Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frisca Yulita Marscia
"Overbooking merupakan salah satu strategi bisnis maskapai penerbangan untuk menjual tiket pesawat melebihi kapasitas pesawat guna mengoptimalkan pendapatan. Ketidakjelasan pengaturan overbooking di Indonesia cenderung membuat maskapai penerbangan berargumen bahwa adanya penolakan boarding penumpang dalam suatu penerbangan disebabkan oleh kesalahan teknis yang mengakibatkan adanya perubahan jenis pesawat. Di sisi lain, penumpang memiliki akses terbatas ke informasi yang diberikan oleh maskapai. Selama ini, penumpang yang ditolak boarding hanya dilihat sebagai bentuk penundaan penerbangan yang penanganannya diatur dalam standar prosedur operasional maskapai. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini penulis mengulas tentang praktek overbooking dalam penjualan tiket pesawat dari perspektif hukum perlindungan konsumen. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis regulasi, berbagai literatur, dan kasus yang ditemukan. Penelitian ini menunjukkan bahwa praktik overbooking dapat merugikan penumpang yang tidak dapat terangkut karena kapasitas pesawat yang sudah penuh. Kemudian, pengaturan pemindahbukuan yang tidak jelas di Indonesia mencederai hak penumpang untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah perlu merumuskan regulasi terkait overbooking yang dapat mengakomodir perlindungan konsumen di sektor penerbangan seperti di Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Overbooking is one of the airline's business strategies to sell airplane tickets beyond the capacity of the aircraft in order to optimize revenue. The ambiguity of overbooking arrangements in Indonesia tends to make airlines argue that there is a refusal to board a passenger on a flight due to a technical error resulting in a change in aircraft type. On the other hand, passengers have limited access to information provided by the airline. So far, passengers who have been refused boarding have only been seen as a form of flight delays where the handling is regulated in the airline's standard operating procedures. Therefore, in this final project the author reviews the practice of overbooking in airplane ticket sales from the perspective of consumer protection law. The author uses a normative juridical research method by analyzing regulations, various literatures, and cases found. This research shows that the practice of overbooking can be detrimental to passengers who cannot be transported because the aircraft's capacity is already full. Then, unclear book-entry arrangements in Indonesia injure passengers' right to get real information. Based on this, the government needs to formulate regulations related to overbooking that can accommodate consumer protection in the aviation sector, such as in the European Union and the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine Sukutania
"Dalam arisan, terdapat hubungan perikatan antara anggota arisan dengan ketua atau pemilik arisan terkait. Adapun umumnya, arisan dilaksanakan hanya dengan adanya kesepakatan secara lisan antara anggota dan ketua. Kegiatan arisan online tidak luput dari berbagai masalah seperti lalainya para pihak dalam melaksanakan kewajibannya. Skripsi ini akan secara spesifik membahas perkara pada putusan Nomor 1/Pdt.G. S/2021/PN Trt mengenai arisan online. Pemilik arisan dalam putusan merupakan seseorang yang belum cakap untuk melakukan hubungan hukum perikatan. Terlebih, pemilik arisan memberikan pernyataan yang tidak benar mengenai arisannya kepada anggota-anggota arisannya. Kedua hal tersebut tentu saja mempengaruhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 46 ayat (2) PP PSTE. Atas kelalaian pemilik arisan yang tidak membayarkan uang arisan anggotanya, anggota arisan akhirnya mengajukan gugatan kepada pemilik arisan. Atas gugatan tersebut, hakim atas dasar keadilan dan kepatutan memutus bahwa anggota arisan akan mendapatkan ganti rugi sebesar uang arisan yang disetorkannya kepada pemilik arisan. Di lain sisi, bunga konventional dalam perjanjian tersebut tidak dipenuhi oleh Hakim karena tidak berdasar oleh hukum. Hal tersebut tidaklah benar adanya karena sebenarnya telah diatur dalam Pasal 1246 KUHPerdata. Di lain sisi, keputusan Hakim dibuat berdasarkan wewenangnya sebagaimana diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman. Skripsi ini akan membahas keabsahan perjanjian arisan online, pengajuan gugatan wanprestasi, dan konsep ganti rugi dalam putusan tersebut.

