Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmayani
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan menelaah strategi perjuangan hak kaum tani oleh La Via Campesina yang berperan sebagai aktor gerakan sosial transnasional sekaligus sebagai ideas kaum tani itu sendiri. Sebagai aktor gerakan sosial transnasional, La Via Campesina dibangun dari elemen identitas, solidaritas, tujuan bersama, dan aksi kolektif yang berkelanjutan, dengan pergerakan dari level lokal, nasional, regional, hingga internasional. Sedangkan sebagai ideas, La Via Campesina bergerak membawa ide, nilai-nilai, dan norma kaum tani dari level lokal hingga ke tataran internasional untuk memperjuangkan hak-hak kaum tani. Ide alternatif yang dibangun oleh La Via Campesina untuk memperjuangkan hak kaum tani adalah dengan menawarkan konsep kedaulatan pangan dan reforma agraria yang diarusutamakan kedalam pembentukan norma hak asasi petani yang kemudian diperjuangkan melalui proses institusionalisasi norma hak asasi petani La Via Campesina di Dewan HAM PBB, agar terbentuk konvensi hak asasi petani sebagai instrumen baru dalam mekanisme norma HAM internasional PBB yang akan melindungi hak-hak kaum tani didunia. Strategi perjuangan yang dilakukan oleh La Via Campesina dalam penelitian ini adalah strategi kampanye, aksi kolektif, mobilisasi, jaringan, persuasi, dan advokasi.
ABSTRACT
This study aims to investigate and examine the strategy of the fight for peasantry rights by La Via Campesina, who takes role as a transnational social movement actor as well as ideas for the peasantry itself. As a transnational social movement actor, La Via Campesina is developed from elements of identity, solidarity, common goals, and sustainable collective actions, whose movements ranged from local, national, regional, and international level. Meanwhile, as ideas, La Via Campesina brings up the ideas, values, and norms of the peasantry from local level to international boards to fight for the peasantry rights. One alternative idea developed by La Via Campesina for the fight of peasantry rights is to offer the concept of food sovereignty and agrarian reform to be mainstreamed into the formation of norms of peasants rights which then fought through the institutionalization process of norms of the peasants rights of the La Via Campesina at the Human Rights Council, in order to form peasants rights conventions as a new instrument in the norms mechanism of the UN international human rights that would protect the peasantry rights in the world. The strategy of the fight waged by La Via Campesina in this study is a strategy of campaign, collective actions, mobilization, networking, persuasion, and advocacy, This study aims to investigate and examine the strategy of the fight for peasantry rights by La Via Campesina, who takes role as a transnational social movement actor as well as ideas for the peasantry itself. As a transnational social movement actor, La Via Campesina is developed from elements of identity, solidarity, common goals, and sustainable collective actions, whose movements ranged from local, national, regional, and international level. Meanwhile, as ideas, La Via Campesina brings up the ideas, values, and norms of the peasantry from local level to international boards to fight for the peasantry rights. One alternative idea developed by La Via Campesina for the fight of peasantry rights is to offer the concept of food sovereignty and agrarian reform to be mainstreamed into the formation of norms of peasants rights which then fought through the institutionalization process of norms of the peasants rights of the La Via Campesina at the Human Rights Council, in order to form peasants rights conventions as a new instrument in the norms mechanism of the UN international human rights that would protect the peasantry rights in the world. The strategy of the fight waged by La Via Campesina in this study is a strategy of campaign, collective actions, mobilization, networking, persuasion, and advocacy]
