak, (c) PDB per kapita Propinsi NAD. Penerimaan retribusi daerah di Propinsi NAD berdasarkan hasil analisis didapatkan perbedaan yang cukup signifikan antara penerimaan sebelum dan sesudah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi fiscal, di mana penerimaan setelah desentralisasi mengalami penuranan sebesar -24,52%. Pertumbuhan penerimaan obyek retribusi daerah di Propinsi NAD selama enam tahun di dominasi oleh retribusi pelayanan kesehatan. Rata-rata pertumbuhan penerimaan selama enam tahun sebesar -5,74%. Kontribusi penerimaan jenis retribusi daerah selama enam tahun di Propinsi NAD dominan dari retribusi pelayanan kesehatan, kontribusi rata-rata sebelum desentralisasi sebesar 58,46% dan setelah kebijakan desentralisasi sebesar 87,46%."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Waluyo
"Perekomian pada negara-negara berkembang mempunyai permasalahan yang hampir sama yaitu berkaitan dengan kondisi deficit fiscal yang besar , tingkat inflasi yang tinggi, pinjaman luar negeri dari tahun ke tahun bertambah besar juga permasalahan makro ekonomi yang lain.
Sebenarnya belum menjadi tolok ukur yang jelas permasalahan ekonomi suatu Negara itu muncul karena meningkatnya deficit fiscal, inflasi dan pinjaman luar negeri. Permasalahan ekonomi baru akan muncul apabila nilai-nilai deficit fiscal, inflasi dan pinjaman luar negeri dibandingkan dengan tingkat sustainibilitas dan tingkat solvabilitasnya apakah tingkat dari deficit fiscal, inflasi dan pinjaman luar negeri masih dkurang dari atau lebih dari tingkat sustainibilitas dan solvabilitasnya. Apabila tingkat defesit fiscal yang rill, juga tingkat inflsi riil serta pinjaman luar negeri rillnya sudah melampaui tingkat sustainibilitas dan solvabilitasnya maka dapat dipastikan permasalahan ekonomi Negara tersebut akan muncul.Tetapi sebaliknya apabila deficit fiscal, tingkat inflasi dan pinjaman luar negeri riilnya masih dibawah tingkat sustainibilitas dan solvabilitasnya maka tidak akan menimbulkan masalah ekonomi yang berat. Asumsi-asumsi atau teori-teori yang dipakai untuk mengukur tingkat sustainibilitas adalah seperti dengan pendekatan buget constrain yang sudah dipakai Anand dan diterapkan di Turki.Selain itu dipakai juga oleh Karen Parker dan Steffen Kasner (1993) dan diterapkan di India, kemudian oleh Ngel Chalk dan Ricard Herring(2000) di Nicaragua serta dipakai oleh Theodore M. Barnhill dan George Kontis (2003) di terapkan di Equador.Untuk Indonesia , Bank Indonesia dalam mengukur tingkat sustainibilitas dan solvabilitas ketiga hal tersebut diatas dengan memakai teori Dinh.
Apabila kita perhatikan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan ekonomi yang dilihat dari tingkat sustainibilitas dan solvabilitas banyak diterapkan pada negar-negara berkembang. Dengan demikian penulis memberanikan untuk mengadakan penelitian di Indonesia dalam kurun waktu 1971 sarnpai 2001. Penulis berharap dengan penilitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan fiscal maupun moneter, karena sudah didapat nilai sustainibilitas dan solvabilitasnya sehingga !crisis ekonomi yang terjadi karena tidak memperhatikan tingkat sustainibilitas dan solvabilitas tidak terulang kembali.
Adapun hasil dan analisis data yang didapat hasil sebagai berikut :
1. Pada tahun 1972 tingkat defisit fiskal riil, masih lebih kecil dari tingkat sustainibilitasnya, sedang pada tahun 1998 dan tahun 200I tingkat defisit fiskal sama dengan tingkat sustainibilitasnya. Jadi kondisi perekonomian belum mengkhawatirkan.
2. Tingkat sustainibilitas dari pinjaman luar negeri , untuk tahun 1972,1998 maupun Tahun 2001 sama dengan tingkat pinjaman luar negeri riilnya. Jadi apabila jumlah pinjaman luar negeri diperbesar maka akan berpengaruh terhadap kondisi keuangan Negara.
3. Tingkat sustainibilitas dari inflasi pada tahun 1972,198 dan tahun 2001 sama dengan tingkat inflasi riilnya. Jadi apabila terjadi peningkatan inflasi lagi maka akan menimbulkan permasalahan ekonomi.
Dengan demikian apabila suatu negara tingkat deficit fiskal,inflasi dan pinjaman luar negeri yang rill semakin mendekati tingkat sustainibilitasnya maka menurut Nigel Chalk dan Richard Herring (2000) Negara tersebut sudah mengalami perbaikan ekonominya, dalam hal ini termasuk Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T20334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rukhedi
"Tujuan akhir kebijakan moneter dan kebijakan fiskal adalah kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks kebijakan, kesejahteraan masyarakat direpresentasikan dengan stabilitas ekonomi dan stabilitas harga serta rendahnya tingkat pengangguran. Tidak adanya koordinasi kebijakan dalam pencapaian tujuan tersebut akan menghasilkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah.
