Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Aria Bayu
"Lagu atau musik rekaman suara, merupakan karya cipta seseorang atau lebih, dimana untuk menciptakannya orang harus mengeluarkan segala daya pikirnya berdasarkan kemampuan, imajinasi, tenaga, ketrampilan,dan waktu. Disamping mempunyai nilai moral, karya musik/lagu mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena mempunyai segmen pasar yang sangat luas, namun dalam- era globalisasi saat ini dan diiringi dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, maka orang lebih mudah untuk dapat merekam lagu tersebut baik untuk didengarkan sendiri maupun untuk kepentingan komersial, selain itu perkembangan media televisi atau radio di Indonesia serta tumbuhnya tempat-tempat hiburan menyebabkan suatu karya cipta musik/lagu sepertinya sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah sejauh mana keefektifan suatu perangkat perundang-undangan dalam hal ini Undang-undang Hak Cipta dalam mencermati perlindungan hak cipta yang terkait dalam perlindungan terhadap Hak Mengumumkan dan Hak Memperbanyak, karena sebagimana yang kita ketahui bahwa saat ini Indonesia dikenal sebagai Negara yang menjadi surga baik pelanggar hak cipta khususnya dibidang hak cipta musik dan lagu, banyaknya kaset,CD, DVD bajakan yang dapat mudah diperoleh dimanapun, menyebabkan kita bertanya bagaimanakah perlindungan hukum bagi pencipta lagu dalam Undang-undang Hak Cipta, dan sejauh mana peran Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) sebagai satu-satunya badan administrative yang mempunyai hak untuk memungut royalty sekaligus mendistribusikannya kepada Pencipta lagu, serta untuk mengetahui hal-hal yang menjadi kendala bagi YKCI dalam menyelesaikan segala permasalahan sengketa hak cipta di tanah air serta bagaimana penyikapan dari aparat hukum di Indonesia dalam penegakan hak cipta di Indonesia, terutama yang menyangkut berbagai kasus pelanggaran hak cipta terutama yang menyangkut hak memperbanyak dan hak mengumumkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsaulian, Evi Linawaty
"Hak Cipta sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di negara-negara maju telah diperluas pemanfaatannya sebagai agunan untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari lembaga keuangan. Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah belum tersedianya suatu ketentuan tentang penggunaan Hak Cipta sebagai agunan dalam sistem penyaluran kredit perbankan serta belum tersedianya lembaga penilai yang memiliki kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap nilai ekonomi dari Hak Cipta.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Tujuan memanfaatkan HKI sebagai agunan kredit adalah untuk membantu Pencipta maupun UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit melalui Hak Cipta sebagai agunan.
Meskipun Hak Cipta dapat dimanfaatkan sebagai agunan kredit, namun demikian kedudukannya dalam perjanjian penjaminan adalah bersifat perjanjian tambahan melengkapi suatu perjanjian pokok kredit. Hak Cipta memiliki prospek untuk dijadikan agunan kredit, karena Hak Cipta memiliki nilai ekonomi dan dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagaian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu, perjanjian penjaminan kredit, termasuk menggunakan Hak Cipta sebagai agunan pada umumnya diikat dengan akta notaris yang bersifat baku dan bersifat eksekutoral. Untuk lembaga jaminan yang paling memungkinkan dibebankan pada Hak Cipta sebagai obyek jaminan utang adalah lembaga Jaminan Fidusia mengingat pada jenis obyek jaminan yang berupa benda bergerak yang tidak berwujud dan mengenai penyerahan benda jaminan selama pembebanan fidusia bukan dilakukan kepada bendanya, tetapi kepada nilai ekonominya. Hak Cipta harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar dapat dijaminkan. Pendaftaran ini penting sebagai bukti bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak cipta dan pelaksanaan eksekusi terhadap nilai ekonomi Hak Cipta apabila wanprestasi dalam hal kredit macet melalui lembaga parate executie.

Copyright as a part of Intellectual Property Rights (IPRs) in developed countries have increased their use as collateral to obtain loans or financing from financial institutions. The problem faced in Indonesia is the unavailability of the provisions on the use of Copyright as collateral in loans, the banking system also yet the availability of appraisers that have the ability to provide assessment of the economic value of the Copyright.
The research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The purpose utilizes IPR as collateral loan is to assist author and UKM entrepreneurs in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loan through Copyright as a collateral. Although the Copyright can be used as loan collateral, but the position in the underwriting agreement to an additional agreement complements the primary credit agreement. Copyright has the prospect to be used on market prices, can be executed, can be transferred either wholly or partly by inheritance, grants, wills, written agreement or other causes that are justified by the law of rules.