In arisan, there is an engagement relationship between members of the arisan and the chairman or owner of the arisan. In general, arisan is carried out only with an oral agreement between the members and the chairman. Online arisan activities are not free from various problems such as the negligence of the parties in carrying out their obligations. This thesis will specifically discuss the case in decision Number 1/Pdt.G. S/2021/PN Trt regarding online social gathering. The owner of the arisan in the decision is someone who is not yet competent to enter into a legal relationship. Moreover, the owner of the arisan gave incorrect statements regarding his arisan to his arisan members. Both of these affect the legal terms of the agreement as stipulated in Article 1320 of the Civil Code and Article 46 paragraph (2) PP PSTE. Due to the negligence of the arisan owner who did not pay the arisan members' money, the arisan member finally filed a lawsuit against the arisan owner. Based on the lawsuit, the judge on the basis of fairness and propriety decided that the members of the arisan would receive compensation in the amount of the arisan money that they deposited with the arisan owner. On the other hand, conventional interest in the agreement is not fulfilled by the Judge because it is not based on law. This is not true because in fact it has been regulated in Article 1246 of the Civil Code. On the other hand, judge decisions are made based on their authority as stipulated in the Judicial Powers Law. This thesis will discuss the validity of the online arisan agreement, filing a default lawsuit, and the concept of compensation in the decision"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Abigail
"Adanya transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang memiliki risiko kerugian konsumen, membutuhkan mekanisme pelaporan serta ganti rugi yang efektif serta menjamin pertanggungjawaban marketplace, maupun pedagang (merchant). Melalui ketentuan PP PMSE, disertakan sarana pelaporan kerugian konsumen melalui Kementerian Perdagangan dalam ketentuan Pasal 18 PP ini. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi alur serta mekanisme pelaporan konsumen atas kerugian yang diderita dalam transaksi di marketplace dan untuk mengidentifikasi bagaimana pertanggungjawaban marketplace juga merchant dalam hal terjadi kerugian konsumen setelah keberlakuan PP PMSE. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, di mana objek kajian dalam penelitian ini merupakan hukum positif yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan ketentuan Pasal 18 PP PMSE, Kementerian Perdagangan memproses pengaduan yang masuk dari konsumen yang dirugikan dalam transaksi e-commerce dan penyelesaian pengaduan dilakukan dengan cara mempertemukan konsumen dengan pelaku usaha sampai mencapai kesepakatan. Hal ini merupakan kewenangan yang dimilikinya melalui tugas pokok serta fungsi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan. Selanjutnya, pelaku usaha berkewajiban untuk menyelesaikan pelaporan tersebut agar tidak masuk ke dalam daftar prioritas pengawasan Kementerian Perdagangan. Dalam transaksi di marketplace, tanggung jawab yang dimiliki oleh marketplace adalah untuk menjamin bahwa penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelantar yang ia sediakan aman, andal, serta bertanggung jawab dan dapat dipercaya oleh publik. Sedangkan merchant memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar, jelas, serta jujur kepada konsumen. Konsumen yang mengalami kerugian berhak atas penukaran atau pembatalan pembelian barang dan atau jasa dalam kurun waktu minimal 2 (dua) hari kerja setelah barang sampai di tempat konsumen.