2015
T43584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trezadigjaya
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya fakta tentang kemiskinan dan bencana kemanusiaan yang memerlukan keterlibatan masyarakat. Permasalahan tersebut tidak hanya menjadi tanggungjawab Negara, melainkan pula masyarakat. Salah satu yang merespon permasalahan tersebut yaitu Aksi Cepat Tanggap ACT , yang bergerak dalam bidang filantropi dengan cara melakukan penggalangan dana sosial dari masyarakat, dan juga aktivitas kerelawanan lainnya. Beragam aktivitas dilakukan oleh ACT guna melakukan aktivitas kemanusiaan seperti penggalangan sosial dan kerelawanan, sebagai bagian dari gerakan sosial di tengah masyarakat. Di tengah lahirnya lembaga kemanusiaan serupa, ACT kemudian harus meningkatkan sumber daya lembaga sehingga tetap dapat memfasilitasi partisipasi sosial masyarakat. Hal tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk menjelaskan modal sosial yang dibangun oleh ACT dalam memfasilitasi partisipasi sosial masyarakat guna membantu penyelesaian masalah sosial kemanusiaan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengumpulkan data dengan observasi, studi pustaka, wawancara mendalam, observasi, serta dokumen ndash; dokumen audio visual. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa : 1 ACT sebagai gerakan sosial dapat memfasilitasi partisipasi masyarakat melalui aktivitas donasi serta kerelawanan dengan berlandasakan nilai ndash; nilai ke-Islaman dan nasionalisme serta mengedepankan prinsip kemanusiaan yang bertujuan untuk membangun solidaritas kemanusiaan serta meningkatkan kepedulian masyarakat guna tercipta perubahan sosial di masyarakat; 2 Manajemen isu oleh ACT menarik simpati masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk berpartisipasi dalam program - program ACT; 3 ACT memiliki modal sosial yang dapat menggerakkan tindakan kolektif dari masyarakat sehingga mendapatkan kepercayaan lebih dari masyarakat.
ABSTRACT
This research is based on the facts about poverty and humanitarian disasters requiring involvement of societies. The problems are not only for the state to be responsible but also for the societies. One of the responses toward the problems comes from the Aksi Cepat Tanggap ACT , a foundation working on philanthropic works by doing social fund raising as well as other volunteering activities. Various activities are undertaken by the ACT to carry out humanitarian activities such as social gathering charities and volunteering programmes, as parts of social movement of the societies. In the midst of the birth of similar humanitarian foundations, the ACT needs to improve the institutional resources so it can still facilitate the social participations of the community. Therefore, this consideration is underlying the study which aims to explain the social capital built by the ACT from which the social participations are facilitated as efforts of helping to solve social problems of humanity. By using qualitative approach, the data of this study were collected through observations, study of literature, in depth interviews and audio visual documents. The study found that 1 The ACT, as a social movement, facilitates the community participations by doing donation activities and volunteering based on Islamic values and nationalism. It also promotes humanitarian principles aiming at building humanitarian solidarity and increasing public awareness to create positive changes in societies. 2 The management of issues by the ACT draws public sympathy and thus people are interested in participating the ACT programmes. 3 The ACT has social capital that can mobilise collective massive actions and in consequence can encourage more trust gained from the societies.