In addition, the loan guarantee agreement, including the use of Copyright as collateral is generally associated with the raw action and executorial. To an institution the assurance that most allows charged on copyright as an object loan collateral is considering the fiduciary security on the type of an object the assurance that in the form of a moving object being intangible and on the surrender of security that copyright may be encumbered by fiduciary guarantee provided that the encumbrance be put nor over the copyrighted work, but on its economic value. In order to be secured under fiduciary claim, copyright must be registered with the Directorate General of Intellectual Property Rights. The registration is imperative as a proof that the fiduciary grantor is the holder of the copyright and the implementation of the execution of economic value copyright if breach of contract in terms of nonperforming loan through parate executie.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Johan Bastian
"Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta tidak dapat disita namun pasal ini juga mengatur ketentuan pengecualian bahwa penyitaan dapat diterapkan terhadap hak cipta yang diperoleh secara melawan hukum. Penelitian ini membahas tentang ketentuan penyitaan hak cipta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 UUHC yang dielaborasi dengan pengertian hak cipta menurut civil law. Latar belakang penelitian ini diangkat penulis berdasarkan fenomena yang terjadi ketika pihak swasta mengklaim sebagai pemegang hak cipta atas program komputer aplikasi sistem administrasi badan hukum yang pada faktanya merupakan pesanan ciptaan dari instansi dinas pemerintah. Sementara Pasal 8 ayat (2) UUHC mengatur bahwa instansi dinas pemerintah merupakan pihak pemegang hak cipta terhadap ciptaan yang dipesan atau dibuatkan oleh pihak lain. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah hak cipta atas program komputer aplikasi untuk pelayanan publik dapat disita dan bagaimana penerapan penyitaan terhadap hak cipta atas program komputer aplikasi untuk pelayanan publik dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah hak cipta atas program komputer aplikasi untuk pelayanan publik dapat disita dan untuk mengetahui bagaimana penerapan penyitaan terhadap hak cipta atas program komputer aplikasi untuk pelayanan publik dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang mengkaji pengaturan hukum hak cipta dan penyitaan terhadap hak cipta yang diperoleh secara melawan hukum.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penyitaan hak cipta sebagaimana dimaksud Pasal 4 UUHC adalah kurang tepat karena hak cipta merupakan bukan semata-mata perbanyakan namun juga didalamnya terkandung hak moral sehingga hak cipta atas program komputer aplikasi untuk pelayanan publik yang perolehannya melawan hukum hanya dapat disita dalam pengertian hak perbanyakan dan pengumumannya saja dan dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum tidak diterapkan penyitaan terhadap program komputer aplikasi system administrasi badan hukum.

Article 4 on Copyright Law Number 19 of 2002 regulates that copyright can not be seized but this article also regulates exception that unlawfully copyright obtained can be seized. This study discusses the seizure provisions of copyright as stipulated in Pasal 4 UUHC elaborated with the notion of copyright according to civil law. The background of this research is by the phenomenon when the private party claims as copyright holder of the computer program application Sistem Administrasi Badan Hukum which is in fact the creation is ordered by government agencies. While Article 8 paragraph (2) of the Copyright Law Number 19 of 2002 stipulates that the agency Copyright governmental agency is a party to the creation of copyright holders who ordered or made by other parties. Issues raised in this study is whether the copyright in a computer program for the application of public services may be seized and how the application of copyright to the seizure of a computer program for the application of public service in the case of Sistem Administrasi Badan Hukum. The purpose of this study to determine whether the copyright in a computer program for public service applications can be seized and to determine how the application of copyright on computer programs for public service application in the case of Sistem Administrasi Badan Hukum.
Results of this study concluded that the seizure of copyright as stipulated in Article 4 UUHC is not appropriate because copyright is not solely contained therein propagation but also the moral rights that copyright in a computer program application for the acquisition of public services can only unlawfully seized within the meaning of Any reproduction and rights announcement and in the case of Sistem Administrasi Badan Hukum does not apply to the seizure of a computer program application administrative legal system.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Purnama Sari
"Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi saat ini, banyak kalangan masyarakat yang memiliki ide-ide kreatif dan prestasi yang melahirkan Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu dari beragam Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak Cipta yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia. Pemerintah dalam merumuskan pasal yang mengatur bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia patut didukung dan diapresiasi. Namun dalam prakteknya, belum banyak ditemui bahkan tidak ditemui jaminan fidusia dalam bentuk Hak Cipta. Hal tersebut terjadi karena belum terdapat ketentuan lebih lanjut dan jelas yang mengatur mengenai mekanisme Hak Cipta digunakan sebagai Jaminan Fidusia. Tesis ini mengangkat permasalahan mengenai peran notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat Akta Jaminan Fidusia dalam pembuatan akta jaminan fidusia atas Hak Cipta mengingat fidusia atas Hak Cipta adalah merupakan suatu hal yang relatif baru dalam dunia hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia dan dalam hal ini Notaris memiliki peranan dan tanggung jawab atas pembuatan Akta Jaminan Fidusia terhadap Hak Cipta yang digunakan sebagai objek jaminan fidusia.