The existence of trade transactions through electronic systems that have a risk of consumers’ loss, requires an effective reporting and redress mechanism that guarantees the accountability of the marketplace, as well as the merchants using the platform. Pursuant to Article 18 of PP PMSE, consumers may report or file a complaint regarding the losses suffered to the Ministry of Trade in the event of being harmed through e-commerce transactions. This study aims to identify the mechanism of consumer reporting for losses suffered in transactions in the marketplace and to identify how the marketplace and merchants are liable in the event of consumer losses after the PMSE PP comes into effect. The research method used in this thesis is normative legal research, where the object of study in this research is the applicable positive laws. The results of this study indicate that in implementing the provisions of Article 18 PP PMSE, the Ministry of Trade processes incoming complaints from consumers who are disadvantaged in e-commerce transactions and complaint resolution is carried out by bringing consumers together with business actors to reach an agreement. This authority is carried out by the Ministry of Trade through the main tasks and functions listed in the Regulation of the Minister of Trade Number 29 of 2022 concerning the Organization and Work Procedure of the Ministry of Trade. Furthermore, business actors are obligated to complete the report so that they are not included in the priority list of supervision of the Ministry of Trade. In transactions on the marketplace, the responsibility of the marketplace is to ensure that the implementation of the electronic system on the platform it provides is safe, reliable, responsible and can be trusted by the public. Meanwhile, merchants have the responsibility to provide correct, clear, and honest information to consumers. Consumers who suffer losses have the right to exchange or cancel purchases of goods and or services within a minimum period of 2 (two) workdays after the goods are received by the consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Ayu Darmastuti
"Kemajuan teknologi dalam era globalisasi memicu perkembangan di sektor perdagangan. Salah satu perkembangan yang signifikan adalah transaksi elektronik sebagai salah satu transaksi jual beli di era globalisasi. Dalam melakukan transaksi elektronik, penjual dan pembeli menggunakan marketplace sebagai platform transaksi jual beli. Selain transaksi elektronik, muncul juga metode pembayaran yang beragam. Salah satu metode pembayaran yang sering digunakan oleh masyarakat dalam transaksi jual beli adalah metode pembayaran split payment. Hal ini berpengaruh dalam pemberian ganti rugi dalam transaksi jual beli dengan metode pembayaran split payment. Tidak adanya pengaturan yang jelas membuat susah menentukan pihak yang bertanggung jawab memberikan ganti rugi. Perusahaan jasa ekspedisi juga menentukan batasan nominal ganti rugi yang diberikan. Pemberian batasan nominal ganti rugi memungkinkan konsumen tidak bisa mendapatkan penggantian penuh atas kerugian yang dideritanya dan melanggar peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa perusahan jasa ekspedisi harus mengganti penuh atas kerugian yang diderita konsumen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam menganalisa berbagai peraturan terkait permasalahan pemberian ganti rugi untuk transaksi jual beli di marketplace dengan metode pembayaran split payment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlu adanya pengaturan mengenai metode pembayaran split payment. Selain itu, perlu juga adanya pengaturan lebih mendalam mengenai ganti rugi oleh pelaku usaha serta kedudukan pelaku usaha dan konsumen serta ganti rugi oleh perusahaan jasa ekspedisi. Pihak marketplace juga harus lebih berperan dalam menyediakan layanan yang dapat digunakan oleh konsumen untuk mengajukan komplain atas kendala yang dideritanya.

Technological advances in globalization era trigger developments, one of them is electronic transactions. In conducting electronic transactions, sellers and buyers use the marketplace as a platform for buying and selling transactions. In addition to electronic transactions, there are also various payment methods like the split payment method. This affects the provision of compensation in buying and selling transactions with the split payment method. The absence of clear regulations makes it difficult to determine who is responsible for providing compensation. The shipping company also determines the nominal limit for the compensation given. The provision of a nominal limit for compensation allows consumers not to get full compensation for the losses they suffer and violates the laws and regulations which state that the shipping service company must fully compensate for the losses suffered by the consumers. In this study, the author uses a normative juridical research method in analyzing various regulations related to the issue of providing compensation for transactions in the marketplace with the split payment method. The results of this study indicate that there is a need for arrangements regarding the split payment method. In addition, there is also a need for more in-depth arrangements regarding compensation by business actors as well as the position of business actors and consumers as well as compensation by shipping service companies. The marketplace party must also play a greater role in providing services that can be used by consumers to file complaints for the problems they suffer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi Tegar Nugraha