2018
T51297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Arief Sumirat
Abstrak :
Gerakan sosial memanfaatkan media digital untuk bersuara dan menggalang dukungan publik. Salah satu gerakan sosial di Indonesia yang aktif menggunakan media sosialnya adalah Wadas Melawan. Wadas Melawan adalah gerakan akar rumput yang lahir karena adanya konflik lahan antara masyarakat Desa Wadas dengan pemerintah. Mengacu pada konsep digital repertoire of contention, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana bentuk-bentuk repertoar digital yang dilancarkan masyarakat dan aktivis Wadas Melawan. Repertoar diartikan sebagai serangkaian taktik gerakan sosial yang digunakan untuk bertindak secara kolektif guna mencapai tujuannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode netnografi untuk mengeksplorasi fenomena budaya dalam konteks daring. Penelitian ini mengungkap repertoar digital Wadas Melawan tidak terlepas dari aksi tradisional serta komunikasi tatap muka peserta aksi. Media sosial memfasilitasi aksi-aksi untuk memobilisasi pesan dan massa. Eskalasi atensi publik terhadap Wadas Melawan terjadi sebanyak tiga kali, salah satunya ketika kerusuhan masyarakat dengan aparat kepolisian terjadi di Desa Wadas. Selama lima tahun berjalan, aktivisme digital Wadas Melawan tidak sepenuhnya mulus karena adanya hambatan-hambatan yang memengaruhi aktivitas di dunia maya. ......Social movements use digital media to raise their voice and gather public support. One of the social movements in Indonesia that actively uses social media is Wadas Melawan. Wadas Melawan is a grassroots movement that was born due to a land conflict between the people of Wadas Village and the government. Referring to the concept of digital repertoire of contention, this research aims to see the forms of digital repertoire launched by the community and activists of Wadas Melawan. Repertoire is defined as a set of tactics a social movement uses to act collectively to achieve its goals. This research is a qualitative research using netnography methods to explore cultural phenomena in an online context. This research reveals that Wadas Melawan digital repertoire is inseparable from traditional actions and face-to-face communication between participants. Social media facilitates actions to mobilize messages and mass. Escalation of public attention towards Wadas Melawan occurred three times, one of which was when community riots with the police occurred in Wadas Village. During the five years that have been running, Wadas Melawan digital activism has not been completely smooth due to obstacles that have affected activities in cyberspace.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Setiawati
Abstrak :
Disertasi ini membahas mengenai organisasi LBT (Lesbian, Biseksual,dan Transgender) Ardhanary Institute di Jakarta. Organisasi feminis ini, dimaknai “coming out” di tengah kondisi sosial budaya yang tengah mengalami perubahan global dan pasca reformasi. Pada dasarnya penolakan-penolakan lebih kuat dari pada penerimaan keberadaan mereka, namun berani untuk “coming out”. Disebabkan adanya jaringan sosial yang dilakukan aktor-aktor di dalam organisasi ini melalui relasi dengan aktor serta lembaga lainnya. Sebagai kajian antropologi feminis, lebih menekankan pada jaringan sosial yang bersifat deskriptif, tidak pada tataran analitik. Manfaat kajian ini; Pertama, mengisi ruang penelitian akademik tentang organisasi LBT (Lesbian, Biseksual dan Transgender) telah “coming out” dalam perspektif antropologi. Kedua, menambah kajian selama ini terabaikan, yakni tentang jaringan sosial bersifat deskriptif pada organisasi LBT (Lesbian, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia. Kesimpulan kajian ini: 1). Situasi global sangat mempengaruhi eksistensi dari organisasi LBT di Indonesia terutama organisasi AI “coming out” melalui jaringan sosial yang relasi internasional yang dilakukan aktor-aktor dalam organisasi ini, 2). Sebagai organisasi yang telah “coming out”, memberikan effek“struggling”dimana aktor-aktor lesbian inilah sebagai motivator, fasilitator, inspirator dan berimplikasi dalam pergerakan organisasi LBT yang ada di daerah-daerah seluruh Indonesia, 3). Organisasi ini secara aktif membangun jaringan sosial yang lebih luas dan secara eksternal