Along with the current development and technology, many people have creative ideas and achievements that invented Intellectual Property Rights. One of the various Intellectual Property Rights is Copyright which as regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. In Article 16 paragraph 3 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright stipulated that Copyright can be used as a fiduciary guarantee. The government in formulating articles that stipulate the copyrights can be used as fiduciary guarantees should be supported and appreciated. However, in practice, there have not been many people found that even fiduciary guarantees in the form of Copyright have not been found. This happened because there were no further and clear provisions related to the Fiduciary Guarantee mechanism over Copyright. This thesis discussed the issue of the role of notary as a public official who has the authority to make a Fiduciary Guarantee Deed in the making of fiduciary guarantee deeds over Copyright considering that fiduciary over Copyright is a relatively new thing in law industry. The research method used is normative juridical research using the legal approach and case approach. Based on the results of the study, it can be concluded that Copyright can be used as a fiduciary guarantee and in this case the Notary has the role and responsibility for making the Fiduciary Guarantee Act on Copyright which is used as an object of fiduciary guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Halim
" Hak Cipta merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup paling luas. Segala hasil karya intelektual manusia dihasilkan dari proses olah pikir dan kreativitas yang kemudian diwujudkan menjadi suatu ciptaan. Oleh karena itu, persinggungan antara hak cipta dengan hak kekayaan intelektual lainnya sering terjadi. Satu jenis ciptaan yang selalu berpotensi menimbulkan sengketa kepemilikan adalah logo. Logo adalah hasil karya seni lukis atau seni desain grafis yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai tanda pembeda bagi badan usaha untuk membedakan produk atau jasa yang dihasilkannya dengan produk atau jasa badan usaha lain, selain itu logo juga sering digunakan sebagai lambang organisasi atau badan hukum untuk menunjukkan identitas mereka. Dilatar belakangi oleh sengketa yang terus menerus mengenai kepemilikan logo yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berbeda yang telah memiliki merek terdaftar dan hak cipta tercatat, maka pencatatan hak cipta seni lukis logo atau tanda pembeda yang telah digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang atau jasa serta lambang organisasi, badan usaha atau badan hukum tidak lagi diperbolehkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Kurangnya pemahaman masyarakat akan perlindungan hukum hak cipta pada khususnya menjadikan sulit bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk membuktikan kepemilikan ciptaan. Perlindungan hukum hak cipta bersifat otomatis begitu hasil karya cipta tersebut diwujudkan dalam bentuk yang dapat dinikmati dengan panca indera. Pencatatan hak cipta tidak diperlukan untuk mendapatkan perlindungan hukum, tetapi Surat Pencatatan Ciptaan dapat digunakan sebagai bukti awal kepemilikan hak cipta ketika terjadi sengketa atau ketika hak ekonomi atas ciptaaan tersebut akan dieksploitasi atau dialihkan haknya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, khususnya Pasal 65, diperlukan pemahaman lebih mendalam mengenai perlindungan hukum hak cipta oleh masyarakat.

Copyright is part of intellectual property rights having largest scope. All human intellectual property creations are generated from the process of thinking and creativity which are then embodied into a work. Hence, overlapping between copyright and other intellectual property rights often happen. One type of work which always potentially causes dispute of ownership is logo. Logo is a creation of painting or graphical design art intended to be used as identifier for business to distinguish products or services they are producing from products or services of other businesses, besides, logo is also oftenly used as symbol of an organization, legal body to show their identity. Given perpetually occuring disputes of logo ownership owned by different parties having registered trademark and registered copyright, registration of copyright for logo or distinguishing sign which has been used as a mark in trade of goods or services as well as symbol of organization, business or legal body is no longer acceptable, as regulated in the Article 65 Law Number 28 Year 2014 Concerning Copyright. Lack of understanding in society with respect to legal protection of copyright particularly, making it difficult for the Author or Copyright Owner to prove ownership of their copyrights. Legal protection of copyright is automatic in nature once the work is embodied in a form which can be enjoyed with the senses. Registration of copyright is not required to secure legal protection; however, Copyright Registration Letter can be used as prima facie evidence of copyright ownership when dispute arises or when the economic rights of the copyright will be exploited or assigned. With the enactment of Law Number 28 Year 2014 concerning Copyright, particularly Article 65, it is necessary to have better understanding of copyright protection by the society."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Ayu Ari Widhyasari
"Musik tradisional di Indonesia merupakan suatu kekayaan budaya yang telah ada sejak jaman nenek moyang dan terus ada hingga sekarang. Musik tradisional yang beragam dan memiliki ciri khas dan unik tentunya menarik minat orang untuk mempelajarinya. Sehingga tak jarang banyak musisi – musisi dan seniman yang memadukan musik tradsional dengan musik modern untuk memunculkan ciptaan musik baru. Banyak musik tradisional Indonesia yang digunakan di luar negeri dan bahkan banyak orang asing yang mempelajari musik tradisional Indonesia seperti gamelan, angklung, gong, dan seni musik lainnya.