"Studi ini menganalisis bagaimana upaya ganti rugi dan penegakan hukum terhadap tindakan Pump and Dump dalam kasus PT Jiwasraya. Studi ini menarik karena kejaksaan memblokir semua rekening efek yang terkait dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh PT Jiwasraya, dan juga hingga sekarang belum ada upaya terkait ganti rugi akibat tindakan Pump and Dump tersebut. Kajian ini menggunakan metode pendekatan normative serta lapangan bersifat deskriptif analisis. Data yang diteliti terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Penelitian ini menunjukan bahwa belum adanya penegakan aturan hukum pada kasus PT Jiwasraya terkait Pump and Dump, dimana pihak kejaksaan memblokir seluruh rekening efek termasuk miliki para investor tanpa dipisah terlebih dahulu, dan juga belum adanya bentuk ganti rugi bagi para pihak yang tekena dampak dari kasus Pump and Dump tersebut merupakan bentuk tidak adanya perlindungan hukum sehingga sampai sekarang para investor tidak dapat menerima kembali sejumlah saham yang telah diinvestasikan di PT Jiwasraya, dan belum menerima ganti rugi akibat tindakan Pump and Dump tersebut

This study analyzes how to compensate and enforce the law against Pump and Dump actions in the PT Jiwasraya case. This study is interesting because the prosecutor's office blocked all securities accounts related to the corruption case carried out by PT Jiwasraya, and also until now there has been no attempt to compensate for the Pump and Dump action. This study uses a normative approach and a descriptive field analysis method. The data studied consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. This study shows that there is no law enforcement in the PT Jiwasraya case related to Pump and Dump, where the prosecutor's office blocked all securities accounts including those of investors without being separated beforehand, and also there is no form of compensation for the parties affected by the Pump and Dump case. is a form of the absence of legal protection that until now investors cannot receive back the number of shares that have been invested in PT Jiwasraya, and has not received any compensation due to the Pump and Dump action."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sergio Fadjar
"Dalam perjanjian kontrak asuransi, dapat ditentukan ganti rugi dan premi, sedemikian sehingga dicapai titik tengah yaitu tidak ada salah satu pihak yang lebih diuntungkan maupun lebih dirugikan. Kontrak asuransi Pareto-optimal adalah kontrak asuransi di mana tidak ada kontrak lain yang menguntungkan kedua pihak dibandingkan kontrak tersebut. Karena terdapat dua pihak yang diuntungkan, maka disebut konsep Pareto-optimal bilateral. Batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah biaya minimum dan anggaran premi. Untuk menghitung besar risiko yang dihadapi pihak tertanggung dan penanggung setelah menyetujui kontrak asuransi Pareto-optimal, digunakan ukuran risiko Tail Value at Risk (TVaR). TVaR digunakan karena merupakan salah satu ukuran risiko yang memenuhi sifat koherensi (coherent), di mana sifat ini mendukung adanya diversifikasi antar risiko dan mengurangi paparan akan ketidakpastian model. Di akhir penelitian, dilakukan implementasi konsep Pareto-optimal untuk kontrak asuransi dengan ukuran risiko TVaR dan ditemukan premi dan ganti rugi optimal. Selain itu, hasil yang didapat menunjukkan bahwa perubahan anggaran premi berbanding lurus dengan ganti rugi dan premi Pareto-optimal yang didapat, sebaliknya biaya minimum tidak terlalu berpengaruh pada premi dan ganti rugi Pareto-optimal yang didapat.

In an insurance contract agreement, indemnity and premiums can be determined, so that a middle point is reached, namely that no one party is more benefited or more disadvantaged. A Pareto-optimal insurance contract is an insurance contract in which no other contract which benefits both parties over Pareto-optimal contract. Because there are two parties who benefit, it is called the bilateral Pareto-optimal. The limitations used in this study are the minimum cost and premium budget. To calculate the amount of risk faced by the insured and the insurer after agreeing to a Pareto-optimal insurance contract, the risk measure Tail Value at Risk (TVaR) is used. TVaR is used because it is a risk measure that meets the nature of coherence, where this property supports diversification between risks and reduces exposure to model uncertainty. At the end of the study, the Pareto-optimal concept was implemented for insurance contracts with a TVaR risk measure and found the optimal premium and compensation. In addition, the results obtained show that the change in the premium budget is directly proportional to the Pareto-optimal compensation and premium obtained, on the other hand the minimum cost does not have much effect on the Pareto-optimal premium and compensation obtained."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadanya Dicinta
"Skripsi ini membahas terkait perbandingan klaim ganti rugi ekspektasi atau ganti rugi atas kehilangan keuntungan akibat wanprestasi di Amerika dan Indonesia berdasarkan pengaturan dan putusan-putusan pengadilan dari masing-masing negara. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu penelitian doktrinal dengan pendekatan komparatif. Dalam skripsi ini juga membahas mengenai pokok permasalahan yang mana hukum kontrak di Indonesia untuk menuntut ganti rugi atas kehilangan keuntungan hanya mengenal bunga sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata dan membandingkannya dengan hukum kontrak Amerika terkait perhitungan tuntutan ganti rugi ekspektasi yang diajukan oleh pihak yang dirugikan dan pertimbangan hakim dalam menerima dan menolak tuntutan tersebut di pengadilan Amerika. Seringkali tuntutan ganti rugi ekspektasi di pengadilan Indonesia tersebut ditolak karena kurangnya pengetahuan oleh penggugat terkait alternatif ganti rugi dan perhitungan ganti rugi ekspektasi untuk menjadi bukti yang valid terkait kerugian yang menjadi akibat langsung dari wanprestasi. Berdasarkan hasil analisa penulis, maka terdapat alternatif tuntutan ganti rugi maupun cara perhitungan ganti rugi ekspektasi untuk menjadi bukti yang sempurna atas kerugian yang diderita dari kreditur.