Tesis ini menganalisis bentuk koordinasi kebijakan berdasarkan model ekonomi makro struktural Smaliscale Quarterly Macro Model (SQM). Pemilihan kebijakan dilakukan dengan meminimumkan fungsi kerugian sosial masing¬-masing otoritas kebijakan berdasarkan teori permainan, yaitu model permainan Cournot dan model permainan Stackelberg.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk meminimumkan tingkat kerugian sosial, pemerintah dan Bank Indonesia perlu menetapkan tujuan utama kebijakannya sebagai satu-satunya tujuan kebijakan. Dalam hal ini kebijakan Bank Indonesia lebih fokus dalam pencapaian stabilitas harga, sedangkan kebijakan pemerintah lebih fokus dalam pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan tanggapan yang akan diberikan Bank Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Seldadyo Gunardi
"lssu defisit anggaran pemerintah telah mendapat perhatian yang cukup luas dan bahkan telah menjadi the forefront policy of macroeconomic adjustment ataupun muncul sebagai bagian dari program stabilisasi ekonomi negara-negara berkembang maupun industri sejak tahun 1980-an hingga 1990-an. Di negara-negara berkembang, Easterly dan Schmidt-Hebbel (1991) serta Easterly, Rodriguez dan Schmidt-Hebbel. (1994), misalnya, mencatat bahwa menguatnya issu ini bertalian dengan dekade over-indebtedness yang diikuti oleh fenomena inflasi tinggi serta rendahnya kinerja pertumbuhan ekonomi dan investasi di tahun 1980-an. Sementara itu, di negara-negara Eropa Timur dan USSR lama issu ini mengemuka sejalan dengan adanya pelbagai program reformasi massive bagi perbaikan ekonomi di era 1990-an. Di Amerika Serikat (McKibbin dan Bagnoli, 1993) dan Swedia (Becker dan Paalzow, 1997) issu defisit anggaran telah menjadi topik debat publik tentang kebijakan ekonomi. Sejalan dengan itu, sebagaimana ditunjukkan Cuddington dan Vinals (1986) serta Weiss (1995), the International Monetary Fund (IMF) juga menaruh perhatian khusus terhadap issu ini, bahkan budget balancing dijadikan sebagai standard policy dalam pelbagai program stabilisasi yang diterapkannya di berbagai negara."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T20522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ge Luiyanto Yamin
"ABSTRAK
Dari total penerimaan negara dari sektor pajak, yang memberikan kontribusi terbesar setelah pajak penghasilan, adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Kontribusi penerimaan PPN adalah sebesar 30% dari total penerimaan pajak non-migas. Dalam Undang-Undang PPN 1983 yang berlaku pada 1 Januari 1985 sampai sekarang yaitu dengan pemberlakuan Undang-Undang nomor 18 Tahun 2000, pemungutan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM) di Indonesia menggunakan sistem faktur. Dengan sistem ini, maka pada setiap transaksi yang menjadi objek PPN dan PPn BM, keabsahan pemungutan PPN dan PPn BM-nya ditandai dengan penerbitan faktur pajak. Tanpa adanya faktur pajak, maka penjual dapat dianggap belum melaksanakan tugasnya untuk memungut PPN dan di sisi lain pembeli dapat dianggap belum membayar PPN. Jadi sangat jelas betapa pentingnya arti selembar faktur pajak baik bagi penjual maupun pembeli. Untuk mendorong ekspor yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak, pemerintah memberikan banyak insentif, diantaranya kebijakan restitusi pajak yaitu bahwa atas ekspor barang tersebut dikenakan PPN (pajak keluaran) dengan tarif pajak sebesar 0% (nol persen). Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) paling lambat 12 bulan. Namun dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor dan memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, maka terhadap wajib pajak yang melakukan ekspor diberikan insentif berupa kemudahan dan percepatan penyelesaian restitusi PPN menjadi paling lambat 2 bulan sejak saat diterimanya permohonan. Namun kemudahan dan percepatan penyelesaian restitusi PPN disalah gunakan oleh beberapa pengusaha dan fiskus. Bertitik tolak dari masalah ini, dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebab terjadinya faktur bermasalah. Penelitian berdasarkan analisis hasil wawancara dengan informan kunci dan beberapa informan lainnya yang terdiri dari pakar perpajakan dan pejabat dan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, terungkap 22 model modus operandi faktur pajak bermasalah. Dari model-model ini dapat diperlihatkan bahwa faktur pajak bermasalah bukan saja terjadi pada transaksi ekspor, namun juga terjadi pada penyerahan BKP dalam negeri, terutama pada transaksi-transaksi yang melibatkan pengusaha-pengusaha bukan pengusaha kena pajak. Ada 4 penyebab utama terjadinya faktur pajak bermasalah. Pertama, sistem PPN dimana dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran yang kompleks dan kemudahan untuk melakukan restitusi PPN terutama bagi pengusaha eksportir. Ke dua, administrasi pajak yang lemah sehingga pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak dilakukan tanpa seleksi yang memadai. Ke tiga, pemeriksaan adalah untuk meyakinkan bahwa wajib pajak patuh terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan dalam suatu sistem self-assessment, namun pemeriksaan ini tidak diawasi dengan ketat oleh atasan, karena Direktorat Jenderal pajak hanya menekankan pada target penerimaan. Terakhir, budaya masyarakat mendorong untuk melakukan penyimpangan. Bila seseorang tidak dapat melakukan kebohongan terhadap orang lain, orang