Bahkan banyak musisi Indonesia yang memadukan musik tradisional dengan musik modern. Sebut saja seperti Balawan dan Ethnic Percussion yang selalu membawakan musik tradisional dengan musik modern lalu ada juga grup musik Emoni yang menggunakan musik modern dan tradisional dalam membawakan semua lagunya. Bisa dikatakan hal yang dilakukan oleh kedua musisi tersebut untuk melestarikan budaya seni musik tradisional Indonesia.
Salah satu bentuk atau proses melestarikan budaya bisa dilihat pada pementasan musik Megalitikum Kuantum. Pada pementasan ini, terdapat perpaduan musik tradisional dan musik modern. Pementasan ini merupakan ide kreatif dari Rizaldie Siagian yang merupakan seorang musisi dan seniman. Megalitikum Kuantum memiliki arti langit yang merupakan atap dari segala unsur kehidupan seperti batu, air, kayu dan beberapa unsur lainnya. Unsur – unsur ini pun diambil dari seni musik tradisional Indonesia seperti jegog, gamelan, dan lain – lain.
Pementasan Megalitikum Kuantum menimbulkan beberapa Hak dan Hak Cipta dan bagaimana kedudukan seni musik tradisional dalam pementasana tersebut. Beberapa hak yang timbul dalam Hak Cipta merujuk pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta perlindungan musik tradisional merujuk pada Undang – Undang Nomor 5Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Kedua peraturan perundang – undangan tersebut memiliki ketentuan – ketentuan yang melindungi musik tradisional dan bagaimana jika muncul ciptaan baru karena perpaduannya dengan musik modern.

Traditional music in Indonesia is a cultural wealth that has existed since ancient times and continues to exist today. Traditional music that is diverse and has distinctive and unique characteristics certainly attracts people to learn it. So it is not uncommon for many musikians and artists to combine traditional music with modern musik to create new musikal creations. A lot of Indonesian traditional music is used abroad and even many foreigners have studied traditional Indonesian music such as gamelan, angklung, gong, and other musical arts. In fact, many Indonesian musikians combine traditional musik with modern music. For example, Balawan and Ethnic Percussion, who always present traditional music with modern music, then there is also an Emoni music group that uses modern and traditional music in performing all their songs. It could be said that the things done by the two musikians were to preserve the culture of Indonesian traditional music arts. One form or process of preserving culture can be seen in the Megalitikum Kuantum music performance. In this performance, there is a combination of traditional music and modern music. This performance is a creative idea from Rizaldie Siagian who is a musician and artist. Megalitikum Kuantum have the meaning of the sky which is the roof of all living elements such as stone, water, wood and several other elements. These elements are also taken from traditional Indonesian musik such as jegog, gamelan, and others. Megalitikum Kuantum performances give rise to several rights and copyrights and how the position of traditional music in the performance. Several rights arising in copyright refer Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 about Hak Cipta and and Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Both laws and regulations have provisions that protect traditional music and what if a new creation appears because of its combination with modern music."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodiet Prasetya
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27659
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Kristina Denso
"Tesis ini membahas Pemberlakuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dipandang melalui teori tahap perkembangan politik dari A.F.K. Organski, sehubungan dengan kepentingan Indonesia bergabung dalam perdagangan Internasional. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan teoritis.
Hasil penelitian menyarankan bahwa penegakan hukum Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta perlu untuk lebih mendekati sifat masyarakat Indonesia dan disesuaikan dengan tujuan pemerintah dalam tahap perkembangan politik di mana Indonesia berada saat ini, selain kerjasama aparat penegak hukum Hak Cipta dalam memasyarakatkan konsep Hak Cipta dan menegakkan hukum perlu untuk lebih ditingkatkan.