This thesis discusses the comparison of claims for expectation compensation or compensation for lost profits due to default in America and Indonesia based on the regulations and court decisions of each country. The research method used in this thesis is doctrinal legal research with comparative approach. This thesis also discusses the subject matter that contract law in Indonesia for claiming compensation for lost profits only recognizes interest as stipulated in the Civil Code and compares it with American contract law regarding the calculation of expectation compensation claims filed by the injured party and the consideration of judges in accepting and rejecting these claims in American courts. Expected damages claims in Indonesian courts are often rejected due to the lack of knowledge by the plaintiff regarding alternative damages and the calculation of expected damages. Based on the results of the author's analysis, there are alternative claims for damages and the calculation of expected damages to be valid evidence of the losses suffered by the creditor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Agustina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Muchlis
"ABSTRAK
Hampir setiap waktu masalah keluhan ataupun kerugian yang dialami oleh konsumen sering kali terjadi sebagai akibat dari pemakaian ataupun mengkonsumsi barang/ produk makanan dan minuman maupun menggunakan jasa dari pelaku usaha. Hal ini bisa terlihat melalui pemberitaan media elektronik maupun media massa. Terhadap permasalahan dan kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut, sering kali pula konsumen sendiri belum dan/atau tidak mengerti serta memahami bagaimana upayanya dalam membela dan mempertahankan haknya yang dirugikan oleh pelaku usaha, meskipun saat ini telah ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang konsumen, yaitu UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut ?UUPK?). UUPK memberikan kesempatan dan pengaturan bagi konsumen untuk mengajukan tuntutannya dengan 4 (empat) jenis, yaitu : gugatan individual, gugatan class action, gugatan legal standing, dan gugatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau instansi terkait.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk : mengetahui ketentuan dan mekanisme dalam melaksanakan perlindungan hak konsumen memperoleh ganti rugi dan memberikan gambaran tentang pelaksanaan dan kendala yang dihadapi oleh konsumen dalam upayanya menempuh proses penyelesaian sengketa dalam menggugat/menuntut ganti rugi kepada produsen atau pelaku usaha. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Data yang dibutuhkan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan.
Kesimpulan dari penelitian ini di antaranya adalah penyelesaian sengketa konsumen menurut UUPK ada 3 (tiga) jalur penyelesaian, yakni penyelesaian sengketa secara musyawarah atau damai; penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi melalui lembaga BPSK; dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau litigasi. Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah : bahwa tuntutan ganti rugi konsumen yang tidak memisahkan atau menggunakan sekaligus antara prinsip tanggung jawab berdasarkan KUH Perdata dengan prinsip tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan menimbulkan multi penafsiran di pihak pengadilan, sehingga lebih tepat konsumen dalam menuntut haknya menggunakan prinsip tanggung jawab yang disediakan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan perlunya suatu revisi dari pemerintah mengenai pelaksanaan putusan BPSK agar nantinya mempunyai kekuatan eksekutorial, seperti halnya yang dimiliki oleh Pengadilan Negeri.