relasi sosial diperoleh melalui dukungan kerjasama dari berbagai organisasi-organisasi perempuan lainnya, baik secara langsung maupun tidak, dan 4). Berkaitan dengan negara, adanya kontestasi dan sikap negara yang “ambivalen” terhadap LGBT/LBT. Satu sisi negara seakan-akan tidak pernah hadir atau absen bahkan negara seakan-akan berada dalam wilayah yang tidak jelas atau dengan istilah “the blurred zone’.Negara yang memiliki tugas untuk melindungi setiap warga negaranya dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan yang sewenang-wenang, tanpa memandang orientasi seksual dari warga negaranya. ......This dissertation discusses the LBT organization (Lesbian, Bisexual, and Transgender) Ardhanary Institute in Jakarta. The feminist organization, has interpreted "coming out" in the middle of the socio-cultural conditions of global change and post-reform. Basically denials are more powerful than the acceptance of their existence, but they dare to "coming out". Due to the social networks that they do through actors within this organization that builds relationships with actors and other institutions .As discipline of anthropology, the study was more emphasis on the social network that is descriptive, not at the level of analytics. So in the data collection techniques no measurements but rather on the process of intensive observation and in-depth interviews and participant observation. The study also rests on an ethnographic approach feminist, which is the action and practice everyday be material from an ethnographic study. Benefits of this study; First, fill the space of academic research on the organization LBT (Lesbian, Bisexual and Transgender) that have been "coming out" in the perspective of anthropology. Secondly, adding studies have been neglected, which is about the social network that is descriptive in the organization LBT (Lesbian, Bisexual, and Transgender) in Indonesia. Conclusion of this study: 1). The global situation greatly affect the existence of LBT organization in Indonesia especially AI organizations "coming out" via social networks which international relations are conducted actors in this organization, 2). As an organization that has been "coming out", giving effect "struggling" in which actors lesbian is as a motivator, facilitator, inspiration and organizations implicated in the movement of LBT in areas throughout Indonesia, 3). This organization is actively building a broader social network and social relationships acquired externally through cooperation support of various women's organizations, whether directly or indirectly, and 4). In connection with the state, there is a contestation and the country's stance that "ambivalent" towards LGBT / LBT. One side of the country as if it was never present or absent even a country as if it were in the area that are not clear or with the term "the blurred zone '. Countries that have a duty to protect all citizens from violence, discrimination and arbitrary treatment, regardless of the sexual orientation of citizens.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Juliangga
Abstrak :
ABSTRAK
Mekanisme ekonomi pasar merupakan salah satu karakteristik dari globalisasi yang cenderung melakukan penekanan untuk tunduk pada rezim pasar bebas yang menciptakan gerakan komunal atas masyarakat sipil. Skripsi ini akan membahas tentang bagaimana eksploitasi mekanisme ekonomi pasar dapat berdampak pada kemunculan gerakan masyarakat sipil yang diusung oleh ForBALI bernama Gerakan Bali Tolak Reklamasi. Aliansi masyarakat sipil ini secara umum mengawali penolakan masyarakat Bali terhadap reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh swasta dan negara. Penelitian ini menggunakan tiga kerangka teori, yaitu Gerakan Sosial Baru, Mekanisme Pasar Bebas dan segitiga hubungan negara, pasar dan masyarakat sipil. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode eksplanasi. Terdapat tiga temuan dalam skripsi ini, diantaranya ForBALI sebagai pemrakasa utama terbentuknya Gerakan Bali Tolak Reklamasi, ForBali mampu menyatukan semua kepentingan masyarakat Bali atas reklamasi, dan pemerintah dan sektor swasta yang termasuk kedalam sistem ekonomi pasar melakukan deregulasi dan mengatur kembali kebijakan yang melibatkan swasta, khususnya reklamasi Teluk Benoa.