The focus of this study is on the implementation of law enforcement of the Law No. 19 Year 2002 regarding Copyrights viewed from Political Development Stages Theory by A.F.K. Organski, related to Indonesia?s requirements on joining the international trade. This study is a normative study with theoretical approach.
The results of this study suggest for the law enforcement of Law No. 19 Year 2002 regarding Copyrights to be more representable to the nature of Indonesian society and amending to the purpose of the government in the political stage of which Indonesian is in at the moment, also to enhance the cooperation of the Copyrights law enforcers in socializing the concept of Copyrights and law enforcing.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28654
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devara Kharisma Budiman
"Tesis ini membahas tentang perlindungan hukum di bidang Hak Cipta, yaitu perlindungan hukum bagi Simbol Keagamaan dan penggunaannya untuk tujuan komersial berdasarkan undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pro dan kontra dari studi kasus penggunaan simbol keagamaan dalam suatu ciptaan yang disajikan di dalam penulisan ini menjadi wacana yang menarik untuk dibahas dan dianalisa dari perspektif hukum ekonomi, mengingat bahwa salah satu tujuan hukum adalah untuk memberikan kebahagiaan bagi manusia.
Dengan menggunakan simbol keagamaan, maka sebuah karya cipta akan semakin menarik dan berdaya jual, sehingga menambah nilai komersial suatu Ciptaan, dan diharapkan dapat mendatangkan manfaat ekonomi melalui perlindungan hukum di bidang Hak Cipta atas ciptaannya. Namun hal menjadi penting adalah perlu untuk diperhatikan tentang pembatasan tentang Hak Cipta, dalam kaitan dengan penggunaan simbol keagamaan karena penggunaannya yang tidak pantas dapat menimbulkan atau menyinggung rasa keagamaan umat beragama tertentu. Oleh karena itu di dalam Tesis ini juga akan dibahas tentang studi kasus penggunaan simbol keagamaan dalam suatu karya cipta yang terjadi di Indonesia.

This thesis discusses the legal protection in the field of copyright, namely the legal protection for Religious Symbols and their use for commercial purposes under the law No. 19 year 2002 about Copyrights. Pros and cons of the case studies the use of religious symbols in a creation that is presented in writing this into an interesting discourse to be discussed and analyzed from the perspective of economic law, given that one purpose of law is to give happiness to human being.
By using religious symbols, then a copyrighted work will become more attractive and empowered to sell, thereby increasing the commercial value of a work, and is expected to bring economic benefits through legal protection in the field of Copyrights on Creation. But it is important to consider about the restrictions on Copyright, in relation to the use of religious symbols because their use can lead to inappropriate or offensive taste of certain religious faiths. Therefore in this thesis will also be discussed on a case study the use of religious symbols in a copyrighted work that occurred in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28995
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Pietersz
"Tujuan skripsi ini adalah untuk melihat seberapa jauh pengetahuan dan pendapat di antara pustakawan dan pemakai perpustakaan mengenai Hak Cipta. Juga untuk melihat bagaimana pustakawan dalam mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di perpustakaan. Khususnya dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 dan penyempurnaannya di Undang-_undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987, perlindungan karya cipta yang berada di perpustakaan 'membingungkan' pustakawan, karena tidak ada kejelasan arti batasan yang layak untuk memfotokopi atau mengkopi sebuah karya. Metode penelitian yang dipakai penulis adalah deskriptif analisis. Selain perolehan data berasal dari penelitian literatur, penulis juga mengadakan penyebaran angket, wawancara, dan observasi di lima perpustakaan yang memiliki jasa layanan fotokopi dan/atau komputer_ Kelima perpustakaan tersebut adalah Perpustakaan British Council, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Univer_sitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Sastra - Universitas Indonesia, Perpustakaan Indonesian - Australian Language Foundation, dan Perpustakaan Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil akhir penelitian dari skripsi ini adalah bahwa pustakawan dan pemakai belum memahami benar penerapan flak Cipta di perpustakaan. Pustakawan sendiri tidak dapat melak_sanakan peraturan Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 dan Undang-undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987 karena di antara pustakawan sendiri tidak ada kesamaan pendapat mengenai batasan pengkopian yang layak dan disetujui oleh Undang-undang. Melihat dari hasil penelitian tersebut, maka penulis memberikan saran: batasan pengkopian yang layak di perpustakaan perlu dite_gaskan kembali; para perancang Undang-undang Hak Cipta seharusnya melibat_kan pakar perpustakaan; Perlu adanya tekad dari pustakawan untuk menjalankan per_lindungan Hak Cipta di perpustakaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S14939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>