tersebut merasa tidak puas. Ini yang merupakan penyebab terjadinya kolusi antara wajib pajak dengan fiskus yang digambarkan dengan peta corruption. Untuk mengantisipasi kasus-kasus faktur pajak bermasalah, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan surat edaran. Salah satunya adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-124/PJ/2006 tanggal 22 Agustus 2006 yang berisi tentang pelaksanaan analisis risiko dalam rangka pemeriksaan atas pengajuan restitusi PPN. Dengan analisis risiko, wajib pajak yang mengajukan restitusi PPN akan memperoleh kepastian hukum dan pengembalian restitusinya menjadi lebih cepat, yang berarti membantu cashflow wajib pajak. Sebagai perbandingan, di negara People?s Republic of China (PRC) sudah diterapkan PPN sejak awal tahun 1994. Dalam menghadapi faktur pajak bermasalah, pemerintah PRC telah menjalankan beberapa cara, antara lain dengan memperbaiki perangkat administrasi perpajakannya dalam bentuk pembangunan sistem monitoring perpajakan yang terkomputerisasi dan pengenaan hukuman yang lebih berat berupa hukuman mati.

ABSTRACT
VAT is the second major source of fiscal revenue for the government, after revenue from income tax. The VAT revenue contribution accounts for 30% from the total non-oil and gas fiscal revenue. In 1983 VAT Law that put into effect on 1st January, 1985 which has been changed with VAT Law number 18 2000, VAT collection and sales tax on luxury goods in Indonesia use invoice tax system. By using the system, on every transaction which is object of VAT and sales tax on luxury goods, the collection validity is indicated by the issue of tax invoice. Without tax invoice, the seller can be assumed not doing his job to collect VAT and on the other side the buyer can be assumed not paying VAT. Then it is very clear how important the meaning of a piece of tax invoice for a seller and a buyer. To drive export which is carried out by taxable person, the government gives a lot of insentives, among others, tax refund policy i.e. on export of the goods is imposed output VAT with tax rate of 0%. The Law of General Stipulations and Administration of Taxation regulate the period of time for VAT refund application settlement at the latest of 12 months. However in related with the government policy to drive export and to give excellent services to the tax payers, then for the tax payers who carry out export will receive insentives in the forms of ease and simple and speeding up for VAT refund settlement at the latest of 2 months after receiving the VAT refund application. The ease and simple and speeding up of VAT refund has been abused by some business men and tax officers. From the above starting point, carried out the research to understand the causal factor of the case of tax invoices fraud.The research which is based on the analysis of interview results with the key informants and the other informants who are consisted of tax experts and tax officers and former tax officers of Directorate General of Tax, is uncovered of 22 models of modus of operation of tax invoice fraud. From the models, are shown that the fake tax invoices are not only happened in export transactions, but also in the transfer of the domestic taxable goods, especially in the transactions which involve non taxable persons. There are 4 main causes for the tax invoice fraud case. First, VAT system with complexity in credit mechanism between input tax and output tax and ease and simple to conduct VAT refund, especially for exportir business men. Second, tax administration is relatively poor, so that affirmation as a taxable person is conducted without proper procedural selection.. Third, auditing is a type of control to ascertain that the tax payer obeys to the tax law and regulations in a self-assessment system. However the auditing is not controlled tightly by the supervisor in tax office, because Directorate General of Tax emphasizes only on the revenue target. Fourth, the culture of society stimulates to do deviation from normal things. If a person can not do a falsehood to other persons, the person feels unsatisfied. It causes the collusion between tax payer and tax officer that is described in corruption map. To anticipate the cases of tax invoice fraud, the government has issued several regulations and circulation letters. Among others is Regulation of Director General of Tax number PER-124/PJ/2006 dated 22nd August 2006 which contains about carrying out risk analysis in related with auditing on VAT refund application. Using the risk analysis, tax payer who apply for the VAT refund will get a legal certainty and faster tax refund settlement. It means that it will help the cash flow of tax payer. As a comparative study, in People?s Republic of China (PRC) has been implemented VAT since the beginning of 1994. To enhance control against the tax invoice fraud, the Government of PRC has made concrete efforts to upgrade the tools of tax administration. Along with increasing tax audits and expanding penalty on tax frauds and evasion, great resources have been spent to build up a computerized taxation monitoring system. As a result, the calculation, deduction and refunds for VAT will be conducted on a more accurate and timely basis, while VAT frauds and tax evasions can be detected and penalized in a more effective manner."
2007
T22763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>