ABSTRACT
Market economic mechanism is one of the characteristics of globalization which provide a pressure to obey the free market regime and emerging the empowerment and communal civil society movement. This research will discuss about how exploitative market economic mechanism affect the emerge of civil society movement which is gerakan Bali tolak reklamasi by ForBALI. This alliance as a civil society representative to aggregate the Balineses denial of Benoa Bays reclamation by private sector and government. This paper is using three theoretical framework which are new social movement theory, market economic mechanism also the triangle of relation between negara, market and civil society. The methodology using a qualitative approach with explanative methods. There are three findings in this research. ForBALI significant as main initiator in Gerakan Bali Tolak Reklamasi (Balis Refuse Reclamation Movement), ForBALI able to aggregate all of Balinese interest about reclamation, and market economic system which include government and private to deregulate and policy adjustment with the involvement of private, especially in Benoa Bays reclamation.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar P. Nugraha
Abstrak :
Gerakan Theosofi merupakan salah satu elemen penting pembangkit kesadaran nasionalisme di kalangan masyarakat bumiputra ( Indonesia ) pada permulaan abad 20. Hal ini dimungkinkan karena organisasi Theosofi menjelma menjadi organisasi transisi yang menjalankan peran sebagai jembatan atau katalisator sebagian kaum intelektual terpelajar Indonesia yang tengah berubah dari masyarakat berpola pikir kolonial dan beridentitas kedaerahan kepada masyarakat baru yang menuju corak dan identitas nasional yang sesungguhnya. Peran ini dimungkinkan karena berpadunya konsep-kon_sep Theosofi dengan gagasan-gagasan asosiasi dalam konteks Politik Etika Pemerintah Hindia Belanda. Melalui konsep itu, pelbagai aktivitas serta kepeloporan tokoh-tokohnya yang sebagian besar kalangan penting dan terpelajar di Hindia-Belanda, organisasi Theosofi menjadi agen bagi terjadinya proses tranformasi ide-ide yang kemudian bermuara pada kesadaran kebangsaan yang kuat di antara masyarakat bumiputra terpelajar. Proses ini berjalan terus, bahkan ketika organisasi Theosofi perlahan pudar pengaruhnya sejak tahun 20-an. Penyebabnya : adanya warisan kalangan asosiasi pengikut Gerakan Theosofi berupa pranata pendidikan (sekolah guru dan sekolah Arjuna), yang tampaknya menjembatani munculnya perasaan-perasaan atau jiwa kebangsaan. Proses tersebut sama sekali tidak dimaksudkan para pelopor dan aktivisnya yang kebanyakan orang Eropa (Belanda) itu. Maka ketika nasionalisme yang sesungguhnya mulai muncul semenjak tahun 20-an, peran sebagai bapak angkat kaum intelektual Indonesia, yang antara lain telah mempengaruhi perkembangan nasionalisme awal, seperti yang tampak dalam organisasi BO, IP, dan Jong Java, tampaknya harus segera berakhir. Organisasi ini harus menyingkir dari kancah pergerakan nasional yang tidak lagi memberi tempat bagi para penganut gagasan asosiasi. Itulah sebabnya posisi Gerakan Theosofi menjadi sulit ditempatkan di tengah-tengah masyarakat yang secara tidak sadar atau tidak sengaja dibesarkan dan didewasakan, lewat kiprahnya yang sangat dinamis pada awal abad ini hingga tahun 1930-an.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indryan Swarandaru Djamin
Abstrak :
Skripsi ini menjelaskan mengenai pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi terhadap terbentuknya gerakan sosial di Spanyol yang disebut dengan gerakan 15M Indignados Movement di tahun 2011. Faktor-faktor krisis ekonomi seperti menurunnya pendapatan rumah tangga, meningkatnya jumlah pengangguran, dan meningkatnya kesenjangan pendapatan membuat berbagai kelompok masyarakat yang terdampak krisis ekonomi untuk ikut serta bergabung ke dalam gerakan sosial 15M Indignados dan memprotes kepada pemerintah yang dinilai bertanggung jawab atas terjadinya krisis ekonomi tersebut di Spanyol. Kemudian masalah krisis ekonomi menjadi isu populis yang kemudian dimanfaatkan oleh Partai Podemos yang memiliki hubungan dengan gerakan 15M Indignados untuk mendapatkan dukungan dari para simpatisan gerakan tersebut. Partai Podemos yang dipimpin oleh Pablo Iglesias kemudian mengkampanyekan isu populis untuk meraih banyak dukungan. ......This thesis is explaining about the economic crisis and it’s influence to the emergence