ABSTRACT
Almost every time the issue of complaint or loss experienced by the consumers often happens as the result of the use or consumption on goods/products of foods and drinks as well as the use of services of businessmen. On the problem and loss experienced by those consumers, often the consumers themselves have not and/or don?t understand nor comprehend on what efforts in defending and maintaining their rights through suffering losses by businessmen, even though right now there have laws specifically regulating the consumers that is Laws No. 8 Year 1999 On Consumer?s Protection (from hereinafter shall be referred to as ?UUPK-Undang-Undang Perlindungan Konsumen/Laws On Consumer?s Protection?). UUPK gives the opportunities and regulations on consumers to file claims in 4 (four) types they are: individual claim, class action claim, legal standing claim, and claim done by the Government and/or related institution.
This research in general is aimed to find out the provisions and mechanisms in performing the consumer?s rights protection in getting their compensation and giving the picture on the implementations and obstacles faced by the consumers in the effort to get the dispute settlement in claming/demanding compensations to producer or businessmen. The research method used is normative juridical research. The data needed in this writing is secondary data obtained through library studies.
The conclusions of this research, among other things, are consumers dispute settlement through UUPK through 3 (three) settlement lines, they are dispute settlement through amicable way; dispute settlement outside the court or non litigation through BPSK institution; and dispute settlement through court or litigation. As for the suggestions from the results of this research are that the claims on consumers? compensation not separating or using simultaneously between accountability principal based on Civil Code and accountability principal based on Laws of Consumers? Protection will result in multi interpretations from the court party, thus it is more appropriate for consumers in claiming their rights to use the responsibility principal provided in the Laws of Consumers? Protection and the need of a revision by the government on the implementation of BPSK decisions"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37466
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Julio Hibatul Wafi
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana suatu tindakan penghinaan sebagai salah satu bentuk perbuatan melawan hukum ditinjau menurut Hukum Perdata di Indonesia. Pengertian mengenai penghinaan tidak diatur secara spesifik di dalam KUHPerdata Indonesia. Di dalam KUHPerdata hanya diatur mengenai upaya hukum yang dapat ditempuh dalam mengajukan gugatan perdata atas tindakan penghinaan yang tercantum pada Pasal 1372-1380 KUHPerdata. Korban dari tindakan penghinaan mempunyai hak untuk mengajukan gugatan untuk meminta ganti kerugian ke pengadilan atas kerugian yang diderita akibat dari tindakan penghinaan. Dalam hal pertanggungjawaban perdata, korban dari tindakan penghinaan dapat mengajukan ganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil, serta meminta pemulihan nama baik sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam hal pertimbangan hakim di Indonesia dalam memutus gugatan perdata mengenai tindakan penghinaan masih terdapat perbedaan pendapat. Ada sebagian hakim yang mensyaratkan harus adanya putusan pidana terlebih dahulu agar dapat dibuktikan bahwa memang terjadi tindakan penghinaan. Namun, ada sebagian hakim yang berpendapat bahwa tidak harus menunggu adanya putusan pidana untuk dapat mengabulkan gugatan. Dalam hal ini dianalisis lebih lanjut mengenai pertimbangan hakim dalam memutus Perkara Nomor 511/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Utr atas gugatan perbuatan melawan hukum tindakan penghinaan.

This article analyzes how an act of defamation as a form of unlawful act is reviewed according to Civil Law in Indonesia. The definition of defamation is not specifically regulated in the Indonesian Civil Code. The Civil Code only regulates the legal remedies that can be taken in filing a civil lawsuit for an act of defamation as stated in Articles 1372 - 1380 of the Civil Code. The victim of an act of defamation has the right to file a lawsuit to seek compensation to the court for the losses suffered as a result of the act of defamation. In terms of civil liability, the victim of an act of defamation can file for compensation both materially and immaterially, and request restoration of good name according to the provisions stipulated in Article 1365 of the Civil Code. In terms of the considerations of judges in Indonesia in deciding civil lawsuits regarding acts of defamation, there are still differences of opinion. There are some judges who require that there must be a criminal decision first so that it can be proven that an act of defamation has indeed occurred. However, there are some judges who are of the opinion that it is not necessary to wait for a criminal decision to be able to grant a lawsuit. In this case, further analysis is carried out regarding the judge's considerations in deciding Case Number 511/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Utr regarding the lawsuit for unlawful acts of defamation. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>