of social movement which is called 15M Indignados Movement in Spain in the year of 2011. Three factors of the economic crisis in Spain, which are declining household income, increasing unemployment, and increasing income inequality has made many groups of people in the society to make 15M Indignados Movement and they began to protes to the government who is responsible for the emergence of the economic crisis in Spain. The economic crisis then became the populism issues in Spain, and after the 15M Indignados Movement ended, Podemos Party which has a connection with the social movement, getting support from the Indignados movement symphatizers. Podemos which is lead by Pablo Iglesias as their leader, raising these populism issues in their campaigns to gain supports.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Choiriyah Fajriyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Fenomena dakwah yang tersebar di berbagai platform media sosial serta turut diproduksi oleh para pendakwah Islam (ustadz) saat ini tengah berupaya untuk merangkul pengikut dakwah yang berasal dari golongan muda. Organisasi Shift-Pemuda Hijrah yang dikelola oleh Ustadz Hanan Attaki bersama rekan tim adalah contoh bagaimana fenomena tersebut berlangsung. Studi-studi mengenai dakwah digital di media sosial terdahulu menjelaskan bahwa proses bekerjanya fenomena tersebut dilakukan melalui adanya tawaran berupa format konten dakwah dengan orientasi baru yang diproduksi di dalamnya. Guna memperkaya studi-studi sebelumnya, bagi peneliti, fenomena kemunculan dakwah digital di media sosial lebih dari sekedar penjelasan atas fenomena tersebut melalui format konten yang ditawarkan. Dalam penelitian ini, peneliti berargumen bahwa gerilya dakwah digital Shift-Pemuda Hijrah merupakan gerakan sosial yang dilakukan sebagai upaya guna mentransformasi struktur secara kultural lewat framing Islamisme pada pemuda. Melalui observasi, wawancara mendalam, serta data visual, peneliti menyimpulkan bahwa berbaurnya Shift-Pemuda Hijrah dalam penggunaan jaringan komunikasi di kegiatan dakwahnya, berbaur dalam ruang urban, serta mengikuti tren konsumsi, dapat membangun intepretasi atas aktivisme gerakannya dalam penguatan nilai-nilai Islam yang memungkinkan adanya mobilisasi atas berbagai representasi dan mampu mentransformasi struktur secara kultural.
ABSTRACT
The phenomenon of Islamic preach that has been spread across various social media platforms and being produced by Islamic preacher (ustadz) itself is trying to embrace followers from the younger generation. The Shift-Pemuda Hijrah managed by Ustadz Hanan Attaki and his team is an example of how the phenomenon has took place. Previous studies explained that this phenomenon was carried out through a process of a preach form which offers new orientation within its production. However, this study argues that the propagation of Shift-Pemuda Hijrahs digital preach is a form of social movement as an effort to transform the existing structures with cultural aspects through Islamism as framing within its movement on youth. Through observation, in-depth interviews, as well as visual studies, this study finds that the use of the communication networks in the preach activities, blended in the urban space, and following consumption trends, could help the movement build interpretations in order to strengthening Islamic values within the youth lifestyle, which possibly mobilize various representations and transform the existing social structures through cultural aspects.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhanah Aleyda Giri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana gerakan sosial anak muda yang bernama Green Welfare Indonesia memanfaatkan media sosial dan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuannya. Studi terdahulu fokus pada kehadiran internet terutama media sosial bagi anak muda dalam mengekspresikan suaranya melalui media sosial yang menjadi arena baru bagi gerakan sosial, seperti gerakan Fridays for Future. Namun, terdapat studi terdahulu yang berfokus pada lemahnya gerakan sosial yang didukung oleh internet karena partisipasi dari gerakan sosial tersebut dinilai lemah dan tidak cukup merepresentasikan perjuangan gerakan dalam mengatasi isu tertentu. Peneliti berargumen bahwa arena digital sebagai arena baru bagi anak muda dalam menyuarakan suaranya dapat menciptakan perbedaan dalam memanfaatkan kekuatan media sosial dan cara anak muda dalam memobilisasi sumber daya. Hasil penelitian ini melihat bahwa para aktor Green Welfare Indonesia memiliki berbagai platform media sosial yang dimanfaatkan dengan strategi tertentu. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa Green Welfare Indonesia dapat mencari serta memobilisasi sumber daya dengan baik sehingga membantu gerakan untuk mencapai tujuannya. Adapun hasil ini terefleksi dari kanal media sosial dan program kerja yang dibuat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengambilan data wawancara mendalam dan observasi digital terhadap konten-konten media sosial dari Green Welfare Indonesia. ......This research aimed to analyze how a youth social movement called Green Welfare Indonesia utilized social media and resources to achieve their objectives. Prior studies focused on the existence of the internet, especially social media that is being utilized by youth to express their concern in social media, such as Fridays for Future. Prior study also focused on the weakness of social movement that plays a role in the digital arena due to lack of participation and effort to solve the issue that is carried by the movement. This research argues that the digital arena as a new arena for youth can create a difference in utilizing social media power and how youth mobilize resources that exist. The result of this research is that actors from Green Welfare Indonesia are able to search and mobilize resources. The results are reflected in both social media and events that they held. This research is using qualitative methods with in-depth interviews and digital observation of Green Welfare Indonesia’s Instagram content to collect data.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Adistya Pramita
Abstrak :
Gerakan sosial tidak hadir secara tiba-tiba; ia muncul sebagai respon atas ketidakadilan terkait permasalahan sosial dan politik yang dihadapi. Begitu pun yang dialami oleh jutaan masyarakat sipil pro-demokrasi Hong Kong di tahun 2019 hingga kemudian mereka bergerak melawan RUU Ekstradisi yang dapat mengizinkan Hong Kong untuk menyerahkan warganya ke daratan Tiongkok agar diadili. Intensitas kebertahanan gerakan ini pada akhirnya dapat secara efektif menekan pemerintah untuk melakukan tuntutan utama gerakan, yakni dibatalkannya RUU Ekstradisi. Penelitian ini akan melihat mengapa Gerakan Anti RUU Ekstradisi 2019 dapat menekan pemerintah untuk mengabulkan tuntutan utama gerakan dengan melihat kemunculan dan proses mobilisasi gerakan. Gerakan ini dapat muncul setidaknya karena kesempatan politik yang ada seperti sistem politik semi terbuka; adanya ketidakseimbangan relasi kuasa; sekaligus konflik elit politik Hong Kong. Struktur gerakan yang terdesentralisasi, serta cara partisipan gerakan mobilisasi sumber daya yang ada mampu memberikan efektifitas dalam mempertahankan gerakan dan memberikan dampak maksimal pada pemegang otoritas. Tidak adanya dukungan dari elit bisnis kepada pemerintah Hong Kong dan keterlibatan Internasional dalam mendukung gerakan juga menjadi kondisi kontekstual yang membuat RUU Ekstradisi berhasil dicabut. ......Social movements do not appear suddenly; they emerged as a response to injustice related to the social and political problems that are faced. The same thing happened to millions of Hong Kong's pro-democracy civil society in 2019 when they moved against an extradition bill that would allow Hong Kong to turn its citizens over to mainland China for trial. The intensity of this movement's resilience can effectively pressure the government to annul the Extradition Bill. This study will analyze why the 2019 Anti Extradition Bill Movement can pressure the government to grant the movement's main demands by looking at the emergence and mobilization process of the movement. This movement could occur because of the existing political opportunities such as a semi-open political system; power relations imbalances; and conflicts between Hong Kong's political elites. The decentralized structure, as well as the way participants mobilize existing resources, are able to provide effectiveness in maintaining the movement and providing maximum impact. The absence of business elite support for the Hong Kong government and international involvement in supporting the movement also became a contextual condition that made the Extradition Bill successfully be annulled
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>